BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan proses belajar mengajar, diantaranya siswa, tujuan, dan. antara siswa dan guru dalam rangka mencapai tujuannya.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan pembelajaran. Tetapi juga dalam hal membimbing siswa

BAB I PENDAHULUAN. membentuk manusia yang berkualitas, berkompeten, dan bertanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. yang mana anggapan salah mengenai khalayak menjadi hantu yang menakutkan

BAB III METODE PENELITIAN. prosedur penelitian, dan (6) teknik analisis data.

I. PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat tertentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpengalaman berbicara di depan umum pun tidak terlepas dari perasaaan ini.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Pada Program Studi Bimbingan Dan Konseling.

LAMPIRAN A. Data Try Out A-1DATA TRY OUT KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN KELAS A-2DATA TRY OUT BERPIKIR POSITIF

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun teori-teori yang dijelaskan adalah teori mengenai

BAB I PENDAHULUAN. Kampus UIN Maulana Malik Ibrahim (MMI) Malang sebagai kampus. berbasis Islam menerapkan beberapa kebijakan yang ditujukan untuk

keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar.

I. PENDAHULUAN. Proses belajar mengajar merupakan aktivitas yang paling penting dalam

A. Identitas : Nissa (Nama Samaran)

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pendidikan nasional tidak terlepas dari proses pembelajaran di

DAFTAR PUSTAKA. Anastasi, A. dan Urbina, S Tes Psikologi. Edisi Bahasa Indonesia. Jilid 1. Alih Bahasa : Imam, R.H. Jakarta : Prenhallindo.

STRATEGI PENGUBAHAN POLA PIKIR UNTUK MENGURANGI KECEMASAN SISWA DALAM MENGEMUKAKAN PENDAPAT

BAB I PENDAHULUAN. kepada orang lain dengan menggunakan lambang-lambang yang bermakna

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dewasa ini, olahraga merupakan hal sangat penting bagi kesehatan tubuh.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang senantiasa ingin berinteraksi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang cenderung pernah merasakan kecemasan pada saat-saat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk individual dan makhluk sosial. Sejak manusia

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Saat ini pendidikan adalah penting bagi semua orang baik bagi

BAB II KAJIAN TEORETIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. a. Pengertian Kemampuan Pemecahan Masalah

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada prinsipnya sebagai makhluk sosial, antara individu yang satu dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk paling unik di dunia. Sifat individualitas manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

ANALISIS KECEMASAN MAHASISWA PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FKIP UNLAM BANJARMASIN DALAM MENGHADAPI UJIAN AKHIR SEMESTER.

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian merupakan cara ilmiah yang digunakan untuk memperoleh

KONSEP BEHAVIORAL THERAPY DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI PADA SISWA TERISOLIR. Dyesi Kumalasari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

Psikologi Konseling Pendekatan Konseling Rasional Emotif (Rational Emotive Therapy)

KONSEP DASAR. Manusia : mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol/dipengaruhi oleh faktorfaktor

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk sosial. Salah satu indikasi bahwa manusia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. antar bangsa yang semakin nyata serta agenda pembangunan menuntut sumber

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. emosi negatif. Pentingya individu mengelola emosi dalam kehidupan karena

BAB I PENDAHULUAN. muda, yaitu suatu masa dengan rentang usia dari 18 sampai kira-kira umur 25

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif.

I. PENDAHULUAN. Setiap diri cenderung memiliki emosi yang berubah-ubah. Rasa cemas merupakan salah

bagaimana seseorang melihat atau memahami dirinya (sense of self) serta

Ayu Km Kurnia Dwi Armasari 1, Nym Dantes 2, Md Sulastri 3 1,2,3 Jurusan Bimbingan Konseling, FIP

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah salah satu bidang kehidupan yang dirasakan penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belajar merupakan cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan bagi siswa

1. Bab II Landasan Teori

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan Belajar Siswa, (Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2011), 2

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan disertai berbagai keluhan fisik. Atkinson (2001) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan

BAB III METODELOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. Dilihat dari kualifikasinya, maka penelitian ini berfungsi sebagai penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempunyai karakter yang baik sesuai dengan harapan pemerintah. Salah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Giska Nabila Archita,2013

Upaya Mengurangi Kecemasan Menghadapi Ujian Melalui Konseling Rasional Emotif Teknik Relaksasi Pada Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. yang terjadi. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik

EFEKTIVITAS PENDEKATAN RATIONAL EMOTIF THERAPY UNTUK MENGATASI KECEMASAN DALAM KOMUNIKASI PADA ANAK TK CEMARA DUA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2014/2015

MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF MENGGUNAKAN PENDEKATAN BEHAVIORAL DENGAN LATIHAN ASERTIF PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SALATIGA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin. angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

BAB I PENDAHULUAN. dan pengetahuan. Howard L. Kingskey mengatakan bahwa learning is the process

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ditandai efek negatif dan gejala-gejala ketegangan jasmaniah seseorang yang

MENGURANGI KECEMASAN SISWA DI SEKOLAH DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK DESENSITISASI SISTEMATIS

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kadang berbagai macam cara dilakukan untuk mencapai tujuan itu. Salah satu yang

I. PENDAHULUAN. Sekolah sebagai lembaga formal yang dapat meningkatkan kualitas belajar

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus

Lampiran 1 Hasil uji reliabilitas variabel kemandirian emosi, kemandirian perilaku, kemandirian nilai, kemandirian total, penyesuaian diri, dan

ITEM KECEMASAN WANITA MENGHADAPI MENOPAUSE

UPAYA MENGURANGI KECEMASAN BERBICARA DI DEPAN UMUM MENGGUNAKAN TEKNIK RELAKSASI ABSTRACT

BAB 1 PENDAHULUAN. operasi melalui tiga fase yaitu pre operasi, intraoperasi dan post. kerja dan tanggung jawab mendukung keluarga.

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

2013 EFEKTIVITAS TEKNIK SELF INSTRUCTION UNTUK MEREDUKSI KECEMASAN MENGHADAPI UJIAN

BAB I PENDAHULUAN. lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit

BAB II TINJAUAN TEORITIS. atau ancaman atau fenomena yang sangat tidak menyenangkan serta ada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diperhatikan, seperti waktu latihan, waktu makan, dan waktu istirahat pun diatur

BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan manusia lain. Hubungan antar manusia dapat terjalin ketika

BAB III METODE PENELITIAN. dengan data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. Pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Indonesia baik yang masih berstatus sebagai pelajar, mahasiswa, ataupun yang

BAB I. Pendahuluan. Nasional pada Bab II menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu

keberhasilan belajar yang semakin tinggi dan tanggung jawab terhadap perilaku

PERAN GURU BIMBINGAN KONSELING UNTUK MEREDUKSI KECEMASAN SISWA MENJELANG UJIAN NASIONAL (UN)

BAB III METODE PENELITIAN. terhadap data serta penampilan dari hasilnya.

BAB IV PENERAPAN LATIHAN ASERTIF DALAM MENINGKATKAN RASA PERCAYA DIRI SISWA YANG MEMILIKI ORANG TUA TUNGGAL (SINGLE PARENT)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan merupakan dasar bagi kemajuan dan kelangsungan hidup

II. TINJAUAN PUSTAKA. kecemasan dalam bidang layanan bimbingan dan konseling pribadi, pengertian

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. 1 Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan, pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan adalah untuk mengajarkan kebudayaan melewati generasi. Hal-hal yang berkaitan dengan proses belajar mengajar, diantaranya siswa, tujuan, dan guru. Proses belajar mengajar dapat diartikan sebagai suatu rangkaian antara siswa dan guru dalam rangka mencapai tujuannya. 2 Namun dalam kenyataannya, mencapai tujuan proses belajar mengajar yang baik banyak sekali tantangan atau hambatan yang harus dihadapi. Tantangan atau hambatan dalam melaksanakan proses pendidikan banyak ditemukan masalah-masalah yang berkaitan dengan interaksi sosial. Siswa masih mengalami kesulitan-kesulitan dalam 1 Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Prespektif Islam (Bandung: Rosdakarya: 1994), hal 4 2 http://deachunnie. Blogspot.com/2013/03/tujuan-pendidikan-nasional.html

2 berhubungan dengan individu lain, salah satunya adalah adanya kecemasan komunikasi. Hal ini mengakibatkan siswa tidak mampu mengembangkan diri dengan baik. Khususnya bagi siswa sekolah menengah yang baru mengalami masa transisi dari masa kanak-kanak menuju ke masa remaja. Masa remaja menurut Mappiare berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria. Di masa perkembangannya siswa mengalami banyak gejolak. Sehingga apabila siswa tidak bisa berinteraksi dengan baik maka siswa akan mengalami suatu permasalahan yang nantinya akan mengganggu perkembangannya. 3 Sebuah proses belajar mengajar mengutamakan interaksi sosial dimana terjadi dialog antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa yang lainnya. Namun dalam pelaksanaannya hanya guru yang aktif menjelaskan dan siswa cenderung pasif. Untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi yang telah disampaikan, maka guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dan mengemukakan pendapat. Pemberian kesempatan kepada siswa untuk berbicara di depan umum untuk menyampaikan pendapat secara lisan sangat besar artinya, dimana siswa tidak hanya berinteraksi dengan guru, tetapi juga dituntut untuk berbicara mengemukakan pendapat dan ideidenya secara lisan di depan banyak orang. Hal ini dapat menjadi latihan 3 Mohammad, Ali, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta: Bumi aksara: 2008), hal 9

3 untuk siswa dalam mengemukakan kritik yang konstruktif dan dapat juga digunakan untuk meningkatkan kemampuan bahasa lisan. Oleh karena itu siswa seharusnya memiliki kemampuan berbicara di depan umum yang baik. Devito mengatakan bahwa individu yang mengalami kecemasan berbicara di muka umum akan menurunkan frekuensi dan intensitas keterlibatannya dalam transaksi berbicara di muka umum, sehingga dirinya akan menghindari situasi berbicara di muka umum. 4 Atkinson mengatakan bahwa kecemasan adalah emosi yang tidak menyenagkan, yang di tandai dengan istilah-istilah seperti kekhawatiran, keprihatinan dan rasa takut, yang kadang-kadang dialami dalam tingkat berbeda-beda. 5 Devito mengatakan pada umumnya kecemasan berbicara di muka umum bukan di sebabkan oleh ketidakmampuan individu, tetapi sering disebabkan oleh pikiran-pikiran yang negatif. 6 Tetapi dalam berbicara di depan umum sering kali menimbulkan kecemasan bagi sebagian individu karena setiap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang memiliki kecenderungan terjadinya kecemasan. Kecemasan biasanya direfleksikan melalui verbalisasi atau kata-kata berupa keluhan dan menunjukkan sikap pesimis. Selain itu ciri lainnya adalah ketakutan untuk mengemukakan pendapat, ide dan gagasannya dalam mempresentasikan hasil diskusi kelompok di depan umum, memberikan sambutan dalam suatu acara di sekolah, berpidato, menjadi 4 Ardani, Rahayu, Hubungan Pola Pikir Positif dengan Kecemasan Berbicara di Depan kelas, (Jurnal Psikologi: UNDIP, 2004), hal. 133 5 Atikson, Penghantar Psikologi, (Jakarta: Erlangga, 1993), hal. 212 6 Ardani, Rahayu, Hubungan Pola Pikir Positif dengan Kecemasan Berbicara di Depan kelas, (Jurnal Psikologi: UNDIP, 2004), hal. 133

4 MC masih terlihat takut, gugup, gelisah, dan berkeringat dingin. Reaksi tersebut terjadi karena siswa beranggapan bahwa pendapatnya akan salah dan akan dimarahi guru. Siswa takut dianggap sebagai orang yang tak punya kemampuan dan akan diremehkan oleh guru dan teman-temannya, serta malu dipandang ketinggalan dari siswa yang lain dalam hal merespon materi yang diberikan oleh guru, takut di kritik oleh temanteman serta takut membuat kesalahan. Beberapa karakteristik kecemasan tersebut menjadi permasalahan yang muncul karena berawal dari pemikiran yang irasional. Karena manusia pada dasarnya memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkah laku rasional individu akan cenderung efektif, bahagia, dan kompeten. Sedangkan ketika berpikir dan bertingkah laku irasional individu itu menjadi tidak efektif. Oleh karena itu, siswa diharapkan mampu berpikir rasional agar memiliki keyakinan yang positif sehingga siswa akan cenderung merasa bahagia, tenang, kompeten dan mampu mengembangkan diri dengan baik serta dapat berinteraksi tanpa mengalami kecemasan khususnya dalam berbicara di depan kelas. Tetapi dalam kenyataannya masih banyak siswa yang merasa cemas ketika akan berbicara di depan umum. Hal ini disebabkan karena siswa mempunyai pemikiran yang irasional atau negatif terhadap dirinya sendiri. Apabila siswa dihinggapi perasaan negatif terhadap dirinya sendiri baik secara sadar maupun tidak sadar maka mereka akan lebih

5 mudah terkena ancaman atau gangguan dalam interaksinya dengan lingkungan, khususnya dalam mengemukakan pendapat di depan umum akan mengalami kecemasan. Kecemasan tersebut merupakan akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional. Karena siswa sudah berpikiran irasional terlebih dahulu yang belum tentu keadaan tersebut sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya maka akan semakin banyak masalah yang dialami siswa. Oleh karena itu, siswa harus bisa berpikir rasional agar memiliki keyakinan yang positif sehingga siswa akan merasa bahagia, tenang, kompeten serta mampu mengembangkan diri dengan baik dan dapat berinteraksi sosial khususnya dalam berbicara di depan kelas. Berdasarkan observasi yang dilaksanakan di SMP Wijaya Surabaya siswa mengalami kecemasan dalam berbicara di depan kelas untuk mengemukakan pendapat, menyampaikan hasil diskusi, maupun pada saat disuruh memberikan sambutan pada suatu acara di sekolah. Respon yang ditunjukkan oleh siswa pada saat guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berbicara mengemukakan pendapat, ide dan gagasannya di depan kelas, siswa masih terlihat takut, gugup, gelisah, berkeringat bahkan sampai kehilangan konsentrasi sehingga sering mengulang kalimat yang sama sawaktu berbicara dihadapan sejumlah orang. 7 7 Hasil Observasi di Sekolah Menengah Pertama Wijaya Surabaya 29-10-2013

6 Menurut Safaria menjelaskan bahwa kecemasan merupakan suatu pengalaman subjektif mengenai ketegangan-ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah, atau bisa juga muncul dari tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak nyaman ini akan menimbulkan perubahan fisik yang ditandai dengan gemetar, keluar keringat dingin, jantung berdebar-debar. Dan secara psikologis perasaan cemas ini akan menimbulkan gejala panik, tegang, bingung, tidak bisa konsentrasi dan ketakutan tanpa sebab yang jelas. 8 Salah satu upaya untuk mengubah cara berpikir siswa yang irasional menjadi rasional yang mengakibatkan siswa cemas ketika berbicara di depan umum yaitu melalui Terapi Behavioral dengan Teknik Desensitisasi Sistematis. Yang di lakukan melalui layanan konseling kelompok. Dan berdasarkan dari hasil wawancara kecemasan berbicara di depan kelas menunjukkan bahwa siswa kelas VIII SMP Wijaya Surabaya mengalami tingkat kecemasan dalam kategori lumayan tinggi. Hal tersebut juga diperkuat dengan hasil wawancara dengan siswa. Dari hasil wawancara, siswa menjelaskan bahwa setiap diminta oleh guru untuk maju ke depan kelas untuk berbicara menyampaikan pendapat berkaitan dengan materi yang diajarkan siswa merasa takut, gemetar, jantung berdetak lebih cepat, nafas menjadi cepat, keringat selalu menetes dan juga merasa 8 Safaria, Autisme: Pemahaman Baru untuk Hidup Bermakna bagi Orang Tua, (Yogyakarta: Graha Ilmu: 2005), hal 34

7 tegang. 9 Reaksi tersebut terjadi karena siswa berpikiran irrasional bahwa pendapatnya akan salah dan akan dimarahi guru, takut kalau tidak bisa menyampaikan pendapat dengan lancar, takut jika tidak bisa menjawab pertanyaan dari guru dan teman-teman, serta malu dipandang ketinggalan dari siswa yang lain dalam hal merespon materi yang diberikan oleh guru. Kecemasan yang dialami siswa ketika berbicara di depan umum juga disebabkan siswa takut di kritik oleh teman-teman serta takut membuat kesalahan. Selain observasi awal dan wawancara, peneliti juga melakukan survey melalui angket pengukuran pada tanggal 5 maret 2014 dengan membagikan angket tentang kecemasan berbicara di depan kelas (ada pada lampiran) kepada siswa kelas VIII di SMP Wijaya surabaya yang berjumlah 39 siswa. Adapun hasil survey dapat di lihat pada tabel di bawah ini : Tabel 1 Data kecemasan berbicara di depan kelas pada siswa kelas VIII SMP Wijaya Surabaya. Interval dan kategori Total siswa 18-36 (rendah) 15 37-54 (sedang) 20 55-72 (tinggi) 4 Total siswa 39 2014 9 Hasil Wawancara dengan Salah Satu Siswa Kelas VIII SMP Wijaya Surabaya, 24-02-

8 Tabel ini menunjukkan bahwa dari 39 siswa terdapat ada 7 siswa, tetapi dengan pengalian data ulang ada 4 siswa yang memiliki kecemasan berbicara di depan kelas yang tergolong tinggi. 10 Dari masalah-masalah tersebut perlu suatu penanganan sebagai upaya untuk mengatasinya, karena apabila tidak segera diberikan penanganan akan menghambat perkembangan siswa dalam mencapai aktualisasi diri yang optimal. Dalam bimbingan dan konseling terdapat beberapa layanan dan pendekatan yang digunakan untuk mengentaskan berbagai masalah yang dialami oleh siswa. Oleh sebab itu permasalahan tersebut perlu dientaskan melalui Terapi behavioral dengan teknik desensitisasi sistematis. Terapi behavioral adalah perilaku yang nampak, sehingga terapi tingkah laku mendasarkan diri pada penerapan teknik dan prosedur yang berakar pada teori belajar yakni menerapkan prinsip-prinsip belajar secara sistematis dalam proses perubahan perilaku menuju kearah yang lebih adaptif. Untuk menghilangkan kesalahan dalam belajar dan berperilaku serta untuk mengganti dengan pola-pola perilaku yang lebih dapat menyesuaikan. Salah satu aspek yang paling penting dalam memodifikasi perilaku adalah penekanannya pada tingkah laku yang didefinisikan secara operasional, teramati dan terukur 11. Sedangkan teknik desensitisasi sitematis merupakan salah satu teknik perubahan perilaku yang didasari 2014 10 Hasil Angket Kecemasan Berbicara di Depan Kelas SMP Wijaya Surabaya, 05-03- 11 Hartono dkk., Psikologi konseling. (jakarta :kencana. 2012), hal. 126

9 oleh teori atau pendekatan behavioral klasikal. Pendekatan behavioral memandang manusia atau kepribadian manusia pada hakikatnya adalah perilaku yang dibentuk berdasarkan hasil pengalaman dari interaksi individu dengan lingkungannya 12 Desensitisasi sistematis merupakan teknik yang digunakan untuk menghapus perilaku yang diperkuat secara negatif, biasanya berupa kecemasan dan disertakan respon yang berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan. Desensitisasi sistematis dilakukan dengan menerapkan pengkondisian klasik yaitu dengan melemahkan kekuatan stimulus penghasil kecemasan, gejala kecemasan bisa dikendalikan dan dihapus melalui penggantian stimulus, melibatkan teknik relaksasi. Melatih konseli untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan atau divisualisasikan. 13 Jadi dapat di simpulkan bahwa Konseling Behavioral dengan Teknik Desensitisasi Sistematis adalah suatu proses pemberian bantuan kepada seseorang/konseli guna memperbaiki pola tingkah lakunya dengan melakukan desensitisasi atau gerak-gerak rilaksasi yang menyenangkan dan digunakan untuk menurunkan kecemasan serta meningkatkan motivasi belajar siswa. Gerakan rilaksasi ini memungkinkan siswa untuk 12 Http://lutfifauzan.wordpress.com/2009/12/29/teknik-konseling-individu relaksasi/diunduh 2/10/2011 13 Http://tresacounselor.blogspot.com/2011/03/teknik-desensitisasi-sistematis.html/ diunduh 4/10/2011

10 nyaman dalam proses pembelajaran. Desensitisasi sistematis pada dasarnya digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan ia menyertakan pemunculan tingkah laku dan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapusnya. Dalam teknikteknik rilaksasi, konseli dilatih untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai dalam pengalaman-pengalaman tentang kecemasan yang dibayangkan dan divisualisasikan seterusnya sedikit demi sedikit dihilangkan seiring dengan kondisi rileks yang diciptakan oleh konseli, dan juga dilatih untuk menghilangkan ketegangan pada pikiran dan menciptakan kondisi rileks pada tubuh 14. Oleh karena itu setiap orang, termasuk siswa selalu dihadapkan pada kenyataan, maka pendekatan ini tepat untuk diterapkan oleh konselor dalam menangani masalah-masalah psikologis dan perilakuperilaku/perbuatan yang tidak realistis atau yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. Dari latar belakang masalah diatas maka penulis tertarik untuk meneliti tentang Terapi Behavioral dengan Teknik Desensitisasi Sistematis dalam Membantu Kecemasan Berbicara Di depan Kelas Pada Siswa Kelas VIII Sekolah Menengah Pertama Wijaya Surabaya. 14 Gede, Tresna, Penerapan Model Konseling Behavioral Dengan Teknik Desensitisasi Sistematis dan Konseling Rasional Emotif Untuk Meminimalisasi Tingkat Kecemasan Menghadapi Evaluasi Pembelajaran Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 2 Singaraja.( Singaraja:Jurusan Bimbingan Konseling, UNDIKSHA, 2008), hal. 45

11 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka peneliti berusaha mengungkapkan permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana diskriptif siswa yang mengalami kecemasan berbicara di depan kelas pada siswa kelas VIII Sekolah Menengah Pertama Wijaya Surabaya? 2. Bagaimana proses terapi behavioral dengan teknik desensitisasi sistematis dalam membantu kecemasan berbicara di depan kelas pada siswa kelas VIII di Sekolah Menengah Pertama Wijaya Surabaya? 3. Bagaimana hasil terapi dan tindak lanjut behavioral dengan teknik desensitisasi sistematis dalam membantu kecemasan berbicara di depan kelas pada siswa kelas VIII di Sekolah Menengah Pertama Wijaya Surabaya? C. Tujuan Penelitian Pada prinsipnya setiap tindakan atau kegiatan yang dilakukan manusia itu mengandung tujuan yang ingin dicapai, dan tujuan itu merupakan pedoman dari tindakan yang akan dilakukan. Oleh karena itu tujuan penelitian yang akan dicapai tersebut adalah:

12 1. Untuk mengetahui diskriptif siswa yang mengalami kecemasan berbicara di depan kelas pada siswa kelas VIII Sekolah Menengah Pertama? 2. Untuk mengetahui bagaimana proses terapi behavioral dengan teknik desensitisasi sistematis dalam membantu kecemasan berbicara di depan kelas pada siswa kelas VIII di Sekolah Menengah Pertama Wijaya Surabaya. 3. Untuk mengetahui bagaimana hasil terapi dan tindak lanjut behavioral dengan teknik desensitisasi sistematis dalam membantu kecemasan berbicara di depan kelas pada siswa kelas VIII di Sekolah Menengah Pertama Wijaya Surabaya. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini ada dua yaitu manfaat secara teoritis, dan praktis: a. Manfaat teoritis Untuk mengkaji dan mengetahui terapi behavioral dengan teknik desensitisasi sistematis dalam membantu kecemasan berbicara di depan kelas pada siswa kelas VIII di Sekolah Menengah Pertama Wijaya Surabaya. yang nantinya menjadi sebuah tambahan pengetahuan dalam mengembangkan potensi, kemampuan, dan intelektual siswa. b. Bagi penulis

13 Hasil penelitian ini dasarnya memiliki dua produk, yaitu: (1) teknik desensitisasi sistematis dalam membantu kecemasan berbicara di depan kelas; dan (2) data deskriptif tentang kondisi siswa yang cemas berbicara di depan kelas pada sekolah yang menjadi tempat penelitian. Diharapkan kedua hal ini dapat menjadi bermanfaat pada beberapa konteks kepentingan berikut. 1. Bagi konselor, teknik yang dihasilkan dapat dipergunakan untuk memberikan wawasan, pengertian, pemahaman, dan pengembangan perilaku yang lebih positif pada siswa SMP dalam membantu kecemasan berbicara di depan kelas, khususnya yang diarahkan kaitannya guna pencapaian salah satu kompetensi kemandirian siswa, yakni (1) masalah pengembangan diri: mempelajari keunikan diri dalam konteks kehidupan sosial (pengenalan), menerima keunikan diri dengan segala kelebihan dan kekurangannya (akomodasi), dan menampilkan keunikan diri secara harmonis dalam keragaman; serta (2) kesadaran gender: berkolaborasi secara harmonis dengan lain jenis dalam keragaman peran. 2. Bagi kepala sekolah, Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pengambilan keputusan bagi kebijakan sekolah, terutama dalam rangka mengembangkan percaya diri positif siswanya melalui pemberian fasilitas, wewenang dan dukungan yang memadai kepada konselor di sekolahnya, untuk mengembangkan dan

14 menjalankan program bimbingan yang diorientasikan pada kepentingan siswa, dalam hal ini adalah percaya diri yang positif dikoneksikan dengan peningkatan prestasi akademik para siswa. 3. Bagi penulis, untuk peneliti selanjutnya diharapkan hasil penelitian ini dapat menambah khazanah ilmu psikologi remaja dan ilmu bimbingan dan konseling khususnya berkaitan dengan kajian teoretik-konseptual tentang harga diri terutama pada remaja dan pengembangan intervensi perilaku melalui teknik desensitisasi sistematis dalam membantu kecemasan berbicara di depan kelas di SMP Wijaya. E. Definisi Konseptual Definisi konseptual adalah abstraksi dari observasi yang dalam kenyataannya mempunyai tingkatan yang berbeda-beda. Semakin tinggi tingkatan abstraksi dari konsep semakin sulit untuk diamati dan diukur. Untuk menghindari kesalahpahaman pada judul Terapis Behavioral dengan Teknik Desensitisasi Sistematis dalam membantu kecemasan berbicara di depan kelas, maka penulis menegaskan beberapa istilah yang ada sebagai berikut: a. Kecemasan berbicara di depan kelas adalah Kecemasan berbicara di depan kelas adalah suatu keadaan tidak nyaman, yang sifatnya tidak menetap pada diri individu, baik

15 ketika membayangkan maupun pada saat berbicara di depan orang banyak. Hal ini akan ditandai dengan ciri-ciri fisik dan psikologis. Ciri-ciri kecemasan berbicara di muka umum telah diungkapkan oleh Goudrey dan Spielberger, yakni 15 : a. Ciri fisiologis Anggota badan yang gemetar, keringat pada telapak tangan, dahi dan leher, wajah memerah, denyut jantung semakin cepat, tekanan darah bertambah. b. Ciri psikologis Kesukaran dalam menyusun pikiran atau mengungkapkan kata-kata seperti pidato di muka umum. c. Ciri perilaku secara umum Berjalan-jalan di seputar ruangan, tidak dapat duduk dalam waktu lama, merokok terus-menerus, dan tidak dapat santai. Berdasarkan uraian di atas mengenai ciri-ciri kecemasan dan kecemasan berbicara di muka umum, dapat disimpulkan bahwa gejala kecemasan berbicara di muka umum terdiri dari ciri fisiologis, psikologis, dan ciri perilaku secara umum. Ciri-ciri tersebut akan digunakan sebagai dasar penyusunan alat ukur. b. Terapi Behavioral dengan Teknik desensitisasi sistematis adalah Istilah terapi behavioral adalah berasal dari bahasa Inggris Behavior Counseling yang untuk pertama kali digunakan oleh Jhon 15 Triantoro, Safaria, Managemen Emosi Sebuah Panduan Cerdas Bagaimana Mengelola Emosi Positif Dalam Hidup Anda, (Jakarta: PT Bumi Aksara: 2012), hal 49, hal 57

16 D. Krumboln Krumboln adalah promotor utama dalam menerapkan pendekatan behavioristik terhadap konseling, meskipun dia melanjutkan aliran yang sudah dimulai sejak tahun 1950, sebagai reaksi terhadap corak konseling yang memandang hubungan antar pribadi, antara konselor dan konseling sebagai komponen yang mutlak diperlukan dan sekaligus cukup untuk memberikan bantuan psikologis kepada seseorang 16. Secara umum terapi behavioral adalah pendekatan penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berlandaskan pada berbagai teori tentang belajar dalam usaha melakukan pengubahan tingkah laku. Dalam penyelesaian masalah, kondisi masalah harus dispesifikkan. Saat ini, bentuk pendekatan ini banyak di gunakan karena penekanannya pada perubahan tingkah laku dimana tingkah laku tersebut bisa didefinisikan secara operasional, diamati dan diukur 17. Salah satu teknik yang paling luas digunakan dalam terapi tingkah laku. Desensitisasi sistematis digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif, dan menyertakan pemunculan tingkah laku atau respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan itu, Desensitisasi diarahkan 16 YS, Miss. 2011. Terapi Tingkah Laku, (behavioristik), (http://trueorwrong.wordpress.com/2011/02/23/terapi-tingkah-laku-behavioristik/),di akses pada hari senin 06 juni 2011. 17 YS, Miss. 2011. Terapi Tingkah Laku, (behavioristik), (http://trueorwrong.wordpress.com/2011/02/23/terapi-tingkah-laku-behavioristik/),di akses pada hari senin 06 juni 2011.

17 kepada mengajar klien untuk menampilkan suatu respon yang tidak konsisten dengan kecemasan atau ketakutan. 18 Dalam penerapannya teknik desentisisasi ini menggunakan tahap-tahap pelaksanaan sesuai langkah-langkah prosedur yang efektif. Adapun prosedur pelaksanaan teknik ini dapat diikuti lebih lanjut di bawah ini: 1) Analisis perilaku yang menimbulkan kecemasan. 2) Menyusun hierarkhi atau jenjang-jenjang situasi yang menimbulkan kecemasan dari yang kurang hingga yang paling mencemaskan klien. 3) Memberi latihan relaksasi otot-otot yang dimulai dari lengan hingga otot kaki. Kaki klien diletakkan di atas bantal atau kain wool. Secara terinci relaksasi otot dimulai dari lengan, kepala, kemudian leher dan bahu, bagian belakang, perut dan dada, dan kemudian anggota bagian bawah. 4) Klien diminta membayangkan situasi yang menyenangkannya sepereti di pantai, ditengah taman yang hijau dan lain-lain. 5) Klien disuruh memejamkan mata, kemudian disuruh membayangkan situasi yang kurang mencemaskan. Bila klien sanggup tanpa cemas atau gelisah, berarti situasi tersebut dapat diatasi klien. Demikian seterusnya hingga ke situasi yang paling mencemaskan. 18 Gerald, Corey. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi.( Bandung: PT Refika Aditama, 2009), hal 211

18 6) Bila pada suatu situasi klien cemas dan gelisah, maka konselor memerintahkan klien agar membayangkan situasi yang menyenangkan tadi untuk menghilangkan kecemasan yang baru terjadi. 7) Menyusun hierarkhi atau jenjang kecemasan harus bersama klien, dan konselor menuliskannya di kertas. 19 F. Sistematika Penulisan Sistematika pembahasan skripsi yang dimaksud adalah suatu cara yang ditempuh untuk menyusun suatu karya tulisan, sehingga masalah didalamnya menjadi jelas, teratur, urut, dan mudah dipahami. Adapun sistematika yang penulis gunakan dalam pembahasan ini ada lima bab pokok yang disusun berikut: BAB I: yaitu pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Definisi Konseptual, dan Sistematika Penulisan. BAB II: yaitu tentang kajian teori yang terdiri dari: Kajian tentang kecemasan berbicara di depan kelas yang terdiri dari: a. pengertian kecemasan berbicara di depan kelas, penyebab kecemasan berbicara di depan kelas, gejala-gejala kecemasan berbicara di depan kelas, faktorfaktor yang mempengaruhi berbicara di depan kelas. b. Konsep Terapi Behavioral dalam Teknik Desensitisasi Sistematis terdiri dari: Teori 19 Nelson-jones Richard. Teori dan Praktik Konseling dan Terapi. ( Yogyakarta: Pustaka Belajar 2011), hal 450

19 kepribadian konseling behavioral, perilaku bermasalah dalam terapi behavioral, tujuan konseling behavioral, pengertian teknik desensitisasi sistematis dalam konseling behavioral dan langkah-langkah konseling behavioral dalam teknik desensitisasi sistematis. c. Terapi behavioral dengan teknik desensitisasi sistematis dalam membantu kecemasan berbicara di depan kelas. BAB III: yaitu tentang metode penelitian yang di dalamnya dipaparkan tentang metode penelitian jenis penelitian, pendekatan, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data. BAB IV: yaitu tentang penyajian data dan analisis data dari hasil penelitian, bagian pertama menjelaskan tentang diskripsi penyajian data tentang diskriptif siswa yang mengalami kecemasan berbicara di depan kelas pada siswa kelas VIII di SMP Wijaya Surabaya, bagian kedua menjelaskan tentang bagaimana proses terapi behavioral dengan teknik desensitisasi sistematis dalam membantu kecemasan berbicara di depan kelas pada siswa kelas VIII di SMP Wijaya Surabaya, dan bagian ketiga menjelaskan tentang bagaimana hasil terapi dan tindak lanjut behavioral dengan teknik desensitisasi sistematis dalam membantu kecemasan berbicara di depan kelas pada siswa kelas VIII di SMP Wijaya Surabaya BAB V: Penutup yang berisi saran dan kesimpulan dari pembahasan tentang terapi behavioral dengan teknik desensitisasi sistematis dalam membantu kecemasan berbicara di depan kelas pada siswa kelas VIII di Sekolah Menengah Pertama Wijaya Surabaya.

20