SARWIRINI. Seminar Kerjasama Badan Penanggulangan Narkotika Nasional dan Fakultas hukum Universitas Airlangga Surabaya, 24 September 2014

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. sebanyak orang dan WNA sebanyak 127 orang 1.

I. PENDAHULUAN. Narkotika selain berpengaruh pada fisik dan psikis pengguna, juga berdampak

persepsi atau mengakibatkan halusinasi 1. Penggunaan dalam dosis yang 2

BAB I PENDAHULUAN. sebagai negara hukum. Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Permasalahan mengenai penggunaan Narkotika semakin hari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana tidak

PENERAPAN ASAS ULTIMUM REMEDIUM DALAM RANGKA PERLINDUNGAN ANAK PECANDU NARKOTIKA

BAB II PERBEDAAN PUTUSAN REHABILITASI DAN PUTUSAN PIDANA PENJARA DALAM TINDAK PIDANA NARKOTIKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

SOSIALISASI INSTITUSI PENERIMA WAJIB LAPOR (IPWL) OLEH : AKBP AGUS MULYANA

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

Dalam Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009, sanksi bagi pelaku kejahatan narkoba adalah sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN. pengobatan dan pelayanan kesehatan. Namun, dengan semakin berkembangnya zaman, narkotika

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

PELANGGARAN HUKUM PAJAK YANG BERIMPLIKASI TINDAK PIDANA KORUPSI & UPAYA PENEGAKAN HUKUMNYA

RUMAH DUTA REVOLUSI MENTAL KOTA SEMARANG. Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

REHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 22/PID.B/2014/PN.

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB III PENUTUP. hukum ini, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

RESTORATIVE JUSTICE: Konsep, Implementasi, dan Kendalanya

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan bagi penggunanya dimana kecenderung akan selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. nasional, tetapi sekarang sudah menjadi masalah global (dunia). Pada era

ANALISIS YURIDIS PEMBATALAN VONIS REHABILITASI TERHADAP PECANDU NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

BAB I PENDAHULUAN. sosial dimana mereka tinggal.

: MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA YANG DILAKUKAN OLEH ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

20. PelaksanaanUU No.35/2009 tentangnarkotika. Pelatihan Outreach Worker Program Harm Reduction

BAB I PENDAHULUAN. yaitu masalah pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran tertentu 2. Topik

PENGATURAN DIVERSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DALAM PERSPEKTIF KEPENTINGAN TERBAIK ANAK

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan kemajuan teknologi. Adanya perkembangan dan kemajuan

I. PENDAHULUAN. Penyalahgunaan Narkotika sebagai suatu tindak pidana telah memunculkan

KEBIJAKAN NARKOTIKA, PECANDU DALAM SISTEM HUKUM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga

BAB 1 PENDAHULUAN. dirasakan semakin menunjukkan peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari

Eva Achjani Zulfa PUSANEV_BPHN

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap

BAB I PENDAHULUAN. terbendung lagi, maka ancaman dahsyat semakin mendekat 1. Peredaran

BAB II PENGATURAN TERHADAP PERLINDUNGAN HUKUM PECANDU NARKOTIKA. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan narkoba ataupun dalam penyalahgunaanya merupakan masalah. perkembangan tingkat peradaban umat manusia serta mempengaruhi

PELAKSANAAN SISTEM PEMIDAAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V PENUTUP. Penyalahguna magic mushroom dapat dikualifikasikan sebagai. golongan I sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

KEBIJAKAN REHABILITASI DAN PELAKSANAAN PADA PROSES PENEGAKAN HUKUM BAGI PECANDU NARKOTIKA (STUDI KASUS DI BADAN NARKOTIKA NASIONAL

Januari Juni Hafrida Fakultas Hukum, Universitas Jambi Kampus Pinang Masak, Mendalo Darat Jambi

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP KORBAN PECANDU NARKOBA DI INDONESIA Amrizal Siagian 1

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XV/2017 Pidana bagi Pemakai/Pengguna Narkotika

: UPAYA PERLINDUNGAN ANAK BERHADAPAN HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN ANAK FAKULTAS : HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA ABSTRAK

2017, No Mengingat : 1. Undang - Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 77, Tam

No II. anggota masyarakat yang telah berjasa mengungkap adanya tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika, perlu diberi landasan hukum ya

KEBIJAKAN NASIONAL P4GN

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP KORBAN PECANDU NARKOBA DI INDONESIA. AMRIZAL SIAGIAN 1 Dosen PPKn Universitas Pamulang 1.

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. bermanfaat bagi pengobatan, tetapi jika dikonsumsi secara berlebihan atau tidak. rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemidanaan terhadap Pecandu Narkotika merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 "... yang melindungi

BAB VI PENUTUP. penulis membuat kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah.

Harkristuti Harkrisnowo Direktur Jenderal HAM Kementrian Hukum dan HAM RI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia adalah negara berdasarkan UUD 1945 sebagai konstitusi

BAB I PENDAHULUAN. Internasional. Tidak mustahil peredaran narkotika yang sifatnya telah

BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan

BAB IV ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI KURIR NARKOTIKA. A. Sanksi Yang Dapat Dikenakan Kepada Anak Yang Menjadi Kurir

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan masyarakat secara wajar. Istilah narkoba muncul sekitar

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN TENTANG PELAKSANAAN WAJIB LAPOR PECANDU NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG

OLEH : Ni Ketut Arie Setiawati. A.A Gde Oka Parwata. Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Perlindungan Anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peredaran narkotika semakin mengkhawatirkan di Indonesia karena

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

Pasal RKUHP Analisis Permasalahan Rekomendasi Pengaturan Ancaman Pidana Berat dan Pidana Minimum dalam Perkara Pencurian

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa,

PERLINDUNGAN HUKUM terhadap PEKERJA ANAK dan PEREMPUAN. Sarwirini Fakultas Hukum Universitas Airlangga

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

Institute for Criminal Justice Reform

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

BAB I PENDAHULUAN. hakim di sidang pengadilan. Penegakan hukum ini diharapkan dapat menangkal. tersebut. Kejahatan narkotika (the drug trafficking

BUPATI BANGKA BARAT PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2015

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB III PENUTUP. penelitian ini, maka ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Bentuk perlindungan yang diberikan terhadap anak korban

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

REHABILITASI BAGI PENYALAHGUNA TINDAK PIDANA NARKOTIKA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

BUPATI JEMBER SALINAN PERATURAN BUPATI JEMBER NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini

PERATURAN BERSAMA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB V PENUTUP. 1. Urgensi Peran Penasihat Hukum dalam Mendampingi Terdakwa Kasus. Narkotika pada Proses Pemeriksaan di Pengadilan

Transkripsi:

RESTORATIVE JUSTICE SEBAGAI LANDASAN FILOSOFI REHABILITASI PENGGUNA NARKOTIKA (Implikasi Hasil Penelitian di Lapas Anak Blitar, Lapas Wanita Malang, Lapas Umum Porong, Lapas Narkotika Madiun, dan Lapas Umum Laki-Laki Tangerang) SARWIRINI Seminar Kerjasama Badan Penanggulangan Narkotika Nasional dan Fakultas hukum Universitas Airlangga Surabaya, 24 September 2014

UN TREATIES 1961 Convention on Narcotic Drugs 1971 Amandment of the 1961 Convention 1988 Vienna Convention Ungass 1998

UU No. 11 Th. 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Dasar Hukum UU No. 35/2009 tentang Narkotika Peraturan Pemerintah No. 40 Th 2013 tentang Pelaksanaan UU No.35 Th. 2009 tentang Narkotika Peraturan Pemerintah No. 25/2011 tentang Wajib Lapor Bagi Pecandu Narkotika Keputusan Menteri Kesehatan No.1305/Menkes/SK/VI/2011 tentang Intitusi Penerima wajib Lapor SEMA No. 03/2011 tentang Penempatan Pengguna/Pecandu Narkoba di Lembaga Rehabilitasi Medis dan Sosial UU N0. 23 Th. 2002 tentang Perlindungan Anak

Terminologi Yuridis-Normatif Pengguna Pecandu Penyalahguna Korban Penyalahguna

Latar Belakang Penguna Narkotika bukan pelaku Kejahatan Perspektif Crime Without Victim, spt pada Pelacuran karena Korbannya Menikmati Pengguna berpotensi menjadi pengedar, bahkan produsen/pedagang besar ( crime is learned ) Pengguna harus disembuhkan di rehabilitasi Saat ini Lapas bukan tempat kondusif utk pengguna/pecandu (tingkat hunian lapas overload, dan ada indikasi sbg pabrik ) Harus dicarikan solusi penyembuhannya

Pengaturannya dlm UU Narkotika Sanksi penal dan non penal (rehabilitasi) untuk pengguna diatur dlm BAB tentang Ketentuan Pidana Tidak ada penormaan yg jelas apa rehabilitasi merupakan bentuk pidana pokok tindakan (maatregel/treatment) atau pidana tambahan Tidak jelas penormaan sbg ultimum remedium & restorative justice sbg landasan rehabilitasi

Makna Rehabilitasi Rehabilitasi bukan sanksi (penal/non penal) Rehabilitasi sbg implikasi kegagalan sanksi pidana mencegah meningkatnya pengguna narkotika (Herbert L. Packer, 1968) Rehabilitasi sbg upaya penyembuhan korban sekaligus pemulihan bagi korban dan pihak-pihak terkait (rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial) Harus diatur penormaan dan mekanisme Rehabilitasi secara tegas & transparan guna menghindari berbagai kendala dlm pelaksanaannya

Manfaat putusan rehabilitasi bagi pecandu : Tertolong dari kondisi putus obat dan bahaya over dosis, juga untuk mengembalikan kemampuan mental, baik fisik maupun psikologis korban bisa dilakukan secara optimal Doktrin pemaksa yg efektif Reduction bagi pecandu: Demand Angka kejahatan dibidang napza bisa ditekan terutama timbulnya residivis

Aturan Rehabilitasi Di luar Ketentuan Pidana UU No. 35 Th. 2009 Pasal 54 Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Pasal 103 (1) Hakim yang memeriksa perkara Pecandu Narkotika dapat: a. memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika; atau

b. menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika. (2)Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi Pecandu Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperhitungkan sebagai masa menjalani

c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan Aturan Rehabilitasi dalam Ketentuan Pidana UU No. 35 Th. 2009 Pasal 127 (1) Setiap Penyalah Guna: a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun; b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan

pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun. (2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103. (3) Dalam hal Penyalah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalah Guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Kendala Pelaksanaan Rehabilitasi Konflik kewenangan antar aparat penegak hukum dan juga dengan petugas rehabilitasi Diskriminasi dalam pelaksanaannya Kurangnya dana dan tenaga ahli rehabilitasi yg kompeten Stigma masyarakat terhadap pengguna/ pecandu Sindikat/jaringan pengedar dan pedagang narkotika yg berupaya senantiasa intervensi untuk menggagalkan Rehabilitasi, baik terhadap korban maupun oknum aparat penegak hukum/petugas Rehabilitasi

Restorative Justice sbg landasan Filisofi Rehabiltasi Musyawarah untuk Mufakat (Kesepakatan) Prinsip2 RJ: - healing - respectful dialogue, - forgiveness, - responsibility, - apology, - making amends. Upaya internalisasi nilai-nilai Restorative Justice pada aparat penegak hukum dan petugas Rehabilitasi melalui: 1. Pelatihan 2. Pemahaman Kode Etik 3. Penegakan sanksi administrasi dan sanksi hukum

Dekriminalisasi dan/atau Depenalisasi Decriminalization: Perbuatan yang semula merupakan tindak pidana kemudian karena perkembangan masyarakat dikeluarkan dari hukum pidana artinya perbuatan tersebut tidak dianggap jahat lagi. Depenalization: Perbuatan yang dulunya diancam pidana, karena perkembangan masyarakat, ia dianggap bukan perbuatan yang diancam pidana lagi, tetapi sifat perbuatan masih dianggap jahat.

Kesimpulan dan Saran Reformulasi pengaturan rehabilitasi pengguna narkotika (dekriminalisasi/depenalisasi) Aktualisasi nilai-nilai restorative justice pada aparat penegak hukum dan petugas rehabilitasi dalam menerapkan rehabilitasi guna meminimalkan potensi kendala yang muncul, khususnya yang terkait dg konflik kepentingan atara para pihak Reformulasi Kebijakan Pendirian Lapas Narkotika yg diharapkan sekaligus dapat berperan sebagai tempat rehabilitasi narapidana yang pecandu

Sekian & Terima Kasih