RESTORATIVE JUSTICE SEBAGAI LANDASAN FILOSOFI REHABILITASI PENGGUNA NARKOTIKA (Implikasi Hasil Penelitian di Lapas Anak Blitar, Lapas Wanita Malang, Lapas Umum Porong, Lapas Narkotika Madiun, dan Lapas Umum Laki-Laki Tangerang) SARWIRINI Seminar Kerjasama Badan Penanggulangan Narkotika Nasional dan Fakultas hukum Universitas Airlangga Surabaya, 24 September 2014
UN TREATIES 1961 Convention on Narcotic Drugs 1971 Amandment of the 1961 Convention 1988 Vienna Convention Ungass 1998
UU No. 11 Th. 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Dasar Hukum UU No. 35/2009 tentang Narkotika Peraturan Pemerintah No. 40 Th 2013 tentang Pelaksanaan UU No.35 Th. 2009 tentang Narkotika Peraturan Pemerintah No. 25/2011 tentang Wajib Lapor Bagi Pecandu Narkotika Keputusan Menteri Kesehatan No.1305/Menkes/SK/VI/2011 tentang Intitusi Penerima wajib Lapor SEMA No. 03/2011 tentang Penempatan Pengguna/Pecandu Narkoba di Lembaga Rehabilitasi Medis dan Sosial UU N0. 23 Th. 2002 tentang Perlindungan Anak
Terminologi Yuridis-Normatif Pengguna Pecandu Penyalahguna Korban Penyalahguna
Latar Belakang Penguna Narkotika bukan pelaku Kejahatan Perspektif Crime Without Victim, spt pada Pelacuran karena Korbannya Menikmati Pengguna berpotensi menjadi pengedar, bahkan produsen/pedagang besar ( crime is learned ) Pengguna harus disembuhkan di rehabilitasi Saat ini Lapas bukan tempat kondusif utk pengguna/pecandu (tingkat hunian lapas overload, dan ada indikasi sbg pabrik ) Harus dicarikan solusi penyembuhannya
Pengaturannya dlm UU Narkotika Sanksi penal dan non penal (rehabilitasi) untuk pengguna diatur dlm BAB tentang Ketentuan Pidana Tidak ada penormaan yg jelas apa rehabilitasi merupakan bentuk pidana pokok tindakan (maatregel/treatment) atau pidana tambahan Tidak jelas penormaan sbg ultimum remedium & restorative justice sbg landasan rehabilitasi
Makna Rehabilitasi Rehabilitasi bukan sanksi (penal/non penal) Rehabilitasi sbg implikasi kegagalan sanksi pidana mencegah meningkatnya pengguna narkotika (Herbert L. Packer, 1968) Rehabilitasi sbg upaya penyembuhan korban sekaligus pemulihan bagi korban dan pihak-pihak terkait (rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial) Harus diatur penormaan dan mekanisme Rehabilitasi secara tegas & transparan guna menghindari berbagai kendala dlm pelaksanaannya
Manfaat putusan rehabilitasi bagi pecandu : Tertolong dari kondisi putus obat dan bahaya over dosis, juga untuk mengembalikan kemampuan mental, baik fisik maupun psikologis korban bisa dilakukan secara optimal Doktrin pemaksa yg efektif Reduction bagi pecandu: Demand Angka kejahatan dibidang napza bisa ditekan terutama timbulnya residivis
Aturan Rehabilitasi Di luar Ketentuan Pidana UU No. 35 Th. 2009 Pasal 54 Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Pasal 103 (1) Hakim yang memeriksa perkara Pecandu Narkotika dapat: a. memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika; atau
b. menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan dan/atau perawatan melalui rehabilitasi jika Pecandu Narkotika tersebut tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotika. (2)Masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi Pecandu Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperhitungkan sebagai masa menjalani
c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan Aturan Rehabilitasi dalam Ketentuan Pidana UU No. 35 Th. 2009 Pasal 127 (1) Setiap Penyalah Guna: a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun; b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun. (2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103. (3) Dalam hal Penyalah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika, Penyalah Guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.
Kendala Pelaksanaan Rehabilitasi Konflik kewenangan antar aparat penegak hukum dan juga dengan petugas rehabilitasi Diskriminasi dalam pelaksanaannya Kurangnya dana dan tenaga ahli rehabilitasi yg kompeten Stigma masyarakat terhadap pengguna/ pecandu Sindikat/jaringan pengedar dan pedagang narkotika yg berupaya senantiasa intervensi untuk menggagalkan Rehabilitasi, baik terhadap korban maupun oknum aparat penegak hukum/petugas Rehabilitasi
Restorative Justice sbg landasan Filisofi Rehabiltasi Musyawarah untuk Mufakat (Kesepakatan) Prinsip2 RJ: - healing - respectful dialogue, - forgiveness, - responsibility, - apology, - making amends. Upaya internalisasi nilai-nilai Restorative Justice pada aparat penegak hukum dan petugas Rehabilitasi melalui: 1. Pelatihan 2. Pemahaman Kode Etik 3. Penegakan sanksi administrasi dan sanksi hukum
Dekriminalisasi dan/atau Depenalisasi Decriminalization: Perbuatan yang semula merupakan tindak pidana kemudian karena perkembangan masyarakat dikeluarkan dari hukum pidana artinya perbuatan tersebut tidak dianggap jahat lagi. Depenalization: Perbuatan yang dulunya diancam pidana, karena perkembangan masyarakat, ia dianggap bukan perbuatan yang diancam pidana lagi, tetapi sifat perbuatan masih dianggap jahat.
Kesimpulan dan Saran Reformulasi pengaturan rehabilitasi pengguna narkotika (dekriminalisasi/depenalisasi) Aktualisasi nilai-nilai restorative justice pada aparat penegak hukum dan petugas rehabilitasi dalam menerapkan rehabilitasi guna meminimalkan potensi kendala yang muncul, khususnya yang terkait dg konflik kepentingan atara para pihak Reformulasi Kebijakan Pendirian Lapas Narkotika yg diharapkan sekaligus dapat berperan sebagai tempat rehabilitasi narapidana yang pecandu
Sekian & Terima Kasih