BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja sering dipahami sebagai suatu masa peralihan antara masa kanak-kanak dan dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan secara fisik, kematangan biologis atau seksual dan perubahan secara psikologis berupa adanya proses pembentukan diri, serta secara sosial yang ditandai dengan penyesuaian diri terhadap tuntutan masyarakat (Saeroni, 2009). Pada anak perempuan periode ini umumnya terjadi antara umur 11 15 tahun dan pada anak laki-laki terjadi pada umur 12 16 tahun (Monks, dkk, 1988). Kematangan biologis pada anak perempuan ditandai dengan permulaan haid (menarche) dan pelepasan air mani (ejaculatio) pada anak laki-laki, serta tumbuhnya tanda-tanda kelamin sekunder yang merupakan tanda-tanda khas laki-laki, misalnya: tumbuhnya kumis, jambang, perubahan pada suara dan perempuan misalnya: membesarnya payudara, perubahan pada suara (Saeroni, 2009). Masalah-masalah yang dihadapai remaja tentunya bervariasi menurut waktu dan tempat. Semakin moderen suatu masyarakat biasanya akan semakin kompleks kriteria yang dituntut untuk dikatakan sebagai dewasa dalam arti benar-benar mandiri. Adanya jarak yang cukup jauh antara kematangan biologis seseorang dengan kesiapan untuk menikah banyak menimbulkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan seksual (Saeroni, 2009).
Pemenuhan kebutuhan seks pada remaja mungkin salah satunya ditunjukkan dalam bentuk seks bebas, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2002). Menurut Sarwono (2002) seks bebas adalah cara bersenggama yang dilakukan terhadap pasangannya tanpa ikatan perkawinan. Hubungan seksual pranikah dan berganti-ganti pasangan mungkin telah menjadi trend negatif dikalangan sebagian remaja saat ini (Warta Medika, 2009). Menurut harian Warta Medika hubungan seks pranikah dan berganti-ganti pasangan tidak hanya terjadi diluar negeri, trend ini juga merambah kalangan remaja kita, bahkan tidak terbatas di perkotaan, tapi sudah sampai di pelosok kampung. Kenyataan ini telah banyak dibuktikan melalui berbagai penelitian, antara lain penelitian dari: PKBI (1994), Harian Kompas (2002), PKBI Bandung (2001), PKBI Yogyakarta (2001), Sutjipto (1990), penelitian Undip bekerjasama dengan DepKes (1995), dan penelitian Satoto di Semarang (1992). Penelitian Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) pada tahun 1994 di tiga propinsi menunjukkan bahwa 18,2% dari remaja yang diteliti telah melakukan hubungan seksual sejak rentang usia 15-18 tahun. Laporan Kompas 14 April 2002 juga menunjukkan bahwa 40 dari 234 atau sekitar 17% remaja Palembang telah melakukan hubungan seks pra nikah. Data dari Mitra Citra Remaja PKBI Bandung tahun 2001 menyebutkan terdapat 78 kasus kehamilan tak dikehendaki (KTD) dari 380 kasus konsultasi seks yang ditangani. PKBI Yogyakarta juga mencatat 772 kasus kehamilan tak diinginkan pada tahun 2001. Penelitian Sutjipto dari Fakultas Psikologi UGM tahun 1990 melaporkan, sekitar 90% remaja Bali pernah melakukan hubungan seks pra nikah. Penelitian Undip bekerja sama dengan Departemen Kesehatan Jateng menyebutkan 10% dari
600.000 siswa SMU (artinya: 60.000 siswa) di Jateng pada tahun 1995 pernah melakukan hubungan seks pranikah. Penelitian Satoto (1992) mengadakan penelitian terhadap 1086 responden pelajar SMP dan SMU di kota Semarang menunjukkan bahwa 4,1% remaja putra dan 5,1% remaja putri pernah melakukan hubungan seks pranikah. Selain penelitian-penelitian tersebut, bukti otentik lain yang tidak terbantahkan adalah banyaknya peredaran rekaman amatiran melalui HP yang mempertontonkan adegan hubungan seks di kalangan pelajar dan banyak diberitakan lewat televisi-televisi swasta Indonesia (Warta Medika, 2008). Beny (2008) berpendapat bahwa perilaku seks bebas akan mempunyai efek negatif pada pelakunya, salah satunya adalah resiko tertular penyakit menular seksual (PMS). Menurut Rosyati (2009) insiden PMS meningkat dengan cepat di beberapa negara di dunia, bahkan pada tahun 1997 WHO memperkirakan terdapat 333 juta kasus PMS baru termasuk gonore, klamidia, sifilis dan trikomoniasis. Angka kejadian ini tidak menggambarkan angka sesungguhnya, terutama pada wanita, oleh karena banyaknya kasus yang asimtomatis (Rosyati, 2009). Di Indonesia, saat ini belum ada data nasional yang bisa digunakan sebagai penunjuk status kesehatan reproduksi remaja (Qomariyah, 2009). Menurut Qomariyah (2009) bahwa remaja Indonesia yang telah aktif melakukan hubungan seks pranikah beresiko untuk terkena PMS. Menurut data yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia (PPK-UI) di Jakarta menunjukkan bahwa 2,8% pelajar SMA wanita dan 7% dari pelajar SMA pria melaporkan adanya gejalagejala PMS pada periode tahun 1997 (Utomo, dkk, 1998).
Dari penelitian yang dilakukan oleh Widya Saraswati (2002) pada bulan April 2002 terhadap 180 mahasiswa perguruan tinggi negeri di Surabaya, yang berusia 19 hingga 23 tahun, ternyata 40% mahasiswa pria telah melakukan hubungan seks pranikah. Dari jumlah itu, 70 persennya melakukan dengan pasangan tidak tetap (multiple) seperti: teman, pekerja seks, atau lainnya dan 2,5% di antaranya tertular PMS. Adapun pada mahasiswa perempuan, terdapat 7% yang telah melakukan hubungan seks pra-nikah, 80% di antaranya hanya melakukan dengan pacarnya dan 10% di antaranya tertular PMS (Widya Saraswati, 2002). Tertularnya PMS bagi pelaku seks bebas pada penelitian diatas, mungkin disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah kurangnya pengetahuan mereka tentang bahaya-bahaya seks bebas. Menurut Yandi dan Ryan (2009) banyak remaja tidak mengetahui apa dan bagaimana cara mereka mendapatkan pelajaran dan pengetahuan tentang masalah seks. Dari banyak remaja yang melakukan hubungan seksual sebelum menikah ternyata sebagian besar tidak memiliki pengetahuan yang cukup berkaitan dengan perilakunya (Yandi & Ryan, 2009). Lebih lanjut Yandi dan Ryan (2009) menjelaskan bahwa terjadinya kehamilan, terinfeksi HIV, dan tertular penyakit menular seksual disebabkan oleh dari ketidaktahuan remaja tentang dampakdampak seks bebas. Penelitian oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) bekerja sama dengan Unifersitas Negeri Jakarta (UNJ) pada bulan Maret-Mei 2002 memperoleh hasil bahwa 37% responden wanita tidak mengetahui fungsi organ reproduksi pria, 36% responden pria tidak mengetahui fungsi organ reproduksi wanita dan sekitar 34% tidak mengetahui apa itu penyakit menular seksual (PMS).
Berdasarkan fenomena-fenomena diatas maka perlu dilakukan penelitian tentang hubungan antara tingkat pengetahuan remaja tentang penyakit menular seksual dengan sikap remaja tentang hubungan seks pranikah di SMA Setiabudhi Semarang. Alasan pemilihan tempat penelitian di SMA Setiabudhi Semarang adalah peneliti merupakan alumni dari SMA Setiabudhi Semarang, dan ketika menjadi pelajar di SMA tersebut diketahui salah satu teman sekelas pada tahun 2005 pernah hamil diluar nikah, hal itu pasti karena pernah melakukan hubungan seks pranikah. Dan hasil wawancara dengan Guru Bimbingan Konseling SMA Setiabudhi Semarang pada tanggal 17 Januari 2009, diperoleh hasil bahwa pada tahun 2006 juga ada dua muridnya yang dikeluarkan karena hamil diluar nikah (Andarini Bhakti, 2009). B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini diperlukan untuk menjawab pertanyaan Adakah hubungan antara tingkat pengetahuan remaja tentang penyakit menular seksual dengan sikap remaja tentang hubungan seks pranikah di SMA Setiabudhi Semarang? C. Tujuan penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan remaja tentang penyakit menular seksual dengan sikap remaja tentang hubungan seks pranikah. 2. Tujuan khusus
a. Mendeskripsikan pengetahuan remaja tentang penyakit menular seksual pada siswa SMA Setibudhi Semarang. b. Mendeskripsikan sikap remaja tentang hubungan seks pranikah pada siswa SMA Setiabudhi Semarang. c. Menganalisis hubungan antara pengetahuan remaja tentang penyakit menular seksual dengan sikap remaja tentang hubungan seks pranikah di SMA Setiabudhi Semarang. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi institusi pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi institusi pendidikan sebagai bahan pertimbangan untuk dijadikan bahan masukan dalam mengembangkan program pendidikan keperawatan terhadap penyakit menular seksual dan perilaku seks bebas dikalangan remaja. 2. Bagi remaja Dengan adanya penelitian ini, diharapkan para remaja dapat meningkatkan pengetahuannya tentang kesehatah reproduksi khususnya tentang masalah PMS sehingga diharapkan semakin mereka tahu tentang PMS maka mereka dapat menghindari perilaku seksual pranikah. E. Bidang Ilmu Penelitian ini termasuk dalam bidang ilmu keperawatan komunitas, khususnya yang berhubungan dengan pengetahuan tentang penyakit menular seksual.