BAB I PENDAHULUAN. melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan

dokumen-dokumen yang mirip
PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan yang berlaku. Salah satu upaya untuk menjamin. dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

I. PENDAHULUAN. pelaksanaannya diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

I. PENDAHULUAN. Ditinjau dari hal-hal yang baru dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

FUNGSI DAN KEDUDUKAN SAKSI A DE CHARGE DALAM PERADILAN PIDANA

PERAN DAN KEDUDUKAN AHLI PSIKIATRI FORENSIK DALAM PENYELESAIAN PERKARA PIDANA

GANTI RUGI ATAS KESALAHAN PENANGKAPAN, PENAHANAN PASCA PUTUSAN PENGADILAN 1 Oleh: David Simbawa 2

PELAKSANAAN PENANGGUHAN PENAHANAN DENGAN JAMINAN. (Studi Kasus Tindak Pidana Penipuan di Pengadilan Negeri Klaten dan. Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. merupakan produk dari sebuah kebudayaan yang didasarkan pada pikiran, akal

BAB I PENDAHULUAN. pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. 1. perundang-undangan lain yang mengatur ketentuan pidana di luar KUHP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

BAB I PENDAHULUAN. Acara Pidana (KUHAP) menjunjung tinggi harkat martabat manusia, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang berbunyi Negara Indonesia adalah negara hukum.

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan dan teknologi, mengakibatkan kejahatan pada saat ini cenderung

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. terdapat dalam Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang. menegaskan tentang adanya persamaan hak di muka hukum dan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum materiil seperti yang terjelma dalam undang undang atau yang

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 28, Pasal 28A-J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Penyelidikan merupakan bagian yang tidak dapat di pisahkan dari. penyidikan, KUHAP dengan tegas membedakan istilah Penyidik dan

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Hak asasi manusia merupakan dasar dari kebebasan manusia yang mengandung

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB 1 PENDAHULUAN. setiap individu, sehingga setiap orang memiliki hak persamaan dihadapan hukum.

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan norma hukum tentunya tidaklah menjadi masalah. Namun. terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan norma biasanya dapat

PENANGGUHAN PENAHANAN DALAM PROSES PERKARA PIDANA (STUDI KASUS KEJAKSAAN NEGERI PALU) IBRAHIM / D Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

BAB I PENDAHULUAN. melakukan penyidikan tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang sesuai

BAB I PENDAHULUAN. dapat lagi diserahkan kepada peraturan kekuatan-kekuatan bebas dalam

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

IMPLEMENTASI PASAL 31 KUHAP TENTANG PENANGGUHAN PENAHANAN DENGAN ATAU TANPA JAMINAN (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Boyolali)

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. sendiri dan salah satunya lembaga tersebut adalah Pengadilan Negeri. Saat

LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. landasan konstitusional bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Negara Indonesia adalah negara bardasarkan hukum bukan

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai Negara hukum, Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

V. PENUTUP. 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim Komisaris. dalam RUU KUHAP Tahun 2009 atau hal utama digantinya lembaga pra

PERANAN SIDIK JARI DALAM PROSES PENYIDIKAN SEBAGAI SALAH SATU ALAT BUKTI UNTUK MENGUNGKAP SUATU TINDAK PIDANA. (Studi Kasus di Polres Sukoharjo)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik, maka berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan tanpa kecuali. Hukum merupakan kaidah yang berupa perintah

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap pemeriksaan penyidikan dan atau penuntutan. 1

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN. tepatnya pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendahuluan sebelum pemeriksaan sidang di pengadilan. 1 Istilah praperadilan

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Tentang Tugas, Wewenang Hakim Dalam Peradilan Pidana

BAB I PENDAHULUAN. pada tahap interogasi / penyidikan sering terjadi tindakan sewenang-wenang

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

Lex Crimen Vol. V/No. 4/Apr-Jun/2016

BAB I PENDAHULUAN. negara harus berlandaskan hukum. Dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

I. PENDAHULUAN. prinsip hukum acara pidana yang mengatakan peradilan dilakukan secara

JURIDICAL ANALYSIS PREPROSECUTION MATTER ABOUT DEMAND FOR REHABILITATION TO ILLEGAL ARREST AND RESTRAINT (Verdict Number : 01/Pid.PRA/2002/PN.

PENANGKAPAN DAN HAM. ( Studi Terhadap Praktek Penangkapan Tersangka Pelaku Tindak Pidana di. Wilayah Polres Sukoharjo ) SKRIPSI

PERAN PERWIRA PENYERAH PERKARA DALAM TINDAK PIDANA MILITER (STUDI DENPOM IV/ 4 SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

BAB I PENDAHULUAN. persidangan atas diri mereka yang digelar Pengadilan Negeri Tangerang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum adalah sesuatu yang sangat sulit untuk didefinisikan. Terdapat

BAB I PENDAHULUAN. wilayahnya dan berbatasan langsung dengan beberapa negara lain. Sudah

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan masyarakat dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Keadaan

TINJAUAN PUSTAKA. tersebut, khususnya mengenai kepentingan anak tentunya hal ini perlu diatur oleh

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

II. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.

TINJAUAN HUKUM TERHADAP TUNTUTAN GANTI KERUGIAN KARENA SALAH TANGKAP DAN MENAHAN ORANG MUHAMMAD CHAHYADI/D Pembimbing:

PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA TERHADAP PENANGKAPAN PELAKU TINDAK PIDANA PENCURIAN (Studi Kasus Di Polresta Palu)

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perlindungan dan penghormatan terhadap hak asasi manusia

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum (rechstaat) tidak berdasar kekuasaan belaka (machstaat), seperti yang dicantumkan dalam pembukaan, batang tubuh, dan penjelasan Undang-undang Dasar 1945. Hal ini berarti bahwa segala sesuatu dilandasi dengan aturan hukum, yang bertujuan untuk melindungi individu terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan memungkinkan kepadanya untuk menikmati hak-hak sipil maupun politiknya sebagai manusia. 1 Negara hukum mempunyai sifat di mana alat perlengkapannya hanya dapat bertindak menurut dan terikat pada aturan-aturan yang telah ditentukan lebih dulu, oleh alat-alat perlengkapan yang dikuasakan untuk mengadakan aturan itu. Negara hukum mempunyai ciri khas antara lain : 1. Pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, sosial, ekonomi, dan kebudayaan. 2. Peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh sesuatu kekuasaan atau kekuatan apapun juga. 1 Tito Eliandi, SH, artikel tentang praperadilan dalam hukum indonesia, di tulis tahun 2008

2 3. Legalitas dalam arti, dalam segala bentuknya, Sehingga jelaslah bahwa penghayatan, pengamalan, dan pelaksanaan hak asasi manusia maupun hak serta kewajiban setiap warga negara untuk menegakkan keadilan, tidak boleh ditinggalkan oleh setiap warga negara, penyelenggara negara, lembaga kenegaraan, dan lembaga kemasyarakatan baik didaerah maupun dipusat, yang diwujudkan salah satunya dalam hukum acara pidana. Hukum acara pidana mempunyai tugas pokok yaitu : 1. Mencari dan menemukan kebenaran 2. Pengambilan keputusan oleh hakim 3. Pelaksanaan putusan hakim Dengan kata lain hukum acara pidana mempunyai tujuan untuk mengejar kebenaran dalam pemeriksaan pidana, sebab dengan kebenaran inilah yang dijadikan dasar dari suatu putusan hakim pidana. 2 Dalam melakukan pencarian kebenaran atas suatu tindak pidana, terdapat asas praduga tak bersalah yang harus benar-benar diterapkan oleh aparat penegak hukum dan merupakan salah satu asas terpenting dalam hukum acara pidana.asas ini dimuat dalam Pasal 8 Undang-undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Asas praduga tak bersalah ialah tiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di depan pengadilan 2 Andi Hamzah, 2002, Hukum Acara Pidana, Jakarta :Sinar Grafika, Hal 8

3 wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 3 Sebagai seorang yang belum dinyatakan bersalah, maka wajar bila tersangka atau terdakwa mendapat jaminan perlindungan hak yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, seperti hak untuk segera mendapatkan pemeriksaan dalam taraf penyidikan, hak segera mendapat pemeriksaan oleh pengadilan dan mendapat putusan yang seadil-adilnya, hak pemberitahuan tentang tindak pidana yang disangkakan atau dituduhkan kepadanya, hak menyiapkan pembelaan, hak bantuan hukum maupun hak mendapat kunjungan. Hak tersangka atau terdakwa sesuai dengan tujuan KUHAP yang memberikan perlindungan kepada hak-hak asasi dalam keseimbangan dengan kepentingan umum. 4 Sehubungan dengan hak hak tersangka, maka lahirlah lembaga baru dalam KUHAP yang disebut praperadilan, yang pengaturannya terdapat dalam Pasal 1 butir 10 dan dipertegas lagi dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Praperadilan merupakan salah satu dari bagian ruang lingkup wewenang mengadili bagi Pengadilan Negeri. Maksud dan tujuan lembaga praperadilan adalah tegaknya hukum dan perlindungan hak asasi tersangka dalam tingkat pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Dengan adanya lembaga praperadilan, maka tersangka dilindungi dalam pemeriksaan pendahuluan terhadap tindakan-tindakan kepolisian 3 Ibid 4 Loebby Loqman, 2002, Praperadilan di Indonesia, Jakarta : Ghalia Indonesia, Hal 18

4 dan atau kejaksaan yang melanggar hukum dan merugikan tersangka. Seseorang yang dikenakan penangkapan, penahanan, dan atau tindakan lain yang dilakukan secara tidak sah, yaitu tidak memenuhi syarat yang ditentukan dalam undang-undang, maka tersangka, atau terdakwa, atau keluarganya atau pihak lain yang mendapat kuasa (penasehat hukum) dapat meminta pemeriksaan dan putusan oleh hakim tentang tidak sahnya penangkapan atau penahanan serta tindakan-tindakan lain atas dirinya tersebut. Disamping itu, praperadilan sebagai lembaga baru berfungsi sebagai alat kontrol dari penyidik terhadap penyalahgunaan wewenang yang diberikan kepadanya. 5 Dalam perkembangan kehidupan penegakkan hukum di Indonesia akhir-akhir ini banyak terdapat kasus-kasus permohonan praperadilan yang muncul, hal ini menunjukan bahwa masyarakat luas memanfaatkan sarana yang tersedia (lembaga praperadilan) untuk mencari keadilan atas tindakan melawan hukum dari aparat penegak hukum. Begitu pentingnya lembaga praperadilan dalam kehidupan penegakkan hukum di Indonesia, maka penulis merasa perlu untuk mengetahui apa yang menyebabkan adanya permohonan praperadilan dan apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutus permohonan praperadilan. Sehingga penulis tertarik mengambil judul mengenai 5 S. Tanusubroto, 1983, Peranan Praperadilan dalam Hukum Acara Pidana, Bandung : Alumni. Hal 30

5 STUDI TENTANG PERMOHONAN PRAPERADILAN YANG BERKAITAN DENGAN PENGHENTIAN PENYIDIKAN DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA. B. Perumusan Masalah Untuk mempermudah pemahaman dalam pembahasan permasalahan yang akan diteliti dan untuk memperjelas obyek yang telah ditentukan, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Hal-hal apa saja yang menjadi pertimbangan hakim dalam memutus permohonan praperadilan? 2. Apa sajakah yang menjadi dasar pertimbangan dalam hal terjadinya penghentian penyidikan yang dilakukan oleh penyidik? 3. Apakah ketentuan dalam KUHAP yang mengatur tentang praperadilan perlu direvisi? jika dilihat dari perkembangan hukum di zaman sekarang dan banyaknya pelanggaran terhadap hak-hak dalam proses praperadilan? 4. Bagaimana perlindungan hak-hak bagi korban atau tersangka jika terjadi kecurangan yang dilakukan pihak penyidik dalam hal penyidikan? C. Tujuan Penelitian Suatu kegiatan penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.tujuan penelitian dapat bersifat untuk pengembangan ilmu, explanation, developmental, atau verifikasi ilmu atau uji hipotesis atau memberikan arah dalam melangkah sesuai dengan maksud penelitian.

6 Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Objektif a. Untuk menjelaskan dan menganalis secara normatif tentang pertimbangan hakim dalam memutus permohonan praperadilan. b. Untuk mendeskripsikan apa sajakah yang menjadi dasar pertimbangan dalam hal terjadinya penghentian penyidikan yang dilakukan oleh penyidik. c. Untuk menjelaskan dan menganalis apakah ketentuan dalam KUHAP yang mengatur tentang praperadilan perlu direvisi, jika dilihat dari perkembangan hukum di zaman sekarang dan banyaknya pelanggaran terhadap hak-hak dalam proses praperadilan. d. Untuk menjelaskan perlindungan hak-hak bagi korban atau tersangka jika terjadi kecurangan yang dilakukan pihak penyidik dalam hal penyidikan. 2. Tujuan Subjektif a. Untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan kemampuan penulis dalam karya ilmiah dalam rangka memenuhi syarat mencapai gelar sarjana di bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta. b. Untuk memperluas dan mengembangkan wawasan berpikir, menambah kemampuan menulis dalam penulisan ilmiah di bidang ilmu hukum, khususnya Hukum Acara Pidana.

7 c. Untuk lebih mendorong cara berfikir yang kritis dan kreatif terhadap perkembangan penegakan hukum di Indonesia. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan mengenai Ilmu Hukum Acara Pidana, khususnya tentang praperadilan yang berkaitan dengan penghentian penyidikan. 2. Manfaat Praktis a. Bagi peneliti untuk memberi jawaban atas permasalahan yang diteliti mengenai Tinjauan Tentang Permohonan Praperadilan Yang Berkaitan Dengan Penghentian Penyidikan. b. Untuk memberikan jawaban melalui data-data yang diperoleh dan disajikan atas permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini yaitu mengenai Tinjauan Tentang Permohonan Praperadilan Yang Berkaitan Dengan Penghentian Penyidikan.

8 E. Kerangka Pemikiran Penyidikan Kewenangan Praperadilan Sah atau tidaknya penghentian penyidikan Praperadilan Kewenangan penyidik (pasal 1 butir 1 huruf a) Menghentikan penyidikan (SP3) (pasal 109 KUHAP) Putusan praperadilan Dasar pertimbang an hakim Penghentian penyidikan Permohonan praperadilan MENERI MA MENOLAK Upaya hukum Praperadilan merupakan lembaga yang lahir dari pemikiran untuk mengadakan tindakan pengawasan terhadap aparat penegak hukum agar dalam melaksanakan kewenangannya tidak menyalahgunakan wewenang, karena tidaklah cukup suatu pengawasan intern dalam instansi perangkat aparat hukum itu sendiri, namun juga dibutuhkan pengawasan silang antara sesama aparat penegak hukum. Permasalahannya adalah, apakah pengaturan mengenai praperadilan dalam KUHAP telah cukup untuk melakukan pengawasan terhadap aparat penegak hukum dan dapat melindungi hak hak seorang tersangka dan terdakwa. Lebih lanjut akan dibahas mengenai praperadilan

9 menurut ketentuan yang terdapat dalam KUHAP, serta peranan lembaga ini dalam mengawasi penyidik dalam melaksanakan penyidikan serta tinjauan mengenai wewenang dan fungsi praperadilan di Indonesia. 6 Adanya praperadilan adalah untuk menjaga agar penyidik tidak sewenang-wenang serta untuk mengawal agar proses penyidikan dan atau penuntutan berjalan dengan mekanisme yang diatur di dalam KUHAP. Yang terpenting di dalam suatu proses penyidikan adalah penyidik harus bersikap netral, professional dan proporsional. Apabila kita yakin bahwa proses penuntutan tersebut telah dilaksanakan secara professional dan tidak memihak saya rasa tidak ada yang perlu dirisaukan dan juga dikhawatirkan. Satu hal yang tidak kalah penting adalah harus segera dihapus anggapan bahwa praperadilan adalah suatu hal yang tabu bagi penyidik. Begitu pula dengan atasan penyidik atau pihak-pihak lain yang berkompeten terhadap proses penyidikan. Untuk mengurangi kesalahan dan keberpihakan penyidik dalam proses penyidikan. Pengawas penyidikan juga dijabat oleh seorang perwira yang memiliki pengalaman yang cukup di bidang penyidikan. Kerja pengawas penyidikan ini bersifat independen. Selain itu mekanisme pengawasan internal juga berlaku terhadap setiap keberatan atau komplain dari pihak-pihak tertentu. Hal ini tidak lain menunjukkan adanya transparansi di dalam proses penyidikan. 7 Oleh karena itu praperadilan adalah suatu hal yang wajar dalam 6 Hamrat Hamid Dkk, 1992, Pembahasan permasalahan-permasalahan KUHAP Bidang Penyidikan,Jakarta : Sinar Grafika, Hal 14 7 Ibid

10 proses penyidikan dan untuk menjamin hak-hak tersangka atau pihak-pihak tertentu yang merasa dirugikan. 8 Dihubungkan dengan kegiatan Penyidik yang implementasinya dapat berupa, misalnya, penangkapan bahkan penahanan, maka hukum acara pidana melalui ketentuan-ketentuan yang sifatnya memaksa menyingkirkan asas yang diakui secara universal yaitu hak kebebasan seseorang. Hukum acara pidana memberikan hak kepada pejabat tertentu untuk menahan tersangka atau terdakwa dalam rangka melaksanakan hukum pidana materiil guna mencapai ketertiban dalam masyarakat. Dengan kata lain pembatasan kebebasan bergerak seseorang menjadi suatu hal yang diperbolehkan oleh hukum dalam rangka proses peradilan pidana, mengingat upaya Penyidik, seperti penangkapan dan penahanan, menjadi salah satu sarana dalam melakukan pemeriksaan perkara pidana. 9 Penyidik dalam pelaksanaan tugasnya, baik misalnya berupa penyidikan maupun penyelidikan, selalu ada kemungkinan perampasan hak-hak asasi manusia. Namun demikian, hakekat penegakan hukum adalah untuk melindungi hak asasi manusia, sehingga sudah sepatutnya apabila perampasan hak-hak asasi manusia tersebut juga diupayakan agar tidak berlebihan dan dilakukan secara proporsional sesuai tujuan awal dilaksanakanya penyidikan maupun penyelidikan itu sendiri. Dari hal ini, terlihat pentingnya diadakan suatu pengawasan atau kontrol terhadap aparat penegak hukum dalam melakukan tugasnya. Sebenarnya secara otomatis pengawasan atau kontrol 8 Mochamad Anwar dkk., 1989, Praperadilan, Jakarta : IND-HIL-CO, Hal 32 9 Ratna Nurul Alfiah, 1986, Praperadilan dan Ruang Lingkupnya,Jakarta : Akademika Pressindo, Hal 35.

11 terhadap tiap aparat penegak hukum (hakim, jaksa,polisi) telah melekat pada lembaga di mana aparat penegak hukum itu bernaung. Namun, pengawasan ini dirasa tidak cukup kuat karena sangat tergantung dari kesungguhan dan kemauan internal lembaga itu sendiri tanpa dimungkinkanya campur tangan dari pihak luar. Praperadilan secara tidak langsung melakukan pengawasan atas kegiatan yang dilakukan penyidik dalam rangka penyidikan maupun penuntutan, mengingat tindakan penyidik pada dasarnya melekat pada instansi yang bersangkuatan. Melalui lembaga ini juga maka dimungkinkan adanya pengawasan antara kepolisian dan kejaksaan dalam hal penghentian penyidikan dan penuntutan. Kewenangan dari lembaga praperadilan sendiri antara lain untuk memeriksa dan memutus : a. Sah tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, atau penghentian penuntutan; b. Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan. 10 Lebih lanjut Pasal 80 KUHAP menyebutkan bahwa : Permintaan untuk memeriksa sah atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau penuntutan dapat diajukan oleh penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan menyebut alasannya 10 R Soeparmono, 2003, Praperadilan dan Penggabungan Perkara Gugatan Ganti Kerugian dalam KUHAP, Bandung : Mandar Maju.Hal

12 Berdasarkan Pasal 80 di atas terlihat, bahwa terdapat peluang yamg diberikan dengan masuknya pihak ketiga yang berkepentingan sebagai salah satu pihak yang dapat mengajukan praperadilan. Yang dimaksud dengan pihak ketiga adalah: a. tersangka/terdakwa; b. keluarga dari tersangka/terdakwa; c. kuasa dari tersangka/terdakwa; d. pelapor yang dirugikan dengan dilakukanya itu atau yang dapat kuasa dari dirinya 11 F. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Penulis menggunakan metode penelitian deskriptif. Menggambarkan atau memaparkan suatu perkara atau kenyataan yang ada di lapangan yaitu Permohonan Praperadilan Yang Berkaitan Dengan Penghentian Penyidikan. Dalam hal ini yang terjadi di Pengadilan Negeri Surakarta. 2. Pendekatan Penelitian Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penyusunan skripsi, penulis menggunakan Pendekatan yuridis empiris. Yuridis yaitu mengkaji konsep normatifnya atau peraturan perundang-undangan yang di dalam perumusan masalah tersaji pada angka 1 dan 3, sedangkan empiris yaitu mengkaji mengenai permohonan praperadilan yang berkaitan dengan 11 Darwan Prinst, 1984, Hukum Acara Pidana Dalam Praktik, Jakarta: Djambatan, hal 193.

13 penghentian penyidikan di pengadilan negeri surakarta yang tercermin dalam perumusan masalah angka 2 dan 4, dalam penulisan hukum ini menggunakan penulisan. 3. Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini penulis memilih lokasi di wilayah hukum Pengadilan Negeri Surakarta, dimana terdapat kasus tentang permohonan praperadilan yang berkaitan dengan penghentian penyidikan dalam perkara pidana yang mana sesuai dengan penelitian yang penulis susun, sehingga memudahkan dalam pencarian data. 4. Sumber Data Data yang diperoleh ditempuh dengan menggunakan teknik pengumpulan berupa : a. Penelitian Kepustakaan Melakukan pengumpulan data yang diperoleh dari membaca dan memahami buku buku literatur serta pengaturan pengaturan yang relevan dengan permasalahan yang dibahas, sebagai data sekunder yang mencakup : 1) Bahan Hukum Primer Yang terdiri dari norma atau kaedah dasar, peraturan dasar, peraturan perundang undangan, yurisprudensi. Peraturan dasar dari peraturan perundang-undangan diambil dari Undang-undang nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, dan Undang-undang nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara

14 Republik Indonesia, Undang-undang No 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, PP No 58 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, Putusan No.01/Pra.Per/1998/PN.Ska, Putusan No. 04/Pid.Pra/2011/PN.Ska, Putusan No. 06/Pra.Per/2011/PN.Ska, Putusan No. 05/Pid.Pra/2011/PN.Ska. Yurisprudensi hakim tentang Permohonan Praperadilan Yang Berkaitan Dengan Penghentian Penyidikan juga sangat diperlukan disini. 2) Bahan Hukum Sekunder Yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti hasil penelitian, makalah seminar, artikel surat kabar atau majalah, dan lain-lain. Maksud dari bahan hukum sekunder disini adalah dengan bahan-bahan dari hasil penelitian secara langsung, makalah dan artikel yang ada hubunganya dengan Permohonan Praperadilan Yang Berkaitan Dengan Penghentian Penyidikan. b. Penelitian Lapangan Penelitian lapangan atau penelitian data primer dilakukan untuk memperoleh data yang konkrit mengenai Permohonan Praperadilan Yang Berkaitan Dengan Penghentian Penyidikan. Pada penelitian lapangan ini, penulis langsung mengadakan penelitian di Pengadilan Negeri Surakarta yang dimana terdapat kasus Permohonan Praperadilan Yang Berkaitan Dengan Penghentian Penyidikan.

15 5. Metode Pengumpulan Data Sehubungan dengan jenis penelitian adalah penelitian yuridis empiris maka untuk memperoleh data-data tersebut di atas, maka digunakan : a. Teknik wawancara tertulis, yaitu pengumpulan data dengan jalan melakukan wawancara dengan narasumber melalui pengajuan daftar pertanyaan untuk memperoleh data-data primer. 12 Dalam wawancara ini penulis melakukan wawancara kepada pihak-pihak yang berhubungan dengan permasalahan yang akan di bahas dalam skripsi ini, dalam lingkup Pengadilan Negeri Surakarta yang secara langsung menangani Permohonan Praperadilan Yang Berkaitan Dengan Penghentian Penyidikan, dan lingkup Kepolisian Surakarta yang mempunyai wewenang dalam pelaksanaan penyidikan. Pertanyaan dari penulis juga menyangkut dengan perumusan masalah yang telah disebutkan diatas. Karena dalam pembahasan skripsi ini juga tidak jauh dari rumusan masalah yang ada. b. Teknik studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data dengan jalan membaca dan mengkaji buku-buku dan bahan-bahan lainnya yang terkait dengan masalah Permohonan Praperadilan Yang Berkaitan Dengan Penghentian Penyidikan, dengan cara analisis isi guna memperoleh data sekunder. 12 S Nasution, 2001, Metode Research (Penelitian Hukum), Jakarta: Bina Aksara, hal.113.

16 6. Analisis Data Pada tahap ini akan dilakukan analisis yuridis kualitatif, dengan cara mencari, menginventaris dan mempelajari peraturan perundangan, doktrin dan data sekunder yang terkait dengan fokus permasalahan, serta data primer hasil penelitian di Pengadilan Negeri Surakarta. 13 Tahapan selanjutnya dengan menarik kesumpulan atas data-data yang ada dengan kenyataan empiris di lapangan yaitu hasil data-data yang diteliti pada Pengadilan Negeri Surakarta, sehingga antara tahap satu dengan yang lainnya dan yang kemudian akan disusun secara sistematis. G. Sistematika Penulisan Hukum Untuk memudahkan penulisan hukum ini, sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : Bab Pendahuluan terdiri dari beberapa sub bab yaitu Latar Belakang Masalah, Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Pemikiran, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan. Bab Tinjauan Pustaka terdiri dari beberapa sub bab tentang tinjauan umum tentang penyidikan yang meliputi pengertian penyidikan, petugas penyidik, kewenangan penyidik, permasalahan-permasalahan yang terjadi pada tingkat penyidikan, penghentian penyidikan, tahap pemeriksaan perkara pidana, dan tinjauan umum tentang praperadilan yang meliputi pengertian dan 13 H.B.Sutopo, 2002, Metodologi Penelitian Kualitatif, UNS Surakarta : Press, Hal 13

17 wewenang praperadilan, subyek dan obyek dalam praperadilan, prosedur pengajuan dan acara pemeriksaan praperadilan, hakim praperadilan, putusan praperadilan. Bab Hasil Penelitian Dan Pembahasan ini terdiri dari beberapa sub bab yaitu yang meliputi pertimbangan hakim dalam memutus permohonan praperadilan yang berkaitan dengan penghentian penyidikan oleh Kepolisian Surakarta, Apa sajakah yang menjadi dasar pertimbangan dalam hal terjadinya penghentian penyidikan yang dilakukan oleh penyidik, perlindungan hak-hak bagi korban jika terjadi kecurangan dalam proses penyidikan dan praperadilan, dan perlu tidaknya revisi tentang pengaturan praperadilan jika dilihat dari perkembangan hukum di zaman sekarang dan banyaknya pelanggaran terhadap hak-hak dalam proses praperadilan. Bab Penutup ini memuat kesimpulan dan saran dari hasil penelitian hukum yang dilakukan oleh penulis.