BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang parekim paru. Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh kainnya, termasuk meningitis, ginjal, tulang, dan nodus limfe. Agens infeksius utama, Mycobacterium tuberculosis, adalah batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet. Mycrobacterium Bovis dan Mycrobacterium Avium pernah, pada kejadian yang jarang, berkaitan dengan terjadinya infeksi tuberkulosis (Smeltzer dan Bare, 2002). Sebagian besar kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi dinegara-negara yang sedang berkembang. Diantara mereka 75 % berada pada usia produktif yaitu 20-49 tahun. Karena penduduk yang padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari 65 % dari kasus-kasus TB yang baru dan kematian yang muncul terjadi di Asia (Sudoyo, 2007). Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah China dan India. Perkiraan kejadian BTA di sputum yang positif di Indonesia adalah 266.000 tahun 1998. Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga dan survei kesehatan nasional 2001, TB menempati rangking nomor 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Prevelensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24 % (Sudoyo, 2007). Salah satu indikator yang digunakan dalam pengendalian TB adalah Case Detection Rate (CDR), yaitu proporsi jumlah pasien baru BTA(+) yang ditemukan dan diobati terhadap jumlah pasien baru BTA(+) yang diperkirakan ada dalam wilayah tersebut. Pencapaian CDR di Jawa Tengah tahun 2008 s/d 2011 masih dibawah target yang ditetapkan sebesar 1
100%. Meskipun masih dibawah target yang ditentukan, capaian CDR tahun 2011 sebesar 59,52% meningkat dibandingkan dengan tahun 2010 (55,38%). CDR tertinggi di Kota Pekalongan sebesar 132,78% dan yang terendah di Kabupaten Magelang sebesar 33,04%. Terdapat empat kabupaten/kota yang sudah melampaui target 100% yaitu Kota Surakarta (101,31%), Kabupaten Pekalongan (103,12), Kota Tegal (116,99%) dan Kota Pekalongan (132,78%) (Depkes Jateng, 2011). Menurut Rahmatullah (1994) dalam buku Nugroho (2007) tuberkulosis pada lanjut usia ternyata masih cukup tinggi. Di Rumah Sakit Kariadi Semarang, ditemukan kasus TB sebesar 25,2 %. Secara patofisiologis, lanjut usia ini tanpa penyakit saja sudah mengalami penurunan fungsi paru, ditambah menderita TB paru sehingga menambah dan memperburuk keadaan. Tampilan klinis TB pada lansia tidak khas dan oleh karena itu mungkin tidak diketahui atau salah diagnosa. Batuk kronis, keletihan dan kehilangan berat badan dihubungkan dengan penuaan dan penyakit yang menyertai. Karena perubahan respon imun, tes kulit dengan derivat protein yang dimurnikan tidak selalu dapat diandalkan. Sekitar 10-20 % mengalami reaksi negatif karena keterlambatan respon hipersensitifitas atau reaksi mungkin tidak memuncak sampai setelah 72 jam. Diagnosa definitifnya adalah spesimen sputum segar pada pagi hari selama 3 kali untuk apus sputum dan kultur basil tahan asam, Mycrobacterium Tuberculosis. Jika lansia tidak mampu memberikan spesimen yang adekuat, teknik inhalasi aerosol dengan menggunakan salin hipertonik dapat dilakukan (Meiliya dan Ester, 2006). Banyak ditemukan lanjut usia dengan penyakit TB paru yang sudah dalam keadaan parah, banyak ditemukan pula bronkitis kronis dan tidak sedikit kematian terjadi akibat radang paru (Nugroho,2007). Penyebaran penyakit TB sangatlah mudah, hal ini sangat rentan pada keluarga yang anggota keluarga lain yang sedang menderita penyakit TB. Oleh karena itu, penyakit TB harus mendapat penanganan yang tepat. Pasein TB yang tidak ditangani dengan baik mengalami komplikasi 2
perdarahan dari saluran pernafasan bawah yang dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke organ lain misalnya otak, tulang, persendian, ginjal, kegagalan nafas bahkan kematian. Pasien lansia yang menderita TB paru juga akan mengalami berbagai masalah keperawatan baik secara biologis, psikologis dan sosial, antara lain bersihan jalan nafas yang tidak efektif, pola nafas yang tidak efektif, gangguan pertukaran gas, cemas berhubungan dengan ketidakmampuan untuk bernafas. Perawat dituntut memiliki pengetahuan dan ketrampilan dalam berbagai bidang termasuk dalam pengelolaan pasien. Perawat menjalankan fungsi dalam kaitannya dengan berbagai peran pemberi asuhan keperawatan, pembuat keputusan klinik dan etika, pelindung dan advokat bagi klien, manajer kasus, rehabilitator, pembuat kenyamanan komunikator dan pendidik (Perry dan Potter, 2005). Peran perawat tersebut juga bisa diterapkan pada pasien lansia yang mengalami TB paru. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menulis karya tulis ilmiah dengan judul Asuhan Keperawatan dengan Tuberkulosis Paru di Rumah Sakit Roemani Semarang. B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Penulis mampu mengetahui gambaran pengelolaan Asuhan Keperawatan dengan Tuberkulosis paru terutama pada lansia 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu memahami konsep dasar dari Tuberkulosis paru meliputi definisi, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, pathways, penatalaksanaan dan komplikasi b. Penulis mampu melakukan pengkajian untuk mengetahui keluhan pasien serta data fokus untuk menentukan masalah yang terjadi pada pasien terutama lansia dengan Tuberkulosis Paru 3
c. Penulis mampu menegakkan diagnosa keperawatan yang muncul pada lansia dengan Tuberkulosis d. Penulis mampu menyusun rencana tindakan keperawatan yang diberikan untuk mengatasi masalah yang terjadi pada lansia dengan Tuberkulosis Paru e. Penulis mampu mengimplementasikan tindakan keperawatan yang telah disusun untuk mengatasi masalah pada lansia dengan Tuberkulosis Paru f. Penulis mampu mengevaluasi hasil akhir dari implementasi yang telah dilakukan pada lansia dengan Tuberkulosis Paru. C. Metode Penulisan dan Teknik Pengambilan Data Karya Tulis Ilmiah ini penulis menyusun dengan menggunakan metode penulisan diskriptif unuk menggambarkan bagaimana suatu proses keperawatan pada pasien terutama lansia dengan Tuberculosis Paru mulai pengkajian sampai evaluasi. Teknik pengumpulan data yang penulis hunakan adalah sebagai berikut : 1. Observasi partisipatif Menggunakan pengamatan langsung dan berperan serta selama perawatan yakni dengan mengamati keadaan umum perkembangan penyakit pasien. Penatalaksanaan dan pengobatan berperan serta aktif memberikan asuhan keperawatan. 2. Wawancara Melakukan kegiatan untuk mendapatkan keterangan langsung dengan menggunakan tanya jawab kepada pasien, keluarga pasien, perawat ruangan, dokter atau tenaga kesehatan lainnya. 3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan adalah ketrampilan dasar yang digunakan selama pemeriksaan antara lain inspeksi,palpasi, auskultasi, yang memungkinkan perawat mengumpulkan data fisik klien yang luas. Penulis mengaplikasikannya pada lansia dengan Tuberkulosis Paru 4
berupa pemeriksaan fisik dari kepala sampai kaki dengan teknik inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi. 4. Studi Dokumenter Penulis menggunakan catatan medis, catatan keperawatan atau catatan penunjang lainnya yang ada di ruangan dalam rangka menambah data penulis juga menggunakan referensi yang dapat menunjang dan melengkapi tinjauan teori dalam mendukung penyusunan karya tulis ini. D. Sistematika Penulisan BAB I : PENDAHULUAN yang meliputi Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Metode Penulisan, Sistematika Penulisan BAB II : KONSEP DASAR yang meliputi Pengertian, Anatomi dan Fisiologi, Etiologi/ Predisposisi, Patofisiologi, Manifestasi Klinik, Penatalaksanaan, Komplikasi, Pengkajian Fokus (Termasuk juga Pemeriksaan Penunjang), Pathways Keperawatan, Fokus Intervensi dan Rasional BAB III : TINJAUAN KASUS yang meliputi pengkajian, Pathways Keperawatan, Diagnosa Keperawatan, Intervensi Keperawatan, Implementasi, Evaluasi BAB IV : PEMBAHASAN berdasar pada pengkajian, diagnosa keperawatan yang ditegakkan sampai evaluasi dari tiap diagnosa dan kendala yang ditemui serta solusinya. BAB V : PENUTUP yang berisi kesimpulan dan saran. 5