BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tanah lunak adalah semua jenis tanah berbutir halus yang. Derajat kejenuhan tinggi. Angka pori dan porositas tinggi

dokumen-dokumen yang mirip
PERBAIKAN TANAH LUNAK DENGAN METODA KOLOM DARI CAMPURAN FLY ASH DAN BOTTOM ASH

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Tanah gambut yang digunakan dalam pengujian ini yang berasal

PENGARUH PENGGUNAAN BOTTOM ASH SEBAGAI PENGGANTI SEMEN PADA CAMPURAN BATAKO TERHADAP KUAT TEKAN BATAKO

KUAT TEKAN MORTAR DENGAN MENGGUNAKAN ABU TERBANG (FLY ASH) ASAL PLTU AMURANG SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL SEMEN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

MANFAAT LIMBAH HASIL PEMBAKARAN BATUBARA Alisastromijoyo, ST, MT

BAB I PENDAHULUAN. Posisi Propinsi Riau yang berada di daerah pesisir dan dataran. rendah menyebabkan sebagian besar daerahnya mempunyai tanah dasar

BAB I PENDAHULUAN. bangunan. Tanah yang terdiri dari campuran butiran-butiran mineral dengan atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. A. Karakteristik Tanah Lempung

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

INFRASTRUKTUR PEMANFAATAN ABU DASAR (BOTTOM ASH) SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN AGREGAT HALUS PADA CAMPURAN BETON

BAB II LANDASAN TEORI

PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN CAMPURAN DENGAN KOMPOSISI 75% FLY ASH DAN 25% SLAG BAJA PADA TANAH LEMPUNG EKSPANSIF TERHADAP NILAI CBR DAN SWELLING

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengaruh Variasi Jarak dan Panjang Kolom Stabilisasi Tanah Ekspansif Di Bojonegoro dengan Metode Deep Soil Mix Tipe Single Square

II. TINJAUAN PUSTAKA. sejenisnya, air dan agregat dengan atau tanpa bahan tambahan lainnya. 2. Kegunaan dan Keuntungan Paving Block

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan konstruksi dengan sifat-sifat yang ada di dalamnya seperti. plastisitas serta kekuatan geser dari tanah tersebut.

PEMBUATAN BATAKO DENGAN MEMANFAATKAN CAMPURAN FLY ASH DAN LUMPUR SIDOARJO DENGAN KADAR YANG TINGGI

METODE PENELITIAN. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung anorganik yang. merupakan bahan utama paving block sebagai bahan pengganti pasir.

BAB I PENDAHULUAN. dipakai dalam pembangunan. Akibat besarnya penggunaan beton, sementara material

BAB III LANDASAN TEORI. Beton pada umumnya adalah campuran antara agregat. kasar (batu pecah/alam), agregat halus (pasir), kemudian

BAB I PENDAHULUAN. kesinambungan pembangunan. Dengan meningkatnya pembangunan akan. dan derajat kesehatan masyarakat disebabkan adanya pencemaran.

PEMANFAATAN ABU SEKAM PADI DENGAN TREATMENT HCL SEBAGAI PENGGANTI SEMEN DALAM PEMBUATAN BETON

BAB I PENDAHULUAN. Dalam membangun suatu jalan, tanah dasar merupakan bagian yang sangat

PEMANFAATAN LIMBAH DEBU PELEBURAN BIJIH BESI (DEBU SPONS) SEBAGAI PENGGANTI SEBAGIAN SEMEN PADA MORTAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

a. Jenis I merupakan semen portland untuk penggunaan umum yang memerlukan persyaratan persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis

BAB I PENDAHULUAN. dari bebatuan yang sudah mengalami pelapukan oleh gaya gaya alam.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ada beberapa pendapat tentang definisi tanah menurut para ahli dibidang. sipil, yaitu tanah dapat didefinisikan sebagai :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMANFAATAN LIMBAH KARBIT UNTUK MENINGKATKAN NILAI CBR TANAH LEMPUNG DESA COT SEUNONG (172G)

B1 AB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMANFAATAN KAPUR DAN FLY ASH UNTUK PENINGKATAN NILAI PARAMETER GESER TANAH LEMPUNG DENGAN VARIASAI LAMA PERAWATAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Vol.17 No.1. Februari 2015 Jurnal Momentum ISSN : X PENGARUH PENGGUNAAN FLY ASH SEBAGAI PENGGANTI AGREGAT TERHADAP KUAT TEKAN PAVING BLOCK

PEMANFAATAN LIMBAH ASPAL HASIL COLD MILLING SEBAGAI BAHAN TAMBAH PEMBUATAN PAVING. Naskah Publikasi

PENGARUH PENAMBAHAN ABU AMPAS TEBU TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR

TINJAUAN VARIASI DIAMETER BUTIRAN TERHADAP KUAT GESER TANAH LEMPUNG KAPUR (STUDI KASUS TANAH TANON, SRAGEN)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. digunakan beton non pasir, yaitu beton yang dibuat dari agregat kasar, semen dan

BAB 3 LANDASAN TEORI 3.1. Stabilisasi Tanah 3.2. Analisis Ukuran Butiran 3.3. Batas-batas Atterberg

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dari penelitian ini dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. untuk pembuatan kampas rem. Dalam perkembangan teknologi, komposit

PENGARUH SUBSTITUSI PARSIAL SEMEN DENGAN ABU TERBANG TERHADAP KARAKTERISTIK TEKNIS BETON

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC (Portland

PENGARUH PEMANFAATAN ABU TERBANG (FLY ASH) DARI PLTU II SULAWESI UTARA SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL SEMEN TERHADAP KUAT TEKAN BETON

BAB II STUDI PUSTAKA

PENGARUH PENAMBAHAN PASIR PADA TANAH LEMPUNG TERHADAP KUAT GESER TANAH

PEMANFAATAN BOTTOM ASH SEBAGAI AGREGAT BUATAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kualitas bahan, cara pengerjaan dan cara perawatannya.

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

PERBAIKAN TANAH DASAR JALAN RAYA DENGAN PENAMBAHAN KAPUR. Cut Nuri Badariah, Nasrul, Yudha Hanova

Kriteria Agregat Berdasarkan PUBI Construction s Materials Technology

BABII TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN KUAT TEKAN BEBAS DAN PERMEABILITAS TANAH LEMPUNG TANON YANG DISTABILISASI DENGAN KAPUR DAN FLY ASH. Tugas Akhir

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL

BAB IV HASIL PENGUJIAN LABORATORIUM DAN ANALISA DATA

PENGARUH PENAMBAHAN METAKAOLIN TERHADAP KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON MUTU TINGGI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. diimbangi oleh ketersediaan lahan, pembangunan pada lahan dengan sifat tanah

DAFTAR ISI. Agus Saputra,2014 PENGARUH ABU SEKAM PADI TERHADAP KARAKTERISTIK TANAH LUNAK

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung, jembatan, jalan, dan lainnya baik sebagai komponen

I. PENDAHULUAN. suatu alat yang berfungsi untuk merubah energi panas menjadi energi. Namun, tanpa disadari penggunaan mesin yang semakin meningkat

PENGARUH PENAMBAHAN AIR DIATAS KADAR AIR OPTIMUM TERHADAP NILAI CBR DENGAN DAN TANPA RENDAMAN PADA TANAH LEMPUNG YANG DICAMPUR ABU TERBANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

1. Kontruksi Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

TUGAS AKHIR PEMANFAATAN LUMPUR BAKAR SIDOARJO UNTUK BETON RINGAN DENGAN CAMPURAN FLY ASH, FOAM, DAN SERAT KENAF

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

meningkatan kekuatan, kekerasan dan keliatan produk karet. Kata kunci : bahan pengisi; komposisi kimia; industri karet

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. didukung oleh hasil pengujian laboratorium.

3.1. Penyajian Laporan BAB III METODE KAJIAN. Gambar 3.1 Bagan alir metode penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENGARUH PENGGUNAAN ABU CANGKANG KELAPA SAWIT GUNA MENINGKATKAN STABILITAS TANAH LEMPUNG

I. PENDAHULUAN. Pembangunan infrastruktur di tiap-tiap wilayah semakin meningkat, seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PEMANFAATAN BOTTOM ASH DAN FLY ASH TIPE C SEBAGAI BAHAN PENGGANTI DALAM PEMBUATAN PAVING BLOCK

PENGARUH KOMPOSISI KAOLIN TERHADAP DENSITAS DAN KEKUATAN BENDING PADA KOMPOSIT FLY ASH- KAOLIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Tanah Lunak Tanah lunak adalah semua jenis tanah berbutir halus yang mempunyai parameter : Ø Ø Ø Ø Kadar air tinggi Derajat kejenuhan tinggi Angka pori dan porositas tinggi Tekanan air pori awal tinggi Tanah lunak mempunyai sifat : Ø Ø Kekuatan geser rendah Daya mampat (potensi penurunan) besar bila terjadi peningkatan tegangan efektif. Salah satu jenis tanah lunak adalah gambut. Tanah gambut merupakan tanah yang secara fisik dan teknik kurang memenuhi persyaratan dan ketentuan dalam pekerjaan konstruksi, karena tanah gambut memiliki kandungan air dan kompresibilitas yang sangat tinggi, serta mempunyai kapasitas dukung tanah yang rendah. Tanah gambut (peat) termasuk tanah organik, secara visual terlihat sebagai massa berserat mengandung kekayuan, biasanya berwarna gelap dan berbau tumbuhan yang membusuk.. Tanah ini mengandung bahan organik yang tinggi mempunyai kuat geser yang rendah, mudah mampat dan bersifat asam yang dapat merusak material bangunan.

8 Meskipun demikian, dengan berbagai alasan dan pertimbangan pekerjaan konstruksi diatas endapan gambut sering terpaksa dilakukan, terutama untuk pembangunan daerah pemukiman dan jalur jalan raya seperti yang ada di daerah Sumatera, Kalimantan dan Papua (Teguh Nugroho dan Budi Mulyanto, 2003). Klasifikasi tanah gambut di Indonesia dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut : Tabel 2. 1 Propertis Tanah Gambut diberbagai Lokasi di Indonesia Keadaan gambut Duri Sumatera Tampa n Palemban g Pontiana k Kalimantan Banja r masin Palan g Karay a 536.2 2 Kadar air, % 621.2 6 372.7 235.36 631.74 449.8 3 Batas cair, 440.5 309 274 259.66 182 227.8 % 3 Batas 377.3 235.9 194.21 196.37 147.6 134.4 plastis, % 5 Batas SuSut - 59.46 - - 28.02 44.62 Specific 1.6 1.55 1.82 1.42 1.47 1.39 gravity Berat - - 11.23-9.64 10 volume,kn/ m 3 Kadar abu 21.96 8.1 1.2 1.2 4.6 0.72 7 Kadar serat 74.08 23 79.45 79.45 61.33 92.1 Kadar - 87.3 98.8 98.8 95.38 98.91 organik Angka pori - 8.12 - - 6.89 8.17 Sumber: Napitupulu, 1999

9 2.2. Fly Ash Batubara Produksi batubara pada tahun 2010 diperkirakan sekitar 153 juta ton, 108 juta ton dipakai di dalam negeri sedangkan 45 juta ton merupakan jumlah yang dieksport. Pembakaran batubara menghasilkan limbah padat berupa abu (fly ash dan bottom ash) sekitar 5%. Dari total abu yang dihasilkan 10 20 % adalah bottom ash dan 80 90 % adalah fly ash. (Wardani, 2008). Karakteristik fisis dari abu terbang umumnya tergantung pada efisiensi proses penggilingan pada tempat pengolahan dan jenis asal sumber dari batu bara, baik yang berasal dari jenis batu bara keras gelap (anthracite), sub-bituminous, aspal (bituminous) dan batu bara muda (lignite) (Muhardi et al, 2007). Abu terbang mempunyai bentuk yang sangat unik, dikarenakan bentuknya sebagian besar berbentuk bulat, butirannya sifatnya berpori (porous) dan berwarna hitam (HS dan Sutopo, 1994). Abu terbang terdiri dari partikel berbutir halus yang sebagian besar berbentuk bola padat maupun cekung, dan kebanyakan seperti kaca tak berbentuk. Material yang mengandung karbon di dalam abu terbang pada umumnya terdiri dari partikel bersudut. Ukuran partikel abu terbang dari batu bara bituminus biasanya serupa dengan slib (kurang dari 0.075 mm atau lolos ayakan no. 200) (Faroq, 2005). Klasifikasi partikel abu terbang berdasarkan sifat fisisnya menurut Hewlet (1998) dapat dilihat pada Tabel 2.2.

10 Tabel 2.2. Klasifikasi partikel abu batubara berdasarkan sifat-sifat fisisnya Bentuk Warna Sifat Kristal dan tekstur Bulat bola Bulat bola Bulat Tak beraturan Tak beraturan Tak berwarna a. Seperti kaca, bersih dan padat. b. Seperti kaca dan terdiri dari gelembunggelembung kecil. c. Seperti kaca dengan permukaan kecil. d. Dominan Kristal dan padat. Ukuran (µm) 0-20 10-50 Seperti kaca dan padat 5-30 Seperti kaca dan ada yang menyerupai spons 10-200 Coklat muda Sebagian berupa Kristal padat 1-100 Coklat muda kehitamhitaman Putih dan memantulkan cahaya Berwarnawarni dan memantulkan cahaya Sebagian berupa Kristal padat 50-500 Tak Hitam Padat dan berpori 20-200 beraturan Bersikusiku berwarna Tak Berupa Kristal padat 10-100 Bersikusiku Merah Berupa Kristal padat 5-50 (Sumber: Hewlet, 1998) Menurut ACI Committee 226, dijelaskan bahwa abu terbang (fly ash) mempunyai butiran yang cukup halus, yaitu lolos ayakan No. 325 (45 mili mikron) 5 27 % dengan spesific gravity antara 2,15 2,6 dan berwarna abu-abu kehitaman. Abu batubara mengandung silika dan alumina sekitar 80 % dengan sebagian silika berbentuk amorf. Sifat-sifat fisik abu batubara antara lain densitasnya 2,23 gr/cm 3, kadar air sekitar 4 % dan komposisi mineral yang dominan adalah α-kuarsa dan mullite.

11 Selain itu abu batubara mengandung SiO2 = 58,75 %, Al2O3 = 25,82 %, Fe2O3 = 5,30 % CaO = 4,66 %, alkali = 1,36 %, MgO = 3,30 % dan bahan lainnya = 0,81 %. Rifai et al (2009) juga melakukan penelitian terhadap abu dasar yang berasal dari Industri Kimia di Jakarta untuk diaplikasikan sebagai stabilisasi tanah pada aplikasi jalan. Komposisi kandungan kimia abu batu bara pada penelitian tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3. Komposisi kimia abu dasar dan abu terbang Pembangkit Listrik Tanjung Bin di Malaysia Komposisi Kimia Fly Ash (%) Bottom Ash (%) SiO 2 51.80 42.70 Al 2 O 3 26.50 23.00 Fe 2 O 3 8.50 17.00 CaO 4.81 9.80 K 2 O 3.27 0.96 TiO 2 1.38 1.64 MgO 1.10 1.54 P 2 O 5 0.90 1.04 Na 2 O 0.67 0.29 SO 3 0.60 1.22 BaO 0.12 0.19 Sumber : Muhardi dkk, 2010 Abu terbang mempunyai mutu yang sangat berbeda satu dengan lainnya, tergantung dari sumber batubara mana yang dipergunakan, efisiensi dari pulverisasi, suhu pembakaran yang tergantung dari macam tungku yang dipakai untuk pembakaran batubara, serta cara pengendapan abu dari gas pembakaran. Berbagai penelitian mengenai pemanfaatan abu terbang batu bara sedang dilakukan untuk

12 meningkatkan nilai ekonomisnya serta mengurangi dampak buruknya terhadap lingkungan (Munir, 2008). Menurut ASTM C618, fly ash dibagi menjadi 2 kelas yaitu fly ash kelas F (CaO < 10%) dan fly ash kelas C (CaO > 10%). Perbedaan utama dari kedua fly ash tersebut adalah banyaknya unsur kalsium, silika, aluminium, dan kadar besi dalam fly ash. Hampir semua abu terbang yang digunakan untuk embankment adalah abu terbang kelas F (Wardani, 2008). Abu Terbang dari PT. IKPP Perawang secara visual berbutir halus, ringan dan warnanya lebih terang serta memiliki butiran yang lebih bundar dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1 Abu terbang PT. IKPP Perawang Kabupaten Siak Berdasarkan pengujian abu terbang PT. RAPP Pangkalan Kerinci yang dilakukan oleh Faroq (2005) didapatkan; Nilai berat kering maksimum (g d maks ) abu terbang sebesar 0,894 gram/cm 3 0,947 gram/cm 3 (8,770 kn/m 3-9,290 kn/m 3 ) Kadar air optimum berkisar antara 38%-40%.

13 Nilai koefisien permeabilitas adalah 8,08 x 10-5 cm/det. Nilai koefisien kompresi atau indeks kompresi (Cc) dengan pengujian konsolidasi didapatkan sebesar 1,328. Sudut geser dalam ( ) berkisar antara 48 50. Kohesi (c) berkisar antara 11,768 kpa 12,749 kpa. Nilai CBR non rendaman untuk umur pemeraman 0 hari berkisar antara 20%-30%. 2.3. Bottom Ash Batubara Abu bawah biasanya disebut juga abu dasar (bottom ash) terbentuk pada zona pembakaran dengan kecepatan alir gas rendah dan/atau zona unggun tetap batubara, misalnya pada bagian dasar tungku pulverized-coal atau pada tungku tipe pembakaran unggun tetap. Bottom ash memiliki warna yang lebih gelap karena masih mengandung karbon yag tidak terbakar.,ukuran partikelnya relatif kasar, lebih berat, geometri partikel yang tidak beraturan, dan dengan permukaan yang kasar. Komposisi kimia dari abu dasar sebagian besar tersusun dari unsur-unsur Si, Al, Fe, Ca, serta Mg, S, Na dan unsur kimia lainnya. Pemanfaatan abu bawah yang telah banyak diterapkan adalah sebagai komponen agregat perkerasan jalan dan maupun sebagai bahan konstruksi sipil lainnya. Izquierdo et.al. (2001) mendeskripsikan kesesuaian penggunaan abu bawah dari insinerator sampah kota sebagai bahan pembuatan lapisan dasar konstruksi perkerasan jalan.

14 Tabel 2.4. Sifat Fisis Abu Dasar Sifat Fisik Abu Dasar Abu Dasar Basah Abu Dasar Kering (Wet Bottom Ash) (Dry Bottom Ash) Bentuk Angular / bersiku Berbutir kecil / granular Warna Hitam Abu-abu gelap Tampilan Keras, mengkilap Seperti pasir halus, sangat berpori No.4 (90-100%) 1.5 s/d 3 / 4 in (100%) Ukuran No.10 (40-60%) No.4 (50-90%) (% lolos ayakan) No.40 (10%) No.10 (10-60%) No.200 (5%) No.40 (0-10%) Berat Jenis 2,3 2,9 2,1 2,7 g dry 960 1440 kg/m3 720 1600 kg/m3 Penyerapan 0,3 1,1% 0,8 2,0% Sumber: Waller, 1993 Abu dasar PT.IKPP Perawang secara visual tampak berbutir kasar, warna gelap dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 2.2 Abu dasar PT. IKPP Perawang Kabupaten Siak (Sumber: Maharani, 2012) Berdasarkan penelitian Muhardi dkk (2010) untuk abu dasar yang berasal dari Pembangkit Tenaga Listrik Tanjung Bin di Malaysia, diperoleh; kadar air optimum (w opt ) 21,5 % berat volume kering maksimum (g dmax ) 1,31 Mg/m 3 (12,85 kn/m 3 )

15 koefisien permeabilitas dengan nilai 1,72 x 10-4 m/d Indeks pemampatan (c c ) bernilai 1,54 Sudut geser ϕ (degrees) pada kondisi Padat dan Jenuh (Drained) adalah 46 dengan nilai Kohesi, c (kpa) adalah 0. Sudut geser ϕ (degrees) pada kondisi Padat dan Jenuh (Undrained) adalah 44 dengan nilai Kohesi, c (kpa) adalah 0 2.4. Campuran Fly Ash dan Bottom Ash Abu terbang dan abu dasar atau campuran keduanya dapat efektif digunakan untuk bahan timbunan (embankment) atau bahan perkuatan. Abu terbang mempunyai koefisien keseragaman yang besar, terdiri dari partikel ukuran lanau. Sifat-sifat teknik yang akan mempengaruhi penggunaan abu terbang pada embankment adalah termasuk distribusi butiran, karakteristik pemadatan, shear strength, compressibility dan permeability. Adanya kandungan silika (SiO2), alumina (Al2O3) dan besi oksida (Fe2O3) pada fly ash dan bottom ash, maka jika diccampurkan dengan tanah dan tambahan air akan bereaksi secara pozzolanic dan menghasilkan reaksi hidrasi. Reaksi ini lah yang mengakibatkan adanya pengikatan antara fly ash dan bottom ash dengan tanah. Akibat dari pengikatan ini stabilisasi fly ash dan bottom ash dengan tanah akan meningkatkan kekuatan pada tanah. Fly ash/bottom ash yang dihasilkan oleh fluidized bed system berukuran 100-200 mesh (1 mesh = 1 lubang/inch 2 ). Ukuran ini relative

16 kecil dan ringan, sedangkan bottom ash berukuran 20-50 mesh. Secara umum ukuran fly ash/bottom ash dapat langsung dimanfaatkan di pabrik semen sebagai substitusi batuan trass dengan memasukkannya pada cement mill menggunakan udara tekan (pneumatic system). Disamping dimanfaatkan di industri semen, fly/bottom ash dapat juga dimanfaatkan menjadi campuran asphalt (ready mix), campuran beton (concerete) dan dicetak menjadi paving block/batako. Dari suatu penelitian empiric untuk campuran batako. Penelitian sebelumnya yang menggunakan campuran fly ash dan bottom ash diantaranya telah dilakukan oleh Lola Cassiophea dengan judul Pemanfaatan bahan limbah coal ash untuk lapisan subbase dengan agregat keausan tinggi pada penulisan tesis S2 nya di UGM pada tahun 2010. Pada penelitian tersebut penulis menggunakan campuran fly ash 10% dan bottom ash 25% pada campuran Sub Base. Nurul Aini Yakin (Puslitbang Perim PU) juga pernah menulis jurnal tahun 2013 tentang penggunaan fly ash (20%) dan bottom ash (60%) pada pembuatan beton bata berlubang. 2.5. Stone Column Stone Column dipasang untuk meningkatkan daya dukung tanah lunak, sehingga dapat menerima beban yang lebih besar dan mengurangi penurunannya. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan pada perencanaan stone column (Indra dan Maliki, 2009);

17 1. Diameter stone column; Diameter stone column menentukan besarnya area replacement ratio dan besarnya distribusi tegangan pada tanah dan stone column. Perencanaan diameter stone column disesuaikan dengan tipe tanah, beban yang harus didukung tanah, dan pola pemasangannya. Pola pemasangan segitiga dan pola bujur sangkar. Kedua bentuk penampang tersebut bisa didekati dengan bentuk lingkaran yang mempunyai diameter Dw (diameter equivalen). Untuk pola segitiga, Dw = 1.05s dan untuk pola bujur sangkar Dw = 1.13s, dimana s adalah jarak antar stone column. 2. Area replacement ratio atau rasio pergantian luas adalah perbandingan antara luas penampang stone column dengan luas tanah lunak di sekelilingnya. Volume tanah stone column yang akan menggantikan tanah asli, memiliki pengaruh yang penting terhadap hasil dari perkuatan tanah, dan mempengaruhi besarnya volume tanah yang akan tergantikan. Untuk menghitung jumlah pergantian tanah yang dibutuhkan Stone Column, ditetapkan rasio pergantian luas (s), dengan rumusan sebagai beriku as = &' & atau as = C1 - '. ac = Ac A = 1 as

18 Dimana : as = Area replacement ratio stone column ac = Area replacement ratio tanah lunak As = Luas penampang stone column Ac = Luas penampang tanah lunak dalam 1 unit cell A = Luas penampang total 1 unit cell D = Diameter stone column S = spacing antar stone column C1 = konstanta yang tergantung pada pola penyusunan stone column, Pola segitiga C1= 0.907, dan pola bujur sangkar C1= π/4 3. Konsentrasi tegangan; Pada saat beban embankment bekerja pada tanah yang diperbaiki dengan stone column, konsentrasi tegangan yang lebih besar terjadi pada stone column dan pengurangan tegangan terjadi pada tanah disekitarnya. Faktor konsentrasi tegangan, n, adalah perbandingan tegangan antara tegangan pada stone column dan tegangan pada tanah sekitarnya. Menurut metode FHWA ((Federal Highway Administration Office of Engineering and Highway Operations Research and Development Washington, D.C.), nilai faktor penumpukan tegangan berkisar antara 2-5. 4. Konsep Unit Cell; Unit Cell pada Stone Column merupakan satu silinder dengan diameter ekivalen yang meliputi satu Stone Column dengan daerah pengaruhnya.

19 Gambar 2.3. Ilustrasi Unit Cell Dimana, To adalah beban timbunan atau struktur yang diterima oleh tanah. Tc adalah tegangan yang akan diterima oleh stone column akibat beban struktur atau timbunan. Ts adalah tegangan yang akan diterima tanah lempung di sekitar stone column. D adalah diameter dari stone column, sedangkan De adalah Diameter ekuivalen (pengaruh) dari satu stone column terhadap daerah sekitarnya. L adalah kedalaman dari stone column. Dan Tr adalah tegangan radial stress yang akan diberikan oleh tanah di sekitar stone column sebagai tahanan horisontal terhadap stone column akibat kontribusi dari tegangan vertikal yang diterima tanah di sekitar stone column.

20 2.6. Pembebanan Dinamik (Dynamic Load) Dinamis dapat diartikan Bervariasi terhadap waktu dalam konteks gaya yang bekerja (eksitasi) pada struktur. Variasi beban dinamis dapat berupa besarannya (magnitude), arahnya (direction) dan atau titik pangkatnya (point of aplication). Respon struktur tersebut, bekerja pada defleksi & tegangan yang bervariasi pula terhadap waktu (sama dengan respon dinamis), baik respon dinamis maupun respon statis (akibat respon statis) (Agus Tri, 2013) Beban Dinamik dapat dijelaskan sebagai berikut : - Beban yang besarnya ( intensitasnya ) berubah-ubah menurut waktu, sehingga dapat dikatakan besarnya beban merupakan fungsi waktu. - Bekerja hanya untuk rentang waktu tertentu saja, akan tetapi walaupun hanya bekerja sesaat akibat yang ditimbulkan dapat merusakkan struktur bangunan, oleh karena itu beban ini harus diperhitungkan didalam merencanakan struktur bangunan. - Beban dinamik dapat menyebabkan timbulnya gaya inersia pada pusat massa yang arahnya berlawanan dengan arah gerakan. Contoh gaya inersia yang paling sederhana adalah tumpukan kotak pada bak belakang truk akan terguling kedepan bila truk direm mendadak, dan akan terguling kebelakang bila truk dengan mendadak dijalankan.

21 - Beban dinamis lebih kompleks dari pada beban statis, baik jika ditinjau dari bentuk fungsi bebannya maupun akibat yang ditimbulkan. - Karena beban dinamik adalah fungsi dari waktu, maka pengaruhnya terhadap struktur juga akan berubah-ubah.menurut waktu. Oleh karena itu penyelesaian persoalan dinamik harus dilakukan secara berulang-ulang mengikuti sejarah pembebanan yang ada. Jika penyelesaian problem statik bersifat tunggal (single solution ), maka dalam penyelesaian problem dinamik bersifat penyelesaian berulang-ulang ( multiple solution ). - Karena beban dinamik menimbulkan repons yang berubah-ubah menurut waktu, maka struktur yang bersangkutan akan ikut bergetar. - Pada saat bergetar bahan dari struktur akan melakukan resistensi/perlawanan terhadap getaran/gerakan, dan pada umumnya dikatakan bahan yang bersangkutan mempunyai kemampuan untuk meredam getaran. Dengan demikian pada pembebanan dinamik akan terdapat peristiwa redaman yang hal ini tidak terdapat pada pembebanan statik.