Climate change impact on dengue haemorrhagic fever in Banjarbaru South Kalimantan between

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena menyebar dengan cepat dan dapat menyebabkan kematian (Profil

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhage Fever (DHF) banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. di Indonesia yang cenderung jumlah pasien serta semakin luas. epidemik. Data dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya. Salah satunya Negara Indonesia yang jumlah kasus Demam

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Amah Majidah Vidyah Dini, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era reformasi, paradigma sehat digunakan sebagai paradigma

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever

HUBUNGAN ANTARA INSIDEN DBD DENGAN VARIABILITAS IKLIM DI KOTA MANADO TAHUN Febriane C. Lohonauman*, Angela F. C. Kalesaran*, Windy Wariki**

ANALISIS KORELASI KELEMBABAN UDARA TERHADAP EPIDEMI DEMAM BERDARAH YANG TERJADI DI KABUPATEN DAN KOTA SERANG

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara serta Pasifik Barat (Ginanjar, 2008). Berdasarkan catatan World

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah

BAB I PENDAHULUAN. tropis. Pandangan ini berubah sejak timbulnya wabah demam dengue di

PREVALENSI DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TUMINTING TAHUN Ronald Imanuel Ottay

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMANFAATAN INFORMASI IKLIM SEBAGAI SINYAL PERINGATAN DINI KASUS DBD DI BANJARBARU, KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. dan tantangan yang muncul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. gigitan nyamuk dari genus aedes misalnya Aedes aegypti atau Aedes albovictus.

BAB I PENDAHULUAN. hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dewasa (Widoyono, 2005). Berdasarkan catatan World Health Organization. diperkirakan meninggal dunia (Mufidah, 2012).

KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DAN FAKTOR IKLIM DI KOTA BATAM, PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran epidemiologi..., Lila Kesuma Hairani, FKM UI, 2009 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan masyarakat di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. World Health

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami kemajuan yang cukup bermakna ditunjukan dengan adanya penurunan

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara. Terdapat empat jenis virus dengue, masing-masing dapat. DBD, baik ringan maupun fatal ( Depkes, 2013).

BAB 1 PENDAHULUAN. selalu diusahakan peningkatannya secara terus menerus. Menurut UU No.36 Tahun 2009 tentang kesehatan, dalam pasal 152

BAB 1 PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue, ditularkan

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas 2013

FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN ABIANBASE KECAMATAN MENGWI KABUPATEN BADUNG TAHUN 2012

ANALISIS SPASIAL KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA MANADO TAHUN Daniel A. Mangole*, Angela F. C. Kalesaran*, Budi T.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. Berdarah Dengue (DBD). Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes, dengan ciri

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang akan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomis.

Model Potensi Penyebaran Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kabupaten Jember Menggunakan Metode Fuzzy

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HUBUNGAN FAKTOR PERILAKU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BOYOLALI I

BAB I PENDAHULUAN. serotype virus dengue adalah penyebab dari penyakit dengue. Penyakit ini

Al Ulum Vol.54 No.4 Oktober 2012 halaman

KONDISI IKLIM DAN POLA KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KOTA YOGYAKARTA TAHUN

ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN IKLIM DAN SANITASI LINGKUNGAN TERHADAP PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE

HUBUNGAN SIKAP DAN UPAYA PENCEGAHAN IBU DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GUNTUNG PAYUNG

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau yang disebut Dengue

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PENCEGAHAN DINI PENYEBARAN DEMAM BERDARAH DI KABUPATEN JEMBER MENGGUNAKAN METODE FUZZY

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes spp.

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi dan dalam waktu yang relatif singkat. Penyakit jenis ini masih

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue merupakan famili flaviviridae

Skripsi ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Kesehatan Masyarakat. Disusun Oleh: DIAH NIA HERASWATI J

BAB I PENDAHULUAN. kejadian luar biasa dengan kematian yang besar. Di Indonesia nyamuk penular

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai risiko tinggi tertular Demam Dengue (DD). Setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. yang masuk ke peredaran darah manusia melalui gigitan snyamuk dari genus Aedes,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Sejak pertama kali dilaporkan di

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh virus dengue dengan gambaran klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang

masyarakat, bangsa dan negara yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), mempunyai

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

BAB I PENDAHULUAN. manusia melalui perantara vektor penyakit. Vektor penyakit merupakan artropoda

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

BAB I PENDAHULUAN. umum dari kalimat tersebut jelas bahwa seluruh bangsa Indonesia berhak untuk

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan. salah satu masalah kesehatan lingkungan yang cenderung

1. PENDAHULUAN Tahun

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

BAB I PENDAHULUAN. 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai

BAB I PENDAHULUAN. perjalanan penyakit yang cepat, dan dapat menyebabkan. kematian dalam waktu yang singkat (Depkes R.I., 2005). Selama kurun waktu

BAB I PENDAHULUAN. virus dengue yang ditularkan dari gigitan nyamuk Aedes aegypti sebagai

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh. virus Dengue yang ditularkan dari host melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

BAB I PENDAHULUAN. dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk demam berdarah (Aedes

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit menular cukup tinggi dan prevalensinya meningkat karena

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO), juta orang di seluruh dunia terinfeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tropis dan subtropis di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi

BAB I : PENDAHULUAN. menular yang disebabkan oleh virus dengue, virus ini ditularkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. kepadatan penduduk. Menurut WHO (2009), Sekitar 2,5 miliar penduduk dunia

I. PENDAHULUAN. Diantara kota di Indonesia, Kota Bandar Lampung merupakan salah satu daerah

BAB I PENDAHULUAN. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang menyebar

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Penyakit DBD merupakan masalah serius di Provinsi Jawa Tengah, daerah yang sudah pernah terjangkit penyakit DBD yaitu 35 Kabupaten/Kota.

FAKTOR LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DBD. Asep Irfan (Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang)

BAB 1 PENDAHULUAN. nasional karena upaya memajukan bangsa tidak akan efektif apabila tidak memiliki

Transkripsi:

Penelitian Jurnal Epidemiologi dan Penyakit Bersumber Binatang (Epidemiology and Zoonosis Journal) Vol. 4, No. 2, Desember 2012 Hal : 59-65 Penulis : Tien Zubaidah Korespondensi: Politeknik Kesehatan Jurusan K e s e h a t a n L i n g k u n g a n B a n j a r m a s i n. arrasyid.hanif@gmail.com Kata Kunci : DBD Perubahan iklim Diterima : 10 April 2012 Disetujui : 31 Oktober 2012 Climate change impact on dengue haemorrhagic fever in Banjarbaru South Kalimantan between 2005-2010 Abstract Environment is one of instrumental factor in the emerging and spreading of hemorrhagic fever. The Climate change may affect to infectious disease pattern and the risk of transmission increasement. Dengue hemorrhagic fever (DHF) has become endemic in major cities in Indonesia. It is suspected that dengue outbreak that occur every year in almost all areas of Indonesia is closely related to weather patterns. The purpose of this study was to determine the effect of climate change (rainfall, humidity, and temperature) to dengue cases in the Banjarbaru municipal during the year 2005-2010. The design of the study is a longitudinal studies of ecology. The research was conducted in April-May 2010 and located in the Banjarbaru municipal, South Kalimantan by using secondary data. Data on the number of dengue cases was derived from the Banjarbaru Health Office reports. Climate data used were rainfall data, temperature and humidity obtained from the Meteorology and Geophysics Board (BMKG) Station of Banjarbaru and Syamsudin Noor Station of Banjarmasin. Results showed that rainfall, humidity, air temperature, and larva-free index had influence toward incidence of DHF (27%). The increased rainfall and we concluded humidity affected the increased in dengue cases. Therefore, it requires a good cooperation between the Health Official and BMKG as the party in charge for climates data. Dampak perubahan iklim terhadap kejadian penyakit demam berdarah dengue di Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan selama tahun 2005-2010 Abstrak Lingkungan merupakan salah satu faktor penting dalam penyebaran penyakit demam berdarah. Perubahan iklim dapat berpengaruh terhadap pola penyakit menular dan seiring risiko meningkatnya penularan penyakit. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) telah menjadi endemik di kota-kota besar di Indonesia. Diduga bahwa wabah demam berdarah yang terjadi setiap tahun di hampir seluruh Indonesia terkait erat dengan pola cuaca. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perubahan iklim (curah hujan, kelembaban, dan suhu udara) dengan kasus demam berdarah di kota Banjarbaru selama tahun 2005-2010. Desain penelitian yang digunakan adalah studi ekologi. Penelitian ini dilakukan pada bulan April-Mei 2010 dan terletak di kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan dengan menggunakan data sekunder. Data jumlah kasus DBD berasal dari laporan Dinas Kesehatan Banjarbaru. Data iklim yang digunakan adalah data curah hujan, suhu dan kelembaban yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Banjarbaru dan Stasiun Syamsudin Noor Banjarmasin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa curah hujan, kelembaban, temperatur udara, dan angka bebas jentik memiliki pengaruh terhadap kejadian DBD (27%). Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa curah hujan yang meningkat dan kelembaban mempengaruhi peningkatan kasus demam berdarah. Oleh karena itu, memerlukan kerjasama yang baik antara Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru dan BMKG sebagai pihak yang bertanggung jawab untuk data iklim. 59

Pendahuluan Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Sampai saat ini penyakit ini hanya dapat dikendalikan dengan pemberantasan vektornya karena obat 1 dan vaksin penyakit ini masih belum ada. DBD menyerang banyak penduduk negaranegara di dunia seperti Afrika, Timur Tengah, 2 Pasifik Barat, Asia Tenggara termasuk Indonesia. Pertama kali dilaporkan penyakit DBD menyerang Indonesia pada tahun 1968, yaitu di Jakarta dan Surabaya dengan jumlah kasus sebanyak 58 orang (Incidence Rate/IR=0,1 per 100.000) dan 24 orang di antaranya meninggal (Case Fatality Rate/CFR=41,3%). DBD telah tersebar ke seluruh 3 propinsi di Indonesia. Data hingga tahun 2007 memperlihatkan peningkatan IR dan jumlah kabupaten terinfeksi, khususnya setelah beberapa tahun El Nino (1973, 4 1983, 1998 dan 2005). Variasi iklim menyebabkan vektor penyakit DBD akan mudah berkembang biak baik di daerah tropis maupun sub tropis. Variasi iklim yang dimaksud meliputi curah hujan, suhu, dan kelembaban udara, dimana ketiga faktor tersebut merupakan faktor pendukung tinggi 5 rendahnya populasi vektor penyakit. Kota Banjarbaru yang ada di Propinsi Kalimantan Selatan terdiri dari 20 kelurahan yang tersebar di 5 kecamatan dan terdapat 16 daerah yang berstatus endemis DBD. Berdasarkan data pada pengelola program Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue (P2DBD) di Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru, hingga tahun 2010 terdapat 208 6 kasus DBD dengan kematian sebanyak 5 orang. Upaya pemberantasan vektor DBD melalui pemberantasan sarang nyamuk belum juga berhasil meningkatkan Angka Bebas Jentik (ABJ). ABJ Kota Banjarbaru masih di bawah standar Depkes (<95%). Peningkatan kasus dan KLB (Kejadian Luar Biasa) DBD dipengaruhi oleh mobilitas penduduk dan arus urbanisasi yang tidak terkendali, kurangnya peran serta masyarakat dalam pengendalian DBD, kurangnya jumlah dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) pengelola program DBD di setiap jenjang administrasi, kurangnya kerjasama serta komitmen lintas program dan lintas sektor dalam pengendalian DBD, sistem pelaporan dan penanggulangan DBD yang terlambat dan tidak sesuai dengan Standard Operation Procedure (S O P), perubahan iklim yang cenderung m e n a m b a h j u m l a h h a b i t a t v e k t o r D B D, infrastruktur penyediaan air bersih yang memadai serta letak geografis Indonesia di daerah tropis, mendukung perkembangbiakan vektor dan 7 pertumbuhan virus. Kondisi Kota Banjarbaru yang selalu mengalami peningkatan jumlah kasus penyakit DBD dan masih kurangnya pengkajian pengaruh perubahan iklim (curah hujan, kelembahan udara, dan suhu udara) menyebabkan penelitian lebih lanjut pengaruh iklim terhadap kejadian DBD sangat penting artinya dalam rangka pencegahan dan upaya kewaspadaan dini penyakit DBD. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis besar pengaruh curah hujan, suhu, dan kelembaban udara terhadap kasus DBD dan ABJ di Kota Banjarbaru tahun 2005-2010. Metode Penelitian ini bersifat kuantitatif dan merupakan penelitian deskriptif dengan rancang bangun penelitian yang digunakan yaitu studi ekologi time trend untuk meneliti pengaruh curah hujan, kelembaban dan suhu udara terhadap kasus DBD dan ABJ tahun 2005-2010 di Kota Banjarbaru. Sebagai subyek dalam penelitian ini adalah data kasus DBD di Kota Banjarbaru periode tahun 2005-2010. Variabel yang diteliti dalam penelitian ini meliputi variabel bebas (data iklim meliputi curah hujan, kelembaban, suhu udara, dan ABJ) dan variabel terikat (data kasus DBD). Pengumpulan data dilakukan dengan observasi dokumen dari laporan yang ada di Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kelas I Stasiun Klimatologi Banjarbaru dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Kelas II Stasiun Klimatologi Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin. Analisis besar pengaruh iklim terhadap kasus DBD dan ABJ dilakukan secara triwulan karena data 60

Analisis univariat digunakan untuk memberikan gambaran tentang distribusi kasus DBD, ABJ, serta fluktuasi curah hujan, kelembaban, dan suhu udara yang bersifat numerik, maka digunakan ukuran nilai maksimum, nilai minimum. Untuk menjelaskan mekanisme hubungan kausal antara curah hujan, kelembaban udara, suhu udara dan ABJ terhadap kasus DBD dilakukan analisis jalur Tabel 1. Kasus Penyakit Demam Berdarah Dengue di Kota Banjarbaru Selama Periode Tahun 2005-2010 No Tahun Jumlah Penderita (Orang) Incidence Rate (IR/100.000 Pdkk) Jumlah Kematian (Orang) Case Fatality Rate (%) 1 2005 64 44,7 3 4,7 2 2006 53 34,7 1 1,9 3 2007 83 52,8 3 3,6 4 2008 85 51,3 0 0 5 2009 136 81,1 7 5,1 6 2010 208 116,1 5 2 Jumlah 629 Sumber : Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru, 2010 Tabel 2. Gambaran Angka Bebas Jentik (ABJ) di Kota Banjarbaru Selama Periode Tahun 2005-2010 No. Tahun/Triwulan ABJ (%) 1. 2005 60,2 59,8 92,6 88,9 Rata-rata 75,4 2. 2006 45,9 46,6 47,9 51,9 Rata-rata 48,1 3. 2007 82,8 85,6 83,8 91,0 Rata-rata 85,8 4. 2008 92,3 90,1 90,8 88,0 Rata-rata 90,3 5. 2009 86,9 88,3 81,9 88,4 Rata-rata 86,4 6. 2010 92,3 90,8 93,3 94,0 Rata-rata 92,6 Rata-rata ABJ periode 2005-2010 79,8 Sumber: Dinkes Kota Banjarbaru, 2010 61

Hasil Keseluruhan kasus penyakit DBD di Kota Banjarbaru selama periode tahun 2005-2010 adalah sebanyak 629 kasus. Jumlah kasus tertinggi ditemukan pada tahun 2010 yaitu sebanyak 208 kasus, sedangkan kasus terendah pada tahun 2006 yaitu sebanyak 53 kasus (tabel 1). Pada tabel 2 dapat dilihat gambaran ABJ di Kota Banjarbaru selama periode 2005-2010. Ratarata ABJ di Kota Banjarbaru yaitu sebesar 79,8%, Angka ini masih jauh dari standar nasional yang dipersyaratkan yaitu sebesar >95%. Kondisi curah hujan di Kota Banjarbaru selama kurun waktu 2005-2010 dapat dilihat pada tabel 3. Curah hujan di Kota Banjarbaru yang bervariasi dalam setiap bulannya menunjukkan bahwa rata-rata curah hujan di Kota Banjarbaru sepanjang periode 2005-2010 berkisar antara 171,6 mm 243,3 mm, merupakan curah hujan yang tergolong sedang. Kelembaban udara selama kurun waktu 2005-2010 dapat dilihat pada tabel 4. Kelembaban udara terlihat yaitu kelembaban tertinggi dicapai sebesar 90%, ini merupakan kelembaban yang sangat ekstrem yang pernah terjadi di Kota Banjarbaru selama periode Tabel 3. Curah Hujan Per Bulan di Kota Banjarbaru pada Tahun 2005-2010 Curah Hujan (mm) Bulan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Januari 269,3 455 305,8 262,6 351,1 361,6 Pebruari 281 336,4 434,2 279,4 154 232,9 Maret 296,6 321,3 481,5 487,8 175,3 347,1 April 175,6 197,4 401,5 258,3 267 246,7 Mei 214,8 128,6 191,3 69,9 211,2 154,1 Juni 94,3 192,3 188,1 227,8 38,7 302,8 Juli 45,2 18,6 194,1 210,9 69,5 179 Agustus 41,7 31,5 60,4 88,4 25,1 280,3 September 25,7 20,9 25 93,4 21 334 Oktober 194 16,6 82,7 145,2 146,2 258,1 Nopember 195 117,9 250,3 364,6 345,9 303 Desember 274,2 375,3 305,4 429,2 254,5 320,4 Rerata 175,6 184,3 243,3 243,1 171,6 276,6 Terendah 25,7 16,6 25 69,9 21 154,1 Tertinggi 296,6 455 481,5 487,8 351,1 361,6 Tabel 4. Kelembaban Udara Per Bulan di Kota Banjarbaru pada Tahun 2005-2010 Kelem baban Udara (%) Bulan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Januari 87,4 87,5 86,4 85,2 88,1 87,6 Pebruari 86,3 86,8 87,5 84,3 86,21 85,9 Maret 86,4 84,9 84,8 85,9 84 86,5 April 85,7 85,3 86,2 85,7 83,1 84,8 Mei 85,5 83,8 84 80,1 83,7 84,5 Juni 83,3 86,8 86,1 83,3 79,6 87,1 Juli 80,2 78,7 84,4 85,1 78,5 88,2 Agustus 76,6 73,5 79,7 83,2 73,4 86,7 September 73,1 71,4 75,3 80,3 72,7 87 Oktober 83,8 66,6 79,7 84,8 79,9 85,5 Nopember 85,3 78,3 86,5 86,2 82,7 85,8 Desember 87,3 84 85,9 90 87,5 86,8 Rerata 83,4 80,6 83,9 84,5 81,6 86,4 Terendah 73,1 66,6 75,3 80,1 72,7 84,5 Tertinggi 87,5 87,5 87,5 90 88,1 88,2 62

Suhu udara selama kurun waktu 2005-2010 yaitu o o tertinggi sebesar 28,2 C dan terendah yaitu 23,1 C (Tabel 5). Selanjutnya untuk mengetahui besar pengaruh antara perubahan iklim yang meliputi curah hujan, kelembaban udara, suhu udara dan ABJ dengan kejadian penyakit DBD, digunakan analisis jalur (path analysis). Analisis jalur ini digunakan untuk menjelaskan mekanisme hubungan kausal antara curah hujan (X1), kelembaban udara (X2), suhu udara (X3), ABJ (Y1) terhadap kejadian penyakit DBD (Y2). Analisis jalur pengaruh curah hujan, kelembaban udara, suhu udara, dan ABJ terhadap kejadian DBD (tabel 6 dan 7). Berdasarkan hasil tabel 6 tampak bahwa besarnya pengaruh langsung antar variabel dapat dilihat dari koefisien Standardized Coefficients Beta. Tabel 5. Suhu Udara Per Bulan di Kota Banjarbaru pada Tahun 2005-2010 Bulan Suhu Udara (derajat celcius) 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Januari 26,5 26,2 26,8 26,6 26,2 26,3 Pebruari 26,9 26,6 26,3 26,8 26,4 27,2 Maret 26,9 26,8 26,7 26,2 26,9 27,1 April 27 27 27 26,7 27,5 27,7 Mei 27 27,3 27,3 27,2 27,3 28 Juni 27,1 26,1 26,8 26,2 27,7 26,9 Juli 26,6 26,6 26,3 25,3 26,4 26,2 Agustus 27 26,6 26,4 26 27,1 26,5 September 27,8 27,2 27,1 26,7 28,1 26,5 Oktober 26,7 28,2 27,3 26,5 27,3 26,8 Nopember 26,9 27,8 26,4 26,7 27,4 27 Desember 26,3 27,3 26,6 23,7 26,7 26,1 Rerata 26,9 27 26,7 26,3 27,1 26,9 Terendah 26,3 26,1 26,3 23,7 26,2 26,1 Tertinggi 27,8 28,2 27,3 27,2 28,1 28 Tabel 6. Koefisien Jalur Pengaruh Curah Hujan, Kelembaban Udara dan Suhu Udara terhadap ABJ di Kota Banjarbaru Unstandardized Standardized Model Coefficients coefficiens B Std. Error Beta 1 (Contants) 99,233 107,310 Curah hujan (X 1 ) 0,001 0,019 0,006 Kelembaban (X 2 ) 0,237 0,600 0,062 Suhu (X 3 ) -1,497 2,902-0.063 a. Dependent variable : ABJ (Y 1 ) Tabel 7. Koefisien Jalur Pengaruh Curah Hujan, Kelembaban Uadar dan Suhu Udara, ABJ terhadap Kejadian Penyakit DBD di Kota Banjarbaru Model Unstandardized Coefficients Standardized coefficiens B Std. Error Beta 1 (Contants) -5.337 14,206 Curah hujan (X 1 ) 5,71 0,003 0,003 Kelembaban (X 2 ) 0,127 0,79 0,242 Suhu (X 3 ) 0,185 0,383-0,056 ABJ (Y 1 ) 0,014 0,12 0,103 a. Dependent variable : Jumlah Kasus DBD (Y 2 ) 63

Dari hasil tabel 7, maka diperoleh diagram jalur dengan nilai pengaruh variabel X 1, X 2, X 3, Y 1 terhadap Y 2 (Gambar 1). Pembahasan Hasil analisis jalur untuk menjelaskan mekanisme hubungan kausal antara curah hujan, kelembaban udara, suhu udara dan ABJ di Kota Banjarbaru, variabel-variabel yang berpengaruh terhadap Kejadian Penyakit DBD yaitu variabel curah hujan memiliki pengaruh yang paling besar sebesar 27,0% diikuti dengan kelembaban udara sebesar 25,0%. Peningkatan kasus D B D di Kota Banjarbaru tidak dipengaruhi oleh suhu udara. Suhu udara memberi kontribusi negatif (-1,0%) terhadap kasus DBD, sehingga suhu udara tidak memberikan pengaruh terhadap terjadinya kasus DBD di Kota Banjarbaru. Curah hujan meningkat diikuti pula dengan peningkatan kelembaban udara. Kondisi ini meningkatkan kejadian penyakit DBD di Kota Banjarbaru. Kelembaban udara memberi pengaruh paling besar terhadap terjadinya kejadian penyakit DBD. Kelembaban udara telah ditemukan sebagai 9 faktor paling kritis pada penyakit. Seperti pada penyakit berbasis vektor lainnya, D B D menunjukkan pola yang berkaitan dengan iklim terutama kelembaban karena mempengaruhi penyebaran vektor nyamuk dan kemungkinan menularkan virus dari satu manusia ke manusia lain. Vektor nyamuk ini bersifat sensitif terhadap 5 kelembaban. Curah hujan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kasus DBD, memberikan pengertian supaya faktor curah hujan menjadi perhatian penting dalam program pemberantasan penyakit Kelembaban Udara (X 2) Ɣ = 0,003 = 0,242 = 0,062 Curah Hujan (X 1) Ɣ = 0, 767 Ɣ = 0,006 ABJ (Y 1) = 0,103 Kasus DBD (Y 2) Ɣ =- 0,551 Suhu Udara (X 3) =-0,063 =-0,056 Gambar 1. Diagram Jalur Hubungan X 1, X 2, X 3, Y 1 terhadap Y2 Tabel 8. Analisis Jalur Pengaruh Curah Hujan, Kelembaban, Suhu Udara, ABJ terhadap Kejadian Penyakit DBD di Kota Banjarbaru No Variabel Kota Banjarbaru L TL T 1 Curah hujan 0,00 0,27 0,27 2 Kelembaban udara 0,24 0,01 0,25 3 Suhu udara -0,06-0,01-0,01 4 ABJ 0,10-0,10 Keterangan : L : Langsung TL : Tidak langsung T : Total 64

DBD, khususnya dalam mengantisipasi terjadinya kejadian luar biasa (KLB). Pada musim hujan di mana terjadi peningkatan curah hujan merupakan suatu tanda permulaan (peringatan dini) akan kemungkinan terjadinya peningkatan jumlah kasus DBD. Curah hujan yang tinggi akan memberikan pengaruh yang signifikan dalam penularan penyakit, khususnya yang ditularkan oleh vektor 8 nyamuk. Kelembaban udara telah ditemukan sebagai faktor 9 paling kritis pada iklim atau penyakit. Seperti penyakit berbasis vektor lainnya, D B D menunjukkan pola yang berkaitan dengan iklim terutama kelembaban karena mempengaruhi penyebaran vektor nyamuk dan kemungkinan menularkan virus dari satu manusia ke manusia lain. Vektor nyamuk ini bersifat sensitif terhadap 5 kelembaban. Kesimpulan 1. Variabel curah hujan memiliki pengaruh yang paling dominan terhadap kejadian penyakit DBD di Kota Banjarbaru selama periode 2005-2010. 2. Dapat diperkirakan bahwa pada saat curah hujan berkisar antara 275,4 mm 359,1 mm, kelembaban udara berkisar antara 83,3% - 0 86,3% dan suhu udara berkisar antara 26,8 C 0 27,4 C merupakan warning yang dapat m e m b e r i k a n s i n y a l a k a n t e r j a d i n y a peningkatan kasus penyakit DBD (KLB). 3. Pentingnya meningkatkan hubungan kerjasama lintas sektor antara Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) Kota Banjarbaru dan Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru dalam memanfaatkan data iklim untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan program P2DBD. 4. Perlunya penelitian yang lebih mendalam terhadap faktor-faktor lain di antaranya yaitu menjelaskan bionomik nyamuk penular DBD a g a r d a p a t l e b i h s e n s i t i f d a l a m mengungkapkan variabel-variabel lain yang mungkin memberikan kontribusi pada penyebaran vektor dan kejadian penyakit DBD. Ucapan terima kasih Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Dr. Ririh Yudhastuti, drh., M.Sc dan Bapak Dr. Achmad Rudiansjah, Drs., M.Sc atas bimbingan dan dukungannya sehingga penelitian ini dapat terlaksana. Daftar pustaka 1. Depkes R I. Informasi Umum Demam Berdarah Pedoman bagi Kader. Jakarta: Depkes RI; 2009. 2. Yatim, F. Macam-Macam Penyakit Menular dan Cara Pencegahannya Jilid 2. Jakarta: Pustaka Obor Populer; 2007. 3. Soegijanto, S. Demam Berdarah Dengue. Surabaya: Airlangga University Press; 2004. 4. Rini Hidayati. Climate Variability, Climate Change and Human Health. Centre for Climate Risk and Opportunity Management (CCROM). Bogor. Institut Pertanian Bogor; 2007. 5. Gubler, Duane J., Paul Reiter, Kristie L.Ebi, Wendy Yap, Roger Nasci and Jonathan A.Partz. Climate Variability and Change in the United States: Potential Impacts on Vectorand Rodent-Borne Diseases. Environmental Health Perspectives Volume 109 May 2001. 6. Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru. Profil K e s e h a t a n K o t a B a n j a r b a r u 2 0 0 9. B a n j a r b a r u : D i n a s K e s e h a t a n K o t a Banjarbaru; 2001. 7. Depkes RI. Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD). Jakarta: Dirjen PP-PL; 2007. 8. World Health Organization. Climate and Healt. WHO Press 1998. http://www.who.int/home. 9. World Health Organization. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Dengue. Diterjemahkan oleh Departemen Kesehatan RI, 2003. Regional Publication SEARO No.29. 65