PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI BELLS PALSY DEXTRA DENGAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Modern ini banyak masyarakat menggunakan alat transportasi

A. Latar Belakang Masalah. diketahui,tanpa adanya kelainan neurologic lain. Pada sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. menentukan karakter atau cirikas dari orang satu dan orang lainya. Isi hati

Definisi Bell s palsy

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL SPALSYDEXTRA

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual

DEWI TRI MAULITA J

PERBEDAAN TERAPI MICRO WAVE DIATHERMY

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA BELLS PALSY DEXTRA DI RSAL. DR.RAMELAN SURABAYA

Disusun oleh: RUSTRIA IKA PURWANINGSIH J Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELLS PALSY SINISTRA DI RSU PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA KARYA TULIS ILMIAH

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI BELL S PALSY DEXTRA DI RSUD dr. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN

PROSES ASUHAN FISIOTERAPI PADA KONDISI BELL S PALSY SINISTRA DI RSAL. DR.RAMELAN SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan. kemajuan teknologi saat ini, diharapkan dapat mewujudkan

PARALISIS BELL. Pendahuluan

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL S PALSY DI RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI BELL S PALSY SINISTRA DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL S PALSY DEXTRA DI RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL S PALSY DEXTRA DI RST dr. SOEDJONO MAGELANG

NASKAH PUBLIKASI PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI BELL S PALSY DEXTRA DI RSUD SALATIGA

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL S PALSY DEXTRA DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bells Palsy adalah kelumpuhan atau kerusakan pada nervus facialis

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA BELL S PALSY SINISTRA DI RSUD SRAGEN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELLS PALSY SINISTRA DI RSU PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

Naskah Publikasi. Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI BELL S PALSY DEXTRA DI RSAL Dr. RAMELAN SURABAYA

AKADEMI FISIOTERAPI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

MANFAAT TERAPI MANIPULASI SARAF FASIALIS UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL OTOT-OTOT WAJAH PADA PENDERITA BELL S PALSY

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL S PALSY DEXTRA DI RST. dr. SOEDJONO MAGELANG

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL S PALSY SINISTRA DI RSU AISYIYAH PONOROGO

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009,

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL S PALSY DEXTRA DI RSU PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL S PALSY DEXTRA DI RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA CAPSULITIS ADHESIVA DEXTRA DI RUMKITAL dr. RAMELAN SURABAYA

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS KNEE DEXTRA DI RSUD KOTA SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. Brachial Plexus (pleksus brachialis) adalah pleksus saraf somatik yang

BAB 11 KELUMPUHAN OTOT WAJAH

Oleh : J FAKULTAS

Bell s palsy. Dr Nurdjaman Nurimaba Sp.S(K) Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK UNPAD - RSHS

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL SPALSYDEXTRA

BAB I PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya pusat rehabilitasi di Surakarta menuntut pengetahuan lebih

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KASUS HEMIPARESE POST STROKE NON HEMORAGE DEXTRA DI RSUD SRAGEN

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: AYUDIA SEKAR PUTRI J

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN STROKE HEMORAGE DEXTRA DI RSUD PANDANARANG BOYOLALI

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PASIEN DENGAN BELL S PALSY SINISTRA DI RSUD SUKOHARJO

PENGARUH PENAMBAHAN MANIPULASI SARAF FASIALIS PADA TERAPI LATIHAN TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN FUNGSIONAL BELL S PALSY SKRIPSI NASKAH PUBLIKASI

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS BELL S PALSY SINISTRA DI RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO

PELAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS TRISMUS TEMPOROMANDIBULA JOINT SINISTRA DI RSUD SALATIGA

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN PASKA STROKE NON HEMORAGIK DEKSTRA STADIUM AKUT

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI LOW BACK PAIN ET CAUSA MYOGENIK DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA PASIEN PASKA STROKE HEMORAGE DEXTRA STADIUM RECOVERY

BAB I PENDAHULUAN. yang penyebabnya adalah virus. Salah satunya adalah flu, tetapi penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesehatan (promotive), pencegahan penyakit (preventive),

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI CAPSULITIS ADHESIVA DEXTRA DENGAN MODALITAS SHORT WAVE DIATHERMI DAN TERAPI LATIHAN DI RSUD SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA LOW BACK PAIN MIOGENIK DI RST. Dr. SOEJONO MAGELANG

BAB I PENDAHULUAN. Bell s palsy adalah paralisis saraf fasial unilateral akut yang

BAB I PENDAHULUAN. Aktivitas tersebut antara lain memasak, mencuci, menulis, mengetik, dan

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. penelitian, ditemukan bahwa nyeri punggung bawah mengenai kira-kira %

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. kesehatan yang optimal, maka diperlukan kemauan dan kemampuan akan kesehatan

PENATALAKSANAAN SINAR INFRA MERAH DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS GENU BILATERAL DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. dimana dijumpai beraneka ragam jenis keluhan antara lain gangguan neuromuskular,

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan masyarakat yang optimal sesuai dengan Undang-Undang No. 23

REHABILITASI STROKE FASE AKUT

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan definisi fisioterapi yaitu suatu upaya kesehatan professional yang. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam keluhan dan gangguan. Hal ini terjadi karena kurangnya

BAB I PENDAHULUAN. Osteoartritis (OA) penyakit sendi degeneratif atau artritis hipertropi.

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI FROZEN SHOULDER CAPSULITIS ADHESIVE DEXTRA DI RST DR. SOEDJONO MAGELANG

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS FRAKTUR FEMUR 1/3 PROXIMAL DEXTRA DI PUSKESMAS KARTASURA

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan diarahkan guna mencapai kesadaran, kemauan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan taraf hidup dan umur harapan hidup. Namun peningkatan umur

BAB I PENDAHULUAN. bisa bertambah dengan munculnya kelemahan otot quadriceps dan atropi otot.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peran fisioterapi memberikan layanan kepada individu atau kelompok

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan dan efisiensi. Dengan kata lain, harus memiliki kontrol yang

KARYA TULIS ILMIAH. PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI OSTEOARTHRITIS KNEE SINISTRA DI RSAL Dr. RAMELAN SURABAYA

BAB 1 PENDAHULUAN. memulihkan fungsi fisik secara optimal(journal The American Physical

BAB I PENDAHULUAN. Untuk itu peran serta masyarakat sangat diperlukan dalam rangka menciptakan. A. Latar Belakang Masalah

PENATALAKSANAAN INFRA MERAH, MASSAGE DAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST ORIF CLOSED FRAKTUR ANTEBRACHII DEXTRA DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Oleh: ARIF FI AM J KARYA TULIS ILMIAH

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI CERVICAL ROOT SYNDROME DENGAN MODALITAS IR, & TERAPI LATIHAN DI RSAL Dr. RAMELAN SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. umum dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus pembunuh nomor tiga di dunia. Stroke menjadi salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. sering di gunakan. Masalah pada pergelangan tangan sering dialami karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau

BAB I PENDAHULUAN. atau permukaan rawan sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan

KARYA TULIS ILMIAH. Disusun oleh: ILSA ROVIATIN AGUSTINA J Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI CARPAL TUNNEL SYNDROM DENGAN MODALITAS ULTRASOUND DAN TERAPI LATIHAN. DI RS.AL.dr.RAMELAN. SURABAYA.

BAB I PENDAHULUAN. nyeri tak tertahankan, mempengaruhi tangan, punggung, leher, lengan, bahkan

SINDROMA GUILLAINBARRE

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat, berpengaruh

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI CARPAL TUNNEL SYNDROME DEXTRA. DI RSAL Dr. RAMELAN SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. merupakan keadaan dinamis dan dapat ditingkatkan sehingga manusia dapat

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang secara menyeluruh. Termasuk pembangunan di bidang kesehatan.

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi otak, medulla spinalis, saraf perifer dan otot.

KARYA TULIS ILMIAH PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA ISCHIALGIA DEKSTRA DI RSAL DR RAMELAN SURABAYA

Hasil Evaluasi Nyeri Tekan Menggunakan Skala VDS

PROSEDUR DIAGNOSIS KUSTA

BEDA PENGARUH TERAPI INFRA RED DENGAN PARAFFIN BATH TERHADAP PENGURANGAN NYERI AKIBAT REMATOID ARTRITIS JARI-JARI TANGAN

Penyebab, gejala dan cara mencegah polio Friday, 04 March :26. Pengertian Polio

Transkripsi:

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI BELLS PALSY DEXTRA DENGAN MODALITAS INFRA RED, ELECTRICAL STIMULATION DAN MIRROR EXERCISE DI RST Dr. SOEDJONO MAGELANG NASKAH PUBLIKASI Oleh : NURUL AYU AKBARWATI J 100 100 014 PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI BELLS PALSY DEXTRA DENGAN MODALITAS INFRA RED, ELECTRICAL STIMULATION DAN MIRROR EXERCISE DI RST Dr.SOEDJONO MAGELANG ( Nurul Ayu Akbarwati, 2013, 47 halaman ) ABSTRAK Latar Belakang : Istilah Bell s palsy biasanya digunakan untuk kelumpuhan nervus VII jenis perifer yang timbul secara akut, yang penyebabnya belum diketahui dan tanpa adanya kelainan neurologic lain. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih sering terjadi pada umur 20-50 tahun. Pada kasus ini modalitas yang diberikan adalah infra red dan electrical stimulation, serta terapi latihan berupa mirror exercise. Tujuan : Untuk mengetahui pelaksanaan fisioterapi dalam mengembalikan fungsi sensorik wajah, peningkatan kemampuan fungsional dan kekuatan otot -otot wajah pada kondisi Bell s Palsy dengan menggunakan modalitas Infra merah, Electrical stimulation arus faradik, dan terapi latihan dengan menggunakan mirror exercise. Hasil : Setelah dilakukan terapi selama enam kali didapatkan hasil penilaian kekuatan otot pada wajah M. Frontalis, M. Zygomatikus, M. Orbicularis Oris, M. Risorius, M. Bucinator T1 : 1, menjadi T6 : 5, sedangkan M. Orbicularis Okuli T1 : 3 menjadi T6 : 5, adanya peningkatan fungsional otot wajah T1 : 46, menjadi T6 : 100. Kesimpulan : Dapat dsisimpulkan bahwa aplikasi modalitas fisioterapi berupa infra red, electrical stimulation dan terapi latihan berupa mirror exercise dapat membantu proses penyembuhan pada kondisi bell s palsy sekaligus dapat mencegah komplikasi lain yang dapat memperburuk keadaan pasien. Infra red bermanfaat untuk menutrisi jaringan supaya lebih baik sehingga sifat-sifat fisiologis jaringan terjaga, manfaat electrical stimulation untuk menstimulasi otot wajah dan untuk mencegah/memperlambat terjadi atrofi, dengan faradisasi yang bertujuan untuk menstimulasi otot, melatih fungsi otot baru, meningkatkan sirkulasi serta mencegah/meregangkan perlengketan, manfaat mirror excercise merupakan salah satu bentuk terapi latihan yang dapat memberikan efek biofeedback yang didapatkan dari terapi latihan dengan menggunakan cermin. Kata kunci : Bell s palsy, Infra Red, Electrical Stimulation, dan terapi latihan mirror exercise.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bell s palsy (kelumpuhan bell) biasanya digunakan untuk kelumpuhan nervus VII jenis perifer yang timbul secara akut, yang penyebabnya belum diketahui,tanpa adanya kelainan neurologic lain. Pada sebagian besar penderita Bell s palsy kelumpuhannya akan menyembuh, namun pada beberapa dia ntara mereka kelumpuhannya sembuh dengan meninggalkan gejala sisa. Gejala sisa ini dapat berupa kontraktur, sinkinesisia atau spasme spontan (Lumbantobing, 2006). Bell s palsy merupakan paralisis fasialis LMN unilateral idiopatik. Paralisis ini dihubungkan dengan fenomena infeksi virus atau pasca infeksi virus, dengan beberapa bukti yang secara spesifik menunjukkan ke terlibatan virus herpes simplek. Onsetnya cepat, dalam jam atau hari, dan mungkin terdapat nyeri pada atau dibagian belakang telinga (Ginsberg, 2007). Paralisis Bell (Bell s Palsy) atau prosoplegia adalah kelumpuhan nervus fasialis perifer, terjadi secara akut dan penyebabnya tidak dketahui atau tidak menyertai penyakit lain yang dapat menga kibatkan lesi nervus fasialis (Harsono, 1996). Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun demikian lebih sering terjadi pada umur 20-50 tahun. Peluang untuk terjadinya bell s palsy pada laki-laki sama dengan pada wanita. Pada kehamilan trimester ketiga dan 2 minggu pasca

persalinan kemungkinan timbulnya bell s palsy lebih tinggi dari pada wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat ( Harsono, 1996 ). Dalam penulisan proposal karya tulis ini, teknologi fisioterapi yang akan digunakan oleh penulis untuk mengatasi bell s palsy berupa infra red (IR), Electrical Stimula ton (ES), dan mirror exercise. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penulisan proposal karya tulis ilmiah ini yaitu, apakah pemberian infra red (IR), Electrical Stimulation (ES), dan terapi latihan dengan mirror excercise dapat mengembalikan fungsi dan kekuatan otot -otot wajah pada kondisi bell s palsy? C. Tujuan Penulisan Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan karya tulis ilmiah ini sesuai dengan rumusan masalah yaitu, untuk mengetahui manfaat dari infra red (IR), Elektrical Stimulation (ES), dan terapi latihan dengan mirror exercise dalam mengembalikan fungsi otot wajah pada kondisi bell s palsy.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Kasus Bell s palsy adalah lesi pada nervus VII (nervus fasialis) perifer, yang mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah, bersifat akut dimana penyebabnya tidak diketahui dengan pasti (idiopatik) (Thamrinsyam, 1991). Para ahli menyebutkan bahwa pada Bell s palsy terjadi proses inflamasi akut pada nervus fasialis didaerah tulang temporal disekitar foramen stilomastoideus. Bell s palsy ini hampir selalu menjadi unilateral. Namun demikian dalam waktu satu minggu atau lebih dapt terjadi paralisis bilateral (Harsono, 1996). Bell s palsy suatu kelainan lazim nervus facialis yang sebabnya tidak diketahui (kemungkinan virus ). Mulainya tiba-tiba, dan berlanjut dalam beberapa hari. Untuk lesi tidak lengkap akan ada penyembuhan bertingkat dalam 3 sampai 6 minggu. Selama penyembuhan, nervus ini mungkin beregenerasi menyimpang, sehingga glandula selivaria atau lacrimalis disarafi oleh bagian motorik nervus ini, yang menyebabkan pengeluaran air mata dan saliva yang tidak tepat saat otot yang disarafi nervus facialis dipergunakan (air mata buaya). Regenerasi menyimpang dalam susunan motorik nervus ini bisa menyebabkan fenomena seperti mata tertutup saat pasien mencoba mempergunakan otot wajah bawah, seperti dalam tersenyum.

BAB III PELAKSANAAN STUDI KASUS Pasien bernama Ny. Hartati, umur 36 tahun, jenis kelamin : perempuan, agama Islam, pekerjaan : wiraswasta, dan alamat : Pajangan Rt 04 Rw 02 Pirikan Secang Magelang dengan diagnosis bell s palsy. Pasien merasakan ada perbedaan pada sisi kanan dan kiri wajahnya dan kesulitan untuk berbicara, berkumur, tersenyum dan menutup mata. Dari pemeriksaan didapat adanya perbedaan tonus otot wajah sisi kanan dan kiri. Sisi kanan yang mengalami bell s palsy tonus otot lebih lemah, sedangkan yang kiri lebih kuat, suhu wajah relatif sama antara sisi kanan dan kiri, dan tidak terdapat nyeri tekan bagian belakang telinga. Pasien mengupayakan untuk menghindari kontak langsung dengan angin atau udara dingin pada daerah wajahnya, saat naik kendaraan diupayakan menutup daerah wajah dan telinga dengan sapu tangan atau menggunakan helm full face dengan kaca dibiarkan tertutup, dan pasien dianjurkan untuk melakukan latihan gerakan otot-otot wajah di depan cermin seperti latihan yang telah diberikan fisioterapis. Modalitas yang diterapkan pada kasus ini yaitu dengan menggunakan modalitas infra red, electrical stimulation dan terapi latihan dengan mirror exercise.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Hasil evaluasi kemampuan otot wajah dengan MMT otot wajah Tabel Evaluasi MMT otot wajah T 1 -T 6 Gerakan T 1 T 2 T 3 T 4 T 5 T 6 M. Frontalis 1 1 3 3 5 5 M. Orbicularis Okuli 3 3 3 3 3 5 M. Zygomatikus 1 3 3 3 3 5 M. Orbicularis Oris 1 1 3 3 3 5 M. Risorius 1 3 3 3 3 5 M. Bucinator 1 1 1 3 3 5 2.Hasil evaluasi kemampuan fungsional dengan skala Ugo Fisch Tabel Hasil evaluasi skala ugo fisch T 1 -T 6 Posisi Wajah T 1 T2 T3 T4 T5 T6 Istirahat/Diam 6 6 14 14 20 20 Mengerutkan dahi 7 10 10 10 10 10 Menutup mata 21 21 21 21 30 30 Tersenyum 9 9 9 21 21 30 Bersiul/ Mecucu 3 3 3 7 7 10 Jumlah 46 49 57 73 88 100

3. Evaluasi rasa tebal-tebal dengan Tes Sensabilitas Tabel Hasil evaluasi tes sensibilitas T 1 -T 6 SENSASI Sentuhan ringan Temperatur Sentuhan Rasa kasar Sentuhan Rasa halus Menurun Menurun Menurun Menurun Penillaian T 1 T 2 T 3 T 4 T 5 T 6 Menurun Menurun Sentuhan rasa tumpul Sentuhan rasa tajam Diskriminasi 2 titik B. Pembahasan Dengan sedikit gambaran dari permasalahan bell s palsy tersebut, Setelah dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, didapatkan permasalahan fisioterapi yaitu, (1) kelemahan otot wajah sisi kanan, (2) adanya penurunan sensibilitas,(3) adanya gangguan fungsi yang melibatkan otot wajah seperti mengerutkan dahi, menutup mata, tersenyum, berkumur, minum, dan juga gangguan ekspresi wajah, (4) adanya penurunan rasa percaya diri saat bergaul di lingkungan masyarakat karena adanya gangguan ekspresi wajah. Dari hasil yang dicapai dengan pemberian terapi infra red, electrical stimulation dan terapi latihan dengan mirror exercise pada bell s palsy dextra ini

dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang mendukung keberhasilan terapi yang dilaksanakan berasal dari faktor terapis, dan faktor dari pasien itu sendiri. Adapun faktor dari terapis antara lain dari tingkat pengetahuan tentang bell s palsy yang meliputi proses patologi sampai penatalaksanaan terapi, kemampuan terapis dalam memilih modalitas terapi dan melaksanakan program terapi dan pemberian edukasi yang je las dan benar kepada pasien. Dalam kasus ini salah satu modalitas fisioterapi yang dilaksanakan adalah dengan infra red, electrical stimulation dan terapi latihan dengan mirror excercise sebagai pilihan terapi. Manfaat dari infra red sendiri yaitu untuk meningkatkan sirkulasi darah yang diikuti meningkatnya proses metabolisme pada lapisan superficial kulit supaya pemberian oksigen dan nutrisi kepada jaringan lebih diperbaiki sehingga sifat-sifat fisiologis jaringan terjaga (Sujatno, 2002). Manfaat pemberia n stimulasi listrik untuk menstimulasi otot wajah dan untuk mencegah/memperlambat terjadi atrofi, dengan faradisasi yang bertujuan untuk menstimulasi otot, reedukasi dari aksi otot, melatih fungsi otot baru, meningkatkan sirkulasi serta mencegah/meregangka n perlengketan. Sedangkan mirror excercise merupakan salah satu bentuk terapi latihan yang dapat memberikan efek biofeedback yang didapatkan dari terapi latihan dengan menggunakan cermin. Faktor dari pasien sendiri, yaitu dukungan pasien terhadap program terapi yang telah ditetapkan mampu memberikan hasil sesuai yang diharapkan. Pasien datang sesuai program terapi yaitu 6 kali terapi selama 1 minggu yang dilakukan diperoleh data bahwa home program dan edukasi.

Berdasarkan hasil tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa aplikasi modalitas fisioterapi berupa infra red, electrical stimulation dan terapi latihan berupa mirror exercise dapat membantu proses penyembuhan pada kondisi Bell s palsy sekaligus dapat mencegah komplikasi lain yang dapat memperburuk keadaan pasien.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Dalam uraian terdahulu, mulai dari penyebab, perjalanan penyakit sampai pelaksanaaan terapi dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Bell s palsy merupakan kelumpuhan saraf fasialis jenis perifer yang timbul secara akut, tanpa disertai dengan kelainan neurologik lain dan penyebabnya belum diketahui secara pasti (idiopatik). Bell s palsy biasanya terjadi secara mendadak, dan pasien baru menyadari adanya kelumpuhan wajahnya pada saat bangun tidur kemudian pasien bercermin dan terlihat mulut jadi mencong dan saat pasien berkumur, air tumpah dari sisi yang lesi (kanan), disamping itu diikuti dengan rasa baal/kebas di wajah, air mata tidak dapat dikontrol dan sudut mata turun. Selain itu, tanda lainnya adalah kehilangan refleks konjungtiva sehingga tidak dapat menutup mata, pada vase akut rasa sakit pada telinga terutama di belakang telinga, sudut mulut turun, sulit untuk berbicara. Meski namanya unik, penyakit ini akan mengganggu secara estetika. Artinya muka yang terlihat cantik dan bagus di depan kaca itu tidak terjadi dengan sendirinya. Karena, bila salah satu saja syarafnya minta istiraha t, maka proporsi wajah menjadi tidak seimbang. Jika tidak ditangani maka akan terjadi kecacatan dengan muka mencong kesalah satu sisi/perot, dilihat dari segi kosmetikam ini berarti menjadi suatu permasalahan. permasalahan diatas adanya kelumpuhan pada saraf fasialis juga menimbulkan beberapa permasalahan lain seperti: (1)

kelemahan otot wajah sisi kanan, (2) adanya penurunan sensibilitas, (3) adanya gangguan aktivitas fungsional yang menggunakan otot-otot wajah. Modalitas fisioterapi yang dapat diberikan pada kondisi ini antara lain: infra red, electrical stimulation dan terapi latihan mirror exercise sebagi pilihan terapi yang dilakukan selama 6 kali terapi. Dari uraian pembahasan pada bab IV tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa dengan aplikasi infra red, electrical stimulation dan mirror exercise dapat membantu mempercepat proses penyembuhan pada Bell s palsy dextra ini. Dalam pelaksanaan terapi, selain kondisi modalitas yang digunakan, pengetahuan dan keterampilan fisioterapis memegang peranan penting terhadap keberhasilan program terapi. Fisioterapi merupakan salah satu pilihan terapi dari sekian banyak terapi yang bisa diberikan pada kondisi ini. Prinsip dasar dari pemberian fisioterapi adalah untuk menyelesaikan masalah yang muncul dari titik terendah bahkan sampai menghilang permasalahan. B. Saran Bell s palsy merupakan kasus kelumpuhan saraf perifer yang paling sering terjadi diantara kelumpuhan saraf perifer lainnya, untuk itu perlu adanya perhatian dari fisioterapi agar permasalahan-permasalahan yang muncul pada kondisi bell s palsy ini dapat diselesaikan dengan modalitas fisioterapi yang ada. Proses identifikasi dan interprestasi masalah yang dilakukan dengan baik bisa memberikan intervensi yang sesuai dengan permasalahan yang ada pada bell s palsy. Agar tujuan dari program terapi dapat tercapai secara optimal, maka sangat

diperlukan dukungan dari semua pihak baik keluarga maupun petugas kesehatan untuk membantu proses kesembuhan pasien tersebut. Untuk mewujudkan hal tersebut saran yang dapat penulis berikan pada pasien, keluarga dan pembaca antara lain : Saran kepada penderita, yaitu bagi penderita diharapkan kerjasama yang baik dengan terapis selama proses terapi berlangsung. Pasien diharapkan tetap selalu rutin menjalani program-program terapi yang telah diberikan dan ditentukan serta tetap menjalani home program seperti yang telah diedukasikan oleh fisioterapis. Kepada keluarga hendaknya selalu memberikan motivasi kepada pasien untuk latihan dan membantu dalam proses latihan. Dengan kerjasama yang baik antara terapis, pasien dan keluarga pasien diharapka n akan dapat tercapai keberhasilan terapi. Saran kepada pembaca, yaitu apabila sekiranya pembaca mendapati suatu kondisi seperti yang telah dipaparkan oleh penulis pada Karya Tulis Ilmiah ini, maka diharapkan untuk segera memeriksakan diri ke dokter atau rumah sakit terdekat untuk mengikuti program fisioterapi selama ditambah pemberian sejumlah obat dan vitamin. Jika penyakit ini tidak segera ditangani, maka dapat menimbulkan komplikasi lebih lanjut terutama pada bagian mata karena akan terjadi iritasi pada mata dan otomatis penglihatanpun terganggu. Penyakit ini tidak akan memicu penyakit lainnya.

DAFTAR PUSTAKA Bahrudin M. 2011. Pemeriksaan Klinis di Bidang Penyakit Syaraf. Malang: AMM Press. Ginsberg Lionel. 2007. Lecture Notes Neurologi. Jakarta: Erlangga. Hamid Tamrinsyam.1991.Bell s Palsy Beberapa Kontroversi. Surabaya: FK UNAIR. Lumbantobing S.M. 1998. Neurologi Klinis Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Trisnowiyanto Bambang. 2012. Instrumen Pemeriksaan Fisioterapi Dan Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika. Putz Reinhard dan Pabst Reinhard. 2000. Sobotta Atlas Anatomi Manusia. Edisi Ke-21. Jilid Jakarta:EGC.