BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara berkembang yang terus berproses untuk

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

Diajukan oleh : CICILIA AGUSTINA NPM` : ProgamStudi : Ilmu Hukum. ProgamKekhususan : Hukum Ekonomi dan Bisnis

BAB I PENDAHULUAN. dengan tumbuh dan berkembangnya perusahan perusahan di Indonesia

BAB III PENUTUP. dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/M-DAG/PER/8/2012 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. khususnya Kabupaten Sleman. Pertumbuhan bisnis ini dapat mewujudkan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERLINDUNGAN HUKUM PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN BISNIS FRANCHISE

BAB I PENDAHULUAN. sebagai alat ukur kemakmuran dari suatu negara. 1 Untuk mencapainya diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. konsumen di Indonesia. Menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No 8 tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan dan perkembangan perekonomian pada umumnya dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjanjian waralaba..., Elfiera Juwita Yahya, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan-pembangunan berkesinambungan. Pembangunan-pembangunan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi di Indonesia yang demikian pesat tidak terlepas dari

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PERIZINAN PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah franchise dalam Bahasa Prancis memiliki arti kebebasan atau freedom.

Lex et Societatis, Vol. III/No. 6/Juli/2015

BERITA DAERAH KOTA BOGOR. Nomor 10 Tahun 2017 Seri E Nomor 6 PERATURAN WALI KOTA BOGOR NOMOR 10 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

2 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 199

BISNIS RITEL WARALABA BERDIMENSI HUKUM PERSAINGAN USAHA

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PENATAAN TOKO SWALAYAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA TENGAH

Mendag Terbitkan 3 Permendag: Langkah Wujudkan Kepastian Usaha Untuk Dorong Investasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota,

BAB I PENDAHULUAN. memulai usaha dari nol, karena telah ada sistem yang terpadu dalam. berminat untuk melakukan usaha waralaba.

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

I. PENDAHULUAN. adanya perjanjian franchise. Franchise, adalah pemberian hak oleh franchisor

BAB I PENDAHULUAN. kerja baik antara pelanggan/klien (customer) dengan pengusaha jasa

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN IZIN USAHA PERDAGANGAN

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 126 TAHUN : 2011 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

DAFTAR LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53/M-DAG/PER/8/2012 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015

TINJAUAN HUKUM TENTANG PERJANJIAN SEWA MENYEWA PETAK PASAR TRADISIONAL TANGGA ARUNG KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PENERBITAN SURAT TANDA PENDAFTARAN USAHA WARALABA

PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN WARALABA

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. hewan tumbuan dan organisme lain namun juga mencangkup komponen abiotik

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempertahankan ketertiban dalam hidup bermasyarakat. Untuk. kepentingan-kepentingan yang ada di dalam masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini dapat kita lihat dalam praktek sehari-hari, banyaknya peminat dari

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR...

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG PENERBITAN SURAT IZIN USAHA PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perkembangan pembangunan yang terjadi di Indonesia sangat berdampak

BAB I PENDAHULUAN. Banyaknya barang dan jasa yang melintasi batas-batas wilayah suatu negara

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2013 NOMOR 22 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 37 TAHUN 2013 TENTANG PENATAAN MINIMARKET DI KOTA BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia pada dewasa ini telah dikenal usaha franchise di berbagai bidang

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 12/M-Dag/Per/3/2006 tentang Ketentuan dan tata Cara Penerbitan. Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba.

Salinan NO : 4/LD/2014 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 4 TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini diuraikan dalam Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 5 Tahun

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCANTUMAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI DIHUBUNGKAN DENGAN BUKU III BURGERLIJK

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN WARALABA. (Studi Pada Perjanjian Waralaba Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo) S K R I P S I

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perekonomian di Indonesia yang semakin kompetitif

BAB III METODE PENELITIAN

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. itu tidaklah mudah. Salah satu alternatif yang di ambil guna mencukupi

LAMPIRAN. (Contoh Surat Peringatan yang diberikan oleh Pemda Sleman Kepada Toko. Modern yang Melakukan Pelanggaran)

BUPATI HULU SUNGAI TENGAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 112 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI BANYUMAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2013, No.40 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENE

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (selanjutnya disebut UMKM)

OLEH : AKBP RADIANT, S.I.K., M.HUM. KASUBDIT I / INDAGSI DITresKRIMSUS POLDA JATIM

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI MADIUN BUPATI MADIUN,

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menentukan bahwa: Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 merupakan peraturan dasar bagi pembentukan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan dan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) (Preambule) memuat tujuan

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, dinamis dan sangat prospektif dan penuh dengan persaingan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat serta kompleks melahirkan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 8 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG

Menteri Perdagangan Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak yang baik secara pribadi maupun terhadap orang lain.

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 21 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara berkembang yang terus berproses untuk menjadikan negaranya menjadi negara maju dengan berbagai kegiatan demi tercapainya pembangunan nasional yang merata bagi seluruh masyarakat sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Perkembangan ekonomi tersebut harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahtaraan rakyat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (4) Undang-Undang Dasar 1945 ditentukan bahwa : Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Pelaksanaan pembangunan nasional ini harus diikuti dengan ikut sertanya seluruh rakyat Indonesia yang mampu bekerjasama dengan pemerintah dalam menjalankan dan membentuk suatu kegiatan usaha yang positif dan dapat memberikan dampak yang baik bagi pembangunan nasional, untuk itu peranan pemerintah dalam menetapkan kebijakan-kebijakan yang mendukung penyelenggaraan pembangunan nasional sangat penting untuk ditinjau kembali agar lebih terarah.

2 Pembangunan nasional tentu harus memperhatikan faktor-faktor seperti keseimbangan dan keserasian dalam pelaksanaannya agar selaras dengan berbagai pembangunan khususnya pembangunan dalam aspek ekonomi. Setiap pembangunan nasional tentu akan mengarahkan tujuannya kepada tercapainya perekonomian nasional yang mampu memberikan kemakmuran bagi seluruh rakyat. Tidak hanya dalam negeri namun dalam dunia internasional, globalisasi tentu akan sangat mempengaruhi kegiatan perekonomian di Indonesia sehingga perlu diperhatikan lagi dalam pembentukan aktivitas-aktivitas bisnis. Persaingan yang ketat membuat para pelaku bisnis harus semakin cerdas agar usahanya dapat bertahan bahkan dapat berkembang, maka pelaku bisnis secara langsung maupun tidak, dituntut untuk memiliki kemampuan yang lebih dalam bidang bisnis. Pelaku bisnis selalu berusaha mencari inovasi baru atau bahkan menggunakan cara yang umum dilakukan pelaku usaha lain untuk mengembangkan usaha yang dimilikinya. Salah satu cara yang dapat dilakukan pelaku usaha untuk mengembangakan usahanya adalah dengan dengan cara bisnis Waralaba. Bisnis menggunakan cara Waralaba ini sekarang banyak diminati masyarakat karena dianggap mudah dan menguntungkan. Beberapa contoh bisnis Waralaba adalah Kentucky Fried Chicken, Indomaret, Laundry dan lain sebagainya mampu berkembang pesat di Indonesia yang memiliki lebih dari 270 juta penduduk. Tidak hanya melihat keberhasilan waralaba asing,

3 beberapa Waralaba dalam negeri juga dapat berkembang dengan baik, beberapa diantaranya adalah Es Teler 77, Ayam Goreng Bu Berek, dan sebagainya juga mengalami pertumbuhan yang baik. 1 Usaha Waralaba merupakan perjanjian yang dibuat antara 2 (dua) pihak yaitu pemberi waralaba dan penerima waralaba. Perjanjian tersebut harus dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Waralaba. Dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Waralaba dijelaskan berbagai macam proses dan kewajiban yang harus dilakukan oleh kedua belah pihak terkait dalam menjalankan usaha Waralabanya tersebut, salah satu diantaranya tentang kewajiban penerima waralaba untuk memiliki STPW (Surat Tanda Pendaftaran Waralaba) dan mendaftarkan perjanjian waralaba tersebut. 2 Pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Waralaba pada Pasal 10 ayat (3) dinyatakan bahwa pendaftaran wajib dilakukan, dan apabila kewajiban tersebut tidak dilakukan maka dapat dikenakan sanksi sesuai Pasal 32 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2012, sehingga dengan banyaknya usaha waralaba yang tidak sedikit yang tidak didaftarkan maka dalam skripsi ini membahas mengenai Eksistensi Pemerintah Dalam Menegakkan Implementasi Dari Pasal 1 http://www.marketing.co.id/ini-dia-jurus-es-teler-77-menarik-minat-investor/, diakses pada tanggal 1 september 2014,pukul 20.09. WIB. 2 Ibid

4 10 Ayat (3) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Waralaba. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah yang akan dikaji ialah: Bagaimana Implementasi Pasal 10 ayat (3) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2012 Tentang Ketentuan Kewajiban Penerima Waralaba Untuk Mendaftarkan Perjanjian Waralaba? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kepastian hukum dari Implementasi Pasal 10 ayat (3) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2012 Tentang Ketentuan Kewajiban Penerima Waralaba Untuk Mendaftarkan Perjanjian Waralaba. D. Manfaat Penelitian Manfaat hasil penelitian meliputi : 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis yang diperoleh yaitu bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan bidang ekonomi bisnis secara khusus, terutama dalam pertanggungjawaban Pemerintah terhadap Implementasi Pasal 10 ayat (3) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2012 Tentang Ketentuan Kewajiban Penerima Waralaba Untuk Mendaftarkan Perjanjian Waralaba. 2. Manfaat praktis

5 Bagi pihak terkait baik pemerintah, masyarakat yang akan melakukan usaha dibidang Waralaba ataupun yang sudah menjadi pelaku usaha Waralaba yaitu sebagai Penerima Waralaba diharapkan menjalankan usaha Waralaba secara baik dan profesional sesuai ketentuan yang ada serta bagi pemerintah supaya dapat mengimplementasikan Pasal 10 ayat (3) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2012 Tentang Ketentuan Kewajiban Penerima Waralaba Untuk Mendaftarkan Perjanjian Waralaba dengan tegas sesuai dengan yang diwajibkan. E. Keaslian Penelitian Penulisan dengan judul Implementasi Pasal 10 ayat (3) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2012 Tentang Ketentuan Kewajiban Penerima Waralaba Untuk Mendaftarkan Perjanjian Waralaba dijamin keasliannya dan bukan hasil plagiat dari hasil karya tulis orang lain. Berikut beberapa peneliti yang membahas mengenai hukum tentang Waralaba/franchise: 1. Jimmy, NIM: 090510124, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, judul: Implementasi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 68/M-DAG/PER/10/2012 Tentang Waralaba untuk Jenis Usaha Toko Modern (Studi Kasus Terhadap Peralihan Jumlah Outlet/Gerai PT.Indomarco Prismatama), Tujuan dari Penelitian Hukum ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis prosedur pengalihan outlet/gerai pada PT.Indomarco Prismatama dan juga untuk mengetahui

6 dan menganalisis kendala-kendala yang timbul dengan pemberlakuan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 68/M-DAG/PER/10/2012. Dengan menggunakan metode penelitian hukum empiris, dapat disimpulkan bahwa implentasi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 68/M- DAG/PER/10/2012 Tentang Waralaba untuk Jenis Usaha Toko Modern (Studi Kasus Terhadap Peralihan Jumlah Outlet/Gerai PT.Indomarco Prismatama) yaitu sebagai berikut: a. Prosedur pengalihan outlet indomaret dilakukan dengan cara take over outlet indomaret. Yaitu melepas outlet yang sudah berjalan kepada calon penerima waralaba, kemudian indomaret diharuskan melepas 231 outlet dalam 4 tahun kedepan dengan rata-rata melepas 58 outlet dalam 1 tahun. b. PT.Indomarco Prismatama menyadari bahwa dalam melaksanakan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 68/M-DAG/PER/10/2012, mengalami beberapa kendala seperti: 1) Sulitnya mencari investor lokal yang hendak menjadi pewaralaba. 2) Kurangnya kesadaran masyarakat tentang manfaat berwirausaha dengan sistem waralaba. 2. Dianovi Putri Mandasari, NIM: 070509643, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, judul: Pengaturan Tentang Posisi Dominan Minimarket Dengan sistem Franchise dan Dampaknya Terhadap Toko-toko Tradisional. Tujuan dari Penelitian Hukum ini adalah

7 untuk mengetahui pengaturan tentang posisi dominan minimarket khususnya indomaret di daerah Sleman, mengingat bahwa pelaku usaha menengah yang telah melakukan praktek bisnis monopoli dengan usaha mereka yang bertentangan dengan Pasal 1 ayat (4) Jo. Pasal 25 ayat (1) Undang-undang Nomor 5 tahun 1999, dan juga untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan dalam pasal 6 Peraturan Bupati Sleman Nomor 13 Tahun 2010 tentang penataan lokasi toko modern mengenai jarak yang sudah ditentukan oleh Bupati Sleman, tetapi dengan kenyataannya masih banyak minimarket indomaret yang jaraknya kurang dari 500 meter dengan toko-toko tradisional. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, dapat disimpulkan bahwa pengaturan posisi dominan minimarket indomaret khususnya di daerah sleman yang bersistem franchise berdampak negatif terhadap toko-toko tradisional. Pihak pelaku usaha menengah yang mendominan letak minimarket sehingga kurang memperhatikan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pasal 25 ayat (1). Pelaku usaha kecil atau pemilik toko-toko tradisional akan berdampak sulit untuk mempunyai akses memperoleh barang dan/atau jasa baik dari segi harga maupun kualitas kepada para produsennya karena adanya persaingan yang tidak sehat. 3. Hagai Prima Nugraha, NIM: 060509343, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Yogyakarta, judul: Perlindungan Hukum Bagi Penerima Waralaba (franchise) Dalam Hal Pemutusan Perjanjian

8 Waralaba. Tujuan dari Penelitian Hukum ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji pengaturan dan prosedur pelaksanaan bisnis waralaba di indonesia dan juga untuk mengetahui dan mengkaji perlindungan hukum bagi penerima waralaba (franchise) dalam hal terjadinya pemutusan perjanjian waralaba oleh pemberi waralaba. Dengan menggunakan metode penelitian hukum empiris, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan bisnis waralaba di indonesia tetap tunduk terhadap Buku III KUH Perdata khususnya yang mengatur mengenai kebebasan berkontrak serta syaratsyarat sahnya perjanjian dan juga mengenai perlindungan hukum bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1997 yang telah dirubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang waralaba maupun Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 31/M.Dag/Per/8/2008 belum sepenuhnya memberikan perlindungan hukum karena perlindungan hukum yang diberikan hanyalah perlindungan yang bersifat preventif atau pencegahan saja. Perlindungan hukum terhadap penerima waralaba hanya didadarkan pada ada tidaknya perlindungan hukum dalam perjanjian waralaba yang telah mereka buat sehingga apabila dalam perjanjian waralaba tersebut tidak dicantumkan klausula tentang perlindungan hukum bagi para pihak, maka pada dasarnya penerima waralaba belum memperoleh perlindungan hukum sebagaimana mestinya. F. Batasan Konsep

9 Dalam penulisan skripsi ini, akan disampaikan batasan-batasan konsep atau pengertian-pengertian istilah yang berhubungan dengan obyek yang diteliti. Berikut batasan-batasan konsep dalam penelitian ini: 1. Pengertian Implementasi Menurut kamus besar Indonesia Pengertian dari implementasi ialah pelaksanaan, penerapan. 3 2. Pengertian Waralaba Dalam kamus besar Indonesia pengertian dari Waralaba adalah kerjasama dalam bidang usaha dengan cara bagi hasil sesuai kesepakatan; hak kelola; hak pemasaran. Dalam Black s Law Dictionary yang juga diakui dalam Kamus Istilah Keuangan dan Investasi karya John Downes dan Jordan Elliot Goodman, Franchise atau Waralaba diartikan 4 sebagai: Suatu hak khusus yang diberikan kepada dealer oleh suatu usaha manufaktur atau organisasi jasa waralaba, untuk menjual produk atau jasa pemilik waralaba di suatu wilayah tertentu, dengan atau tanpa eksklusivitas. Pengaturan seperti itu kadang kala diresmikan dalam suatu Franchise Agreement (perjanjian hak kelola), yang merupakan kontrak antara pemilik hak kelola dan pemegang hak kelola. Kontrak menggariskan bahwa yang disebutkan pertama dapat menawarkan konsultasi, bantuan promosional, pembiayaan dan manfaat lain dalam 3 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2001, Kamus Besar Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm 427 4 Gunawan Widjaja, 2001, Seri Hukum Bisnis: Waralaba, Raja Grafinda Persada, Jakarta, hlm.9.

10 pertukaran dengan suatu persentase dari penjualan atau laba. Bisnis dimiliki pemegang hak kelola yang biasanya harus memenuhi suatu persyaratan investasi tunai awal. 3. Hak dan Kewajiban Penerima Waralaba Penerima Waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang diberikan hak oleh Pemberi Waralaba untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan Waralaba yang dimiliki Pemberi Waralaba, sebagaimana haknya untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan Waralaba yang diberikan oleh pemberi waralaba maka kewajiban dari penerima waralaba yaitu untuk mendaftarkan usaha Waralabanya tersebut (Pendaftaran perjanjian Waralaba sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (1) dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 dapat dilakukan oleh pihak lain yang diberi kuasa). Penerima Waralaba sebagai pihak yang menerima usaha waralaba akan diberi hak untuk menunjuk Penerima Waralaba lain dalam mengembangkan usahanya, yang dimana harus memiliki dan melaksanakan sendiri paling sedikit 1 (satu) tempat usaha Waralaba. 5 4. Hak dan Kewajiban Pemberi Waralaba Pemberi Waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan Waralaba yang dimilikinya kepada Penerima Waralaba, untuk itu pemberi waralaba memiliki kewajiban sebagai berikut: 5 Richard Hammond, 2003, Sukses Berbisnis Ritel; Bagaimana Mengubah Toko Anda Menjadi Sebuah Fenomena Penjualan, Erlangga, Jakarta, Hlm.xiv.

11 a. Pemberi Waralaba harus memberikan prospektus penawaran Waralaba kepada calon Penerima Waralaba pada saat melakukan penawaran. b. Pemberi Waralaba wajib memberikan pembinaan dalam bentuk pelatihan, bimbingan operasional manajemen, pemasaran, penelitian, dan pengembangan kepada Penerima Waralaba secara berkesinambungan. c. Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba mengutamakan penggunaan barang dan/atau jasa hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu barang dan/atau jasa yang ditetapkan secara tertulis oleh Pemberi Waralaba. d. Pemberi Waralaba harus bekerjasama dengan pengusaha kecil dan menengah di daerah setempat sebagai Penerima Waralaba atau pemasok barang dan/atau jasa sepanjang memenuhi ketentuan persyaratan yang ditetapkan oleh Pemberi Waralaba. e. Pemberi Waralaba wajib mendaftarkan prospektus penawaran Waralaba sebelum membuat perjanjian Waralaba dengan Penerima Waralaba. 5. Pengawasan dan Sanksi Pengawasan yang dilakukan tidak hanya bertujuan bagi kepentingan masyarakat saja sebagai konsumen namun disini peran Pemerintah juga penting sebagai pihak yang berwenang untuk mendisiplinkan pelaku usaha dalam menjalankan usaha Waralaba supaya

12 menjadi pelaku usaha yang profesional. Dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Waralaba dijelaskan mengenai pengawasan dan sanksi terhadap pelaksanaan usaha Waralaba. Menteri melimpahkan kewenangan kepada Direktur Jenderal untuk dapat melakukan koordinasi dengan instansi terkait di pusat dan di daerah dalam melaksanakan pengawasan. Dalam Pasal 16 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba juga dijelaskan mengenai pihak siapa saja yang diberikan kewenangan untuk memberikan sanksi yaitu Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai kewenangannya masing-masing dapat mengenakan sanksi administratif bagi Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 10, dan/atau Pasal 11, sanksi berupa: a. peringatan tertulis; b. denda; dan/atau c. pencabutan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba. Sanksi administratif berupa peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf a, dikenakan kepada Pemberi Waralaba dan Penerima Waralaba yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 10, dan Pasal 11. Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dalam tenggang waktu 2 (dua) minggu terhitung sejak tanggal

13 surat peringatan sebelumnya diterbitkan. Sanksi administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf b, dikenakan kepada Pemberi Waralaba yang tidak melakukan pendaftaran prospektus penawaran Waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 atau Penerima Waralaba yang tidak melakukan pendaftaran perjanjian Waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 setelah diterbitkannya surat peringatan tertulis ketiga. Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Sanksi administratif berupa pencabutan Surat Tanda Pendaftaran Waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf c, dikenakan kepada Pemberi Waralaba yang tidak melakukan pembinaan kepada Penerima Waralaba sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 setelah diterbitkannya surat peringatan tertulis ketiga. Tidak hanya pada Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 dalam Pasal 32 Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Waralaba juga memuat mengenai sanksi administratif yang dapat dikenakan kepada penerima waralaba jika tidak mendaftarkan perjanjian waralaba. G. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian empiris, penelitian empiris berfokus pada perilaku masyarakat hukum dan

14 penelitian ini memerlukan data primer sebagai data utama di samping data sekunder. 2. Sumber Data Penelitian ini menggunakan penelitian hukum empiris sehingga menggunakan data yang diperoleh secara langsung dari responden sebagai data utama dan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder sebagai pendukung, data sekunder terdiri dari: a. Bahan hukum primer 1) Undang-undang Dasar Republik IndonesiaTahun 1945 2) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 Tentang Waralaba 3) Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Waralaba b. Bahan hukum Sekunder diperoleh dari buku-buku, Kamus Besar Bahasa Indonesia, internet (website), artikel-artikel yang memberikan penjelasan terkait dengan Implementasi Pasal 10 ayat (3) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2012 tentang Ketentuan Kewajiban Penerima Waralaba Untuk Mendaftarkan Perjanjian Waralaba. 3. Metode Pengumpulan Data a. Studi Lapangan Cara pengumpulan data dengan studi lapangan yang digunakan adalah dengan wawancara, wawancara yaitu tanya jawab dilakukan

15 khusus terhadap narasumber secara langsung dengan mengajukan pertanyaan yang sudah disiapkan mengenai permasalahan hukum yang diteliti. b. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan ialah suatu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mempelajari data-data sekunder yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. 4. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di: Dinas Perizinan Kota Yogyakarta 5. Responden dan Narasumber a. Responden Responden adalah subyek yang berkaitan langsung dengan permasalahan hukum yang diteliti. Dalam penelitian ini Penulis melakukan wawancara dengan subyek yang menjadi responden, respondennya ialah: 1) Ance Ike Natasia (Indomaret) 2) Yennik (Cha-cha Milk Tea) b. Narasumber Narasumber adalah subyek yang memberikan jawaban atas pertanyaan peneliti yang berupa pendapat hukum yang berkaitan dengan

16 permasalahan hukum yang diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi narasumber adalah: 1) Kepala Seksi Pengembangan Kinerja Dinas Perizinan Kota Yogyakarta (Bapak Darsana,SH.) 2) Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perindagkop dan UKM DIY (Bapak Eko Witoyo, SE.) 6. Analisis Data Setelah diperoleh data dari lapangan maka tahap berikutnya adalah mengolah dan menganalisis data. Langkah pertama, data sekunder yang diperoleh yang disebut sebagai pendapat hukum selanjutnya dibandingkan untuk melihat disinkronisasi, data yang telah diperbandingkan tersebut kemudian dapat ditarik sebuah kesimpulan dimana perbandingan tersebut digunakan untuk mengetahui ada tidaknya disingkronisasi antara data sekunder yang dianalisis dengan data primer sebagai data utama dengan menggunakan ukuran kualitatif. Dalam hal ini, analisis dilakukan dengan cara mendeskripsikan hukum positif sebagai hukum primer. 6 Proses penalaran dalam menarik kesimpulan menggunakan metode berpikir induktif. 7. Sistematika Penulisan Hukum 6 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakrta, hlm. 183.

17 Pembahasan akan dikelompokkan menjadi tiga Bab agar mendapatkan gambaran awal mengenai penelitian ini. Pada Bab I Pendahuluan akan dibahas mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, tinjauan pustaka, batasan konsep, metode penelitian, serta sistematika skripsi. Pada Bab II Pembahasan, membahas mengenai teori yang berkaitan dengan Implementasi Pasal 10 Ayat (3) Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2012 Tentang Ketentuan Kewajiban Penerima Waralaba Untuk Mendaftarkan Perjanjian Waralaba Studi Kasus Di Kota Yogyakarta. Bab III Penutup, terdiri atas Kesimpulan dan Saran. Kesimpulan berisi jawaban dari Rumusan Masalah dan Saran berkaitan dengan hasil temuan yang harus ditindaklanjuti.