BAB I PENDAHULUAN. Prarancangan Pabrik Polistirena dengan Proses Polimerisasi Larutan Kapasitas Ton/Tahun. Pendahuluan

dokumen-dokumen yang mirip
Prarancangan Pabrik Polistiren dari Stiren Monomer dengan Kapasitas ton/tahun Laporan Akhir BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Polistirena dengan Proses Polimerisasi Suspensi Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendirian Pabrik

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang B. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. Perancangan Pabrik Mononitrotoluena dari Toluena dan Asam Campuran dengan Proses Kontinyu Kapasitas 25.

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangan Pabrik Sodium DodekilBenzena Sulfonat Dari DodekilBenzena Dan Oleum 20% dengan Kapasitas ton/tahun.

Prarancangan Pabrik Sodium Dodekilbenzena Sulfonat dari Dodekilbenzena dan Oleum 20% Kapasitas Produksi ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan pabrik isopropil asetat dari asam asetat dan propilen kapasitas ton / tahun

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangan Pabrik Monomer Stirena dari Etil Benzena dengan Proses Dehidrogenasi Kapasitas ton / tahun

BAB I PENDAHULUAN Kapasitas Pabrik Dalam pemilihan kapasitas pabrik acetophenone ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangan Pabrik Dimetil Eter Proses Dehidrasi Metanol dengan Katalis Alumina Kapasitas Ton Per Tahun.

Dari pertimbangan faktor-faktor diatas, maka dipilih daerah Cilegon, Banten sebagai tempat pendirian pabrik Aseton.

Laporan Tugas Akhir Prarancangan Pabrik Monochlorobenzene dari Benzene dan Chlorine Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1 Prarancangan Pabrik Dietil Eter dari Etanol dengan Proses Dehidrasi Kapasitas Ton/Tahun Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. adalah produksi asam akrilat berikut esternya. Etil akrilat, jenis ester

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangan Pabrik Bromopropiopenon dari Propiopenon dan Bromida Kapasitas ton/tahun

BAB I PENDAHULUAN. Prancangan Pabrik Styrene dari Ethylbenzen Kapasitas ton/tahun A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangan Pabrik Ethyl Chloride dari Ethylene dan Hydrogen Chloride Kapasitas Ton/Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangan Pabrik Mononitrotoluen dari Toluen dan Asam Campuran Dengan Proses Kontinyu Kapasitas 55.

BAB I PENDAHULUAN. Amar Ma ruf D

Prarancangan Pabrik Asam Asetat dengan Proses Monsanto Kapasitas Ton Per Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Propilen Glikol dari Proplilen Oksida dan Air dengan Proses Hidrasi Kapasitas Ton / Tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangan Pabrik Perkloroetilen dari Propana dan Klorin Kapasitas ton/tahun BAB I

Prarancangan Pabrik Metil Akrilat Dari Metanol Dan Asam Akrilat Dengan Proses Esterifikasi Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Isobutil palmitat dari Asam palmitat dan Isobutanol Kapasitas Ton / Tahun BAB I PENDAHULUAN

PRARANCANGAN PABRIK DIBUTYL PHTHALATE DARI PHTHALIC ANHYDRIDE DAN N-BUTANOL KAPASITAS TON/TAHUN BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Etanolamin dengan Proses Non Catalytic Kapasitas ton/tahun Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Kiswari Diah Puspita D

1.2 Kapasitas Pabrik Untuk merancang kapasitas produksi pabrik sodium silikat yang direncanakan harus mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu:

Prarancangan Pabrik Mononitrotoluena dari Toluena dan Asam Campuran Dengan Proses Kontinyu Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pendirian Pabrik

PRARANCANGAN PABRIK ASAM FORMIAT DARI METIL FORMAT DAN AIR KAPASITAS TON/TAHUN

Prarancangan pabrik sikloheksana dari benzena Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Sodium Silikat Dari Natrium Hidroksida Dan Pasir Silika Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan I- 1. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kimia yang tidak berwarna dan berbau khas, larut dalam air, alkohol, aseton,

Prarancangan Pabrik Linier Alkil Benzena dengan Proses Detal Kapasitas Ton/Tahun Pendahulan BAB I PENDAHULUAN

PRARANCANGAN PABRIK DIMETIL ETER DARI METANOL KAPASITAS TON/TAHUN

<Pra (Rancangan (pabri^ metil'klorida dari <MetanoCdan asam Florida ton/tafiun PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Industri bahan intermediate (setengah jadi) di Indonesia sedang

Prarancangan Pabrik Alumunium Sulfat dari Asam Sulfat dan Kaolin Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

1 Prarancangan Pabrik n-butil Metakrilat dari Asam Metakrilat dan Butanol dengan Proses Esterifikasi Kapasitas ton/tahun Pendahuluan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PRARANCANGAN PABRIK DIKLOROBUTANA DARI TETRAHIDROFURAN KAPASITAS TON PER TAHUN

BAB I PENDAHULUAN PRARENCANA PABRIK ASETON DARI ISOPROPIL ALKOHOL

Perancangan Pabrik Metil klorida Dengan Proses Hidroklorinasi Metanol Kapasitas Ton/tahun

Prarancangan Pabrik Amonium Klorida dengan Proses Amonium Sulfat - Natrium Klorida Kapasitas Ton/ Tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Daya Alam maupun Sumber Daya Manusia yang berlimpah sangat berpotensi

Prarancangan Pabrik Etilen Glikol dari Etilen Oksida dan Air Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Dodekilbenzena dari Dodekena dan Benzena dengan Proses DETAL Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangan Pabrik Butil Akrilat dari Asam Akrilat dan Butanol Kapasitas Ton per Tahun. Pendahuluan

pembersih sepcrti pembersih Iantai, dan Iain-lain. (Kirk and Othmer, 1977;

Prarancangan Pabrik Isopropanolamin dari Propilen Oksida dan Amonia Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Akrolein dari Propilen dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PRARANCANGAN PABRIK SIKLOHEKSANA DENGAN PROSES HIDROGENASI BENZENA KAPASITAS TON PER TAHUN

BAB I. PENDAHULUAN. adalah tricresyl phosphate yang merupakan senyawa organik ( ester) dengan

I. PENDAHULUAN. Indonesia berpengaruh pada pembangunan di sub-sektor industri.

BAB I PENDAHULUAN. bidang industri. Banyak sektor yang masih tergantung impor dari luar negeri sehingga

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Dodekilbenzena dari Dodeken dan Benzena Dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENGANTAR

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangan Pabrik Asam Formiat Dari Metil Format dan Air dengan Proses Bethlehem Kapasitas Ton/Tahun Pendahuluan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangan Pabrik Asam Formiat dari Metil Format dan Air dengan Proses Bethlehem Kapasitas Ton/Tahun Pendahuluan

Ir. Imam Syafril, MT NIP

Prarancangan Pabrik Asam Asetat dari Metanol dan Karbon Monoksida Kapasitas Ton per Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Asam Nitrat Dari Asam Sulfat Dan Natrium Nitrat Kapasitas Ton Per Tahun BAB I PENDAHULUAN

PRARANCANGAN PABRIK POLISTIRENA DENGAN PROSES POLIMERISASI LARUTAN KAPASITAS TON/TAHUN

1.2. Kapasitas Perancangan Penentuan kapasitas produksi pabrik hexamine, didasarkan pada beberapa pertimbangan, antara lain:

PRARANCANGAN PABRIK N-BUTIL METAKRILAT DARI ASAM METAKRILAT DAN BUTANOL DENGAN PROSES ESTERIFIKASI KAPASITAS TON/TAHUN

commit to user BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Aseton Proses Oksidasi Propilena Kapasitas Ton/Tahun Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Propilen Glikol dari Proplilen Oksida dan air dengan Proses Hidrasi Kapasitas Ton / Tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Prarancangan Pabrik Kalsium Klorida dari Kalsium Karbonat dan Asam Klorida Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Prarancangan Pabrik Xylen dari Etil Benzen Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR

Dalam pemilihan kapasitas rancangan pabrik DME memerlukan beberapa pertimbangan yang harus dilakukan, antara lain:

Prarancangan Pabrik Acrylamide dari Acrylonitrile dan Asam sulfat Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. desinfektan, insektisida, fungisida, solven untuk selulosa, ester, resin karet,

Prarancangan Pabrik Propilen Glikol Dengan Proses Hidrasi Menggunakan Katalis Asam, Kapasitas ton/tahun Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Prarancangan Pabrik Asam Nitrat Dari Natrium Nitrat dan Asam Sulfat Kapasitas Ton/tahun

PRARANCANGAN PABRIK PROPILEN OKSIDA DARI ISOBUTANA, UDARA DAN PROPILEN KAPASITAS TON/TAHUN

Alkena dan Alkuna. Pertemuan 4

PRARANCANGAN PABRIK ETIL KLORIDA DARI HIDROGEN KLORIDA DAN ETILEN KAPASITAS TON/TAHUN

Prarancangan Pabrik Tritolyl Phosphate dari Cresol dan POCl3 Dengan Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Prarancangan Pabrik Monoethylamin dari Ethanol dan Amoniak Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

PRARANCANGAN PABRIK FORMALDEHIDA DARI METANOL DAN UDARA DENGAN PROSES SILVER KAPASITAS TON/TAHUN

Prarancangan Pabrik Formaldehida Dengan Proses Katalis Perak Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

PRARANCANGAN PABRIK METIL METAKRILAT DARI ASETON SIANOHIDRIN 1 DAN METANOL KAPASITAS TON/TAHUN BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendirian Pabrik

Prarancangan Pabrik Asam Oksalat dari Tetes dengan Kapasitas ton/tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Prarancangan Pabrik Propilen Glikol dari Propilen Oksid Kapasitas ton/tahun BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Kain Akrilik

PENDAHULUAN. industri. Sasaran penting yang ingin dicapai dalam pembangunan bidang. menghemat devisa, dan meningkatkan ekspor untuk menunjang

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, pemanfaatan sumber daya alam yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendirian Pabrik Pertumbuhan industri kimia di Indonesia mengalami peningkatan seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat. Salah satu bahan yang banyak digunakan dalam industri adalah polimer. Polimer merupakan bahan yang popular saat ini, tingkat penggunaan polimer sudah sangat tinggi, sebagian besar peralatan dan perlengkapan disekitar kita mengandung polimer seperti plastik dan serat buatan. Salah satu jenis polimer adalah polistirena. Polistirena (IUPAC Poly (1-phenylethene-1,2-diyl)), adalah sebuah polimer dengan stirena monomer, sebuah hidrokarbon cair yang dibuat secara komersial dari minyak bumi. Produk polistirena yang pertama kali diproduksi untuk dikomersialkan adalah homopolimer stirena yang juga dikenal sebagai polistirena kristal. Polistirena kristal ini juga dikenal sebagai General Purpose Polystyrene (GPPS), yang lebih tahan panas daripada produk polimer termoplastik lainnya. Perkembangan lebih lanjut dari polistirena ini adalah Expendable Polystyrene (EPS). Produk polistirena lain yang tak kalah pentingnya adalah polistirena dengan modifikasi karet atau High Impact Polystyrene (HIPS). Produk HIPS ini bersifat tidak tembus cahaya, lebih keras dan lebih mudah dalam pembuatannya dibandingkan dengan produk polimer termoplastik lainnya. Kegunaan polistirena cukup luas, antara lain untuk isolator atau bahan pelapis pada kawat atau kabel, resin, peralatan rumah tangga dari plastik, botol, mainan anak-anak, casing CD dan DVD, furniture, dan sebagainya. Namun, saat ini di Indonesia sendiri belum memiliki pabrik polistirena yang kapasitasnya cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, sehingga masih mengimpor dari negara lain seperti China, Amerika Serikat, Jerman, Taiwan, dan lain-lain. Berdasarkan fakta tersebut, maka pendirian pabrik polistirena di Indonesia sangat prospektif. Teknik Kimia UMS 1

Didirikannya pabrik polistirena di Indonesia akan membantu memenuhi kebutuhan dalam negeri, mengurangi ketergantungan impor, meningkatkan ekspor dan menghemat devisa negara. Selain itu, hal ini juga dapat menjadi pemacu tumbuh dan berkembangnya industri lain yang menggunakan polistirena, serta meningkatkan pengembangan sumber daya manusia di Indonesia. 1.2 Kapasitas Rancangan Untuk menentukan kapasitas pabrik polistirena yang akan didirikan maka perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1. Data impor polistirena di Indonesia Kebutuhan polistirena di Indonesia dipenuhi dengan impor dari negara lain seperti: Amerika Serikat, Cina, Jerman, Taiwan, dan dari produksi pabrik dalam negeri yaitu PT Royal Chemical Indonesia. Sementara berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik menunjukkan impor polistirena di Indonesia cukup tinggi dan cenderung mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 dan Gambar 1 sebagai berikut: Tabel 1. Data Impor Polistirena di Indonesia No Tahun Jumlah (Ton) 1 2006 5.071,000 2 2007 5.521,000 3 2008 19.793,000 4 2009 24.075,000 5 2010 25.625,000 6 2011 28.143,000 7 2012 43.405,000 8 2013 39.552,000 9 2014 42.894,000 10 2015 49.784,000 (Badan Pusat Statistik, 2012) Teknik Kimia UMS 2

Import Polistirena (Ton) Prarancangan Pabrik Polistirena dengan Proses Polimerisasi Larutan 60.000 50.000 40.000 30.000 20.000 y = 4989.9x - 1E+07 R² = 0.9401 10.000 0 2006 2008 2010 2012 2014 Tahun Gambar 1. Grafik Impor Polistirena di Indonesia Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1 dan Gambar 1 impor polistirena mengalami kenaikan relatif linier mengikuti persamaan 1.1. y = 4989.9x-1E+07.... (1.1) Dimana: x = Tahun produksi Dengan persamaan tersebut, pada tahun 2019 diperkirakan impor polistirena di Indonesia adalah 74.608,100 ton. 2. Kapasitas pabrik yang sudah beroperasi Di Indonesia polistirena diproduksi oleh PT Royal Chemical Indonesia dengan kapasitas produksi yaitu 30.000 ton/tahun. (Aditiawan,2006). Teknik Kimia UMS 3

Untuk data produksi polistirena di dunia dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut: Tabel 2. Data Produksi Polistirena di Dunia No Perusahaan Lokasi Kapasitas (ton/tahun) 1 Baser Petrokimya Yumurtalky, Turkey 50.000,000 2 American Styrenics USA, OH, Hanging Rock 180.000,000 3 INEOS NOVA Marl, Germany 190.000,000 4 Total Petrochemicals Carling, France 200.000,000 5 Chi Mei Tainan 240.000,000 6 Dow Chemical 7 Styrolution INEOS Styrenics Tessenderlo, Belgium 265.000,000 USA, Ohio Belpre 409.000,000 8 BASF Antwerp, Belgium 540.000,000 (ICIS plants & Projects, 2010) Dari data pada Tabel 2 dapat diketahui kapasitas minimal pabrik polistirena yang diproduksi adalah 50.000 ton/tahun. Berdasarkan data impor dan kapasitas pabrik yang ada, maka dipilih kapasitas sebesar 75.000 ton/tahun untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan dapat menjangkau pasar ekspor di masa mendatang. Pabrik ini direncanakan didirikan pada tahun 2019. 3. Ketersediaan bahan baku Bahan baku polistirena adalah stirena monomer yang diperoleh dari PT Styrindo Mono Indonesia (SMI) yang mempunyai kapasitas produksi 340.000 ton/tahun. Teknik Kimia UMS 4

1.3 Lokasi Pabrik Dalam penentuan lokasi pabrik, banyak hal yang perlu dipertimbangkan dan yang paling utama adalah pabrik tersebut harus terletak di lokasi di mana biaya produksi dan distribusi dapat diminimalkan sekecil mungkin. Lokasi pabrik polistirena ditetapkan di daerah Cilegon, Banten berdasarkan faktorfaktor berikut: 1. Bahan baku Bahan baku utama dan bahan pembantu pembuatan polistirena yaitu stirena monomer dan etil benzena diperoleh dari PT Styrindo Mono Indonesia (SMI) yang terletak di daerah Cilegon, Banten. Sedangkan untuk bahan pembantu lainnya seperti benzoil peroksida diperoleh dari PT Cortico Sejahtera. 2. Pemasaran Cilegon merupakan daerah yang strategis untuk pendirian suata pabrik karena dekat dengan Jakarta sebagai pusat perdagangan di Indonesia. Disamping itu kedekatan dengan pelabuhan Merak juga menguntungkan untuk pemasaran di luar Jawa ataupun untuk diekspor 3. Transportasi Cilegon memiliki sarana transportasi darat dan laut yang memadai. Tersedianya jalan tol dan pelabuhan di kawasan tersebut dapat memudahkan transportasi pemasaran produk dan bahan baku. 4. Utilitas Sumber air dari sungai Cidanau digunakan untuk memenuhi kebutuhan utilitas pabrik dan lain-lain. Untuk kebutuhan listrik disuplai dari PLN Suralaya. 5. Sumber daya manusia Salah satu hal yang mendukung berdirinya suatu pabrik adalah kemudahan mendapatkan tenaga kerja menengah kebawah dan tenaga kerja ahli (lulusan Perguruan Tinggi). Cilegon dan sekitarnya merupakan kota yang padat penduduknya, serta dalam bidang Teknik Kimia UMS 5

pendidikan pun sudah relatif maju. Sehingga, tidak mengalami kekurangan sumber daya manusia. 6. Kondisi lingkungan masyarakat Penduduk Cilegon sudah terbiasa dengan lingkungan industri sehingga pendirian pabrik baru merupakan hal biasa. Selain itu masyarakat juga mendukung adanya pendirian pabrik baru karena adanya pabrik baru yang terdahulu telah meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. 7. Kondisi geografis Secara geografis, daerah Cilegon, Banten, relatif aman dari berbagai bencana alam seperti banjir, tanah longsor, dan tsunami. Terlebih daerah tersebut bukan merupakan jalur rawan gempa. Hal itu menjadi salah satu faktor yang mendukung berdirinya pabrik di daerah Cilegon, Banten. 8. Kebijaksanaan Pemerintah Pemda Banten mempunyai kebijakan untuk mengembangkan dan memajukan daerahnya. Dengan adanya pembangunan pabrik polistirena, diharapkan daerah dan masyarakat sekitarnya akan semakin berkembang dan sejahtera. Teknik Kimia UMS 6

1.4 Tinjauan Pustaka 1.4.1 Macam-macam Proses 1. Polimerisasi Larutan Proses ini dilakukan dengan melarutkan monomer dengan pelarut yang cocok sebelum terjadi polimerisasi. Dalam hal ini, pelarut yang digunakan adalah etil benzena (Kirk and Othmer, 1982). Umumnya etil benzena ditambahkan dengan porsi yang sedikit (biasanya 5-15%) untuk mengontrol kecepatan polimerisasi, menghilangkan panas polimerisasi, dan mengurangi viskositas. Reaksi polimerisasi dilakukan pada suhu sedang dan dibantu dengan inisiator untuk mempercepat reaksi. Biasanya benzoil peroksida digunakan sebagai inisiator (Ullmann s, 2005). Pembutan polistirena umumnya terdiri dari beberapa tahap antara lain tahap prepolimerisasi, polimerisasi, penghilangan gas, recovery pelarut, dan pembentukan pellet. Proses ini biasanya menggunakan lebih dari satu reaktor RATB. Pada reaktor RATB panas dihilangkan dengan menggunakan jaket atau koil pendingin. panas polimerisasi menyebabkan bagian dari stirena menguap dan nantinya akan direcycle kembali ke reaktor. Polimerisasi dilakukan pada suhu 90 o C dan tekanan 1 atm. Konversi monomer mencapai 70% menjadi produk di dalam reaktor (Ulmann s, 2005). Proses ini memiliki kelemahan, yaitu kemungkinan terjadinya perpindahan rantai yang menyebabkan pembentukan polimer dengan massa molekul yang lebih rendah. Selain itu, untuk memisahkan hasil polimer dan pelarutnya perlu proses lebih lanjut (Kirk and Othmer, 1982). 2. Polimerisasi Bulk Polimerisasi bulk menggunakan monomer murni tanpa pelarut untuk meminimalkan kandungan residu monomer. Meskipun demikian, proses polimerisasi bulk sangat sulit mengontrol karakteristik pertumbuhan rantai polimerisasi. Dengan kondisi Teknik Kimia UMS 7

eksotermis tinggi dan mempunyai energi aktivasi yang tinggi menyebabkan kesulitan mengontrol panas reaksi. Selain itu kelemahan dari proses ini adalah sulitnya menghilangkan panas polimerisasi dan sulitnya pengadukan dikarenakan viskositas yang terlalu tinggi (Ullmann s, 2005). 3. Polimerisasi Suspensi Monomer yang mengandung inisiator yang terlarut disebarkan sebagai tetesan dalam cairan. Hal ini dilakukan dengan pengadukan yang cepat selama reaksi. Polimerisasi terjadi dalam tetesan-tetesan. Keuntungan metode ini adalah mudah dalam pengambilan panas reaksi dan hasil polimer yang terbentuk berupa butiran kecil sehingga mudah disimpan. Kelemahan cara ini yaitu metodenya yang cukup rumit dan perlu ketelitian yang tinggi dalam menjalankan prosesnya (Kirk and Othmer, 1982). 4. Polimerisasi Emulsi Polimerisasi ini menyerupai polimerisasi suspensi. Hal yang membedakannya adalah terdapat penambahan sabun untuk meningkatkan kualitas tetesan monomer. Sabun membentuk agrerat molekul sabun atau misel. Misel ini melarutkan monomer dengan cara mengambil monomer ke bagian dalam misel. Inisiator yang larut dalam fase cair mendifusi ke dalam misel yang dipenuhi molekulmolekul monomer. Selanjutnya, inisiator ini akan memicu terjadinya polimerisasi di dalam misel. Dengan cara ini, polimerisasi bermassa tinggi dapat terbentuk. Umumnya digunakan untuk kopolimerisasi stirena dengan monomer lainnya atau polimer. Itu bukan metode yang umum diterapkan secara komersial dalam memproduksi high impact polistirena. Polimerisasi emulsi dilakukan mirip dengan polimerisasi suspensi, hanya saja proses ini menggunakan tetesan monomer yang berukuran mikroskopis (Kirk and Othmer, 1982). Teknik Kimia UMS 8

Tabel 3. Perbandingan Proses Pembuatan Polistirena Jenis Proses Produksi Kelebihan Polimerisasi Larutan Mudah dalam penghilangan panas polimerisasi Viskositasnya rendah Pengontrolan suhu lebih mudah Kemurnian produk tinggi Polimerisasi Bulk Kandungan residu monomer rendah Kemurnian produk tinggi Penanganan material mudah Polimerisasi Suspensi Tidak ada kesulitan dengan panas polimerisasi Polimer berbentuk butiran sehingga mudah disimpan Polimerisasi Emulsi Prosesnya cepat tidak ada kesulitan dengan panas polimerisasi Dapat diterapkan secara kontinyu Kekurangan Dibutuhkan proses lebih lanjut untuk memisahkan polimer dan pelarutnya Massa molekul rendah Sangat eksotermis Viskositas tinggi Sulit dalam menghilangkan panas polimerisasi Waktu pengerjaan lama Memerlukan ketelitian tinggi Prosesnya rumit Memerlukan unit pengering dan pencucian dalam proses produksi Prosesnya rumit Dimungkinkan terjadinya kontaminasi polimer dengan air dan agen pengemulsi Dengan membandingkan kelebihan dan kekurangan proses pembuatan high impact polistirena di atas, maka proses yang dipilih adalah proses polimerisasi larutan. Disamping memiliki kelebihan yang sudah dijelaskan di atas, pemilihan polimerisasi larutan juga Teknik Kimia UMS 9

dikarenakan proses tersebut menggunakan fase yang homogen. Sedangkan suspensi dan emulsi polimerisasi keduanya menggunakan fase yang heterogen, sehingga dari sisi ekonomi dan proses dinilai kurang efisien. Kekurangan dari suspensi dan emulsi lainnya adalah kapasitasnya yang relatif kecil dan sulit untuk digunakan dalam skala industri. Adapun polimerisasi bulk, proses tersebut tidak dipilih dikarenakan memiliki kekentalan yang cukup tinggi, sehingga dapat mengurangi efisiensi panas. Terlebih, kekentalan tersebut juga dapat mempercepat kerusakan pada alat, khususnya yang menggunakan pengaduk, sehingga dari sisi ekonomi menjadi kurang efisien. Maka itu, dipilihlah polimerisasi larutan yang menggunakan pelarut etil benzena dan inisiator benzoil peroksida, guna mengatasi kekurangan-kekurangan yang terdapat pada polimerisasi bulk. 1.4.2 Kegunaan Produk Polistirena banyak digunakan sebagai (Kirk and Othmer, 1982): 1. Bungkus makanan, 2. Bahan isolator, 3. Furniture, 4. Bahan pengepakan atau pembungkus, 5. Bahan peralatan rumah tangga, dan lain-lain. Teknik Kimia UMS 10

1.4.3 Sifat Fisis dan Kimia Bahan Baku, Bahan Pembantu serta Produk A. Bahan Baku 1. Stirena Monomer a. Sifat Fisis Rumus molekul : C 8 H 8 Wujud : Cair Berat molekul : 104,153 g/mol Densitas pada 25 C : 0,8998 g/ml Densitas kritis : 0,297 g/ml Viskositas pada 25 C : 0,6719 cp Tekanan kritis : 38,3 Mpa Suhu kritis : 362,1 C Volume kritis : 3,37 ml/g Titik didih pada 1 atm : 145,15 C Flash point : 31,1 C Autoignition point : 490 C Panas pembakaran ( Hc) pada 25 C Panas pembentukan ( Hf) gas (25 C) cair (25 C) Panas polimerisasi ( Hp) pada 25 C Panas penguapan ( Hv) pada 25 C : 4,263kJ/mol : 147,4 kj/mol : 103,4 kj/mol : 69,9 kj/mol : 421,7 J/g Kelarutan dalam air : 0,03% berat Kemurnian : 99,85% Etil Benzena : Maksimal 0,13% berat Toluena : Maksimal 0,20% berat (Ullmann s, 2005) Teknik Kimia UMS 11

b. Sifat Kimia 1. Dapat terpolimerisasi dengan cepat membentuk polistirena dengan cepat. 2. Alkilasi stirena dengan methanol menjadi metil eter Reaksi yang terjadi: C 6 H 5 CH = CH 2 + CH 3 OH C 6 H 5 -CH(OCH 3 )CH.. (1.2) 3. Polimerisasi stirena menjadi polivinilbenzena Reaksi yang terjadi : nc 6 H 5 CH = CH 2 + O 3 (CHCH 2 )n -C 6 H 5.... (1.3) 4. Oksidasi stirena di udara Stirena akan teroksidasi menjadi berbagai senyawa lain, termasuk benzaldehida, formaldehida, asam format, dan alkena jenis lainnya. (Ullmann s, 2005) B. Bahan Pembantu 1. Etil Benzena a. Sifat Fisis Rumus molekul : C 8 H 10 Wujud : Cair Berat molekul : 106,168 g/mol Densitas pada 25 C : 0,86262 g/cm 3 Viskositas pada 25 C : 0,6317 cp Titik beku : - 94,949 C Titik didih pada 1 atm : 136,2 C Kelarutan dalam air : 0,001% berat Kapasitas panas Untuk gas ideal (25 C) : 1169 J/kgK Untuk cairan (25 C) : 1752 J/kgK Tekanan kritis : 36,09 bar Teknik Kimia UMS 12

Suhu kritis : 344,02 C Faktor aksentrik : 0,3026 Kompresibilitas kritis : 0,263 Flash point : 15 C Kemurnian : 99,85% berat Benzena : Maksimal 0,30% berat Toluena : Maksimal 0,30% berat (Ullmann s, 2005) b. Sifat Kimia 1. Reaksi Dehidrogenasi Proses ini dilakukan pada fase gas dengan katalis Fe 2 O 3 dan membutuhkan panas. Reaksi yang terjadi: C 6 H 5 CH 2 CH 3 C 6 H 5 = CH 2 + H 2.... (1.4) 2. Reaksi Oksidasi Reaksi oksidasi menghasilkan etil benzena hidroperoksid. Reaksi yang terjadi: C 6 H 5 CH 2 CH 3 + O 2 C 6 H 5 CH(OOH)CH 3.... (1.5) Reaksi fase cair dengan udara digelembungkan melalui cairan terhadap katalis. Hidroperoksida merupakan senyawa yang tidak stabil, maka kemungkinan kenaikan temperatur harus dihindari karena akan terjadi dekomposisi. Polietilbenzena merupakan produk samping dari pembuatan etilbenzena. 3. Reaksi Hidrogenasi Dapat terjadi dengan bantuan katalis Ni, Pt, atau Pd menghasilkan etilsiklohexana. Reaksi yang terjadi: C 6 H 5 CH 2 CH 3 + 3H 2 C 6 H 11 C 2 H 5.... (1.6) 4. Reaksi Halogenasi Dapat terjadi dengan adanya bantuan panas atau cahaya. Reaksi yang terjadi: Teknik Kimia UMS 13

2. Benzoil Peroksida C. Produk a. Sifat Fisis 2C 6 H 5 CH 2 CH 3 + Cl 2 C 6 H 5 CH-ClCH 3 + C 6 H 5 CH 2 Cl. (1.7) Rumus molekul : C 14 H 10 O 4 Wujud : padat Berat molekul : 242,23 g/gmol Densitas (25 o C) : 1,199 g/cm 3 Viskositas : 1,85 cp Specific heat : 0,1211 cal/g o C Titik leleh (1 atm) : -8 o C Titik didih (1atm) : 115 o C b. Sifat Kimia 1. Polistirena 1. Tereduksi dengan katalis platinum (Ullmann s, 2005). (Ullmann s, 2005). 2. Jika dipanaskan akan terdekomposisi menjadi peroxide dan diphenyl 3. Dengan amina sekunder akan menjadi derivate benzoyl 4. Larut dalam pelarut organik, stirena, dan methyl methacrylate a. Sifat Fisis Rumus molekul : (C 8 H 8 )n Wujud : Padat (Ullmann s, 2005). Berat molekul : 100.000-200.000 g/mol Densitas : 1,03 1,05 g/cm 3 Konduktifitas panas : 0,16 W K 1 m 1 Konstanta dielektrik : 2,5-2,7 MHz Tensile modulus : 1600 2800 Mpa Teknik Kimia UMS 14

Yield tensile strength : 20 45 Mpa Tensile elongation : 25 70% Specific grafity : 1,04-1,065 (Ullmann s, 2005). b. Sifat Kimia 1. Dalam kondisi tertentu oksidasi asam menyebabkan degradasi oksidatif. 2. Dengan akrilonitril dan butadiena membentuk akrilonitril butadiena stirena (ABS). 3. Perubahan ikatan rangkap ke ikatan tunggal kurang reaktif. 4. Fleksibel dan mudah dibentuk padatan karena kekuatan Van der Waal yang kuat, yang ada antara rantai hidrokarbon yang panjang. 5. Larut dengan pelarut organik, terutama yang mengandung aseton. (Ullmann s, 2005). 1.4.4 Tinjauan Proses Secara Umum Polimerisasi stirena merupakan reaksi polimerisasi adisi (chainreaction polymerization). Pada reaksi ini, sifat khas yang membedakan dengan reaksi polimerisasi kondensasi adalah terbentuknya polimer dengan berat molekul yang tinggi dalam waktu yang relatif singkat. (Kirk and Othmer, 1982). Polimerisasi ini terdiri dari tiga tahapan reaksi, yaitu (Ebewele, 2000): 1. Tahap Inisiasi Proses inisiasi adalah proses pembentukan radikal bebas dari inisiator. Biasanya inisiator yang digunakan adalah benzoil peroksida. Proses ini dapat dilakukan dengan cara pemanasan monomer dan penambahan inisiator yang akan membentuk radikal bebas ketika Teknik Kimia UMS 15

dipanaskan atau diradiasi. Bila kita nyatakan radikal bebas yang terbentuk dari inisiator sebagai R, dan molekul stirena monomer dinyatakan dengan C 7 H 6 =CH 2, maka tahap inisiasi menjadi : (R ) + (C 7 H 6 = CH 2 ) (C 7 H 6 = CH 2 - R ). (1.8) 2. Tahap Propagasi Pada tahap ini, terjadi reaksi adisi molekul monomer pada radikal monomer yang terbentuk pada tahap inisiasi. Bila proses dilanjutkan, maka akan terbentuk molekul polimer yang besar, dimana ikatan rangkap C=C dalam stirena monomer akan berubah menjadi ikatan tunggal C-C. (C 7 H 6 =CH 2 )+(C 7 H 6 =CH 2 - R ) (-(C 7 H 6 -CH 3 )n-c 7 H 6 -CH 3 - R )..(1.9) 3. Tahap Terminasi Pada tahap ini, terjadi reaksi antara radikal polimer yang sedang tumbuh dengan radikal mula-mula yang terbentuk dari inisiator, yaitu C 7 H 6 = CH 2 - R atau antara radikal polimer yang sedang tumbuh dengan radikal polimer lainnya, yaitu - C 7 H 6 - CH 3 - C 7 H 6 - CH 3 - R sehingga akan membentuk polimer dengan berat molekul tinggi : (R - CH 3 (C 7 H 6 - CH 3 )n -) + (R - CH 3 (C 7 H 6 - CH 3 )n -) - (R CH 3 - (C 7 H 6 - CH 3 )n - C 7 H 6 - CH 3 - R ). (1.10) Teknik Kimia UMS 16