BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gempa merupakan fenomena alam yang harus diterima sebagai fact of life. Karena itu gempa bumi tidak mungkin untuk dicegah ataupun diprediksi dengan tepat kapan akan terjadi dan dimana lokasi dan berapa besar magnitude gempa tersebut akan terjadi. Oleh karena itu yang dapat dilakukan adalah memperkecil atau mengurangi dampak dari gempa tersebut. Sebagai perencana, seorang ahli struktur harus mengetahui perilaku struktur dengan dasar-dasar pengetahuan dalam statika, dinamika, mekanika bahan, dan analisa struktur untuk menghasilkan suatu struktur yang ekonomis dan aman, selama masa layannya. Semakin berkembangnya segala kebutuhan manusia maka dunia konstruksi pun turut berubah. Perubahan ini ditujukan agar dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk mampu memenuhi kebutuhan tersebut maka seorang ahli struktur harus memikirkan bagaimana cara agar bangunan tetap aman selama masa layan bangunan. Namun, beberapa dari kriteria dan persyaratan dari sebuah bangunan tersebut sering terabaikan. Contohnya gedung-gedung tinggi yang bertipe gedung perkantoran, hotel, atau apartemen, khususnya di kota-kota besar, pada umumnya mempunyai lobi yang berada di lantai dasar dengan desain yang lebih luas dibandingkan dengan lantai di atasnya.
Ciri-ciri lantai lobi/parkir adalah: 1. Tinggi pada lantai lobi/parkir umumnya lebih besar daripada lantai tipikal di atasnya. Arsitek biasanya menginginkan hal ini agar ruangan lobi terlihat lebih besar, luas, dan megah. 2. Karena ingin luas, maka di lantai lobi, penggunaan dinding bata relatif lebih sedikit daripada di lantai-lantai atas yang memang membutuhkan dinding- dinding sekat antar ruangan. Gambar 1.1 Gedung dengan bukaan pada lantai bawah Akibat dari penggunaan tembok atau dinding penutup pada bagian dasar bangunan yang minim akan sangat berpengaruh pada gaya gempa. Ketika terjadi gempa, timbul pergerakan lateral pada tanah sehingga lantai di atas yang lebih berat merespon gaya lateral yang lebih besar. Karena kolom bawah lebih lemah, maka terjadi keruntuhan pada kolom bawah (soft-storey mechanism). Dan seperti yang telah diketahui bahwa tujuan utama sebuah kolom adalah memikul gaya aksial desak yang terjadi pada batang. Kolom juga merupakan komponen struktur yang menopang balok, lantai, serta seluruh beban di lantai tersebut serta lantai-lantai di atasnya.
Sedangkan balok adalah komponen struktur yang menopang dan mendistribusikan beban-beban di lantai tersebut menuju kolom-kolom. Selain terjadi pada kolom lantai dasar, soft story juga bisa terdapat pada tingkat atas. Seperti terlihat pada gambar 1.2 terjadi kegagalan soft story pada kolom lantai lunak. Mekanisme keruntuhan yang terjadi apabila lantai lunak di tingkat atas sama dengan keruntuhan yang terjadi apabila lantai lunak terjadi pada lantai dasar. Akan tetapi, ketika terjadi soft story mechanisme, lantai di bawah tingkat lunak tersebut hanya mengalami pergerakan lateral yang kecil bila dibandingkan dengan pergerakan lateral tingkat lunak. Gambar 1.2 Kegagalan soft story (Sumber : Earthquake Resistant Design Of Steel Structures) Masalah lain yang sering terjadi adalah terdapat pada pondasi yang didesain mampu memikul momen beralih menjadi desain yang tidak mampu memikul momen ataupun sebaliknya. Hal ini mengakibatkan bagian kolom atas banyak menerima momen melebihi yang direncanakan.
Gambar 1.3 Tumpuan didesain jepit berubah menjadi desain sendi. Bangunan dengan perilaku soft story tidak memenuhi kaidah kolom kuat balok lemah. Struktur gedung harus memenuhi persyaratan kolom kuat balok lemah, artinya ketika struktur gedung memikul pengaruh gempa rencana, senditersebut hanya boleh terjadi pada ujung-ujung sendi plastis di dalam struktur gedung balok dan pada kaki kolom dan kaki dinding geser saja. (SNI 03-1726-2002) Untuk mencapai persyaratan kolom kuat balok lemah tersebut maka struktur gedung harus daktail. Tingkat daktilitas ini diharapkan terjamin dan baik. Daktilitas adalah kemampuan struktur atau komponennya untuk melakukan deformasi inelastis bolak-balik balik berulang di luar batas titik leleh pertama, sambil mempertahankan sejumlah besar kemampuan daya dukung bebannya. (SNI 03-1729- 2002). Untuk mendapatkan bangunan yang tidak berperilaku soft story maka : 1. Lantai yang dianggap lunak sebaiknya kekakuan kolomnya agak dilebihkan. Kekakuan ini dimaksudkan agar pergerakkannya dapat dibatasi. Kekakuan struktur dapat diukur dari besarnya simpangan antar lantai bangunan, semakin kecil simpangan struktur maka bangunan tersebut akan semakin kaku Berbicara
kekakuan artinya kita berbicara tentang variabel E, I, dan L. Menaikkan E berarti meninggikan mutu beton, hal ini relatif jarang dilakukan jika hanya mau meningkatkan kekauan satu lantai saja. Mengurangi nilai L (tinggi antar lantai) juga sulit dilakukan karena tinggi lantai yang sudah ditentukan oleh arsitek biasanya tidak bisa diubah lagi. Yang paling mungkin adalah menambah momen inersia, I, yaitu dengan memperbesar ukuran kolom. Hal ini memang membutuhkan koordinasi dengan pihak arsitek. 2. Yang paling ideal adalah, kekakuan dinding bata juga sebaiknya dimasukkan ke dalam perhitungan. Akan tetapi di Indonesia khususnya, belum ada pedoman mengenai hal ini, apalagi dalam perencanaan bangunan tahan gempa. Sebenarnya boleh saja kita tidak memasukkan kekauan dinding bata ke dalam perhitungan, akan tetapi hal ini berarti dalam pelaksanaannya nanti dinding bata tersebut harus terlepas (tidak diikat) dari struktur utama. Hal ini tentu sangat berbahaya karena dinding tersebut sewaktu-watu bisa rubuh dan menimpa orang yang ada di dekatnya. 3. Jika pondasinya tidak didesain untuk menahan momen, sebaiknya tidak menggunakan tumpuan jepit. 1.2 Perumusan Masalah Sebagai sarana kebutuhan hidup, maka suatu bangunan dituntut dapat memberikan keamanan dan kenyamanan bagi setiap penggunaan bangunan. Keamanan ini meliputi terhindarnya bangunan dari keruntuhan struktur, terkhususnya akibat pengaruh dari gaya gempa. Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa bangunan akan runtuh bila tercapai mekanisme keruntuhan, yaitu
terbentuknya sejumlah sendi-sendi plastis pada kolom. Oleh karena itu maka diperlukan desain atau dimensi kolom dengan kekakuan yang lebih besar daripada balok ataupun dari kolom yang di atasnya yang bukan lantai lunak (soft story). Kolom yang digunakan merupakan baja. 1.3 Tujuan Tujuan dari pembahasan masalah ini adalah untuk mendapatkan desain pada lantai yang tergolong soft story agar memiliki kekakuan yang lebih besar dibandingkan dengan tigkat di atas yang tidak merupakan kelompok soft story. Hal ini juga ditujukan agar tercapai keamanan dan kenyamanan pada setiap penggunaan bangunan tersebut pada daerah gempa rencana. 1.4 Batasan Masalah antara lain: Pada tugas akhir ini penulis membatasi permasalahan yang akan dibahas 1. Gedung direncanakan seperti pada gambar 1.4 dengan lantai 1 sebagai lantai lemah dengan tinggi 6 m, sedangkan lantai lain masing-masing 4 m. 2. Kolom dan balok pada gedung menggunakan profil WF berdasarkan pembebanan yang direncanakan. 3. Pengaruh dinding pengisi diperhitungkan sebagai perbandingan dengan gedung tanpa dinding pengisi pada lantai lunak. 4. Gempa rencana sesuai dengan Peta Hazard Gempa Indonesia 2010, SNI 2010 yang kemudian dihitung dengan Program SAP 2000. 5. Analisa gempa dilakukan dengan analisa beban dorong statik (pushover).
(a) (b) Gambar 1.4 (a) Potongan dan (b) denah bangunan (Sumber : Autocad 2007) 1.5 Metodologi Penulisan Adapun metode yang akan digunakan dalam penulisan ini adalah sesuai dengan perencanaan yang terdapat pada buku-buku yang menjadi panduan utama dan juga sebagai acuan dalam mengerjakan pendimensian kolom. Selain dengan bukubuku tersebut, dalam perencanaan ini, masukan-masukan dari dosen pembimbing dan dosen yang mengajarkan matakuliah yang bersangkutan juga sangat bermanfaat.