BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Salah satu cara memperoleh sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan prestasi belajar siswa dibidang Matematika,

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Matematika perlu. diberikan kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk

BAB I PENDAHULUAN. di sekolah. Mata pelajaran matematika memiliki tujuan umum yaitu memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nobonnizar, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan mata pelajaran yang memiliki peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lia Liana Iskandar, 2013

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Kemampuan berpikir kreatif mendapatkan perhatian yang cukup besar dalam bidang pendidikan. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat penting untuk menentukan

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. Komala Dewi Ainun, 2014

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fauzi Yuberta, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

2014 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. bekerja sama dalam suatu kelompok. matematika yaitu pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia- manusia unggul dan berkualitas. Undang-undang No 20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam proses belajar sehingga mereka dapat mencapai tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diana Utami, 2014

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Deden Rahmat Hidayat,2014

BAB I PENDAHULUAN. terapannya mempunyai peranan yang sangat penting dalam upaya peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran matematika dalam kurikulum pendidikan nasional selalu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm Syaiful Bahri Djamarah, Guru & Anak Didik Dalam Interaksi

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN. mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri karena pendidikan yang tinggi dapat

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia bagi suatu bangsa. Dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam perkembangan ilmu. pengetahuan dan teknologi. Pendidikan mampu menciptakan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PENINGKATAN AKTIVITAS BELAJAR MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA MATERI LINGKARAN SISWA KELAS VIII

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan matematika sebagai pelajaran yang sulit bukanlah hal baru dalam

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. dengan bahasa melalui model matematika. sebagai produk yang siap pakai. Selain itu guru-guru tidak mengetahui bahwa

I. PENDAHULUAN. Karakteristik abad 21 berbeda dengan abad-abad sebelumnya. Pada abad 21 ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. menghadapi setiap perubahan yang terjadi akibat adanya kemajuan ilmu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan dan mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan kenyataannya sampai saat ini mutu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. peradaban manusia, sehingga matematika merupakan bidang studi yang selalu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas (Sistem

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk yang diberikan kelebihan oleh Allah swt dengan

PENERAPAN MODEL ADVANCE ORGANIZER UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN ANALOGI MATEMATIS SISWA SMP

PENDAHULUAN. Leli Nurlathifah, 2015

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan pokok dalam kehidupan setiap manusia, pendidikan juga merupakan upaya manusia untuk memperluas pengetahuan dalam rangka membentuk nilai, sikap dan perilaku. Setiap manusia membutuhkan pendidikan sampai kapanpun dan dimanapun ia berada. Manusia akan sulit berkembang bahkan terbelakang tanpa adanya pendidikan yang dimilikinya. Daryanto (2010, hlm. 11) menyatakan dewasa ini pendidikan merupakan masalah penting dan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Salah satunya ialah pendidikan matematika, dalam Kurikulum dinyatakan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama Depdiknas (2006, hlm. 345). Mata pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang potensial untuk diajarkan di seluruh jenjang pendidikan mulai dari sekolah dasar, untuk membekali siswa dengan kemampuan berfikir logis, kritis dan sistematis serta kemampuan bekerja sama sehingga tercipta kualitas sumber daya manusia yang sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Sasaran pembelajaran matematika di setiap jenjang pendidikan di antaranya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam berpikir matematis. Pengembangan kemampuan ini sangat diperlukan agar siswa lebih memahami konsep yang dipelajari, dan dapat menerapkannya dalam berbagai situasi Hutagaol (2013, hlm. 86) Menurut National Council of Teachers of Mathematics Hapsari (2016, hlm. 4) ada lima standar kemampuan matematis yang harus dimiliki oleh siswa di semua tingkatan, yaitu kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan koneksi (connection), kemampuan penalaran (reasoning), dan kemampuan representasi (representation). Dari pernyataan tersebut dapat kita ketahui bahwa kemampuan representasi merupakan salah satu kemampuan yang perlu dikembangkan dan harus dimiliki 1

2 seseorang sebagai cara untuk mengatasi masalah matematis dan mengemukakan solusinya. Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang standar isi pada mata pelajaran matematika menyatakan bahwa melalui pembelajaran matematika, siswa diharapkan dapat memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirakan solusi yang diperoleh, memahami, serta mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah Depdiknas (2006, hlm. 346). Artinya, kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah sangat berkaitan erat satu sama lain dengan representasi matematika, maka dari itu komunikasi dan pemecahan masalah merupakan komponen pokok dari representasi matematika Hapsari (2016, hlm. 8). Hutagaol (2013, hlm. 91) menyebutkan representasi matematis yang dimunculkan oleh siswa tingkat menengah merupakan ungkapan-ungkapan dari gagasan-gagasan atau ide matematika yang ditampilkan siswa dalam upayanya untuk memahami suatu konsep matematika ataupun dalam upayanya untuk mencari sesuatu solusi dari masalah yang sedang dihadapinya. Dengan demikian representasi dapat digunakan sebagai sarana bagi siswa untuk memahami konsepkonsep tertentu maupun untuk mengomunikasikan ide-ide matematis guna menyelesaikan masalah. Pengajaran matematika tidak hanya sekedar menyampaikan informasi seperti aturan, definisi dan prosedur untuk dihafal oleh siswa, tetapi guru juga harus melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Keikutsertaan siswa secara aktif akan memperkuat pemahamannya terhadap konsep matematika sesuai dengan prinsip konstruktivisme. Setiap siswa mempunyai cara yang berbeda dalam mengkonstruksikan pengetahuannya. Dalam hal ini sangat memungkinkan siswa mencoba berbagai macam representasi dalam memahami suatu konsep. Namun faktanya di lapangan kemampuan representasi matematis siswa tergolong masih rendah. Dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Pujiastuti (Arnidha, 2106, hlm. 130) menunjukkan bahwa sebagian besar siswa SMP kurang mampu dalam menyatakan ide atau gagasannya melalui kata-kata

3 atau teks tertulis. Padahal kemampuan menggunakan berbagai simbol, grafik, tabel atau diagram dalam merumuskan, menafsirkan, membuat model matematika untuk memperjelas masalah merupakan bagian penting dalam pembelajaran matematika. Berdasarkan observasi peneliti kepada siswa, ditemukan bahwa hasil belajar siswa pada mata pelajaran matematika belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan yaitu 70, bahkan pada setiap nilai ulangan harian pada saat siswa kelas X pada semester 2 tahun ajaran 2016/2017 hampir sekitar 50% dari siswa memperoleh nilai dibawah KKM dengan nilai ratarata 54,6. Selain itu kemampuan represntasi matematis siswa masih rendah, hal tersebut terlihat dari siswa SMA kelas XI yang cenderung melupakan representasi matematis yang telah dipelajarinya di kelas X. Observasi ini dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan menunjukkan dan memberikan pertanyaan tentang menentukan kedalam grafik suatu himpunan penyelesaian pertidaksamaan linear, masih banyak siswa yang tidak mampu menentukan himpunan penyelesaian tersebut kedalam grafik. Fakta tersebut dapat mengidentifikasi bahwa keterampilan representasi seperti mengkonstruksi dan menggunakan representasi matematika di dalam grafik penyelesaian pada siswa SMA kelas XI masih rendah. Belajar matematika tidak hanya mengembangkan ranah kognitif saja, tetapi sikap siswa dalam belajar matematika yang termasuk ke dalam ranah afektif juga perlu dikembangkan, seperti mengatur cara belajarnya sendiri, menata dirinya dalam belajar, bersikap, bertingkah laku, dan mengambil keputusan yang sesuai dengan kehendaknya sendiri. Perilaku afektif tersebut dinamakan kemandirian belajar (Self Regulated Learning). Kemandirian belajar bukan berarti belajar sendiri tanpa bantuan orang lain, kemandirian belajar mempunyai makna yang cukup luas. Bandura (Sumarmo, 2015, hlm. 40) menyatakan bahwa kemandirian diartikan sebagai kemampuan memantau perilaku sendiri, dan merupakan kerja keras personaliti manusia dan menyarankan tiga langkah dalam melaksanakan kemandirian belajar yaitu (1) Mengamati dan mengawasi sendiri; (2) Membandingkan posisi diri dengan standar tertentu; (3) Memberikan respon

4 sendiri baik terhadap respon positif maupun negatif. untuk mengembangkan kemandirian belajar atau regulasi diri dalam proses belajar. Menurut Zimmerman (Ulum, 2016, hlm. 158) Self Regulated Learning adalah suatu strategi belajar dimana siswa secara metakognitif mempunyai motivasi atau dorongan untuk belajar dan berpartisipasi aktif dalam proses belajar mandiri. Siswa yang mempunyai kemandirian belajar mampu menganalisis permasalahan yang kompleks, mampu bekerja secara individual maupun bekerjasama dengan kelompok, dan berani mengemukakan gagasan. Studi Yang (Sumarmo, 2015, hlm. 41) melaporkan bahwa siswa yang memiliki kemandirian belajar yang tinggi menunjukkan: a) cenderung belajar lebih baik dalam pengawasannya sendiri dari pada dalam pengawasan program, b) mampu memantau, mengevaluasi, dan mengatur belajarnya secara efektif; c) menghemat waktu dalam menyelesaikan tugasnya; dan d) mengatur belajar dan waktu secara efisien. Penelitian yang dilakukan oleh Ashifa (Nahdi dan Juju, 2016, hlm. 5) menujukkan bahwa Self Regulated Learning siswa tingkat menengah masih rendah karena pada saat proses pembelajaran beberapa siswa masih banyak yang melakukan kecurangan akademik seperti mencontek. Seorang siswa yang memiliki Self-Regulated Learning (SRL) tinggi akan mempersiapkan diri dengan berbagai usaha dan strategi dalam belajar, maka kecenderungan melakukan kecurangan akademik akan rendah. Berdasarkan wawancara dan observasi peneliti di SMA PGII 2 Bandung dengan guru matematika dan beberapa kelas XI yang ada disana, didapatkan hasil bahwa disekolah tersebut memiliki permasalahan mengenai kemandirian belajar (Self Regulated Learning). Hal tersebut terlihat dari beberapa siswa yang cenderung merasa malas dan merasa mengalami kesulitan dalam belajar matematika. Siswa juga beranggapan bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit dan memerlukan suatu pemikiran yang keras dan otak yang cerdas. Anggapan ini menyebabkan mereka patah semangat dalam belajar. Mereka enggan mencoba dan lebih suka mengatakan tidak bisa sebelum mencoba mengerjakan soal yang diberikan guru sehingga cenderung pasif. Misalnya ketika mendapatkan beberapa soal matematika dari gurunya, apabila siswa mengalami

5 kesulitan dalam mengerjakan soal atau salah menjawab soal maka siswa bukannya menjadi semakin termotivasi dan berusaha mencari metode alternatif dalam menyelesaikan masalah, tetapi siswa menjadi malas untuk mengerjakan soal matematika tersebut. Untuk menanggapi permasalahan kurangnya kemampuan representasi matematis dan rendahnya tingkat Self Regulated Learning pada siswa, perlu dilakukan perubahan model pembelajaran. Suherman (2003, hlm. 7) Model pembelajaran dimaksudkan sebagai pola interaksi siswa dengan guru di dalam kelas yang menyangkut strategi, pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas. Model pembelajaran merupakan rangkaian proses pembelajaran yang mencakup pendekatan, strategi, metode, teknik dan taktik pembelajaran. Salah satu upaya peningkatan yang dapat dilakukan adalah menerapkan model pembelajaran yang menuntut siswa untuk aktif dalam memahami pokok bahasan yang diajarkan serta meningkatkan kemandirian belajar siswa. Model pembelajaran tersebut salah satunya ialah model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI). Nurhadi (2004, hlm. 109) Problem Based Instruction merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang essensial dari mata pelajaran. Model Problem Based Instructin (PBI) ini merupakan suatu model pembelajaran yang menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik, dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada siswa untuk melakukan penyelidikan, mengembangkan inkuiri dan menjadikan pembelajar mandiri serta percaya diri menurut Ibrahim dan Nur (2002, hlm. 47). Model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) merupakan model pembelajaran yang menggunakan suatu permasalahan di dalam kehidupan seharihari untuk diidentifikasi dan dipecahkan, tidak hanya terpusat pada penguasaan materi. Peranan guru dalam PBI adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan, mengarahkan masalah, dan mengadakan diskusi. Berdasarkan penelitian yang dilakuka oleh Fitra pada tahun 2014, menunjukkan bahwa pemecahan masalah siswa SMK yang menggunakn model

6 pembelajaran Problem Based Instruction lebih baik, daripada pemecahan masalah siswa SMK yang menggunakan model pembelajaran konvensional. Berdasarkan dengan uraian dan fakta diatas, maka peneliti akan melakukan penelitian dengan harapan model pembelajaran Problem Based Instruction dapat menigkatkan representasi matematis dan Self Regulated Learning siswa yang dituangkan dalam judul Peningkatan Kemampuan Representasi Matematis dan Self Regulated Learning Siswa SMA melalui Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI). B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka permasalahan tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Prestasi belajar matematika siswa SMA disekolah masih tergolong rendah. Surat kabar harian Kompas (13 Mei 2017, hlm. 12) mengemukakan bahwa rata-rata nilai UN tingkat SMA pada tahun 2017 pada mata pelajaran matematika masih dibawah standar, sekitar 70% nilai matematika disekolah masih dibawah 55. 2. Siswa masih kesulitan dalam merepresentasikan pengetahuannya, hasil wawancara dengan guru matematika di SMA PGII 2 menyatakan bahwa apabila siswa mengerjakan soal matematika, hanya sebagian kecil siswa dapat menjawab benar, dan sebagian besar lainnya lemah dalam memanfaatkan kemampuan representasi yang dimilikinya khususnya representasi diagram, grafik atau tabel. 3. Self Regulated Learning siswa SMA masih rendah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Widiyastuti (Nahdi, 2016, hlm. 5) diperoleh data tingkat Self Regulated Learning siswa kelas XI SMA Negeri 1 Nagreg tahun pelajaran 2011/2012 sebanyak 46,36% tingkat Self Regulateed Learning rendah dan 35,45% tingkat Self Regulated Learning siswa sangat rendah. 4. Pembelajaran Problem Based Instruction dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Hal tersebut dapat dilihat dari peneltian yang dilakukan oleh Sari, tahun 2015 pada siswa kelas X SMA Negeri 11 kabupaten Tebo, Jambi. Terdapat 13 orang siswa atau 35,14 % yang memperoleh skor kurang dari KKM apabila pembelajaran menggunakan model pembelajaran Problem

7 Based Instruction, sedangkan pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional terdapat 25 orang siswa atau 67,57 % yang memperoleh skor dibawah KKM. Artinya Hasil belajar matemtika siswa yang memperoleh model pembelajaran Problem Based Instruction lebih baik daripada siswa yang memperoleh model pembelajaran konvensional. 5. Model pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru matematika di SMA PGII 2 Bandung menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning, hal ini berdasarkan hasil wawancara peneliti kepada guru matematika kelas IX. C. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah peningkatan kemampuan representasi siswa yang memperoleh model pembelajaran Problem Based Instruction lebih tinggi daripada yang memperoleh model pembelajaran Konvensional? 2. Apakah peningkatan Self Regulated Learning siswa yang memperoleh model pembelajaran Problem Based Instruction lebih tinggi daripada yang memperoleh model pembelajaran Konvensional? D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui apakah peningkatan kemampuan representasi siswa yang memperoleh model pembelajaran Problem Based Instruction lebih tinggi daripada yang memperoleh model pembelajaran Konvensional 2. Mengetahui apakah peningkatan Self Regulated Learning siswa yang memperoleh model pembelajaran Problem Based Instruction lebih tinggi daripada yang memperoleh model pembelajaran Konvensional E. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi guru, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi guru dalam upaya menyusun pembelajaran untuk mengembangkan kemampuan

8 representasi matematis dan Self Regulated Learning siswa melalui pembelajaran Problem Based Instruction. 2. Bagi siswa, model Problem Based Instruction dapat meningkatkan kemampuan berpikir logis, kritis dan sistematis dalam menyelesaikan permasalahan matematika sehingga dapat memabntu menyelesaikan masalah matematika dean meningkatkan hasil belajar siswa. 3. Bagi peneliti, dengan penelitian ini diharapkan dapat memperoleh pengalaman dalam menerapkan strategi pembelajaran dan mampu memberikan pembelajaran yang berkualitas. F. Definisi Operasional Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman terhadap judul penelitian, maka penulis memberikan definisi operasional sebagai berikut: 1. Kemampuan representasi matematis dalam penelitian ini merupakan kemampuan siswa untuk: a. Menyajikan kembali data atau informasi kedalam diagram, grafik atau tabel b. Menggunakan diagram, grafik, atau tabel untuk menyelesaikan masalah c. Menjawab soal dengan kata-kata atau teks tertulis 2. Self Regulated Learning merupakan kesiapan dari individu yang mau dan mampu untuk belajar dengan inisiatif sendiri, dengan atau tanpa bantuan pihak lain dalam hal penentuan tujuan belajar, metode belajar, dan evaluasi prestasi belajar. 3. Model Pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) adalah model pembelajaran yang berlandaskan teori belajar konstruktivisme yang mengakomodasi keterlibatan siswa dalam belajar dan pemecahan masalah. Problem Based Instruction merupakan suatu model pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yang bertujuan untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri dan mengembangkan keterampilan berfikir 4. Model Pembelajaran Problem Based Learning merupakan model Konvensional yang digunakan di sekolah dan merupkan salah satu model pembelajaran yang digunakan dalam pelaksanaan kurikulum 2013. Problem

9 Based Learning merupkan model pembelajaran yang menggunakan berbagai kemampuan berpikir dari siswa secara individu maupun kelompok. G. Sistematika Skrispsi Dalam penelitian ini penulis menggunakan sistematika skripsi untuk mempermudah dalam membaca dan memahami skripsi ini. Sistematika yang terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian pembuka, bagian inti, dan bagian akhir, yang masing-masing diuraikan sebagai berikut: 1. Bagian Pembuka Skripsi Bagian ini terdiri dari: a. Halaman Sampul b. Halaman Pengesahan c. Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi d. Halaman Motto e. Ucapan Terimakasih f. Kata Pengantar g. Abstrak h. Abstract i. Daftar Isi j. Daftar Tabel k. Daftar Grafik l. Daftar Gambar m. Daftar Lampiran 2. Bagian Inti Skripsi Pada umumnya bagian inti diawali dengan deskripsi tentang masalah umum dan khusus yang diteliti serta deskripsi tentang nilai pentingnya penelitian yang dilakukan. Bagian inti juga merupakan bagian pokok dari skripsi yang terdiri dari 5 bab, yaitu: BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Masalah b. Identifikasi Masalah

10 c. Rumusan Masalah d. Tujuan Penelitian e. Manfaat Penelitian f. Definisi Operasional g. Sistematika Skripsi BAB II KAJIAN TEORETIS a. Kemampuan Representasi Matematis b. Self Regulated Learning c. Model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) d. Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) e. Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan f. Kerangka Pemikiran g. Hipotesis Penelitian BAB III METODE PENELITIAN a. Metode Penelitian b. Desain Peneitian c. Populasi dan Sampel d. Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian e. Teknik Analisis Data f. Prosedur Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHSAN a. Hasil Penelitian b. Pembahasan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan b. Saran 3. Bagian Akhir Skripsi Pada bagian akhir skripsi memuat seluruh sumber kepustakaan yang digunakan sebagai rujukan dalam menyusun skripsi a. Daftar Pustaka b. Lampiran

c. Daftar Riwayat Hidup 11