1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah usaha yang diarahkan agar setiap penduduk dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Upaya tersebut sampai saat ini masih menjadi kendala yang disebabkan masih tingginya masalah kesehatan, terutama yang berkaitan dengan penyakit yang dapat menghambat kemampuan seseorang untuk hidup sehat. Penyakit penyakit tersebut diantaranya adalah gagal ginjal kronik (GGK) (Depkes RI, 2002). Gagal ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal kronik bisa ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, dan pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialysis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2006). WHO memperkirakan setiap 1 juta Jiwa terdapat 23 30 orang yang mengalami Gagal Ginjal Kronik per tahun. Kasus GGK di dunia meningkat per tahun lebih 50%. Jumlah pasien penderita penyakit gagal ginjal di Indonesia di perkirakan 60.000 orang dengan pertambahan 4.400 pasien baru setiap tahunnya. Pertambahan pasien gagal ginjal dapat disebabkan oleh salah satunya faktor usia, pola hidup, dan karakteristik seseorang tersebut (Wijaya, 2010).
2 Pada klien gagal ginjal kronik, tindakan untuk mempertahankan hidupnya salah satunya dengan terapi hemodialisis dan taat terhadap intervensi yang diberikan bagi penderita gagal ginjal. Biasanya pada klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis sering kali mengalami kegagalan dalam diet, pembatasan cairan dan pengobatan yang bisa memberikan dampak besar dalam morbiditas dan kelangsungan hidup klien. Dilaporkan lebih dari 50% pasien yang menjalani terapi hemodialisis tidak patuh dalam pembatasan asupan cairan (Baines & Jindal, 2000 ; Kutner, 2001 ; Tsay, 2003 dalam Barnet et al, 2008). Kepatuhan terapi pada penderita hemodialisa merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, karena jika pasien tidak patuh akan terjadi penumpukan zat-zat berbahaya dari tubuh hasil metabolisme dalam darah. Sehingga penderita merasa sakit pada seluruh tubuh dan jika hal tersebut dibiarkan dapat menyebabkan kematian. Pada dasarnya penderita gagal ginjal baik akut maupun kronik sangat tergantung pada terapi hemodialisis yang fungsinya menggantikan sebagian fungsi ginjal (Sunarni, 2009). Pembatasan cairan seringkali sulit dilakukan oleh klien, terutama jika mereka mengkonsumsi obat-obatan yang membuat membran mukosa kering seperti diuretik, sehingga menyebabkan rasa haus dan klien berusaha untuk minum. Hal ini karena dalam kondisi normal manusia tidak dapat bertahan lebih lama tanpa asupan cairan dibandingkan dengan makanan (Potter & Perry, 2008).
3 Pada klien gagal ginjal kronik apabila tidak melakukan pembatasan asupan cairan maka cairan akan menumpuk di dalam tubuh dan akan menimbulkan edema di sekitar tubuh seperti tangan, kaki, muka, dirongga perut disebut acites dan ke paru paru sehingga membuat sesak nafas. Kondisi ini akan membuat tekanan darah meningkat dan memperberat kerja jantung. Secara tidak langsung berat badan klien juga akan mengalami peningkatan berat badan yang cukup tajam, mencapai lebih dari berat badan normal (0,5 kg /24 jam) yang dianjurkan bagi klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa. Karena itulah perlunya klien gagal ginjal kronik mengontrol dan membatasi jumlah asupan cairan yang masuk dalam tubuh. Pembatasan asupan cairan penting agar klien yang menderita gagal ginjal tetap merasa nyaman pada saat sebelum, selama dan sesudah terapi hemodialisis (Brunner & Suddart, 2002; Hudak & Gallo, 1996 ; YGDI, 2008). Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Januari 2013 di RSU PKU Muhammadiyah Gombong, pasien yang tidak taat terhadap diit cairan berjumlah 36 jiwa dari jumlah total 57 pasien GGK yang menjalani terapi hemodialisa. Berdasarkan wawancara dari beberapa pasien yang tidak patuh terhadap diet cairan, kasus ketidakpatuhan pasien terhadap cairan bukan karena kurangnya pengetahuan, tetapi karena pasien tidak mampu menahan rasa haus, meskipun pasien tahu dampak negatif jika banyak minum, sedangkan menurut pasien yang patuh terhadap diit cairan di sebabkan karena pasien menyadari akan
4 bahayanya kelebihan cairan bagi penderita GGK. Berdasarkan penjelasan dari latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Pembatasan Cairan pada Klien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Terapi Hemodialisis Diruang Hemodialisa RSU PKU Muhammadiyah Gombong. B. Perumusan Masalah Berdasarkan penjelasan dari latar belakang diatas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah : Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dengan kepatuhan pembatasan cairan pada klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pembatasan cairan pada klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi kepatuhan dalam pembatasan acairan pada klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis.
5 b. Mengidentifikasi faktor pendidikan tentang HD yang mempengaruhi kepatuhan dalam pembatasan cairan pada klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis. c. Mengidentifikasi faktor dukungan keluarga yang mempengaruhi kepatuhan dalam pembatasan cairan pada klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis. d. Mengidentifikasi faktor persepsi klien tentang pelayanan keperawatan yang mempengaruhi kepatuhan dalam pembatasan cairan pada klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis. e. Mengidentifikasi faktor lama menjalani terapi hemodialisis yang mempengaruhi kepatuhan dalam pembatasan cairan pada klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis. f. Mengidentifikasi faktor akses pelayanan kesehatan menjalani terapi hemodialisis yang mempengaruhi kepatuhan dalam pembatasan cairan pada klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian serta dapat dijadikan dasar dalam melakukan penelitian di masa yang akan datang 2. Penelitian Keperawatan
6 Sebagai data dasar untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut berkaitan metode baru mengenai pasien gagal ginjal kronik yang tidak patuh terhadap cairan. 3. Bagi Rumah Sakit Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pelayanan keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan mandiri kepada klien dengan pembatasan asupan cairan. Dalam hal ini perlu diketahui pengaruh faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pembatasan cairan pada pasien gagal ginjal kronik. E. Keaslian Penelitian Menurut pengetahuan peneliti bahwa sudah banyak penelitian terdahulu yang telah meneliti tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan pembatasan cairan; 1. Telah dilakukan penelitian oleh Tamanampo (2000) yang berjudul faktorfaktor yang berhubungan dengan kepatuhan penderita gagal ginjal tahap akhir dalam menjalankan hemodialisis di unit hemodialisa pelayanan kesehatan St Carolus tahun 2000 terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan cuci darah adalah pengetahuan, sikap, dukungan keluarga. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa variabel pengetahuan sebesar 43,5% namun menurut hasil perhitungan statistik menunjukkan hubungan yang tidak signifikan. Demikian juga
7 dengan variabel sikap dan keluarga sebesar 43,5% dan 55 % menunjukan hubungan yang tidak signifikan antara variabel independen dan dependen menurut hasil perhitungan statistik. Persamaan penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian diatas adalah sample yang digunakan menggunakan pasien gagal ginjal kronik, dan kesamaannya lainnya adalah menggunakan metode penelitian deskriptif cross sectional. Perbedan penelitian yang penulis lakukan dengan penelitian diatas adalah menggunakan variabel bebas yaitu informasi, dukungan keluarga, persepsi pasien tentang pelayanan keperawatan, lama menjalani HD. 2. Penelitian oleh Lita Kartika Sari dengan yang berjudul Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan dalam pembatasan asupan cairan pada klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis di Ruang Hemodialisa RSUP Fatmawati Jakarta 2009 yaitu sebagian besar klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis berpendidikan SMA. Berdasarkan hasil uji statistik di dapatkan P value < 0.05 yaitu sebesar 0.044 dapat disimpulkan secara statistik terbukti untuk menyatakan adanya hubungan antara pendidikan klien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis dengan kepatuhan dalam pembatasan asupan cairan. Klien yang berpendidikan SMP menurunkan resiko untuk tidak patuh dalam pembatasan asupan cairan sebesar 0.556 dibandingkan dengan klien yang berpendidikan SD. Klien yang berpendidikan SMA
8 berpotensi 3 kali untuk patuh dalam pembatasan asupan cairan dibandingkan dengan klien yang berpendidikan SD, klien yang berpendidikan perguruan tinggi berpotensi 5 kali untuk patuh dalam pembatasan asupan cairan dibandingkan SD. Persamaan penelitian yang dilakukan penulis lakukan dengan penelitian diatas adalah menggunakan variabel terikat ketidakpatuhan dalam pembatasan asupan cairan pada pasien gagal ginjal kronik. Perbedaan penelitian yang dilakukan penulis dengan penelitian diatas adalah menggunakan variabel bebas informasi, dukungan keluarga, persepsi pasien tentang pelayanan keperawatan dan lama menjalani HD.