PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani menjadi hal penting yang harus diperhatikan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan protein hewani dapat dipenuhi dari produk peternakan seperti susu, telur, dan daging. Daging dapat dipenuhi dari ternak sapi, kambing, ayam, dan ternak yang lain. Setiap negara dituntut untuk menghasilkan produk asal daging yang bermutu agar dapat bersaing di pasar internasional begitu juga dengan feed additive. Feed additive yang baik akan berpengaruh positif pada keamanan pangan, kesehatan ternak, dan keuntungan ekonomi. Usaha peternakan yang mempunyai arti ekonomis adalah perunggasan. Ayam broiler merupakan salah satu unggas yang dianggap paling baik dan cepat dalam menghasilkan daging. Pertumbuhannya relatif lebih cepat dengan tekstur daging yang lembut, empuk, dan gurih, serta harga yang relatif lebih murah jika dibandingkan daging sapi atau daging kambing. Daging ayam broiler produksi dan konsumsinya sudah meluas karena kandungan zat gizi dari jenis daging ini seperti tingginya kandungan protein (Ramzija et al., 2010). Permasalahan yang muncul dalam masyarakat yaitu adanya pembatasan konsumsi ayam broiler karena kadar kolesterol relatif tinggi. Daging ayam broiler yang dikonsumsi oleh masyarakat dikuatirkan dapat meningkatkan kadar total kolesterol darah. Kelebihan kolesterol dapat terdeposisi dalam arteri termasuk arteri koroner dan menyebabkan aterosklerosis atau pengerasan arteri (Chand et al., 2007). 1
Wabah penyakit menular pada unggas juga merupakan permasalahan yang sering terjadi dalam masyarakat. Penyakit ini sewaktu-waktu dapat terjadi dan mempunyai resiko cukup besar karena berdampak pada kerugian ekonomi sehingga manajemen pemeliharaan harus dilakukan secara benar seperti biosekuriti, nutrisi yang baik, lingkungan yang sehat, vaksinasi, pengobatan, dan pengontrolan parasit (Scanes et al., 2004). Salah satu penyakit pada ayam yang sering menyerang adalah Newcastle Disease (ND). Menurut Solomon et al. (2012), Newcastle Disease (ND) disebabkan oleh Avian Paramyxovirus tipe 1 yang sangat menular dan penyakit virus pada unggas yang menghancurkan serta terdistribusi di seluruh dunia dengan dampak ekonomi yang sangat besar. Antibiotik sering digunakan dalam pemeliharaan ternak sebagai feed additive yaitu sebagai growth promotor dalam pakan ternak. Keuntungan yang dihasilkan yaitu peningkatan pendapatan peternak karena senyawa tersebut dapat mengkonversikan nutrisi dalam pakan secara efektif dan efisien. Manfaat lain dari penggunaan antibiotik ternak menjadi sehat karena dapat membunuh bakteri yang merugikan, peningkatan penyerapan zat makanan karena saluran pencernaan menjadi bersih dari koloni bakteri patogen, mempertinggi tingkat konsumsi pakan dan peningkatan produksi. Miles et al. (2006), antibiotik mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi kondisi penyakit tertentu atau meningkatkan pertumbuhan dan efisiensi pakan. Penggunaan antibiotik pada pakan ternak juga dapat menjadi residu pada bahan pangan hasil ternak. Upaya pencarian bahan alami yang berpotensi sebagai pengganti antibiotik perlu dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan dalam penggunaan antibiotik sekaligus sebagai penurun kolesterol. Herbal medicine di Indonesia yang berpotensi salah satunya kurkumin yang merupakan bahan aktif 2
utama dari kunyit. Kurkumin mempunyai kemampuan antibakteri lebih besar pada bakteri gram positif dibanding bakteri gram negatif (Hamed et al., 2013), serta memiliki aktivitas antioksidan (Anand et al., 2007) dan dapat digunakan sebagai agen terapi terhadap penyakit virus (Kumar et al., 2000). Selain kunyit, bahan yang juga dapat digunakan sebagai penurun kolesterol dan antibakteri adalah kitosan dari limbah udang atau kepiting. Daya kitosan sebagai antibakteri lebih besar pada bakteri gram negatif daripada gram positif (Chung et al., 2004). Pemberian kitosan pada hamster hiperkolesterol dapat menurunkan serum kolesterol dan menunjukan aktivitas hipokolesterolemik dengan mekanisme peningkatan ekskresi asam empedu dan total steroid yang memicu peningkatan regulasi biosintesis asam empedu (Yao dan Chiang, 2006). Kendala dari bahan herbal atau partikel bahan aktif dari herbal (kurkumin) masih dalam skala ukuran makroskopis sehingga bioavailabilitasnya rendah (kelarutan rendah, penyerapan rendah, cepat lewat, tingginya tingkat metabolisme di usus, eliminasi cepat) (Anand et al., 2007) sehingga sulit diabsorpsi yang disebabkan kurkumin tidak larut air pada asam atau ph netral (Maiti et al., 2007). Aktivitas biologis yang luas seperti antibiotik dan hipolipidemik juga dimiliki kurkumin sebagai bahan aktif yang diekstrak dari kunyit. Kurkumin perlu dibuat sediaan yang mudah larut agar manfaatnya dapat dimaksimalkan misalnya dikecilkan ukuran partikelnya menjadi nanopartikel atau mikropartikel. Pengecilan ukuran partikel menjadi nano dapat dilakukan karena muatan yang dimiliki kunyit cenderung negatif dan kitosan akan terprotonasi pada suasana asam. Ikatan ionik akan terbentuk jika kedua muatan yang berlawanan dicampur (kitosan mengenkapsulasi kurkumin). Pemberian nanopartikel ini secara oral dan sifat kitosan yang labil terhadap ph rendah serta protease yang 3
dihasilkan di lambung maka diperlukan bahan anion misalnya sodium tripolifosfat (TPP) sebagai cross-linking agar ikatan ionik antara kitosan dan kurkumin tidak seluruhnya rusak. Swantatra et al. (2010), cas yang berlawanan dari polielektrolit dapat menstabilkan kompleks intermolekuler untuk enkapsulasi dari makromolekul. Tujuan dihasilkannya pangan (daging) yang aman dari residu antibiotik dan sehat (rendah kolesterol) serta dapat memenangkan dalam persaingan pasar global perlu dibuat feed additive yang efektif dan efisien sesuai tujuan pemakaian. Oleh karena itu, diteliti pengaruh feed additive (kitosan yang dipadukan dengan kurkumin atau ekstrak etanol kunyit) terhadap kolesterol dan profil darah serta kondisi fisiologis kesehatan ternak dilihat dari respon imun terhadap Newcastle Disease pada ayam broiler. Penelitian ini menggabungkan sifat-sifat ataupun potensi yang dimiliki kurkumin atau ekstrak kunyit dan kitosan dalam campuran formulasi optimal dalam sediaan serbuk mikropartikel, untuk kepraktisan pemberian ke ternak dan penyimpanan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh level penggunaan kitosanekstrak kunyit terbaik pada penurunan kolesterol darah dan peningkatan kesehatan ternak dilihat dari profil darah serta respon imunnya terhadap Newcastle Disease pada ayam broiler. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat dihasilkan feed additive yang efektif dan efisien sebagai pengganti antibiotik sintetis sehingga dihasilkan pangan 4
(daging) yang aman dari residu antibiotik dan sehat (rendah kolesterol) serta dapat memenangkan dalam persaingan pasar global. 5
TINJAUAN PUSTAKA Pakan Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ayam penghasil daging yang dipelihara sampai umur 6 sampai 7 minggu dengan berat 1,5 sampai 2,0 kg dan konversi pakan antara 1,9 sampai 2,25. Ayam broiler mempunyai laju lintas pakan saluran pencernaan yang cepat yaitu sekitar 4 jam. Tujuan dari pemeliharaan ayam broiler adalah untuk memproduksi daging sebanyak-banyaknya dalam waktu singkat. Ayam broiler atau ayam pedaging harus mempunyai sifat dan kualitas daging yang baik, laju pertumbuhan dan bobot badan tinggi, warna kulit kuning, warna bulu putih, konversi pakan rendah, bebas dari sifat kanibalisme, sehat dan kuat, kaki tidak mudah bengkok, tidak temperamental dan cenderung malas dengan gerakan lamban, daya hidup tinggi (95%) tetapi tingkat kematian mudah serta dapat membentuk karkas tinggi (Yuwanta, 2004). Menurut Wahju (2004), fase pemeliharaan ayam broiler dibagi menjadi 2 periode pemeliharaan yaitu starter (0 sampai 2 minggu) membutuhkan pakan dengan kandungan PK 22 sampai 24%, ME 2970 sampai 3190 kcal/kg, Ca 0,9%, P 0,4% sedangkan periode finisher (2 minggu sampai dijual) membutuhkan pakan dengan kandungan PK 18 sampai 20%, ME 2970 sampai 3300 kcal/kg, Ca 0,8% dan P 0,4%. Zuprizal dan Kamal (2005), pertumbuhan ayam broiler dipengaruhi oleh jumlah kandungan protein dalam pakan. Ayam yang diberi pakan dengan protein yang tinggi akan menghasilkan pertambahan bobot badan yang lebih baik daripada ayam yang diberi pakan dengan protein yang rendah. Protein akan berpengaruh terhadap ketersediaan asam amino esensial yang 6