hipertensi sangat diperlukan untuk menurunkan prevalensi hipertensi dan mencegah komplikasinya di masyarakat (Rahajeng & Tuminah, 2009).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Program Rujuk Balik Bagi Peserta JKN

BAB I PENDAHULUAN. hipertensi, jantung, asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronis, epilepsy, stroke,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau.

BAB I PENDAHULUAN. prevalensi penyakit menular namun terjadi peningkatan prevalensi penyakit tidak

ANALISIS IMPLEMENTASI PROGRAM RUJUK BALIK PESERTA JAMINAN KESEHATAN NASIONAL DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TIDAR KOTA MAGELANG

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Badan hukum yang

SELAMAT DATANG PESERTA SOSIALISASI JAMINAN KESEHATAN NASIONAL. Ged. RSCM Kirana 23 Juli 2014

SOP. KOTA dr. Lolita Riamawati NIP

VI. PENUTUP A. Kesimpulan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DAFTAR ISI. Halaman i ii iii v viii ix x xi xii xiii

PERATURAN BERSAMA SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. akibat insufisiensi fungsi insulin (WHO, 1999). Berdasarkan data dari WHO

BAB I PENDAHULUAN. sejak 1 Januari 2014 yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian. promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang


PEMERINTAH KABUPATEN BONDWOSO KERANGKA ACUAN KEGIATAN MONITORING DAN EVALUASI INDIKATOR MUTU UKM PUSKESMAS PAKEM

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,

PROLANIS (Program Pengelolaan Penyakit Kronis)

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROPOSAL KEGIATAN MINI PROJECT PROGRAM PENGELOLAAN PENYAKIT KRONIS (PROLANIS) Program Internship Dokter Indonesia. Disusun Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan utama di negara maju dan berkembang. Penyakit ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. berpusat di rumah sakit atau fasilitas kesehatan (faskes) tingkat lanjutan, namun

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan terdapat 7,5 juta kematian atau sekitar 12,8% dari seluruh total

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. urutan kedua pada usia diatas 60 tahun dan urutan kelima pada usia 15-59

PELAYANAN TERPADU (PANDU) PTM DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA (FKTP) (KONSEP DASAR & RUANG LINGKUP)

BAB I PENDAHULUAN. Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) tahun

ANALISIS PELAKSANAAN RUJUKAN RAWAT JALAN TINGKAT

BAB I PENDAHULUAN. seluruh pembuluh dimana akan membawa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di zaman yang semakin berkembang, tantangan. terhadap pelayanan kesehatan ini mengisyaratkan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Tn. A DENGAN MASALAH UTAMA KARDIOVASKULER : HIPERTENSI KHUSUSNYA NY. S DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GROGOL SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. terjadi peningkatan secara cepat pada abad ke-21 ini, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. Universal Health Coverage (UHC) yang telah disepakati oleh World


BEBAN PENYAKIT TERKAIT ROKOK TERHADAP JAMINAN KESEHATAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan adalah hipertensi. Hipertensi adalah keadaan peningkatan

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. efisiensi biaya obat pasien JKN rawat jalan RS Swasta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tidak menular (PTM) merupakan masalah kesehatan utama di

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit non infeksi, yaitu penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (noncommunicable diseases)seperti penyakit jantung,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan

KEBIJAKAN PENERAPAN FORMULARIUM NASIONAL DALAM JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)

PEDOMAN PELAYANAN KESEHATAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang lebih dari delapan dekade terakhir. Hipertensi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dilindungi dan

WALIKOTA PONTIANAK PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN WALIKOTA PONTIANAK NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA NOMOR 6.

BAB 1 PENDAHULUAN. Hipertensi dan komplikasinya adalah salah satu penyebab kematian nomor satusecara global

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini kesehatan semakin menjadi perhatian luas diseluruh

Akses Pelayanan Kesehatan di Era BPJS. Dr. E. Garianto, M.Kes

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dasar Disamping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai dengan meningkatnya glukosa darah sebagai akibat dari

BAB 1 : PENDAHULUAN. penderita mengalami komplikasi pada organ vital seperti jantung, otak, maupun ginjal.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia lanjut merupakan tahap akhir kehidupan manusia. Seseorang pada

I. PENDAHULUAN. dilakukan rata-rata dua kali atau lebih dalam waktu dua kali kontrol (Chobanian,

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi adalah tekanan darah tinggi dimana tekanan darah sistolik lebih

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. menular (noncommunicable diseases). Terjadinya transisi epidemiologi

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan 63% penyebab kematian di seluruh dunia dengan membunuh 36 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases.

Disampaikan oleh: Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D. Ketua Pokja Persiapan Implementasi BPJS

BAB I PENDAHULUAN. penyakit semakin dikenal oleh masyarakat. Salah satu diantaranya adalah apa yang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. memperoleh derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Upaya kesehatan dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan ekonomi yang semakin cepat, kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. jantung. Prevalensi juga akan meningkat karena pertambahan umur baik lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Diabetes merupakan sindrom atau kumpulan gejala. penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia

PEND PEN AH D UL AH U UL AN U 2

BAB I PENDAHULUAN. seluruh dunia, karena dalam jangka panjang peningkatan tekanan darah yang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran disebut dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE), yaitu


BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. mencakup dua aspek, yakni kuratif dan rehabilitatif. Sedangkan peningkatan

BAB I PENDAHULUAN.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi masih menjadi salah satu penyakit dengan prevalensi yang tinggi dan masih menjadi masalah serius di dunia terkait dengan efek jangka panjang yang ditimbulkan. Hipertensi disebut juga sebagai silent killer. Menurut hasil Riskesdas Tahun 2013 tejadi peningkatan prevalensi hipertensi dari 7,6 persen tahun 2007 menjadi 9,5 persen tahun 2013. Prevalensi hipertensi ini berdasarkan hasil pengukuran pada umur 18 tahun sebesar 25,8% dimana cakupan tenaga kesehatan hanya 36,8%, sebagian besar (63,2%) kasus hipertensi di masyarakat tidak terdiagnosis. Prevalensi hipertensi semakin meningkat dengan bertambahnya usia (Kemenkes RI, 2013b). Kematian dan cacat akibat penyakit jantung koroner (PJK) dan serebrovaskuler meningkat secara tajam di berbagai negara berkembang dan merupakan penyebab kematian utama (Budisetio, 2011). Hipertensi merupakan faktor risiko terpenting untuk penyakit jantung koroner, stroke, gagal jantung, insufisiensi ginjal dan vaskuler perifer. Diperkirakan tahun 2020, penderita penyakit hipertensi akan mencapai lebih dari 1,5 milyar orang (Johnson, Pietz, Battleman, & Beyth, 2004). Dari beberapa penelitian dilaporkan bahwa penyakit hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6 kali lebih besar terkena congestive heart failure, dan 3 kali lebih besar terkena serangan jantung (Rahajeng & Tuminah, 2009). Hipertensi adalah suatu keadaan ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat secara kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung bekerja lebih keras memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh. Kriteria hipertensi sesuai JNC VII yaitu hasil pengukuran tekanan darah sistolik 140 mmhg atau tekanan darah diastolik 90 mmhg. Kriteria JNC VII 2003 hanya berlaku untuk umur 18 tahun (Kemenkes RI, 2013b). Menurut data pelayanan BPJS Kesehatan Tahun 2014 hipertensi menduduki peringkat lima besar diagnosa pelayanan di rumah sakit baik rawat jalan maupun rawat inap. Melihat tingginya angka tersebut serta dampak yang ditimbulkan dari komplikasi yang ada, diperlukan upaya penanganan secara lebih komprehensif. Pencegahan dan pengendalian 1

2 hipertensi sangat diperlukan untuk menurunkan prevalensi hipertensi dan mencegah komplikasinya di masyarakat (Rahajeng & Tuminah, 2009). Dalam implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) merupakan ujung tombak layanan kesehatan. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dengan biaya terjangkau menjadi fokus JKN. Selain infrastruktur kesehatan, kompetensi tenaga kesehatan juga perlu ditingkatkan. Dalam hal ini hipertensi merupakan salah satu penyakit dalam daftar 144 kondisi kesehatan yang dapat dilayani FKTP dan dibiayai BPJS Kesehatan. Dokter FKTP harus mampu melakukan tatalaksana hipertensi esensial (KKI, 2012). Penyakit hipertensi non esensial atau dengan komplikasi akan dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan dokter spesialis dimana apabila berdasarkan hasil pemeriksaan oleh dokter spesialis dinyatakan sudah stabil pasien dapat dirujuk balik ke dokter di FKTP. Penanganan selanjutnya dilakukan oleh dokter di pelayanan primer berdasarkan rekomendasi dokter spesialis sebelumnya dengan program rujuk balik (PRB). Pelayanan Program Rujuk Balik adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada penderita penyakit kronis dengan kondisi stabil dan masih memerlukan pengobatan atau asuhan keperawatan jangka panjang yang dilaksanakan di FKTP atas rekomendasi/rujukan dari Dokter Spesialis/Sub Spesialis yang merawat. Ada 9 (sembilan) diagnosa penyakit kronis yang dapat dikelola dengan program rujuk balik ini yaitu: diabetes mellitus, hipertensi, jantung, asma, penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), epilepsi, schizofrenia, stroke, systemic lupus erythematosus (SLE) (Kemenkes, 2015). Dalam mendukung upaya penatalaksanaan penyakit kronis secara terintegrasi tersebut BPJS Kesehatan (dulu PT Askes) mulai mengembangkan program pengelolaan penyakit kronis (Prolanis) sejak tahun 2010. Prolanis berfokus menempatkan dokter layanan primer sebagai gatekeeper dengan prinsip layanan terkendali mutu dan biaya. Strategi promosi kesehatan dalam program itu adalah skrining faktor risiko. Pasien berisiko tinggi dikelola melalui kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE), olahraga, gaya hidup sehat, serta konsultasi rutin ke dokter PPK tingkat I. Pasien yang didiagnosis penyakit kronis dikelola melalui program pencegahan sekunder dan tersier, yaitu program pengelolaan hipertensi (PPHT) sejak 2012 berupa konsultasi medis, pengadaan clinical guideline, pelayanan obat secara cepat dan tepat, kunjungan rumah, pemantauan status kesehatan, dan

3 reminder. Adapun framework tentang penatalaksanaan Prolanis PT Askes (Persero) (sekarang BPJS Kesehatan) sebagaimana gambar berikut : Database kepesertaan Aktifitas reminder Promosi kesehatan (media) Klub RISTI/Prolanis Peserta Penyakit Kronis Pelayanan Komprehensif dan berjenjang Panduan Klinis--> evidence base Rujukan ke spesialis Edukasi Kesehatan Monitoring status kesehatan Peresepan obat kronis BPJS Kesehatan Evaluasi status kesehatan Biaya Pelayanan kesehatan workshop untuk faskes pengelola FKTP Pengelola Kontrol Rujukan Rujuk Balik ke FKTP Mentor dan konsultan bagi faskes primer RS (dokter spesialis) Gambar 1. Framework Program Pengelolaan Penyakit Kronis Sesuai alur pelayanan rujukan apabila PPK I menemukan pasien hipertensi dengan komplikasi diluar kompetensinya maka pasien akan dirujuk ke RS untuk mendapatkan penanganan dokter spesialis. Pasien akan ditangani oleh dokter spesialis dan apabila telah stabil/ terkontrol maka dokter spesialis dapat merujuk balik pasien tersebut untuk selanjutnya di tangani di PPK I dan dikelola dengan program rujuk balik dan Prolanis tersebut di atas. Dasar penetapan pasien hipertensi yang sudah stabil adalah sesuai Panduan Penatalaksanaan Hipertensi (PPHT) yang dibuat oleh BPJS Kesehatan bekerjasama dengan Pernefri. Pasien yang memiliki karakteristik inilah yang dapat dirujuk balik ke PPK I. Penatalaksanaan hipertensi secara terpadu, holistik dan terintegrasi sedemikian tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada peserta hipertensi. Integrasi penatalaksanaan hipertensi antara dokter pelayanan primer dengan dokter spesialis dapat dilihat salah satunya dengan melihat hubungan yang terjalin antara dua jenjang pelayanan tersebut. Komunikasi antara keduanya tercermin dari seberapa efektif rujukan dan rujuk balik berjalan dalam konteks penanganan pasien hipertensi. Menurut

4 Newton (1992) surat rujukan dan rujuk balik dapat berfungsi sebagai media edukasi antara dokter umum dan konsultannya. Dalam hal ini penatalaksanaan hipertensi secara terintegrasi dapat dinilai dari kualitas rujukan dan rujuk balik yang diberikan dr PPK I ke dokter spesialis maupun sebaliknya. Dibeberapa studi menunjukkan spesialis yang melakukan managemen perawatan bersama dengan dokter pelayanan primer memberikan hasil kesehatan yang lebih baik bagi pasien penyakit kronis (Mehrotra et al, 2011) Dalam pelaksanaan di lapangan komunikasi antara dokter PPK I dan dokter spesialis di RS ini belum optimal dilakukan. Dari angka rujukan yang dikeluarkan oleh PPK I selama tahun 2014 untuk diagnosa penyakit hipertensi dan DM Tipe 2 baru sedikit yang dilakukan rujuk balik ke PPK I, sisanya peserta tetap diminta datang secara rutin di RS. Data rujukan pasien dengan diagnosa hipertensi non spesialistik selama tahun 2014 sebagaimana tabel di bawah ini: Tabel. 1 Jumlah kasus dan biaya diagnosis hipertensi non spesialistik bulan pelayanan Januari-Desember 2014 Bulan Jumlah Kasus Biaya Jan-14 4.047 1.172.970.463 Feb-14 4.623 1.260.842.463 Mar-14 5.286 1.725.428.128 Apr-14 4.522 1.423.064.848 Mei-14 4.299 1.385.626.066 Jun-14 4.893 1.409.764.666 Jul-14 4.161 1.327.724.334 Agust-14 4.717 1.697.744.113 Sep-14 5.215 1.646.506.518 Okt-14 5.252 1.934.140.856 Nop-14 5.131 1.937.255.783 Des-14 5.367 1.776.467.900 Total 57.513 18.697.536.138 Sumber : Laporan utilisasi review BPJS Kesehatan Tahun 2014

5 Adapun data Rujuk Balik Hipertensi dan DM Tipe 2 diwilayah KCU Yogyakarta seperti gambar dibawah ini: Gambar 2. Angka Rujuk Balik pasien Hipertensi dan DM tahun 2014 Sumber : Laporan Bulanan Unit MPKP BPJS Kesehatan Tahun 2014 Dari gambar data di atas terlihat bahwa angka rujuk balik masih sangat kecil dibandingkan rujukan ke RS untuk diagnosa yang sama. Data rujuk balik tersebut terdiri dari data rujuk balik pasien diabetes mellitus dan hipertensi. Pada dasarnya PRB tidak terbatas pada diagnosa diabetes mellitus dan hipertensi saja, ada 7 diagnosa lainnya yang juga termasuk dalam diagnosa penyakit kronis yang dapat dilakukan rujuk balik yaitu jantung, stroke, asma, PPOK, epilepsi, schizoprenia, dan systema lupus erythomatosis (SLE). Namun demikian kasus yang terbanyak adalah diagnosa diabetes mellitus dan hipertensi. Menurut Wulandari (2012) beberapa faktor yang mempengaruhi rujuk balik pasien DM Tipe 2 antara lain : beban kerja yang berlebihan dan waktu yang tidak mencukupi sehingga sulit meluangkan waktu untuk menulis rujuk balik, dokter spesialis menganggap dokter pelayanan primer kurang memiliki kemampuan dalam penanganan penyakit DM tipe 2, sehingga menganggap pasien masih dalam wewenangnya terutama pasien-pasien yang memiliki problem komplikasi. Hubungan dan komunikasi antara dokter keluarga dan dokter spesialis kurang harmonis sehingga seringkali menimbulkan konflik diantara keduanya.

6 Menjawab surat rujukan dari dokter pelayanan primer merupakan hal yang penting dilakukan oleh dokter spesialis di rumah sakit karena informasi pelayanan kesehatan pasien dapat terdokumentasi dengan baik secara komprehensif di tingkat pelayanan kesehatan primer (PHC). Buruknya umpan balik rujukan dari rumah sakit menyebabkan tindak lanjut atau kontinuitas perawatan pasien di pelayanan kesehatan dasar juga tidak optimal. Sehingga dapat dikatakan bahwa umpan balik rujukan memegang peranan yang sangat vital dalam meningkatkan keberlanjutan perawatan pasien (continuity of care) yang bermutu dan tujuan akhirnya adalah meningkatnya kepuasan pasien (Khattab et al., 1999) Rumah sakit sebagai fasilitas kesehatan tingkat lanjutan merupakan pelayanan kesehatan lanjutan bagi peserta apabila tidak dapat tuntas pelayanannya di fasilitas kesehatan tingkat pertama. Untuk wilayah KCU Yogyakarta terdapat 33 rumah sakit yang tersebar di 3 Kabupaten/ Kota terdiri dari RS Tipe B pemerintah dan swasta, RS tipe C dan RS Tipe D. Dalam penelitian ini dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang merupakan RS Tipe B swasta dimana kasus rujukan untuk pelayanan hipertensi esensial masih cukup tinggi dengan jumlah kasus perbulan rata-rata 365 kasus dan merupakan tujuan rujukan dari FKTP untuk wilayah Kota Yogyakarta sebagaimana tabel dibawah ini. Tabel. 2 Jumlah Kasus Hipertensi Esensial di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Bulan Pelayanan Januari-April 2016 Bulan Jumlah Kasus RJTL*) Jumlah KNS**) Jumlah KNS Hipertensi Jan-16 5.109 1.097 408 Feb-16 5.278 1.006 398 Mar-16 4.621 1.185 445 Apr-16 5.400 1.191 465 May-16 5.077 1.107 425 Jun-16 4.724 1.054 434 Sumber : Resume laporan UR KCU Yogyakarta Keterangan : *) RJTL : Rawat Jalan Tingkat Pertama *) KNS : Kunjungan Non Spesialistik

7 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut diatas yang menjadi permasalahan adalah: 1. Bagaimana implementasi program rujuk balik diagnosis hipertensi peserta BPJS Kesehatan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta berjalan? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi program rujuk balik diagnosis hipertensi peserta BPJS Kesehatan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum: Mengeksplorasi persepsi program rujuk balik diagnosis hipertensi peserta BPJS Kesehatan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus : a. Mengeksplorasi persepsi dokter spesialis penyakit dalam yang mempengaruhi pelaksanaan rujuk balik, persepsi terhadap kompetensi dokter FKTP serta persepsi terhadap hubungan/komunikasi dengan dokter FKTP dalam menangani kasus rujuk balik pasien hipertensi peserta BPJS Kesehatan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. b. Mengeksplorasi persepsi dokter pelayanan primer terhadap program rujuk balik pasien hipertensi peserta BPJS Kesehatan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. c. Mengeksplorasi persepsi apoteker terhadap pelaksanaan program rujuk balik pasien hipertensi peserta BPJS Kesehatan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. d. Mengeksplorasi persepsi pasien hipertensi peserta BPJS Kesehatan terhadap pelaksanaan rujuk balik peserta BPJS Kesehatan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

8 D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu : 1. Bagi Rumah Sakit: a. Sebagai sumbangan informasi dan masukan bagi rumah sakit dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan terutama dalam pengelolaan pasien hipertensi. b. Memberikan sumbangan informasi dan masukan bagi dokter spesialis di rumah sakit dalam meningkatkan fungsi spesialis penyakit dalam sebagai konsultan managemen penyakit hipertensi. 2. Bagi Regulator (Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan): a. Sebagai bahan masukan bagi regulator gambaran pelaksanaan rujuk balik khususnya di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta b. Sebagai bahan masukan dan informasi untuk meningkatkan efektifitas sistem rujuk balik. c. Sebagai bahan masukan peningkatan hubungan komunikasi antara dokter pelayanan primer dengan spesialis dalam upaya penanganan kasus penyakit kronis hipertensi. 3. Bagi BPJS Kesehatan : a. Memberikan masukan gambaran pelaksanaan rujuk balik yang terjadi di rumah sakit khususnya di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta b. Sebagai bahan evaluasi dalam peningkatan kualitas pelaksanaan rujuk balik khususnya penyakit hipertensi.

9 E. Keaslian Penelitian Penelitian ini Evaluasi Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Rujuk Balik Pasien Hipertensi Peserta BPJS Kesehatan di Kota Yogyakarta. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang terkait dengan rujuk balik antara lain : 1. Wulandari (2012) yang berjudul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Rujukan Balik Pasien Penderita DM Tipe 2 Peserta Askes Sosial dari Rumah Sakit ke Dokter Keluarga di Kabupaten Kudus menggunakan rancangan penelitian deskriptif kualitatif dengan tujuan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi rujukan balik pasien DM tipe 2 dari rumah sakit ke dokter keluarga PT Askes (Persero) Cabang Kudus. Aspek-aspek yang di teliti antara lain situasi kerja dokter spesialis penyakit dalam, persepsi dokter spesialis penyakit dalam yang mempengaruhi pelaksanaan rujuk balik, mengidentifikasi persepsi pasien terhadap sistem rujuk balik yang diberlakukan serta mengidentifikasi pengalaman dan harapan pasien terhadap pelayanan dan pengelolaan penyakit DM tipe 2 baik di dokter keluarga maupun di rumah sakit. Hasil Penelitian beban kerja yang berlebih dan waktu yang tidak mencukupi menjadikan dokter spesialis penyakit dalam sulit meluangkan waktu untuk menulis surat rujukan balik, disamping itu persepsi dokter spesialis penyakit dalam yang menganggap dokter keluarga kurang memiliki kemampuan dan kompetensi dalam penanganan penyakit DM tipe 2 serta hubungan dan komunikasi antara dokter keluarga dan dokter spesialis yang kurang harmonis juga menjadi salah satu faktor dari belum berjalannya rujuk balik. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah : penelitian ini dilakukan dari aspek penyakit kronis lainnya yaitu hipertensi, dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dengan metodelogi penelitian studi kasus. 2. Lopiga (2009) yang berjudul Faktor-Faktor Managerial Yang Mempengaruhi Rujukan Pasien Peserta Wajib PT Askes Pada Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama Di Puskesmas Kabupaten Karo. Aspek yang diteliti adalah aspek managerial yang mempengaruhi rujukan dari Fasilitas Pelayanan Tingkat Pertama

10 secara umum. Hasil penelitian menjelaskan Perbedaan dengan penelitian ini dilihat dari perspektif rujuk balik oleh dokter spesialis dalam di rumah sakit dengan metode studi kasus.