BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang

dokumen-dokumen yang mirip
ORIENTASI DAN STATUS SOSIAL PEREMPUAN PELAKU PERKAWINAN TIDAK TERCATAT. M. Ridwan Nasution

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa secara berpasangpasangan. yaitu laki-laki dan perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia

b. Hutang-hutang yang timbul selama perkawinan berlangsung kecuali yang merupakan harta pribadi masing-masing suami isteri; dan

BAB III PERKAWINAN SIRI DI INDONESIA. A. Upaya Pemerintah Dalam Menangani Maraknya Perkawinan Siri

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

Nikah Sirri Menurut UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Wahyu Widodo*

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pelaksanaan upacara perkawinan, setiap suku bangsa di Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dan perilaku hidup serta perwujudannya yang khas pada suatu masyarakat. Hal itu

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Dasar-dasar perkawinan dibentuk oleh unsur-unsur alami dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. keluarga yang bahagia dan kekal sesuai dengan Undang-undang Perkawinan. Sudah

BAB I PENDAHULUAN. menganjurkan manusia untuk hidup berpasang-pasangan yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. (hidup berkelompok) yang biasa kita kenal dengan istilah zoon politicon. 1

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang normal.

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maha Esa kepada setiap makhluknya. Kelahiran, perkawinan, serta kematian

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sarana untuk bergaul dan hidup bersama adalah keluarga. Bermula dari keluarga

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tuntutan kebutuhan yang makin maju dan sejahtera, tuntutan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Demikian menurut pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang. manusia dalam kehidupannya di dunia ini. 1

BAB I PENDAHULUAN. tangga dan keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami istri memikul

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

BAB IV PENUTUP. atau maskawin. Nikah sirri artinya nikah secara rahasia atau dirahasiakan

STATUS HUKUM PERKAWINAN TANPA AKTA NIKAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN RELEVANSINYA DENGAN HUKUM ISLAM

AKIBAT HUKUM PERKAWINAN SIRI DALAM UNDANG-UNDANG PERKAWINAN. Oleh Sukhebi Mofea*) Abstrak

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB IV SISTEM PERNIKAHAN ADAT MASYARAKAT SAD SETELAH BERLAKUNYA UU NO. 1 TAHUN A. Pelaksanaan Pernikahan SAD Sebelum dan Sedudah UU NO.

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, tetapi belakangan ini budaya Indonesia semakin menurun dari sosialisasi

BAB I PENDAHULUAN. disebut gregariousness sehingga manusia juga disebut sosial animal atau hewan sosial

BAB I. berkomunikasi, bahkan ketika kita sendiripun, kita tetap melakukan. komunikasi. Sebagai sebuah aktivitas, komunikasi selalu dilakukan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri dan

I. PENDAHULUAN. sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai macam suku, budaya, bahasa dan agama.

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG. Nomor 07 Tahun 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 07 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial, sebagai kehendak Sang pencipta yang telah

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP ALASAN-ALASAN MENGAJUKAN IZIN PERCERAIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAHAN KABUPATEN GRESIK

BAB I PENDAHULUAN. hak dan kewajiban yang baru atau ketika individu telah menikah, status yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia dalam setiap perjalanan hidupnya, sudah pasti memiliki

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Keluarga inti merupakan kelompok primer yang dapat dikatakan sebagai institusi dasar berkembangnya institusi sosial yang lain.

PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 8 TAHUN 2004 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

BAB I PENDAHULUAN. besar.segala hal yang menyangkut tentang perkawinan haruslah dipersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian dalam Islam menjadi hal yang harus dipatuhi, hal ini

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Perkawinan ini menjadi sebuah ikatan antara seorang laki-laki dan seorang

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perempuan pastilah yang terbaik untuk mendampingi lelaki, sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. peraturan tertentu, tidak demikian dengan manusia. Manusia di atur oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih

BUPATI TANJUNG JABUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keanekaragaman adat istiadat dalam pelaksanaan perkawinan. Di negara. serta dibudayakan dalam pelaksanaan perkawinan maupun upacara

BAB I PENDAHULUAN. menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 2 Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN UKDW

PENTINGNYA PENCATATAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG- UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB I. Persada, 1993), hal Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, cet.17, (Jakarta:Raja Grafindo

PENYULUHAN HUKUM POLIGAMI DAN NIKAH SIRI MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN

BUPATI GUNUNGKIDUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI GUNUNGKIDUL,

BAB I PENDAHULUAN. Sudah jadi kodrat alam bahwa manusia sejak dilahirkan ke dunia selalu

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling ketergantungan antara manusia yang satu dengan manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. antara dua jenis manusia, tetapi hubungan yang masing-masing mempunyai peranan

BAB I PENDAHULUAN. Kelahiran, perkawinan serta kematian merupakan suatu estafet kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakikatnya seorang anak dilahirkan sebagai akibat dari hubungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial manusia mempunyai naluri untuk bisa hidup

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 7 Ayat 1 tentang Perkawinan menuliskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berhubungan dengan manusia lain. Timbulnya hubungan ini didukung oleh

BAB I PENDAHULUAN. suatu kelompok dan kemampuan manusia dalam hidup berkelompok ini dinamakan zoon

BAB V PENUTUP A. Ikhtisar

Ani Yunita, S.H.M.H. Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat Batak Simalungun. Soerbakti (2000:65) mengatakan,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

BUPATI KARANGANYAR PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI KARANGANYAR NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KETAHANAN KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. oleh sebagian masyarakat Indonesia. Namun demikian, perkawinan di bawah

Perkawinan Sesama Jenis Dalam Persfektif Hukum dan HAM Oleh: Yeni Handayani *

BAB I PENDAHULUAN. Akomodatif artinya mampu menyerap, menampung keinginan masyarakat yang

BAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai perkawinan poligami

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan suatu institusi sosial yang diakui disetiap kebudayaan

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Negara yang mempunyai banyak pulau serta keragaman

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan, LN tahun 1974 Nomor 1, TLN no. 3019, Perkawinan ialah ikatan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Kata "masyarakat" sendiri berakar dari kata dalam bahasa Arab, musyarak. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur, memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem/aturan yang sama. Masyarakat sering diorganisasikan berdasarkan cara utamanya dalam bermata pencaharian. Pakar ilmu sosial mengidentifikasikan ada: masyarakat pemburu, masyarakat pastoral nomadis, masyarakat bercocok tanam, dan masyarakat agrikultural intensif, yang juga disebut masyarakat peradaban. Sebagian pakar menganggap masyarakat industri dan pasca-industri sebagai kelompok masyarakat yang terpisah dari masyarakat agrikultural tradisional.(http://id.wikipedia.org/wi ki/masyarakat diakses pada hari Kamis 3 Oktober 2013 pukul 14.15 WIB)

Masyarakat dapat pula diorganisasikan berdasarkan struktur politiknya: berdasarkan urutan kompleksitas dan besar, terdapat, suku, chiefdom, dan masyarakat negara. Kata society berasal dari bahasa latin, societas, yang berarti hubungan persahabatan dengan yang lain. Societas diturunkan dari kata socius yang berarti teman, sehingga arti society berhubungan erat dengan kata sosial. Secara implisit, kata society mengandung makna bahwa setiap anggotanya mempunyai perhatian dan kepentingan yang sama dalam mencapai tujuan bersama. Sebagai sebuah kelompok, masyarakat memiliki fungsi regenerasi yang bertujuan menjaga stabilitas populasi kelompoknya dan mewariskan karakteristik khas dari kelompoknya tersebut. Fungsi regenerasi dijalankan oleh instistusi keluarga lewat mekanisme perkawinan. Masyarakat sebagai kelompok sosial memiliki aturan tertentu yang menjadi acuan dasar dari mekanisme pernikahan. Legalitas pernikahan merupakan salah satu masalah pokok dalam pernikahan. Pada konsep masyarakat yang lebih kecil, semisal masyarakat adat, legalitas pernikahan ditentukan dengan tingkat pelaksanaan aturan lokal (adat) yang berlaku dan dianggap memiliki kekuatan hukum sebagai landasannya. Aturan tersebut dibuat sebagai landasan perjanjian yang mengikat kedua individu maupun dua institusi keluarga yang terlibat, dan menjaga kepentingan sosial, ekonomi, dan hukum antar individu dan keluarga yang terlibat dalam hubungan pernikahan. Sedangkan pada konsep masyarakat yang lebih besar seperti masyarakat negara, landasan dan aturan tentang pernikahan antar individu ditentukan melalui

undang-undang yang diatur oleh negara melalui bidang legislatif dan dilaksanakan sepenuhnya oleh bidang yudikatif dan eksekutif (pemerintahan sipil). Di Indonesia sendiri, lembaga pemerintahan yang diserahi wewenang mengurusi masalah pernikahan adalah Kantor Urusan Agama dan Dinas Catatan Sipil yang dibawahi langsung oleh Kementrian Agama dan Kementrian Dalam Negeri. (Mansour 2004:76) Selain hukum adat, dan hukum negara, pernikahan juga diatur dalam hukum yang bersifat spiritual melalui hukum agama. Agama memegang peranan penting dalam membentuk persepsi masyarakat terhadap pernikahan. Ada persepsi dalam masyarakat bahwa aturan agama mengenai pernikahan jauh lebih ringan dari pada aturan pernikahan yang ditetapkan oleh hukum adat maupun hukum negara sekaligus lebih mapan dan lebih penting dari pada hukum adat. Pada Agama Islam contohnya, syarat seseorang untuk dapat melaksanakan pernikahan hanya membutuhkan kesiapan dari sisi materi, dan mental. hukum agama khususnya Agama Islam bahkan memperbolehkan seorang laki-laki untuk memperistri lebih dari satu dengan batasan empat orang perempuan dalam pernikahannya. Perkawinan itu sendiri mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia, karena didalamnya ada unsur-unsur hak dan kewajiban masing-masing pihak, menyangkut masalah kehidupan kekeluargaan yang harus dipenuhi, baik hak dan kewajiban suami isteri maupun keberadaan status perkawinan, anak-anak, kekayaan, waris dan faktor kependudukan di dalam tatanan kehidupan bermasyarakat (Solikah, 2011: 7). Bagi para pemeluk agama, perkawinan bersifat sakral yang mengandung

ajaran-ajaran agama bagi para pemeluknya. Ritual perkawinan tidak hanya dipandang sebagai peristiwa sakral. Setelah selesai ritual sakral, timbullah ikatan perkawinan antara suami dan isteri. Ikatan perkawinan merupakan unsur pokok dalam pembentukan keluarga yang harmonis dan penuh rasa cinta kasih. Seorang pria dan wanita yang dulunya merupakan pribadi yang bebas tanpa ikatan hukum, namun setelah perkawinan menjadi terikat lahir dan batin sebagai suami isteri. Ikatan yang ada diantara mereka merupakan ikatan lahiriah, rohaniah, spiritual dan kemanusiaan. Ikatan perkawinan ini menimbulkan akibat hukum terhadap diri masing-masing suami isteri yang berupa hak dan kewajiban. Pasangan seorang pria dan seorang wanita yang membentuk rumah tangga atau keluarga dalam suatu ikatan perkawinan pada dasarnya merupakan naluri manusia sebagai makhluk sosial guna melangsungkan kehidupannya. Pengelompokan kehidupan manusia tersebut dalam realitanya dapat dilihat dengan adanya berbagai bentuk kesatuan sosial di dalam kehidupan masyarakat. Keluarga merupakan kesatuan sosial terkecil yang dibentuk atas dasar ikatan perkawinan, yang unsurunsurnya terdiri dari suami, isteri, dan anak-anaknya. Sedangkan sifat-sifat keluarga sebagai suatu kesatuan sosial meliputi rasa cinta dan kasih sayang, ikatan perkawinan, pemilikan harta benda bersama, maupun tempat tinggal bagi seluruh anggota keluarganya (Mansyur, 1994 : 19). Keluarga merupakan satu unit masyarakat terkecil, masyarakat keluarga yang akan menjelma menjadi suatu masyarakat besar sebagai tulang punggung negara.

Dalam peristiwa perkawinan diperlukan norma hukum dan tata tertib yang mengaturnya. Penerapan norma hukum dalam peristiwa perkawinan terutama diperlukan dalam rangka mengatur hak, kewajiban, dan tanggung jawab masingmasing anggota keluarga, guna membentuk rumah tangga yang bahagia dan sejahtera. Masyarakat Indonesia membedakan pernikahan dalam dua jenis berdasarkan persepsi atas proses dan motif pelaksanaannya. Masyarakat Indonesia membedakan pernikahan atas pernikahan sah dan istilah pernikahan siri untuk bentuk pernikahan yang tanpa melalui proses pencatatan sipil. Legalitas pernikahan sendiri diatur dalam UU No 1 Tahun 1974 oleh Pemerintahan Republik Indonesia yang hanya mengakui jenis pernikahan monogami. UU No 1 Tahun 1974 menegaskan bahwa jaminan negara atas perkawinan yang dilakukan warga negaranya hanya diberikan kepada istri/suami sah satu-satunya yang dibuktikan dengan tercatat dalam catatan KUA dan Dinas Catatan Sipil, hal ini menjelaskan bahwa hukum Indonesia menempatkan pernikahan yang tidak tercatat pada Dinas Catatan Sipil merupakan bentuk dari deviasi sosial. Pernikahan siri atau pernikahan bawah tangan merupakan pernikahan yang secara hukum sipil tidak sah dan dilakukan atas dasar aturan adat atau agama saja. Secara harfiah sirri itu artinya rahasia. Jadi, nikah sirri adalah pernikahan yang dirahasiakan dari pengetahuan orang banyak. Pelaku pernikahan siri dapat berasal dari berbagai lapisan masyarakat (kelas sosial), usia, status sosial dan sebagainya (Basith, 2011: 2-3). Masyarakat juga membedakan pernikahan siri kedalam dua kategori menurut caranya. Pertama adalah pernikahan siri yang hanya tanpa melalui

pencatatan resmi pada lembaga pemerintahan yang ditugaskan menangani masalah perkawinan, dimana pada kategori ini keluarga inti piihak perempuan mengetahui adanya pernikahan yang dilakukan anggota keluarganya. Kategori kedua adalah pernikahan siri yang diadakan tanpa adanya wali dari pihak wanita. (Khofi, 2006 : 216) Pada masyarakat partriarki, posisi perempuan menyangkut jaminan sosial, dan ekonominya dalam sebuah kontrak sosial dari sebuah perkawinan sangat rentan. Masyarakat patriarkhi memberikan kuasa penuh atas aset sosial dan ekonomi keluarga pada suami/ laki-laki. Sistem pemberian uang mahar oleh pihak laki-laki kepada keluarga calon istri memperjelas wilayah dominasi laki-laki atas perempuan sampai batas kepemilikan privat. Hal ini menjelaskan subordinasi posisi perempuan dalam institusi keluarga, sehingga melahirkan asumsi bila posisi dan kepentingan perempuan dalam perkawinan harus dilindungi oleh undang-undang. Berbeda dengan asumsi hukum negara, pernikahan siri yang sering berlandaskan pada hukum adat dan hukum agama pada praktiknya dianggap lebih menguntungkan bagi kepentingan lakilaki. Kasus-kasus pernikahan siri yang melibatkan publik figur seperti yang terjadi pada mantan Bupati Garut Aceng Fikri memberikan gambaran fenomena nikah siri yang diasumsikan memberatkan keterjaminan kepentingan perempuan. (http://www.tempo.co/read/news/2012/12/23/058449969/ diakses pada 19 November 2013). Sebenarnya tidak ada perbedaan yang menonjol antara pernikahan resmi (pemerintah) dengan pernikahan siri. Pernikahan siri hanya sah dalam pandangan agama disebabkan terpenuhinya semua persyaratan nikah seperti wali dan saksi,

tetapi belum diakui oleh pemerintah karena belum tercatat oleh pegawai KUA setempat. Sedangkan nikah secara resmi (legal pemerintah), selain diakui oleh pemerintah juga sah secara agama. Ada pun beberapa motif yang mendorong pernikahan siri diantaranya adalah faktor sosial, ekonomi, dan agama. Pada faktor sosial terdapat problem poligami, undang-undang usia, tempat tinggal yang tidak menetap, mobilitas status sosial, dan menghindari anggapan zina. Sedangkan untuk faktor ekonomi beberapa beranggapan bahwasannya nilai mahar menjadi suatu kebanggaan. Dimana calon pasangan suami istri yang hanya mampu dengan mahar yang relatif murah menempuh pernikahan siri karena khawatir nilai maharnya menjadi perbincangan oleh masyarakatnya. Untuk faktor agama sebagian orang menempuh jalan ini untuk mempermudah keinginan mereka tinggal bersama sebagai pasangan suami istri dengan kekasihnya. Faktor legalitas dalam agama dijadikan landasan untuk melakukan pernikahan siri. (http://wahidabdurahman.blogdetik.com/ diakses pada hari Kamis 3 Oktober 2013 pukul 14.20 WIB) Berangkaian dengan uraian yang telah dipaparkan diatas maka penulis mencoba mengangkat Orientasi dan Status Sosial Perempuan Pelaku Perkawinan tidak Tercatat di Kelurahan Tanjung Sari, Kecamatan Medan Selayang. Dimana pada kawasan Kelurahan Tanjung Sari ini terdapat rumah sewa dan kost-kostan yang sebagian bebas dalam menerima penghuninya dan sebagian dari penghuni rumah sewa dan kost-kostan ini merupakan orang pendatang yang merupakan pencari kerja dari berbagai daerah di sekitar kota Medan dan mahasiswa yang berkuliah di

Universitas Santo Thomas dan diantara dari penghuni tersebut merupakan terdapat pasangan perkawinan tidak tercatat. Hal ini yang melatarbelakangi penulis dalam pemilihan lokasi. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan pada pemaparan latar belakang di atas maka perumusan masalah yang di jadikan sarana penelitian, yaitu: 1. Apa orientasi yang melandasi perempuan pelaku perkawinan tidak tercatat di Kelurahan Tanjung Sari melakukan pernikahannya? 2. Apa status sosial bagi perempuan pada perkawinan tidak tercatat di lingkungan masyarakatnya di Kelurahan Tanjung Sari? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui orientasi perempuan pelaku perkawinan tidak tercatat melakukan perkawinan tidak tercatat di Kelurahan Tanjung Sari. 2. Untuk mengetahui dampak sosial bagi perempuan pelaku perkawinan tidak tercatat di lingkungan sosialnya di Kelurahan Tanjung Sari. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran rinci kepada peneliti maupun juga pembaca mengenai Orientasi dan Status Sosial Perempuan Pelaku Perkawinan tidak Tercatat yang nantinya dapat menambah wawasan dalam

membahas dan menanggapi wacana perkawinan tidak tercatat dan mengenai isu gender khususnya perempuan dalam bentuk kajian sosiologis kedepannya. 1.4.2 Manfaat Praktis Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan yang berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan sosial khususnya dalam bidang isu gender dan dapat menjadi tolak ukur penguasaan dan usaha meningkatkan kemampuan penulis dalam mengaplikasikan ilmu secara teoritis dan metodologis yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang juga merupakan persyaratan bagi penyelesaian studi yang harus dipenuhi di Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universtitas Sumatera Utara. 1.5 Definisi Konsep 1. Perempuan Kata perempuan dalam bahasa Arab diungkapkan dengan lafaz yang berbeda, antara lain mar`ah, imra`ah, nisa`, dan unsa. Kata mar`ah dan imra`ah jamaknya nisa`. Ada yang mengatakan bahwa akar kata nisa` adalah nasiya yang artinya lupa disebabkaan lemahnya akal. Akan tetapi pengertian ini kurang tepat, karena tidak semua perempuan akalnya lemah dan mudah lupa. Sementara dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan, perempuan adalah orang (manusia) yang mempunyai puka, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak dan menyusui. Sedangkan wanita adalah perempuan dewasa. Dari sini dapat diketahui, bahwa perempuan adalah manusia yang

mempunyai puka tidak dibedakan umurnya. Pada penelitian ini adalah perempuan pelaku (istri/pasangan) yang melakukan perkawinan tidak tercatat. 2. Orientasi Orientasi adalah peninjauan untuk menentukan sikap, arah, tempat dan sebagainya yang tepat dan benar atau pandangan yang mendasari pikiran, perhatian atau kecenderungan. 3. Status Sosial Status sosial adalah tempat atau posisi seseorang dalam suatu kelompok sosial sehubungan dengan kelompok-kelompok lain di dalam kelompok yang lebih besar lagi. 4. Perkawinan Perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan perjanjian hukum antar pribadi yang membentuk hubungan kekerabatan dan yang merupakan suatu pranata dalam budaya setempat yang meresmikan hubungan antar pribadi yang biasanya intim dan seksual. Perkawinan umumnya dimulai dan diresmikan dengan upacara pernikahan. Umumnya perkawinan dijalani dengan maksud untuk membentuk keluarga. Tergantung budaya setempat bentuk perkawinan bisa berbeda-beda dan tujuannya bisa berbeda-beda juga. Tapi umumnya perkawinan itu ekslusif dan mengenal konsep perselingkuhan sebagai pelanggaran terhadap perkawinan. Perkawinan umumnya dijalani dengan maksud untuk membentuk keluarga. Umumnya perkawinan harus diresmikan dengan pernikahan.

5. Perkawinan tidak tercatat Perkawinan yang tidak mempunyai legalitas dalam undang-undang negara karena tidak melakukan prosedural perkawinan yang sah menurut pemerintah yakni tidak melakukan pelaporan dan pencatatan tentang adanya pernikahan yang terjadi sehingga tidak memiliki kekuatan hukum untuk melindungi hak-hak pelakunya (khususnya istri dan anak). Akan tetapi memiliki kesah-an secara hukum adat & agama. 6. Pernikahan Siri Pernikahan siri atau pernikahan bawah tangan merupakan pernikahan yang secara hukum sipil tidak sah dan dilakukan atas dasar aturan adat atau agama saja. Secara harfiah sirri itu artinya rahasia. Jadi, nikah sirri adalah pernikahan yang dirahasiakan dari pengetahuan orang banyak. 7. Perkawinan Bawah Tangan Perkawinan Bawah Tangan adalah perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan agama atau adat istiadat calon suami dan/atau calon isteri, dan pada dasarnya secara agama dan adat perkawinan tersebut telah sah, akan tetapi secara hukum, perkawinan tersebut tidak diakui oleh negara. 8. Pencatatan Perkawinan Pencatatan Perkawinan adalah suatu tindakan dari instansi yang diberikan tugas untuk mencatat perkawinan dan perceraian dalam buku register dan dilakukan menurut ketentuan yang berlaku.

9. Catatan Sipil Catatan Sipil adalah suatu lembaga yang bertugas untuk mencatat atau mendaftar setiap peristiwa yang diamati oleh warga masyarakat, misalnya perkawinan, dengan tujuan untuk mendapatkan data selengkap mungkin, agar status perkawinan warga masyarakat dapat diketahui.