BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang Dasar Negara Republik

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintah saat ini sedang mengupayakan peningkatan pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan, maupun kemasyarakatan maupun tugas-tugas pembantuan yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah terhadap asal usul dan adat istiadat setempat, sehingga pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 06 Tahun 2014 Tentang Desa

PEMERINTAH ALOKASIKAN ANGGARAN DANA DESA TAHUN 2015 SEBESAR RP9,1 TRILIUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menciptakan pemerintahan Indonesia yang maju maka harus dimulai

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG DANA DESA YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan UU. No 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa

UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH. No 23 Tahun 2014 BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

BAB I PENDAHULUAN. Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PAKPAK BHARAT NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PAKPAK BHARAT,

BAB I PENDHULUAN. memegang teguh adat-istiadat setempat, sifat sosialnya masih tinggi dan

BAB I A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengesahan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa oleh mantan

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada dan berlaku saat ini, desa mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi berasal dari kata autonomos atau autonomia (yunani) yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya mendukung pelaksanaan pembangunan nasional, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Undang-Undang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG DANA DESA YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 2014 TENTANG DANA DESA YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Paul H. Landis dalam (Syachbrani, 2012) Desa adalah suatu Wilayah

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dari situasi sebelumnya. Otonomi Daerah yang juga dapat dimaknai

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASAMAN BARAT NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN PEMBANGUNAN PARTISIPATIF DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BUPATI KARANGASEM PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI KA1?ANGASEM NOMOR52 TAHUN2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kepada masyarakat yang hakikatnya semakin lama semakin baik, disamping untuk. pembangunan secara luas dalam konteks demokrasi.

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BUPATI PAKPAK BHARAT

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan proses pemberdayaan dan kemampuan suatu daerah dalam. perekonomian dan partisipasi masyarakat sendiri dalam pembangunan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manajemen keuangan daerah tidak terlepas dari perencanaan dan

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya otonomi daerah. Sebelum menerapkan otonomi daerah,

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. berwewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. yang berbentuk Republik. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 7 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN KECAMATAN MALALAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM,

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BADAN PENGELOLA KEUANGAN DAN ASET DAERAH KABUPATEN KARANGASEM OM SWASTYASTU

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

KAJIAN ASPEK PERENCANAAN PENGANGGARAN DANA DESA TAHUN 2011 DAN 2013 (Studi Kasus Di Desa Panti Kecamatan Sarolangun Kabupaten Sarolangun)

PEMERINTAH KABUPATEN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. Manusia (IPM), pembangunan manusia didefinisikan sebagai a process

WALIKOTA TIDORE KEPULAUAN

BAB 1 PENDAHULUAN Hal ini berdasarkan dikeluarkannya Undang Undang No. 22 tahun 1999

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB 1 PENDAHULUAN. sistem sentralisasi ke desentralisasi menjadi salah satu wujud pemberian tanggungjawab

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. transaksi-transaksi, dan pelaporan kinerja pemerintahan oleh pihak-pihak yang

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya. (Maryati, Ulfi dan Endrawati, 2010).

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI PASER NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

I.PENDAHULUAN. Pasal 18B Ayat (2) UUD 1945 Amandemen ke- 4 menyatakan negara mengakui

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2007 TENTANG SUMBER PENDAPATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJAR,

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2011 NOMOR 13 WALIKOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

KEPALA DESA KARANGPAPAK KECAMATAN CISOLOK KABUPATEN SUKABUMI PERATURAN DESA KARANGPAPAK NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 73/PMK.02/2006 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUANTAN SINGINGI NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 59 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI BIMA PERATURAN BUPATI BIMA NOMOR : 01 TAHUN 2011 TENTANG. PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA (APBDes) TAHUN ANGGARAN 2011

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya adalah Undang-Undang No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 79 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN DESA DAN KELURAHAN

URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014 TENTANG DANA DESA YANG BERSUMBER DARI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG DANA BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH BAGI DESA DAN ALOKASI DANA DESA

BAB I PENDAHULUAN. semua masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. bahwa dalam teritori Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 zelfbesturende

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS,

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua

BAB I INTRODUKSI. Bab I berisi mengenai introduksi riset tentang evaluasi sistem perencanaan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG DEKONSENTRASI DAN TUGAS PEMBANTUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia sebagai suatu Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan

5 KEWAJIBAN PEMERINTAH DESA PASCA IMPLEMENTASI UU NO.6 TAHUN Suswanta

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 01 TAHUN 2011 TENTANG ALOKASI DANA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai dengan Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam Undang-Undang. Sebagaimana dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah maupun Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah sejak wacana itu ada memperoleh sambutan positif dari semua pihak, dengan segenap harapan bahwa melalui otonomi daerah akan dapat merangsang terhadap adanya upaya untuk menghilangkan praktek-praktek sentralistik yang pada satu sisi dianggap kurang menguntungkan bagi daerah dan penduduk lokal. Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluasluasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar yang menjadi urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang. 1 Proses desentralisasi yang telah berlangsung telah memberikan penyadaran tentang pentingnya kemandirian daerah yang bertumpu pada pemberdayaan potensi lokal. Meskipun pada saat ini kebijakan yang ada masih menitik-beratkan otonomi pada tingkat Kabupaten/Kota, namun secara esensi sebenarnya 1 Okta Rosalinda LPD, Pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) DalamMenunjang Pembangunan Pedesaan(Studi Kasus : Desa Segodorejo dan Desa Ploso Kerep,Kecamatan Sumobito, Kabupaten Jombang), Jurnal Ilmiah, 2014, hlm. 1-2.

kemandirian tersebut harus dimulai dari level pemerintahan ditingkat paling bawah, yaitu desa. Pemerintah desa diyakini lebih mampu melihat prioritas kebutuhan masyarakat dibandingkan Pemerintah Kabupaten yang secara nyata memiliki ruang lingkup permasalahan lebih luas dan rumit. Untuk itu, pembangunan pedesaan yang dilaksanakan harus sesuai dengan masalah yang dihadapi, potensi yang dimiliki, aspirasi masyarakat dan prioritas pembangunan pedesaan yang telah ditetapkan. 2 Oleh sebab itu pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Desa. Pemerintah daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas dalam pengelolaan daerahnya. Salah satu bentuk kepedulian pemerintah terhadap pengembangan wilayah pedesaaan adalah adanya anggaran pembangunan secara khusus yang dicantumkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk pembangunan wilayah pedesaan, yakni dalam bentuk Alokasi Dana Desa (ADD). Inilah yang kemudian melahirkan suatu proses baru tentang desentralisasi desa diawali dengan digulirkannya Alokasi Dana Desa (ADD). 3 Di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah ditegaskan, bahwa Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan memiliki hubungan antara Pemerintah Pusat dan dengan Pemerintah 2 Ibid. 3 Ibid.

Daerah lainnya. Hubungan tersebut meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya. 4 Dengan disahkannya UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pada tanggal 15 Januari 2014, pengaturan tentang desa mengalami perubahan secara signifikan. Dari sisi regulasi, desa (atau dengan nama lain telah diatur khusus/tersendiri) tidak lagi menjadi bagian dari UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Desa-desa di Indonesia akan mengalami reposisi dan pendekatan baru dalam pelaksanaan pembangunan dan tata kelola pemerintahannya. Pada hakikatnya UU Desa memiliki visi dan rekayasa yang memberikan kewenangan luas kepada desa di bidang penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat desa. 5 UU Desa juga memberi jaminan yang lebih pasti bahwa setiap desa akan menerima dana dari pemerintah melalui anggaran negara dan daerah yang jumlahnya berlipat, jauh diatas jumlah yang selama ini tersedia dalam anggaran desa. Kebijakan ini memiliki konsekuensi terhadap proses pengelolaannya yang seharusnya dilaksanakan secara profesional, efektif dan efisien, serta akuntabel 4 Ni matul Huda, Otonomi Daerah (Filosofi, Sejarah Perkembangannya dan Problematika),cetakan pertama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, hlm. 95 5 Laporan Hasil Kajian Pengelolaan keuangan Desa: Alokasi Dana Desa dan Dana desa Tahun 2015, hlm. 1.

yang didasarkan pada prinsip-prinsip manejemen publik yang baik agar terhindarkan dari resiko terjadinya penyimpangan, penyelewengan dan korupsi. 6 Otonomi desa merupakan kebijakan pemerintah daerah yang diberikan kepada pemerintah desa untuk lebih mengoptimalkan potensi yang dimiliki, sehingga dapat memaksimalkan pendapatan desa untuk pembangunan dan mensejahterakan masyarakat. 7 Di Indonesia sendiri terdapat 74.093 desa yang jumlah penduduk dan luas wilayahnya sendiri bervariasi, jumlah penduduk yaitu antara 100 kk-1600 kk dan luas wilayah mulai dari 1-190 km 2. Disisi lain, kompetensi aparat yang terdapat di setiap desa pun beragam. Pemerintah juga telah menetapkan alokasi anggaran dana sebesar Rp20,7 Trilyun dalam APBN 2015. 8 Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik mengangkat penelitian tentang pengelolaan Dana Desa, khususnya pada pengelolaan Dana Desa di Nagari Koto Tuo Kabupaten Lima Puluh Kota. Pada anggaran Tahun 2015 di Nagari Koto Tuo telah diturunkan dana sebesar Rp. 297.442.269 dari APBN. Penggunaan anggaran tersebut terbagi menjadi dua yaitu pembangunan fisik yaitu pembuatan jalan di setiap jorong Nagari Koto Tuo dan pembangunan sumber daya manusia. Sedangkan dalam pelaksanaannya, terjadi ketimpangan dalam pengalokasian dana, dimana dana desa yang dianggarkan tidak merata dan lebih besar kepada pembangunan fisik sebesar lebih kurang Rp. 270.000.000 dan sisanya kepada pembangunan sumber 6 Ibid. 7 Adisasmita, Rahardjo. 2006. Pembangunan pedesaan dan perkotaan. Yogyakarta : Graha Ilmu, hlm. 25 8 Direktorat Penelitian dan Pengembangan, Laporan Kajian Sistem Pengelolaan Keuangan Keuangan Desa: Alokasi Dana Desa dan Dana Desa, Jakarta diterbitkan pada tanggal 17 Juni 2015

daya yaitu sebesar lebih kurang Rp. 27.000.000. 9 Sedangkan pada penjelasan pasal 19 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, menjelaskan bahwa : Pada prinsipnya Dana Desa dialokasikan dalam APBN untuk membiayai kewenangan yang menjadi tanggung jawab Desa. Namun, untuk mengoptimalkan penggunaan Dana Desa sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang, penggunaan Dana Desa diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan pemberdayaan masyarakat, antara lain pembangunan pelayanan dasar pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Dalam rangka pengentasan masyarakat miskin, Dana Desa juga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan primer pangan, sandang, dan papan masyarakat. Penggunaan Dana Desa untuk kegiatan yang tidak prioritas dapat dilakukan sepanjang kegiatan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat telah terpenuhi. Dan lebih dipertegas pada penjelasan pasal 21 ayat (1) mengenai program yang menjadi prioritas untuk mendanai kegiatan yang meliputi : a. Pengentasan masyarakat miskin; b. Peningkatan pelayanan kesehatan di Desa; c. Infrastruktur Desa; dan/atau d. Pertanian. Berdasarkan penjelasan di atas pada dasarnya dana desa dianggarkan untuk memajukan ekonomi masyarakat desa secara berkelanjutan dan merata. 10 Dari permasalahan tersebut maka, bentuk pengelolaan yang dilakukan oleh Nagari Koto Tuo lebih mengalokasikan ke pembangunan fisik saja, sementara dalam peraturannya dana desa tidak hanya ditujukan pada pembangunan fisik saja. 9 Hasil wawancara dengan pejabat Nagari Koto Tuo Kabupaten Lima Puluh Kota 10 Ibid.

B. Tujuan Penulisan Berkaitan dengan rumusan masalah yang ada, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui pengelolaan Dana Desa di Nagari Koto Tuo Tahun 2015. 2) Untuk mengetahui kendala yang terdapat dalam pelaksanaan pengelolaan Dana Desa di Nagari Koto Tuo pada Tahun 2015. C. Manfaat Penilitian Berdasarkan permasalahan yang menjadi fokus penulisan dan tujuan yang hendak dicapai, maka penulisan ini memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan terutama berkaitan dengan pengelolaan Dana Desa Tahun 2015 pada Nagari Koto Tuo Kabupaten Lima Puluh kota. b. Untuk menambah perbendaharaan literatur dibidang hukum, khususnya hukum administrasi negara c. Sebagai bahan perbandingan bagi penelitian yang ingin mendalami masalah ini lebih lanjut 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini diharapakan menjadi sarana pengetahuan umum kepada masyarakat dalam hal pengelolaan dana desa yang diatur dalam

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang tujuannya kepada peningkatan ekonomi masyarakat desa b. Untuk memberikan pandangan kepada instansi yang bersangkutan, terkait pengelolaan dana desa. c. Penelitian ini juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana informasi bagi penelitian yang akan datang.