BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk konvensional dapat mengiritasi lambung bahkan dapat. menyebabkan korosi lambung (Wilmana, 1995).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Obat analgesik antipiretik serta obat anti inflamasi nonsteroid (AINS)

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid. (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

Aspirin merupakan salah satu obat anti inflamasi non steroid (AINS) yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. : Besi (2+) sulfat (1:1) heptahidrat. Pemerian : Hablur atau granul warna hijau kebiruan, pucat, kuning kecoklatan.

BAB I PENDAHULUAN. Aspirin mencegah sintesis tromboksan A 2 (TXA 2 ) di dalam trombosit dan

Lampiran 1. Data pemberian obat kepada kelinci. Tanggal Pemberian obat ,750 1, ,650 1,500

BAB I PENDAHULUAN. menyerupai flubiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Faktor yang Berpengaruh Terhadap Proses Pelepasan, Pelarutan dan Absorbsi Obat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. eritrosit. Pemilihan antianemia bergantung pada penyebab anemia. Anemia

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5%

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERBANDINGAN EFEK IRITASI KRONIK PADA SALURAN CERNA KELINCI ANTARA ASPIRIN DALAM KAPSUL ALGINAT DENGAN TABLET ASCARDIA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MIKROTEKNIK TIM HISTOLOGI

Bentuk-bentuk Sediaan Obat. Indah Solihah,S.Farm,M.Sc.,Apt

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan pengisi (Ditjen POM, 1995). Tablet dapat dibuat dengan berbagai ukuran,

(AIS) dan golongan antiinflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

kimia Kelas X LARUTAN ELEKTROLIT DAN NONELEKTROLIT K-13 A. Pengertian Larutan dan Daya Hantar Listrik

BAB I PENDAHULUAN. protozoa, dan alergi. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Moffat, dkk., (2004), uraian tentang tramadol adalah sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Sistem peyampaian obat konvensional tidak dapat mempertahankan

SISTEM PENCERNAAN. Oleh: dr. Danurwendo Sudomo, Sp.Ok

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Fungsi Sistem Pencernaan Pada Manusia

Lampiran 1. Flowsheet Pembuatan Cangkang Kapsul Alginat. Alat pencetak kapsul (batang besi) Alat pencetak kapsul yang dilapisi natrium alginat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Uraian Umum Aspirin (Ditjen POM, 1995) Gambar 2.1 Rumus Bangun Aspirin. kering; di dalam udara

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

parakor (P), tetapan sterik Es Taft, tetapan sterik U Charton dan tetapan sterimol Verloop (Siswandono & Susilowati, 2000). Dalam proses perubahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

anti-inflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. Obat golongan ini mempunyai efek

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lampiran 1 Prosedur Pembuatan Preparat Histologi

baik berada di atas usus kecil (Kshirsagar et al., 2009). Dosis yang bisa digunakan sebagai obat antidiabetes 500 sampai 1000 mg tiga kali sehari.

SISTEM PENCERNAAN MAKANAN. SUSUNAN SALURAN PENCERNAAN Terdiri dari : 1. Oris 2. Faring (tekak) 3. Esofagus 4. Ventrikulus

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

),parakor (P), tetapan sterik Es Taft, tetapan sterik U Charton dan tetapan sterimol Verloop (Siswandono & Susilowati, 2000). Dalam proses perubahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lampiran 1. Prosedur Analisis Morfometrik Mikro Ileum Itik Cihateup Menggunakan Metode Paraffin Haemotoksilin Eosin

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN

Rongga Mulut. rongga-mulut

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

Organ Pencernaan Pada Manusia Proses pencernaan merupakan suatu proses yang melibatkan organ-organ pencernaan dan kelenjar-kelenjar pencernaan.

oleh tubuh. Pada umumnya produk obat mengalami absorpsi sistemik melalui rangkaian proses yaitu disintegrasi produk obat yang diikuti pelepasan obat;

Bab. Peta Konsep. Gambar 3.1 Orang sedang makan. Mulut, kerongkongan, lambung, usus halus, usus besar, dan anus. terdiri dari. Saluran Pencernaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asetaminofen. Kandungan : tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 %

gugus karboksilat yang bersifat asam sedangkan iritasi kronik kemungkinan disebabakan oleh penghambatan pembentukan prostaglandin E1 dan E2, yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimental in vivo pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian pengaruh ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) terhadap

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Rumus bangun parasetamol (dapat dilihat pada Gambar 2.1)

menyebabkan timbulnya faktor lupa meminum obat yang akhirnya dapat menyebabkan kegagalan dalam efektivitas pengobatan. Permasalahan ini dapat diatasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Tukak lambung merupakan salah satu bentuk tukak peptik yang ditandai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

LAPORAN PRAKTIKUM. : Histoteknik : Selly Oktaria Tanggal Praktikum : 14 September 2012

BAB I PENDAHULUAN. sistem organ dikarenakan hipersensitivitas terhadap makanan tertentu yang

mempermudah dalam penggunaannya, orally disintegrating tablet juga menjamin keakuratan dosis, onset yang cepat, peningkatan bioavailabilitas dan

BAB III METODE PENELITIAN. dan 1 kontrol terhadap ikan nila (O. niloticus). bulan, berukuran 4-7 cm, dan berat gram.

BAB 4 MATERI DAN METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah eksperimen karena pada penelitian

BAB I PENDAHULUAN. persyaratan kualitas obat yang ditentukan oleh keamanan, keefektifan dan kestabilan

Artikel Kimia tentang Peranan Larutan Penyangga

Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Lambung. Anak Agung K Tri K

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB II. lebih. Turunan asam. AINS ini. penderita. tertentu, RI,1995) : C 19 H 16 ClNO 4 : 357,79. Berat Molekul. Nama kimia. Pemerian.

LAPORAN PRAKTIKUM HISTOTEKNIK DASAR

BAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat

BAB III METODE PENELITIAN. Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam perlakuan dan empat ulangan.hewan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

ORGANISASI KEHIDUPAN. Sel

BAB I PENDAHULUAN. nyeri sering berfungsi untuk mengingatkan dan melindungi dan sering. memudahkan diagnosis, pasien merasakannya sebagai hal yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Satuan Acara penyuluhan (SAP)

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental in vivo pada hewan. uji dengan posttest only control group design

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu,

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. inflamasi. Obat ini merupakan salah satu kelompok obat yang paling banyak diresepkan

BAB III METODE PENELITIAN. dengan menguji antioksidan dari rimpang jahe merah (Zingiber officinale Rosc.)

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspirin 2.1.1 Uraian Umum O C OH O C CH 3 Gambar 1. Rumus bangun aspirin O Rumus Molekul : C 9 H 8 O 4 Berat molekul : 180,16 Nama kimia Pemerian : Asam asetil salisilat : Hablur putih, umumnya seperti jarum atau lempengan tersusun, atau serbuk hablur putih, tidak barbau atau barbau lemah. Stabil diudara kering, didalam udara lembab secara bertahap terhidrolisa menjadi asam salisilat dan asam asetat. Kelarutan : Sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, larut dalam kloroform, dan dalam eter,agak sukar larut dalam eter mutlak (Ditjen POM,1995)

Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah analgetik, antipiretik, dan antiinflamasi yang sangat luas digunakan. Aspirin merupakan standar dalam menilai efek obat sejenis (Wilmana,1995). 2.1.2 Dosis Aspirin Dosis aspirin secara oral untuk mendapatkan efek analgetik dan antipiretik adalah 300-900 mg, diberikan setiap 4-6 jam dengan dosis maksimum 4 g sehari dan konsentrasi dalam plasma 150-300 mcg/ml. Untuk mendapatkan efek antiinflamasi, doss yang digunakan adalah 4-6 g secara oral per hari. Untuk mendapatkan efek antiagregasi platelet, dosis yang digunakan adalah 60-80 mg secara oral per hari (Katzung, et al.,2004) Dosis aspirin 80 mg per hari (dosis tunggal dan rendah) dapat menghasilkan efek antiplatelet (penghambat agregasi trombosit). Secara normal, trombosit tersebar dalam darah dalam bentuk tidak aktif, tetapi menjadi aktif karena berbagai rangsangan. Membran luar trombosit mengandung berbagai reseptor yang berfungsi sebagai sensor peka atas sinyal-sinyal fisiologik yang ada dalam plasma. Efek antiplatelet aspirin adalah dengan menghambat sintesiss tromboksan A 2 (TXA 2 ) dari asam arakidonat dalam trombosit oleh adana proses asetilasi irreversibel dan inhibisi siklooksigenase, suatu enzim penting dalam sintesis prostaglandin dan tromboksan A 2 ( Mycek,et al.,1995).

2.1.3 Efek Samping Aspirin Pada dosis biasa, efek samping utama aspirin adalah gangguan pada lambung. Aspirin adalah suatu asam dengan harga pka 3,5 sehingga pada ph lambung tidak terlarut sempurna dan partikel aspirin dapat berkontak langsung dengan mukosa lambung. Akibatnya mudah merusak sel mukosa lambung bahkan sampai timbul perdarahan pada lambung. Gejala yang timbul akibat perusakan sel mukosa lambung oleh pemberian aspirin adalah nyeri epigastrum, indigest rasa seperti terbakar, mual dan muntah. Oleh karena itu sangat dianjurkan aspirin diberi bersama makanan dan cairan volume besar untuk mengurangi gangguan saluran cerna (Katzung,et al.,2004) 2.2 Formulasi Sediaan 2.2.1 Kapsul Alginat Kapsul adalah bentuk sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, tetapi dapat juga terbuat dari pati atau bahan lain yang sesuai (Ditjen POM, 1995). Kapsul cangkang keras biasanya diisi dengan serbuk, butiran atau granul. Butiran gula inert dapat dilapisi dengan komposisi bahan aktif dan penyalut yang memberikan profil lepas lambat atau bersifat enterik. Bahan semipadat atau cairan dapat juga diisikan ke dalam kapsul cangkang keras, tetapi jika cairan dimasukkan dalam kapsul, salah satu teknik penutupan harus digunakan untuk mencegah terjadinya kebocoran (Ditjen POM, 1995).

Natrium alginat merupakan produk pemurnian karbohidrat yang diekstraksi dari alga coklat (Phaeophyceae) dengan menggunakan basa lemah (Grasdalen dkk, 1979). Alginat ini diperoleh dari spesies Macrocystis pyrifera, Laminaria, Ascophyllum dan Sargassum (Belitz and Grosch, 1987). Asam alginat tidak larut dalam air, karena itu yang digunakan dalam industri adalah dalam bentuk garam natrium dan garam kalium. Salah satu sifat dari natrium alginat adalah mempunyai kemampuan membentuk gel dengan penambahan larutan garam-garam kalsium seperti kalsium glukonat, kalsium tartrat dan kalsium sitrat. Pembentukan gel ini disebabkan oleh terjadinya kelat antara rantai L-guluronat dengan ion kalsium (Thom dkk, 1980). Gel ini merupakan jaringan taut silang yang tersusun dari kalsium alginat yang membentuk konformasi kotak telur (egg box type of conformation) (Belitz dan Grosch, 1987). Pemberian sediaan aspirin dalam kapsul alginat pada pengujian iritasi kronik tidak menunjukkan luka pada organ lambung kelinci dibandingkan dengan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa sediaan tersebut dapat mencegah efek iritasi aspirin terhadap lambung. Sebaliknya sediaan aspirin dalam kapsul gelatin yang merupakan sediaan konvensional menunjukkan luka pada lambung kelinci. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian sebelumnya.

2.2.2 Tablet Salut Enterik Tablet disalut untuk berbagai alasan, antara lain melindungi zat aktif dari udara, kelembaban atau cahaya, menutupi rasa dan bau yang tidak enak, membuat penampilan lebih baik dan mengatur pelepasan obat dalam saluran cerna. Jika obat dapat rusak atau inaktif karena cairan lambung atau dapat mengiritasi mukosa lambung, diperlukan bahan penyalut enterik, yang bertujuan untuk menunda pelepasan obat sampai tablet telah melewati lambung (Ditjen POM,1995). Beberapa alasan penting untuk bahan penyalut enterik adalah sebagai berikut: 1. Untuk melindungi obat-obat yang tidak tahan asam terhadap cairan lambung, misalnya enzim-enzim dan beberapa antibiotic tertentu. 2. Untuk mencegah nyeri pada lambung atau mual karena iritasi dari suatu bahan obat, misalnya natrium salisilat. 3. Untuk melepaskan obat agar didapat efek lokal di dalam usus. 4. Untuk melepaskan obat-obat yang diserap secara optimal di dalam penyerapan utamanya. 5. Untuk memberikan suatu komponen yang penglepasannya ditunda sebagai aksi ulang dari tablet. Beberapa obat bersifat iritasi apabila terpapar pada selaput lendir lambung, termasuk aspirin dan elektrolit-elektrolit kuat. Gangguan lambung bisa jadi merupakan permasalahan utama. Penyalutan enterik merupakan satu metode

untuk mengurangi atau mengeliminasi iritasi dari obat-obat seperti itu (Lahman, 1994). 2.3 Kelemahan Salut Enterik Suatu pengembangan obat AINS telah mengembangkan efikasi terapeutik dan mengurangi efek samping pada saluran cerna bagian atas melalui pelepasan yang dimodifikasi seperti sediaan salut enterik. Namun hal ini memungkinkan terjadinya kenaikan pemaparan obat pada bagian duodenum dan oleh karena itu meningkatkan toksisitas pada bagian duodeum. Obat AINS dalam bentuk salut enterik telah diasosiasikan dengan terjadinya perdarahan pada usus halus dan usus besar, berupa ulkus dan perforasi. Suatu studi membandingkan perdarahan yang diakibatkan aspirin biasa dengan sapirin dalam bentuk salut enterik menunjukkan terjadinya peningkatan perdarahan pada saluran cerna aspirin biasa terhadap aspirin salut enterik. Namun bagaimanapun, aspirin salut enterik tetap menunjukkan terjadinya peningkatan perdarahan dibandingkan kontrol. Studi tersebut menyimpulkan bahwa dapat terjadi kegagalan mengabsorbsi aspirin dalam bentuk salut enterik pada pasien, terutama pasien dewasa, yang menyebabkan tingginya konsentrasi obat yang tinggi pada ileum dan kolon dan menyebabkan kerusakan pada saluran cerna (Davies, 2006). Beberapa laporan toksisitas pemakaian obat AINS salut enterik pasa usus halus dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Laporan Kasus Toksisitas Obat AINS Pada Usus Halus Obat Jumlah Usia Jangka Histopatologis pasien pemakaian Asetilsalisilat SE 1 42 TD Fatigue,dypsnea, anemia, ulkus, fibrosis submukosa Diklofenac 3 21-60 2 minggu Ileocolitis, ulkus ileum, SE (44,33) hingga 10 tahun anemia, perdarahan samar, perdarahan usus Natrium salisilat SE 1 51 TD Perforasi pada yeyunumileum TD : tidak dilaporkan ( ) : usia rata-rata SE : Salut Enterik Beberapa laporan toksisitas pemakaian obat AINS salut enterik pasa usus halus dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 2. Laporan Kasus Toksisitas Obat AINS Pada Usus Besar Obat Jumlah Usia Jangka Histopatologis pasien pemakaian Asetilsalisilat 12 55-90 18 hari hingga Perdarahan rectal, ulkus SE (71) 5 tahun pada kolon, anemia, inflamasi mukosa, hypoalbuminemia Diklofenac 34 21-90 2 hari hingga Ileoclitis, peritonitis,

SE (63.93) 12 tahun perdarahan rectal, ulkus ileokolik, inflamasi mucosal, erythema, anemia Naproxen SE 21 37-67 (56.46) 2 hari hingga 10 tahun Anemia defisiensi besi, perdarahan rectal, inflamasi akut mukosa rectal, colitis, ulkus TD : tidak dilaporkan ( ) : usia rata-rata SE : Salut Enterik 2006). (Davies, 2.4 Saluran Pencernaan 2.4.1 Lambung Lambung adalah organ berbentuk huruf J terletak pada bagian kiri atas rongga perut di bawah diafragma. Lambung terdiri dari epitel selapis toraks dengan lekukan-lekukan, sehingga terbentuk lubang-lubang pada permukaaan lambung. Lubang-lubang ni merupakan muara dari kelenjar-kelenjar lambung. Lambung dapat diregangkan sehingga mampu menampung sejumlah besar makanan. Lambung terdiri dari kardia, fundus, korpus dan antrum. Lekukan sebelah medal disebut kurvatur minor sedangkan sebelah lateral disebut kuvatur mayor. Di sebelah atas di antara kardia dan esofagus terdapat penempitan yang disebut sfinkter esofagus. Di sebelah bawah di antara pilorus dengan dodenum

terdapat penyempitan lain yang disebut sfinkter pilorus. Kedua sfinkter ini harus membuka sewaktu makanan melaluinya (Leeson,1985). Epitel pelapis permukaan dan sumur lambung adalah epitel selapis silindris, dan menghasilkan mucus. Sel sel epitel itu sekitar 20-40 mikrometer, intinya bulat dan mengandung banyak granul mukosa (Junquiera, 2005). Gambar 2. Struktur Histologis Lambung Manusia Dengan Pewarnaan Hematoxylin Eosin. 57x (Di Fiore, 1986). 2.4.2 Usus Halus Usus halus panjang dan bergelung (berbelit-belit) dalam rongga abdomen dan terdiri atas 3 bagian : duodenum, yeyunum, dan ileum. Pada usus halus

terdapat vilus yang merupakan tonjolan kecil mirip jari atau daun pada membran mukosa. Vili duodenum merupakan bangunan lebar mirip spatula, tetapi di ileum bentuknya mirip jari. Untuk memperluas permukaan, sel silindris absorptif yang meliputi vili terdiri atas banyak mikrovilus. Masing masing mikrovilus diliputi oleh membran plasma yang lapisan luarnya dilengkapi dengan jala filamen halus (Leeson,1985). Gambar 3. Struktur Histologis Duodenum Manusia Dengan Pewarnaan Hematoxylin Eosin. 50x (Di Fiore, 1986).

Gambar 4. Struktur Histologis Jejunum - Ileum Manusia Dengan Pewarnaan Hematoxylin Eosin. 50x (Di Fiore, 1986). 2.4.3 Usus Besar Usus besar tidak mempunyai vili, jadi epitel permukaan tampak lebih rata daripada usus halus.pada batas ileosekal terjadi perubahan mendadak pada mukosa, yaitu membentuk lipatan anterior dan posterior menjadi dua daun katup. Lipatan ini terdiri dari mukosa dan submukosa yang diperkuat oleh otot polos (Leeson,1985).

Gambar 5. Struktur Histologis Kolon Manusia Dengan Pewarnaan Hematoxylin Eosin. 53x (Di Fiore, 1986).

2.5 Preparasi Jaringan 2.5.1 Fiksasi Untuk menghindarkan pencernaan jaringan oleh enzim-enzim atau bakteri dan untuk melindungi struktur fisik, potongan organ harus diperlakukan dengan tepat dan memadai sebelum atau secepat mungkin setelah dikeluarkan daru tubuh binatang. Biasanya terdiri darim merendamkan jaringan tersebut di dalam zat kimia (Junqueira,1980) Reagen yang paling umum dipergunakan sebagai zat fiksatif adalah formalin, alkohol, dan kalium bikromat. Pemilihan zat fiksatif ditentukan oleh jaringan dan metode pemulasan yang akan digunakan (Leeson,1985). 2.5.2 Dehidrasi, Penjernihan dan Parafinasi Tujuannya adalah membuat blok jaringan menjadi keras kaku sehingga dapat dipotong menjadi irisan tipis. Sebelum pemendaman jaringan yang telah difiksasi dicuci untuk menghilangkan kelebihan zat fiksasi dan kemudian didehidrasi dengan deretan etil-alkohol dengan konsentrasi yang meningkat. Selanjutnya meliputi pengeluaran zat dehidrasi dan penggantiannya dengan cairan yang mampu bercampur baik dengan zat dehidrasi maupun dengan medium pemendaman. Zat tersebut berupa xilol, kloroform, atau benzen. Sesudah penjernihan, jaringan diinfilrasi dengan zat pemendam, biasanya parafin. Kemudain dipadatkan sehingga diperleh massa homogen keras (Leeson,1985).

Setiap sel dalam jaringan hidup mengandung air sejumlah kira-kira 85% dari sitoplasmanya. Dan karena air tidak dapat bercampur dengan paraffin atau seloidin, maka jaringan yang dipreparasi dengan paraffin harus didehidrasi terlebih dahulu. Ini dimaksudkan agar tidak ada lagi sisa-sisa molekul air yang tertinggal di dalam jaringan, yang nantinya tidak dapat diganti dengan molekul parafin maupun seloidin. Akibatnya dapat diperoleh irisan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan (Jones,1950). 2.5.3 Pemotongan Jaringan yang telah dipendam dapat diiris dengan ketebalan 3 sampai 10 µm. Untuk demikian digunakan mikrotom (Leeson,1985). 2.5.4 Pewarnaan Kebanyakan jaringan tidak berwarna sehingga sulit memeriksa jaringan yang tidak diwarnai di bawah mikroskop. Kebanyakan zat warna yang digunakan dalam pemeriksaan histologik bersifat seperti senyawa asam atau basa dan mempunyai kecenderungan membentuk ikatan garam dengan gugus-gugus jaringan yang dapat berionisasi. Zat warna yang paling sering digunakan adalah eosin hematosiklin (Junqueira,2005). Sebelum dilakukan pemulasan, maka parafin perlu dihilangkan dengan cara mencelupkannya dalam suatu cairan xilol, dan selanjutnya dicelupkan dalam sederetan alkohol dengan konsentrasi yang menurun sebelum dipulas (Leeson,1985).

Deparafinasi adalah menghilangkan parafin yang terdapat di dalam jaringan. Caranya adalah dengan merendam jaringan dalam xylene. Waktu yang diperlukan sekitar 15 menit atau lebih. Dalam waktu tersebut diharapkan parafin sudah dapat larut sempurna. Bila proses deparafinasi tidak sempurna maka parafin yang masih tertinggal di dalam jaringan akan mengganggu proses pewarnaan selanjutnya (Jones,1950).