SUTRADARA DALAM FILM DOKUMENTER TRADISI KIRAB KEBO BULE KERATON SURAKARTA HADINGRAT Dwi Asih Yudha Wibowo, Rahmawati Zulfiningrum Program Studi Penyiaran D-III, Fakultas Ilmu Komputer Universitas Dian Nuswantoro Jl. Nakula 1 No. 5-11, Semarang, Kode Pos 50131 Telp : (024) 3517361, Fax : (024) 3520165 E-mail : yudhasonia@gmail.com, darumzulfie@gmail.com ABSTRAK Kebudayaan merupakan salah satu identitas sebuah bangsa di mata bangsa-bangsa lain, berbagai macam kebudayaan yang Indonesia miliki salah satunya adalah malam satu suro. Keunikan malam satu suro dari berbagai aspek mulai dari acara kirab pusaka, filosofi kebo bule, fungsi kebo bule yang di kirabkan, dan jenis-jenisnya benda benda pusaka lainnya yang mempunyai nilai seni tinggi dan nilai sejarah. Sejarah serta fungsi kirab kebo bule ini mengalami perbedaan disetiap individu setelah melalalui berbagai masa, periode, perkembangan manusia dan kemajuan zaman. Perbedaan sudut pandang yang kompleks mulai dari sisi mistis, budaya, kesenian dan ilmiah dari berbagai tokoh masyarakat sendiri. Hal ini mengharuskan penerus bangsa terlebih generasi muda ikut serta dalam pelestarian tradisi kirab pusaka dan kebo bule yang berada di kota Surakata. Belum banyak masyarakat yang mengetahui bahwa kebo bule adalah hewan yang unik yang Indonesia miliki, bukan hanya dipandang dari sisi mistis. Melalui perbandingan sudut pandang tokoh masyarakat yang dipaparkan tanpa mendiskriminasi satu pihakpihak tertentu penulis ingin mengangkat kirab kebo bule ini kedalam film dokumenter yang berjudul Tradisi Kirab Kebo Bule Keraton Surakarta Hadiningrat. Untuk menghasilkan film Dokumenter yang menarik, peran Sutradara sangat penting dalam proses produksinya. Laporan proyek akhir ini berisi tentang peran dan tugas sebagai sutradara yang bertanggung jawab atas jalannya proses produksi yang meliputi pra produksi dengan metode riset, hingga observasi di Solo dengan para ahli budaya dan narasumber untuk kebutuhan penggalian data laporan proyek akhir ini, produksi dengan pengambilan gambar yang variatif serta narasumber yang lugas menyampaikan penjelasannya, dan paska produksi meliputi proses editing. Hasil akhir dan karya
penulisan dokumenter ini mampu memberikan informasi dan edukasi kepada khalayak agar lebih mengenal sejarah dan terdorong untuk terus melestarikan. Kata Kunci : Dokumenter, Sutradara, Suronan, Tradisi, Kebo bule, Keraton, Surakarta, Indonesia. ABSTRACT Culture is the identity of a nation, one of the Indonesian culture is a Malam Satu Suro. Malam Satu Suro has many unique ranging from carnival event Kebo Bule and the various objects - heirlooms that have high artistic value and historical. History and ritual carnival Kebo Bule has the difference experience at each period, human development and progress. The different perspectives of mystical side, the culture and science of various public figures. It requires the nation's next first young generation to participate in the preservation of heritage and tradition of carnival Kebo Bule who was in Surakata. Not many people know that Kebo Bule is a unique animal in Indonesia is not only seen on the mystical side. Through a comparative viewpoint of public figures presented without discriminating against certain parties, the author's want to raise about Kebo Bule carnival into a documentary film titled "Tradition of Kebo Bule Carnival Keraton Surakarta Sultanate. To produce interesting documentary films, Director role is very important in the production process. The final project report is about the role and duties of the director in charge of the production process includes pre-production with research methods, up to observations in Solo with cultural experts and resource persons for the needs of data collection report this final project, the production of the shooting varied and speakers who bluntly expressed his explanation, and post-production include the editing process. The final results and the work of writing of this documentary is able to provide information and education to the public to better know the history and driven to continue to preserve. Keywords: Documentary, Director, Suronan, Kebo Bule, Keraton, Solo, Indonesia.
1. PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan berupa keanekaragaman budaya yang mampu mengundang decak kagum negara lain. Elemen budaya yang dimiliki Indonesia merupakan bagian dari sejarah dan harta warisan leluhur. Benda pusaka merupakan benda-benda yang dimiliki Indonesia berkaitan dengan tradisi, identitas, serta adat istiadat. Kebudayaan dipulau Jawa berada di kota Solo provinsi Jawa Tengah dimana terdapat tradisi yang sangat unik, yaitu peringatan pergantian tahun yang biasa dinamakan dengan Malam Satu Suro. Malam Satu Suro merupakan salah satu ritus tahunan yang dirayakan oleh masyarakat Jawa, malam satu suro merupakan waktu pergantian tahun pada penanggalan kalender Jawa khususnya yang berada di daerah Yogyakarta, Surakarta, dan Solo. Sama halnya dengan tahun baru umat Islam yang dimulai dengan tanggal 1 Muharram tahun Hijriyah atau sama halnya dengan tahun baru Masehi yang dimulai pada tanggal 1 Januari tahun Masehi. Malam satu Suro sangat berarti bagi orang Jawa, karena tidak saja memiliki dimensi fisik, perubahan tahun tetapi juga mempunyai dimensi spiritual (Yuwono, 2014:4). Menurut GPH Puger malam satu suro adalah upacara mengkirabkan pusaka-pusaka khususnya daerah dibawah kekuasaan keraton. Biasanya malam satu suro yang diadakan di keraton khususnya Keraton Surakarta Hadiningrat sangatlah unik, selama kirab berlangsung para abdi dalem yang ikut dalam kirab diwajibkan untuk tidak bicara atau tapa bisu. Selain itu, disepanjang perjalanan banyak warga yang berebut untuk menyentuh kerbau yang dianggap keramat ini. Setelah acara kirab selesai, dilanjutkan dengan doa bersama agar kehidupan masyarakat lebih sejahtera di tahun berikutnya. Iring-iringan kirab biasanya bergerak perlahan dari depan Pintu Kamandungan Keraton
Surakarta Hadiningrat diikuti oleh beberapa Kebo Albino yang di kenal dengan sebutan Kagungan Dalem Mahesa Kyai Slamet dan keturunannya biasanya berada dibarisan paling depan saat acara kirab berlangsung. Dari urutan prosesi kirab seperti pembuatan janur, pembuatan obor, doa bersama, hingga ritual topo bisu terdapat tokoh - tokoh penting yang bertugas sebagai pembawa pusaka yang akan di kirabkan. Dari urutan selama prosesi kirab berlangsung dibarisan paling depan adalah kebo bule yang didampingi oleh beberapa pawang kemudian diikuti oleh keturunan asli pawang kebo bule yang biasanya membawa cambuk, kemudian diikuti oleh adik kandung dari raja yang membawa keris utama Keraton Surakarta Hadiningrat, keluarga raja yang membawa tombak dan abdi dalem yang bertugas membawa benda pusaka lainnya. Salah satu benda pusaka Keraton Surakarta Hadiningrat yang sangat dipercayai oleh masyarakat sebagai benda pusaka yang membawa kemakmuran dan kesuburan tanah adalah benda benda yang menempel pada kebo bule saat kirab berlangsung, karena masyarakat mempercayai bahwa benda benda yang menempel dibadan kebo bule bermanfaat untuk kesuburan tanah yang dijadikan lahan pertanian (Ismaniyah, 2013:141). Kebo bule Kyai Slamet termasuk pusaka penting Keraton Surakarta Hadiningrat. Pada zaman dahulu kebo bule adalah hewan klangenan atau hewan kesayangan Pakubuwono II. Hewan tersebut merupakan leluhur kerbau dengan warna kulit yang khas yaitu bule atau albino (putih agak kemerah-merahan). Kebo tersebut merupakan hadiah dari Kyai Hasan Beshari Tegalsari Ponorogo kepada Pakubuwono II, yang diperuntukan sebagai cucuk lampah (pengawal). Dari sebuah Keraton yang bermana Kyai Slamet beliau pulang dari pondok tegalsari ketika terjadi pemberontakan pecinan yang membakar istana kartosuro.
Pada masa pemerintahan Pakubuwono X sekitar tahun 1893 sampai 1939 kebo bule tidak lagi dijadikan untuk dipotong, akan tetapi kerbau tersebut dijadikan sebagai cucuk lampah dari pusaka Kyai Slamet yang dikirabkan mengelilingi tembok baluwarti. Acara kirab tersebut masih diadakan sampai saat ini akan tetapi tidak lagi mengelilingi tembok baluwarti melainkan mengelilingi wilayah Keraton Surakarta Hadiningrat (http://regional kompas.com read 2015 10 15 21590361 inilah makna kebo bule bule kyai slamet bagi orang jawa, diakses pada 2 Januari 2015 pukul 11.15WIB). Kanjeng Winarno, berkata bahwa semenjak saat itu kerbau bule yang dihadiahkan oleh Kyai Hasan Beshari untuk dipelihara dan dikembangbiakkan hingga sekarang. Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka akan membahas tentang tradisi kirab kebo bule di Keraton Surakarta Hadiningrat agar masyarakat umum dapat turut melestarikan dan mengenal lebih dalam mengenai tradisi tersebut. Film dokumenter memiliki ciri khas tersendiri dengan pengambilan gambar yang tidak biasa dan tidak mempunyai unsur fiksi serta tidak mengurangi teknik sinematografi, sehingga dalam film dokumenter tersebut dapat tersampaikan kepada masyarakat umum. Selain itu dokumenter juga merupakan film yang menceritakan tentang kejadian yang nyata dan pernah terjadi tanpa rekayasa. Jadi penulis membuat film dokumnter bertujuan untuk mengulas kembali sejarah dan tradisi yang sudah ada tetapi belum banyak diketahui oleh masyarakat luas. Penulis juga ikut andil dalam pelestarian tradisi di Indonesia terutama tradisi kirab kebo bule keraton surakarta hadiningrat dengan cara membuat film dokumenter yang bertujuan memberikan informasi serta edukasi kepada masyarakat luas. 2. METODE PENGUMPULAN DATA metode penelitian yang digunakan oleh penulis dalam menyusun penulisan ini serta
dalam memperoleh data yang valid yang ditempuh dengan cara sebagai berikut : a. Interview Merupakan cara pengumpulan data dengan mengadakan tanya jawab secara lisan dan langsung, sehingga memberikan kemungkinan kepada penulis untuk mengadakan komunikasi secara langsung dengan pihak-pihak yang terkait. Dalam metode interview penulis melakukan interview dengan beberapa narasumber antara lain Gusti Pangeran Puger, dan Humas Keraton. b. Studi kepustakaan (library research) Studi kepustakaan ini dilakukan dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literartur-literartur, catatan-catatan, dan laporanlaporan untuk mendapatkan bahan referensi tentang sosial budaya, komunikasi media masa, dan buku-buku lain yang memuat tentang film dokumenter Tradisi Kirab Kebo Bule di Keraton Surakarta Hadiningrat c. Observasi Merupakan teknik pengumpulan data, dimana penulis melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan. (Ridwan.2004.metode Riset Jakarta : Rineka Cipta). Dengan mengamati prosesi acara di Keraton Surakarta Hadiningrat dan Mangkunegaran mulai dari persiapan sampai akhir acara selesai. 2.1. Sinopsis Kota Solo merupakan salah satu kota yang memiliki history kebudayaan yang sangat beragam. Salah satu kebudayaan yang melekat di kota Solo antara lain seperti sekaten, malam selikuran, suronan. Salah satu acara yang sangat unik adalah acara malam satu muharam yang memiliki nilai religius yang tinggi.
Selain memiliki nilai religius malam suronan memiliki keunikan tersendiri, keunikan di malam suronan adalah karena adanya hewan kebo bule yang biasa disebut dengan kebo Kyai Slamet yang turut menyertai dalam prosesi kirab. Masyarakat mempercayai hiasan yang menempel di badan kebo bule tersebut saat acara suronan dapat mendatangkan sebuah rejeki, bahkan sampai benda yang melekat di tubuh kebo bule pun di ambil oleh masyarakat dan di percayai bila di taburkan di lahan pertanian maka tanah pertanian tersebut menjadi subur. Oleh karena itu kebo bule sampai saat ini identik dengan acara suronan yang berada di Keraton Surakarta Hadiningrat, kota Solo Jawa Tengah. 2.2. Treatment Colourbar Countdown Identitas Karya Opening Tune Timelapse Sunset di Kota Solo Establish Kota Solo Establish Keraton Surakarta Hadiningrat Kegiatan sebelum acara Malam satu muharam. Bentuk arsitektur Keraton Surakarta Hadiningrat. Human Interest masyarakat sekitar pasar klewer Solo. In frame Kanjeng Win (Humas Keraton Surakarta Hadiningrat) memaparkan sejarah dan arti Kirab Pusaka. Foto silsilah Raja Keraton Surakarta Hadiningrat. Foto Pakubuwono ke dua. Foto kegiatan Malam satu muharam pada pemerintahan Pakubuwono X. Insert Keraton Surakarta Hadiningrat. In frame Gusti Puger (Adik kandung raja) memaparkan sejarah dan arti Kirab Pusaka. Establish Keraton Surakarta Hadiningrat Insert gambar suasana Keraton Surakarta Hadiningrat saat
persiapan kirab pusaka dari pemasangan janur, pengumpulan obor. In frame Kanjeng Win dengan memaparkan tentang kirab pusaka dan kebo bule. Insert gambar tentang perangkaian janur Insert gambar orang sedang menghias Keraton Surakarta Hadiningrat dengan janur. Insert gambar pembuatan oncor untuk kirab. Insert gambar kegiatan saat persiapan didalam Keraton Surakarta Hadiningrat. Insert gambar pada saat pemandian kebo bule di kandang. Insert gambar kirab saat kirab bule dari kandang pemandian ke kandang asli Establish Keraton pada sore hari saat menjelang kirab Insert gambar suasana Keraton Surakarta Hadiningrat pada malam hari Insert gambar antusias masyarakat saat menjelang kirab di area Keraton Surakarta Hadiningrat. Insert gambar saat orang Keraton Surakarta Hadiningrat melakukan doa bersama didalam keraton. Insert gambar perjalanan kebo bule ke halaman depan Keraton Surakarta Hadiningrat. Insert gambar ritual kebo bule oleh pawang. Insert gambar ritual pengeluaran pusaka dari Keraton Surakarta Hadiningrat. Insert gambar masyarakat yang antusias dengan acara malam satu muharam. Insert gambar kirab pusaka keluar dari keraton. Insert gambar prosesi selama kirab berlangsung. Insert gambar saat pembawa pusaka. Insert gambar tentang masyarakat yang berebut benda yang berada ditubuh kebo bule. Insert gambar saat memasuki area Keraton Surakarta Hadiningrat. Insert kebo bule saat kembali ke kandang. Insert pusaka saat dikembalikan
oleh Gusti Pangeran Puger. In frame Gusti Puger tentang pendapat suronan. Closing (Pesan tentang suronan) title. Credit Title. 3. DAFTAR PUSTAKA 4. Ayawalla, R Gerzon. (2002). Dokumenter Dari Ide Sampai Produksi. Jakarta : FFTV-IKJ Press. 5. Apip. (2011). Pengetahuan Film Dokumenter. Bandung : Prodi Televisi dan Film STSI Bandung. 6. Stokes, Jane. (2006). How To Do Media and Culture Studies. Yogyakarta : Benteng Pustaka 7. Jones, Tod. (2015). Kebudayaan dan Kekuasaan di Indonesia. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor Indonesia. 8. Dennis, G.Fitrian. (2008). Bekerja Sebagai Pengarah Acara. Jakarta : Erlangga Group. 9. Naratama. (2004). Menjadi Sutradara Televisi. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia. 10. Sedyawati, Edi. (2006). Budaya Indonesia : Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah. Jakarta : PT Raja Grafindo. 11. Nugroho, Fajar. (2007). Cara Pintar Bikin Film Dokumenter. Yogyakarta : Indonesia Cerdas. 12. Basuki, Teguh Yuwono. (2014). Keris Indonesia. Semarang : LPKB Citra Sains. 13. Koes, Ismaniyah. (2013). Mau kemana Keraton Surakarta Hadiningrat. Surakarta : Kata Hasta Pustaka. 14. Ridwan. (2004). Metode Riset. Jakarta : Rineka Cipta. 15. Nyoman, Kutha Ratna. (2005). Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Sumber Lain, Media Online : 1. http://alihidayat-ugm.ac.id 2. http://informatika.web.id 3. http://regional.kompas.com