RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUUXIII/2015 Proses Seleksi Pengangkatan Hakim I. PEMOHON 1. Dr. H. Imam Soebechi, S.H., M.H.; 2. Dr. H. Suhadi, S.H., M.H.; 3. Prof. Dr. H. Abdul Manan, S.H., S.IP., M.Hum.; 4. H. Yulius, S.H., M.H.; 5. Drs. Burhan Dahlan, S.H., M.H.; 6. Soeroso Ono, S.H., M.H Kuasa Hukum Dr. H.M. Fauzan, S.H., M.H., M.M., Dr. Lilik Mulyadi, S.H., M.H., dan Teguh Satya Bhakti, S.H., M.H., dkk, berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 20 Maret 2015 II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil UndangUndang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, UndangUndang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, UndangUndang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon menjelaskan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji UndangUndang adalah: Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian UndangUndang terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945); Pasal 10 ayat (1) huruf a UndangUndang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah 1
Konstitusi menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang menguji UndangUndang terhadap UUD 1945; Pasal 9 ayat (1) UndangUndang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan menyatakan, Dalam hal suatu UndangUndang bertentangan dengan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) Para Pemohon adalah perseorangan warga Indonesia yang menduduki jabatan sebagai hakim dan kesemuanya adalah pengurus pusat IKAHI yaitu perkumpulan profesi hakim yang anggotanya terdiri atas warga negara yang memiliki profesi sebagai hakim pada badan peradilan di bawah Mahkamah Agung. Para Pemohon merasa dirugikan dan/atau berpotensi dirugikan hakhak konstitusionalnya karena kedudukan dan tugasnya sebagai hakim telah dibatasi dengan berlakunya UU 49/2009, UU 50/2009, UU 51/2009 dengan adanya keterlibatan Komisi Yudisial dalam Proses seleksi pengangkatan Hakim Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama dan Pengadilan Tata Usaha Negara. Menurut Pemohon, UndangUndang a quo telah mendegradasi peranan IKAHI di dalam menjalankan program kerjanya, menyangkut seleksi dan/atau perekrutan calon hakim pada Peradilan Umum, Peradilan Agama dan Peradilan Tata Usaha Negara sehingga menghambat jalannya proses regenerasi hakim dan promosi/mutasi hakim dari unit pengadilan yang satu ke unit pengadilan yang lain. V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN Norma materiil yaitu: 1) UndangUndang Nomor 49 Tahun 2009 Pasal 14A ayat (2) dan ayat (3) (2) Proses seleksi pengangkatan hakim pengadilan negeri dilakukan bersama oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. 2
Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. 2) UndangUndang Nomor 50 Tahun 2009 Pasal 13A ayat (2) dan ayat (3) (2) Proses seleksi pengangkatan hakim pengadilan agama dilakukan bersama oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Mahkamah agung dan Komisi Yudisial. 3) UndangUndang Nomor 51 Tahun 2009 Pasal 14A ayat (2) dan ayat (3) (2) Proses seleksi pengangkatan hakim pengadilan tata usaha negara dilakukan bersama oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. B. NORMA UNDANGUNDANG DASAR 1945. 1) Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. 2) Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Perkembangan status hakim dari pegawai negeri sipil menjadi pejabat negara dalam peraturan perundangundangan yang beraneka ragam telah menimbulkan persoalan hukum baru khususnya menyangkut proses seleksi calon hakim. Selama ini rekrutmen dan proses seleksi calon hakim, tunduk pada ketentuanketentuan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil. Sedangkan rekrutmen dan proses seleksi calon hakim dalam kedudukannya menjadi pejabat negara hingga saat ini belum ada aturan yang mengaturnya; 3
2. Ketentuan pasalpasal a quo sangat berbeda dengan rumusan yang tercantum dalam ketentuan Pasal 24B ayat (1) UUD 1945, khususnya mengenai frasa menyangkut kewenangan Komisi Yudisial yang terkait dengan pengangkatan hakim, bahwa Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempunyai kewenangan lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim ; 3. Kewenangan Komisi Yudisial dalam ketentuan Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 bersifat limitatif, yang artinya hanya terbatas pada mengusulkan pengangkatan hakim agung, bukan terhadap proses seleksi pengangkatan hakim pada Peradilan Umum, Peradilan Agama, dan Peradilan Tata Usaha Negara. 4. Perluasan makna Pengangkatan Hakim Agung pada Pasal 24B ayat (1) UUD 1945 dengan memperluas kewenangan Komisi Yudisial dalam proses seleksi pengangkatan hakim pada badan peradilan di bawah Mahkamah Agung dalam ketentuan Pasal 14A ayat (2) UU 49/2009 juncto Pasal 13A ayat (2) UU 50/2009 juncto Pasal 14A ayat (2) UU 51/2009 adalah bertentangan dengan UUD 1945, serta bertentangan juga dengan prinsip Lex Certa, Lex Stricta, dan Lex Superior Derogate Legi Inferior; 5. Keterlibatan Komisi Yudisial dalam proses seleksi pengangkatan hakim Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama Dan Pengadilan Tata Usaha Negara, sebagaimana yang tercantum dalam ketentuan Pasal 14A ayat (2) UU 49/2009 juncto Pasal 13A ayat (2) UU 50/2009 juncto Pasal 14A ayat (2) UU 51/2009 menimbulkan implikasi ketidakpastian hukum dalam penerapannya serta potensial melanggar prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka. VII. PETITUM 1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan: frasa bersama dan frasa dan Komisi Yudisial dalam Pasal 14A ayat (2) UU No. 49 tahun 2009 jo. Pasal 13A ayat (2) UU No. 50 tahun 2009 jo. Pasal 14A ayat (2) UU No. 51 Tahun 2009 adalah bertentangan dengan Pasal 24B ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, Sehingga bunyi 4
Pasal 14A ayat (2) UU No. 49 Tahun 2009 menjadi Proses seleksi pengangkatan hakim pengadilan negeri dilakukan oleh Mahkamah Agung, bunyi Pasal 13A ayat (2) UU No. 50 Tahun 2009 menjadi Proses seleksi pengangkatan hakim pengadilan agama dilakukan oleh Mahkamah Agung, dan bunyi Pasal 14A ayat (2) UU No. 51 Tahun 2009 menjadi Proses seleksi pengangkatan hakim pengadilan tata usaha negara dilakukan oleh Mahkamah Agung. 3. Menyatakan: frasa diatur bersama oleh Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial dalam Pasal 14A ayat (3) UU No. 49 tahun 2009 jo. Pasal 13A ayat (3) UU No. 50 tahun 2009 jo. Pasal 14A ayat (3) UU No. 51 Tahun 2009 adalah bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai diatur dengan undangundang, Sehingga bunyi Pasal 14A ayat (3) UU 49 tahun 2009 menjadi Ketentuan lebih lanjut mengenai proses seleksi diatur dengan undangundang, bunyi Pasal 13A ayat (3) UU 50 tahun 2009 menjadi Ketentuan lebih lanjut mengenai proses seleksi diatur dengan undangundang, dan bunyi Pasal 14A ayat (3) UU No. 51 Tahun 2009 menjadi Ketentuan lebih lanjut mengenai proses seleksi diatur dengan undangundang. 4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Atau, apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan yang seadiladilnya. 5