Ratih A., dkk. : Pengaruh Pengambilan Guta Perca ISSN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. etiologi, pencegahan, diagnosis, dan terapi mengenai pulpa gigi, akar gigi dan

PERBEDAAN KEBOCORAN MIKRO FIBER REINFORCED COMPOSITE PREFABRICATED DAN FIBER REINFORCED COMPOSITE FABRICATED SEBAGAI PASAK SALURAN AKAR

Noviyanti, dkk. : Pengaruh Penggunaan Larutan Sodium Klorida 0,9% ISSN

BAB 4 METODE PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mungkin di dalam mulut dengan cara pengambilan semua jaringan pulpa

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perawatan saluran akar merupakan suatu usaha perawatan untuk

ABSTRAK. Kata kunci: irigasi saluran akar, EDTA, etsa (H3PO4 37%), kekerasan dentin saluran akar. Universitas Kristen Maranatha

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindakan perawatan saluran akar mencakup Triad Endodontik yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Perawatan saluran akar terdiri dari tiga tahap yaitu preparasi, sterilisasi dan

PENGARUH JENIS FIBER PADA PASAK FABRICATED FIBER REINFORCED COMPOSITE TERHADAP KETAHANAN FRAKTUR AKAR

Abstract. Pendahuluan. Okti Wintarsih *, Moendjaeni Partosoedarmo **, dan Pribadi Santoso ** *

ribbon-shaped yang memutar 180 o dimulai dari mesial (mesiobukal dan atau mesiolingual) melintasi daerah bukal dan berakhir di distal. Sering ditemuka

Jenny Krisnawaty dkk: Apeksifikasi gigi permanen muda insisivus pertama kiri atas yang non-vital

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Simple Random Sampling. itu direndam dalam larutan fisiologis. Silinder dengan diameter 4 mm dan tinggi 4 mm

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Selama beberapa tahun terakhir, perawatan endodontik cukup sering

Composite Flowable Fabricated (CFF) Sebagai Alternatif Bahan Pasak Gigi Paska Endodontik

BAB 1 PENDAHULUAN. akar. 4 Pasak telah digunakan untuk restorasi pada perawatan endodonti lebih dari 100

PENGARUH KOMBINASI LARUTAN IRIGASI TERHADAP KEBOCORAN APIKAL PADA OBTURASI SALURAN AKAR MENGGUNAKAN SILER RESIN EPOKSI DAN MINERAL TRIOXIDE AGGREGATE

[JDS] JOURNAL OF SYIAH KUALA DENTISTRY SOCIETY

BAB 1 PENDAHULUAN. tambahan dengan menggunakan sistem pasak dan inti untuk retorasi akhirnya. Pasak

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. terus-menerus, yaitu mencabutkan atau mempertahankan gigi tersebut. Dewasa

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. suatu infeksi ulang (Namrata dkk., 2011). Invasi mikroorganisme terjadi melalui

BAB IV PEMBAHASAN. seperti semula sehingga dapat berfungsi kembali. Hal ini menunjukkan bahwa

BAB 5 HASIL PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahan restorasi yang cepat dan mudah untuk diaplikasikan, dapat melekat dengan

VOLUME 3 No. 1, 22 Desember 2013 Halaman 1-80

PENGARUH KONSENTRASI NATRIUM HIPOKLORIT SEBAGAI BAHAN IRIGASI DAN JENIS BAHAN BONDING

PERBEDAAN TEKNIK IRIGASI SALURAN AKAR MENGGUNAKAN FILE NITI ROTARY

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akar terbagi menjadi tiga tahapan utama yang disebut Triad Endodontic yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawatan saluran akar merupakan salah satu perawatan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembuangan jaringan yang tidak sehat secara mekanik dan kimiawi merupakan

Volume 46, Number 3, September 2013

BAB III METODE PENELITIAN. tentang Pengaruh Lama Pengaplikasian Bahan Bonding Total-Etch Terhadap

BAB II KEADAAN JARINGAN GIGI SETELAH PERAWATAN ENDODONTIK. endodontik. Pengetahuan tentang anatomi gigi sangat diperlukan untuk mencapai

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

KEBOCORAN APIKAL PADA PENGGUNAAN DUA MACAM BAHAN MINERAL TRIOXIDE AGGREGATE SEBAGAI TUMPATAN RETROGRAD

Perawatan Satu Kunjungan Restorasi Pasak Fiber Reinforced Composite Pada Gigi Insisivus Atas

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Teknologi restorasi estetik mengalami perkembangan yang sangat pesat

J Ked Gi, Vol. 5, No. 2, April 2014 ISSN

BAB I PENDAHULUAN. pada jaringan keras dan akan terus berlangsung sampai jaringan dibawahnya.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Gigi yang telah dilakukan perawatan saluran akar lebih mudah mengalami

PERBANDINGAN UJI KEBOCORAN TEPI RESIN KOMPOSIT FLOWABLE DAN BAHAN LUTING SEMEN PADA PASAK POLYETHYLENE FIBER-REINFORCED

Tujuan Menutup sistem saluran akar dari kontaminasi oral Menutup sistem saluran akar dari cairan dari apikal Menghalangi perkembangan bakteri yang mun

Perawatan saluran akar pada gigi parulis dengan restorasi resin komposit diperkuat pita fiber

Kata kunci: Perawatan saluran akar satu kunjungan, Restorasi mahkota jaket porselin fusi metal, pasak fiber reinforced composit.

BAB 1 PENDAHULUAN. mekanis dari bahan restorasi, kekuatan mekanis dari gigi, estetik, dan bentuk jaringan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan etiologi, pencegahan, diagnosis dan terapi terhadap penyakit-penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemakaian sistem pasak dan inti sebagai retensi intra-radikular merupakan

PERBEDAAN KEKUATAN TEKAN (COMPRESSIVE STRENGTH) RESIN KOMPOSIT NANOFILL ANTARA TEKNIK INKREMENTAL DAN TEKNIK BULK FILL

BAB I PENDAHULUAN. Abrasi merupakan suatu lesi servikal pada gigi dan keadaan ausnya

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam perawatan saluran akar. Menghilangkan jaringan pulpa, mikroorganisme

ABSTRAK. Dhea Annabella, Pembimbing I : Angela Evelyna, drg., M.Kes. Pembimbing II : Ibnu Suryatmojo, drg,. Sp.KG

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada Jurusan Pendidikan Dokter Gigi Fakultas Kedokteran Gigi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dilakukan pada masa kini. Setiap tahap perawatan saluran akar sangat menentukan

Key words: root canal filling, C-shape, continuous wave condensation

Apeksifikasi Menggunakan Mineral Apeksifikasi Menggunakan Mineral Trioxide Aggregate dan Bleaching Intrakoronal pada Insisivus Sentralis Kanan Maksila

Abstract. Pendahuluan. Patrick Soedjono *, Latief Mooduto **, dan Laksmiari Setyowati ** *

LAMPIRAN 1 ALUR PIKIR

Kata kunci : obat kumur yang mengandung alkohol, obat kumur non-alkohol, perubahan warna, komposit nanofiller.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perlu dicabut. Proses perawatan saluran akar meliputi preparasi biomekanis,

Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Restorasi resin komposit telah menjadi bagian yang penting di dunia

Pengambilan gutta percha point menggunakan bahan pelarut minyak jeruk yang dikombinasi dengan instrumen manual

BAB III METODE PENELITIAN. laboratorium teknik tekstil Universitas Islam Indonesia.

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi. Oleh : MARGARETH ZWEITA NIM :

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratoris murni. b. Semen ionomer kaca tipe 1 (Fuji I, GC, Japan)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang sakit agar dapat diterima secara biologik oleh jaringan sekitarnya sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Dokter gigi sering mengalami kesulitan dalam merestorasi gigi pasca

PERBEDAAN KONSENTRASI DAN WAKTU APLIKASI EDTA SEBAGAI BAHAN IRIGASI SALURAN AKAR TERHADAP KEKUATAN PELEKATAN PUSH-OUT BAHAN PENGISI SALURAN AKAR

Diagnosis Penyakit Pulpa dan Kelainan Periapikal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adhesif atau bonding sistem (Puspitasari, 2014). Sistem mekanik yang baik

BAB I PENDAHULUAN. utama yaitu preparasi biomekanis saluran akar atau pembersihan dan

Pasak fabricated FRC dan restorasi resin komposit pada insisivus sentral maksila karies sekunder dengan pulpa nekrosis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH SISTEM DAN WAKTU POLISHING TERHADAP KEBOCORAN MIKRO PADA RESTORASI KLAS V RESIN KOMPOSIT NANOHYBRID

Perbandingan gutta-percha dan resin-percha sebagai bahan obturasi dalam perawatan endodontik: sebuah tinjauan pustaka

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. penampilan seseorang secara keseluruhan (Torres dkk., 2012). Salah satu aspek

PREPARASI SALURAN AKAR DAN OBTURASI SALURAN AKAR

INSTRUMEN ENDODONTIK (PERALATAN PERAWATAN S.A)


I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akar, mencegah kontaminasi sistem saluran akar dengan saliva, menghambat

BAB I PENDAHULUAN. Putih kekuning-kuningan, kuning keabu-abuan, dan putih keabu-abuan. warna atau yang dinamakan diskolorisasi gigi (Grossman, 1995).

PENDAHULUAN. kebutuhan masyarakat dewasa ini. Akhir-akhir ini bahan restorasi resin komposit

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. 1995). Sealer merupakan semen yang dapat menutupi celah-celah saluran akar

PENGARUH AIR PERASAN BUAH JERUK NIPIS

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini bersifat eksperimental laboratoris secara in-vitro.

PENGARUH DURASI APLIKASI BAHAN ADHESIF SELF-ETCH TERHADAP KEOBOCORAN MIKRO PADA TUMPATAN RESIN KOMPOSIT KELAS V NASKAH PUBLIKASI

ISSN J Ked Gi, Vol. 7, No. 2, April 2016: 1-7

BAB I PENDAHULUAN. karena memiliki warna yang hampir mirip dengan warna gigi asli dan kekuatan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Resin komposit merupakan salah satu restorasi estetik yang paling populer

EFEKTIVITAS RESIN BIS-GMA SEBAGAI BAHAN FISSURE SEALANT PADA PERUBAHAN SUHU DALAM MENGURANGI KEBOCORAN TEPI (Penelitian Eksperimental Laboratoris)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. digunakan dikedokteran gigi. Bahan restorasi ini diminati masyarakat karena

KEBOCORAN TEPI RESTORASI SEMEN IONOMER KACA DENGAN BAHAN FUJI II, FUJI VII (WHITE) DAN FUJI VII (PINK)

Penetrasi Bakteri Pada Mahkota Gigi Terbuka

MENCARI DAN MENEMUKAN ORIFIS SALURAN AKAR YANG TERSEMBUNYI DALAM PERAWATAN SALURAN AKAR MERUPAKAN TANTANGAN BESAR DALAM PRAKTEK DOKTER GIGI

rongga mulut, kenyamanan dan penampilan yang menyerupai gigi geligi asli. Pada

BAB 1 PENDAHULUAN. daerah servikal gigi sesuai dengan kualitas estetik dan kemampuan bahan tersebut

) memiliki sifat biologis yang menguntungkan sebagai medikamen intrakanal, namun demikian kontak langsung Ca(OH) 2

Transkripsi:

PENGARUH PENGAMBILAN GUTA PERCA PADA PREPARASI SALURAN PASAK MENGGUNAKAN PLUGGER YANG DIPANASKAN, GATES GLIDDEN DRILL DAN KLOROFORM YANG DIKOMBINASIKAN DENGAN REAMER TERHADAP KEBOCORAN APIKAL Ratih Andini *, Ema Mulyawati **, dan Yulita Kristanti ** *Program Studi Ilmu Konservasi Gigi, Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta ** Bagian Ilmu Konservasi Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta ABSTRAK Pengambilan guta perca pada preparasi saluran pasak dapat menyebabkan guta perca mengalami perubahan morfologi atau bahkan perubahan posisi sehingga menyebabkan kemungkinan terjadinya kebocoran apikal. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan teknik pengambilan guta perca menggunakan plugger yang dipanaskan, Gates glidden drill dan klorofom yang dikombinasikan dengan reamer terhadap kebocoran apikal. Subjek penelitian menggunakan 18 gigi premolar mandibula. Gigi dipotong mahkota anatomisnya, saluran akar dipreparasi dengan teknik crown down dan diobturasi dengan teknik kondensasi lateral. Subjek penelitian dibagi menjadi tiga kelompok masing-masing 6 gigi, kemudian dilakukan pengambilan guta perca untuk preparasi saluran pasak menggunakan a) plugger yang dipanaskan, b) Gates glidden drill dan c) kloroform yang dikombinasikan dengan reamer. Saluran pasak diisi dengan resin komposit, kemudian permukaan luar akar gigi dilapisi cat kuku. Akar gigi direndam dalam larutan biru metilen 2% selama 48 jam, kemudian dipotong longitudinal menghasilkan bagian bukal dan lingual. Pengamatan kebocoran apikal dilakukan dibawah stereomikroskop dengan perbesaran 60 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengambilan guta perca pada preparasi saluran pasak menggunakan plugger yang dipanaskan menunjukkan tingkat kebocoran apikal yang paling kecil apabila dibandingkan dengan preparasi menggunakan Gates glidden drill maupun kloroform yang dikombinasikan dengan reamer. Kata kunci : pengambilan guta perca, preparasi saluran pasak, kebocoran apikal ABSTRACT Removing gutta percha during post space preparation can cause the morfological and position changes, which can effect apikal leakage. The aim of this study was to compare the effect of heated plugger, gates glidden drill and combination of chloroform and reamer on the apical leakage, for the purpose of post space preparation. Eighteen extracted mandibular premolars were used in this study. The crowns were removed and the canals were prepared with crown-down technique and obturated using lateral condensation technique. The roots were randomly divided into 3 experimental group of 6 teeth each, and then removed gutta percha was made by either a) heated plugger, b) Gates glidden drill or c) combination of chloroform and reamer. Composite resin was filled into all experimental post space preparation, and then the external surface of all roots was coated with nail polish. All samples were then submerged in 2 % methylene blue dye for 48 hours, then each root was sectioned longitudinally into bcatuccal and lingual.apical dye leakage in each group was measured using stereomicroscope with 60X magnification. The result showed that gutta percha removal on post space preparation using heated plugger demonstrated the minimum apical dye leakage among groups. Key word : gutta percha removal, post space preparation, apikal leakage. 108

J Ked Gi, Vol. 4, No. 2, April 2013: 108-114 PENDAHULUAN Gigi pasca perawatan saluran akar menjadi lebih lemah karena adanya karies, fraktur, pembuangan jaringan dentin di mahkota dan saluran akar, yang menyebabkan perubahan komposisi struktur gigi. Hilangnya struktur gigi akibat prosedur perawatan, akan mengurangi kekerasan gigi sebanyak 5 %, sementara hilangnya jaringan mahkota pada bagian mesial-oklusal-distal menyebabkan kelenturan berkurang sampai dengan 60 %. 1 Restorasi akhir gigi pasca perawatan saluran akar merupakan bagian integral dari kunci keberhasilan. 2 Restorasi yang ideal harus dapat melindungi permukaan oklusal dan menggantikan tonjol-tonjol yang hilang agar dapat secara optimal melindungi struktur mahkota gigi. Dua faktor utama yang menjadi dasar pertimbangan adalah hilangnya vitalitas gigi dan banyaknya struktur jaringan gigi yang hilang akibat perawatan. 3 Gigi dengan struktur mahkota yang lemah membutuhkan pasak dan inti untuk memperkuat restorasi gigi agar dapat mengembalikan fungsinya seperti semula. 4 Pasak dimasukkan ke dalam saluran akar yang telah dilakukan pengambilan sebagian bahan pengisi. 5 Pengambilan guta perca pada preparasi saluran pasak dapat dilakukan setelah prosedur perawatan saluran akar selesai dengan menggunakan plugger yang dipanaskan, atau dengan alternatif lain menggunakan instrumen putar pada kunjungan berikutnya setelah siler saluran akar mengeras dengan sempurna. 6 Prosedur untuk mempersiapkan saluran pasak perlu diperhatikan untuk mencegah kebocoran saluran akar dan menjaga kondisi yang asepsis. 7 Panjang pasak di dalam saluran akar sangat bervariasi namun bahan pengisi saluran akar di bagian apikal sepanjang 4-5 mm sebaiknya tetap dipertahankan. 6 Pengambilan guta perca dan siler pada bagian sepertiga koronal saluran akar gigi yang telah dilakukan obturasi saluran akar dilakukan untuk tujuan preparasi saluran pasak. 8 Prosedur ini dapat menyebabkan terjadinya penumpukan debris di dinding saluran akar sehingga meningkatkan resiko kebocoran apikal 9 dan tertutupnya tubulus dentin 10 serta mengganggu perlekatan adhesif apabila akan menggunakan pasak fiber. 11 Oleh karena itu, dibutuhkan pembersihan smear layer yang optimal. 12 Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penumpukan debris di dinding saluran pasak antara lain jenis instrumen maupun teknik yang digunakan. 13 Ada beberapa teknik yang digunakan untuk pengambilan bahan pengisi guta perca pada preparasi saluran pasak yaitu secara mekanik, fisik dan kimiawi. Pengambilan guta perca secara mekanik dapat menggunakan bur, secara fisik dapat menggunakan instrumen yang dipanaskan dan secara kimiawi menggunakan bahan pelarut. 7 Selama pengambilan guta perca pada preparasi saluran pasak, bahan pengisi yang tersisa di saluran akar dapat berubah posisi. 14, atau tercabut dari saluran akar sehingga menciptakan ruang kosong, atau tanpa sengaja terpuntir dan melekat pada instrumen 5 yang dapat menyebabkan jalan untuk terjadinya reinfeksi pada sistem saluran akar 14. Oleh karena itu pemilihan prosedur yang tepat untuk mempersiapkan saluran pasak merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu perawatan. 15 Masih menjadi perdebatan apakah pengambilan guta perca pada preparasi saluran pasak menggunakan bahan pelarut seperti kloroform dapat mengganggu kerapatan apikal saluran akar, karena bahan pelarut telah menunjukkan kemampuan penetrasi yang sulit diprediksi. 16 Bahan pelarut kimiawi dapat digunakan untuk melarutkan bahan pengisi saluran akar tanpa menyebabkan kerusakan pada gigi. Minyak jeruk, eukaliptol, xylol, kloroform dan halotan adalah beberapa contoh bahan pelarut yang digunakan dalam bidang endodontik. 17 Kloroform merupakan bahan kimiawi yang paling efisien untuk melarutkan bahan pengisi saluran akar dibandingkan dengan yang lain. 18 Beberapa instrumen yang digunakan untuk pengambilan guta perca telah diteliti. Instrumen putar membutuhkan waktu yang lebih cepat dan lebih efektif dibandingkan dengan instrumen manual. 13 Dalam penelitian terdahulu telah dilaporkan bahwa teknik pengambilan guta perca dari saluran akar secara mekanik menggunakan Gates glidden drill merupakan teknik pilihan dibandingkan dengan penggunaan bahan pelarut atau instrumen yang dipanaskan. Kelemahan penggunaan Gates glidden drill adalah dapat mengambil jaringan dentin. 19 Penggunaan plugger yang dipanaskan merupakan teknik yang tidak mahal untuk 109

mengambil guta perca dari saluran akar serta tidak menyebabkan perubahan pada bentuk saluran akar. Teknik ini memiliki kelemahan yaitu berpotensi menyebabkan luka bakar untuk dokter gigi, asisten dokter gigi maupun pasien. 19 Instrumen putar dan plugger yang dipanaskan dapat meningkatkan temperatur di permukaan akar hingga mencapai level kritis. 20 Kenaikan temperatur selama preparasi saluran pasak dapat merusak sementum akar, tulang alveolar dan ligamen periodontal. Apabila temperatur meningkat 10 C diatas temperatur tubuh selama lebih dari 1 menit akan dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan tulang. 21 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Haddix dkk. 14, terdapat tingkat kebocoran yang lebih besar setelah dilakukan pengambilan guta perca menggunakan Gates glidden drill, GPX instruments (Guta perca remover drill) apabila dibandingkan dengan penggunaan plugger yang dipanaskan. Penelitian tersebut didukung oleh penelitian lain yang dilakukan oleh Kuzekanani dkk 19, terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil pengambilan guta perca pada preparasi saluran pasak menggunakan plugger yang dipanaskan, Gates glidden drill dan GPX drill terhadap kebocoran apikal gigi. Namun pada penelitian lain disebutkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kebocoran apikal antara hasil pengambilan guta perca dari saluran akar baik menggunakan plugger yang dipanaskan maupun dengan instrumen putar seperti Gates glidden drill. 22 METODE PENELITIAN Pada penelitian ini digunakan 18 gigi premolar rahang bawah. Setelah pencabutan, gigi dibersihkan, dicuci dan disimpan dalam larutan salin 0,9%. Akar gigi dipisahkan dari mahkota dengan panjang akar mengikuti akar gigi sampel yang terpendek yaitu 12 mm menggunakan diamond disc. Saluran akar dipreparasi biomekanis dengan teknik crown down menggunakan Protaperrotary nomer S1 sampai dengan nomer F3 dengan panjang kerja 12 mm 14, setiap pergantian file saluran akar diirigasi dengan sodium hipoklorit 2,5% sebanyak 2 ml dan EDTA 17%, kemudian diobturasi menggunakan teknik kondensasi lateral dengan guta perca dan siler AH Plus. Siler dimasukkan menggunakan lentulo yang telah dipasang rubber stop sesuai panjang kerja dan diputar dengan handpiece lowspeed sehingga siler menempel pada dinding saluran akar. Selanjutnya guta perca utama nomer F3 diolesi siler di 1/3 apikal dan dimasukkan ke dalam saluran akar sesuai panjang kerja. Fingerspreader dimasukkan diantara guta perca dan dinding saluran akar kemudian ditekan kearah apikal. Fingerspreader dikeluarkan dan ruang yang tersedia setelah fingerspreader diambil diisi dengan guta perca tambahan, ditekan ke apikal lagi dan seterusnya, sampai fingerspreader tidak dapat masuk sepertiga dari panjang saluran akar. Setelah penuh, guta perca dipotong sebatas orifis dengan plugger yang dipanaskan dan dikondensasi dengan tekanan ringan. Hasil obturasi diperiksa menggunakan rontgen foto. Gigi ditumpat sementara menggunakan semen ionomer kaca dan disimpan dalam inkubator pada suhu 37 C selama 1 minggu untuk memastikan siler telah mengeras dengan sempurna. 19 (Gambar 3). Gigi yang telah diobturasi dibagi secara acak menjadi 3 kelompok teknik pengambilan guta perca masing- masing 6 gigi. Gigi dikeringkan dan tumpatan sementara dibuka. 1. Pada kelompok I, lampu spiritus digunakan untuk memanaskan plugger hingga berwarna kemerahan. Guta perca diambil menggunakan plugger panas yang telah diberi tanda panjang kerja 7 mm hingga menyisakan 5 mm di bagian apikal. Plugger no 1 dimasukkan ke dalam saluran akar, diputar searah jarum jam dan ditekan kearah apikal. Prosedur ini diulangi sampai sesuai dengan panjang kerja. 2. Pada kelompok II, Gates Glidden Drill no 2 yang telah diberi tanda panjang kerja 7 mm diputar dengan kecepatan maksimal 1000 rpm digunakan untuk mengambil guta perca hingga menyisakan 5 mm di bagian apikal. 19 3. Pada kelompok III digunakan bahan pelarut kloroform yang diteteskan ke dalam saluran akar menggunakan pipet tetes sebanyak 0,4 ml dan didiamkan selama 2 menit untuk memberikan kesempatan kloroform berpenetrasi 17, kemudiandilakukan pengambilan guta perca dan siler saluran akar menggunakan reamer no 70 yang diputar searah jarum jam kecuali 5 mm di bagian apikal. 110

J Ked Gi, Vol. 4, No. 2, April 2013: 108-114 Stopper karet ditempatkan pada plugger yang digunakan untuk memastikan masih tersisa 5 mm guta perca di bagian apikal saluran akar. Saluran akar kemudian diirigasi dengan salin 0,9% dan dikeringkan dengan kertas poin. Bahan bonding kemudian diaplikasikan menggunakan microbrush dan dilakukan penyinaran selama 20 detik. Resin komposit flowable dimasukkan ke dalam saluran akar gigi dengan kedalaman 3,5 mm, kemudian di lakukan penyinaran selama 20 detik, prosedur ini diulangi 1 kali sampai saluran pasak dengan panjang kerja 7 mm terisi resin komposit. 19 Gigi dilapisi 2 lapis cat kuku kecuali 2 mm di bagian apikal. Gigi dari ketiga kelompok perlakuan ditempatkan dalam beaker glass terpisah yang berisi cairan biru metilen 2% dan disimpan dalam inkubator pada suhu 37 C selama 48 jam. 19 Gigi kemudian dicuci dan cat kuku dihilangkan dengan lecrown mess. Gigi dipotong longitudinal dengan mesin pemotonghingga terbelah dua menghasilkan potongan bukal dan lingual. Kebocoran yang terjadi diamati hanya pada salah satu potongan akar gigi dengan penetrasi biru metilen yang terpanjang dan diukur menggunakan stereomikroskop dengan perbesaran 60 kali, kalibrasi 0,12 mm perstrip dari foramen apikal sampai penetrasi biru metilen yang terpanjang. Penetrasi biru metilen diukur dengan cara membaca angka yang tertera pada stereomikroskop, kemudian hasil yang didapat dikalikan 0,12 untuk mengubah satuan mikrometer pada angka stereomikroskop menjadi satuan milimeter. Data hasil penelitian ini diuji terlebih dahulu normalitasnya menggunakan tes Shapiro-Wilk dan homogenitasnya menggunakan tes Levene. Analisis statistik data yang digunakan adalah uji anava satu jalur dilanjutkan dengan analisis Post Hoc menggunakan uji LSD. Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95% (α = 0,05). HASIL PENELITIAN Penelitian tentang pengaruh pengambilan guta perca pada preparasi saluran pasak menggunakan plugger yang dipanaskan, Gates glidden drill dan kloroform yang dikombinasikan dengan reamer terhadap kebocoran apikal telah dilakukan di Laboratorium Pangan dan Gizi Pusat Antar Universitas (PAU) Universitas Gadjah Mada. Hasil perhitungan rerata kebocoran apikal ditunjukkan pada Tabel 1 Tabel 1. Rerata dan standar deviasi hasil pengukuran kebocoran apikal setelah dilakukan pengambilan guta perca pada preparasi saluran pasak menggunakan: I) Plugger yang dipanaskan, II) Gates glidden drill dan III) Kloroform yang dikombinasikan dengan reamer (mm) Kelompok perlakuan Jumlah subjek penelitian (n) Rerata ± SD (mm) Kelompok I 6 1,94 ± 0,96 Kelompok II 6 4,50 ± 0,82 Kelompok III 6 3,94 ± 1,14 Untuk mengetahui perbedaan dari ketiga kelompok perlakuan diatas, perlu dilakukan uji parametrik berupa analisis varian (anava) satu jalur. Syarat dapat dilakukannya anava adalah data penelitian harus memiliki distribusi yang normal dan homogen, sehingga perlu dilakukan uji normalitas dan homogenitas variansi terlebih dahulu. Data penelitian ini kemudian diuji menggunakan tes Saphiro Wilk untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi data. Hasil uji normalitas menunjukkan nilai probabilitas (p > 0,05). Hal ini menunjukkan data terdistribusi normal. D a t a p e n e l i t i a n k e m u d i a n d i u j i homogenitasnya menggunakan tes Levene. Hasil uji homogenitas menunjukkan nilai probabilitas (p > 0,05). Hal ini menunjukkan data memiliki variansi yang sama atau homogen. Hasil uji normalitas dan variansi telah menunjukkan bahwa data terdistribusi normal dan homogen sehingga memenuhi syarat untuk dilakukan Anava satu jalur. Hasil uji Anava ditunjukkan pada Tabel 2 Tabel 2. Hasil uji Anava satu jalur kebocoran apikal setelah dilakukan pengambilan guta perca pada preparasi saluran pasak menggunakan: I) Plugger yang dipanaskan, II) Gates glidden drill dan III) Kloroform yang dikombinasikan dengan reamer Jumlah kuadrat Derajat bebas Kuadrat rerata F Probabilitas (p) Antar 21,734 2 10,867 11,195 0,001 kelompok Dalam 14, 581 15 0,971 kelompok Total 36,295 17 Hasil uji Anava satu jalur memperlihatkan bahwa nilai probabilitas (p< 0,05) berarti terdapat 111

perbedaan bermakna antara kebocoran apikal pada hasil pengambilan guta perca pada preparasi saluran pasak menggunakan plugger yang dipanaskan dengan hasil pengambilan guta perca pada preparasi saluran pasak menggunakan Gates glidden drill maupun dengan kloroform yang dikombinasikan dengan reamer. Uji statistik selanjutnya adalah uji Post Hoc dengan LSD untuk mengetahui pasangan antar kelompok yang memiliki kemaknaan perbedaan kebocoran apikal. Hasil uji LSD ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil uji LSD kebocoran apikal setelah dilakukan pengambilan guta perca pada preparasi saluran pasak menggunakan: I) Plugger yang dipanaskan, II) Gates glidden drill dan III) Kloroform yang dikombinasikan dengan reamer (mm) Gambar 1. Kebocoran apikal gigi yang dilakukan pengambilan guta perca menggunakan plugger yang dipanaskan. Teknik preparasi Teknik preparasi Sig. Kelompok I Kelompok III.003* Kelompok II.000* Kelompok II Kelompok III.340 Kelompok I.000* Kelompok III Kelompok I.003* Gambar 2. Kebocoran apikal gigi yang dilakukan pengambilan guta perca menggunakan Gates glidden drill. Keterangan: * : bermakna/signifikan Kelompok II.340 Hasil uji LSD diatas menunjukkan, antara kelompok I dan II serta kelompok I dan III memiliki perbedaan yang signifikan, sedangkan antara kelompok II dan III tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Hasil pengamatan dan pengukuran kebocoran apikal gigi pada kelompok I,II dan III pasca pengambilan guta perca pada preparasi saluran pasak menggunakan stereomikroskop perbesaran 60 kali dengan kalibrasi 0,12 mm/ strip yang pada gambar 1,2 dan 3. Gambar 3. Kebocoran apikal gigi yang dilakukan pengambilan guta perca menggunakan kloroform dan reamer PEMBAHASAN Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kebocoran apikal antara hasil pengambilan guta perca preparasi saluran pasak menggunakan plugger yang dipanaskan (Kelompok I), Gates glidden drill (Kelompok II) dan kloroform yang dikombinasikan dengan reamer (Kelompok III). Setelah dilakukan uji kemaknaan antar pasangan yang berbeda, terlihat bahwa antara kelompok I dan II serta kelompok I dan III terdapat perbedaan yang signifikan. Antara Kelompok II dan III tidak ada 112

J Ked Gi, Vol. 4, No. 2, April 2013: 108-114 perbedaan walaupun nilai rerata kelompok II (4,50±0,82) lebih besar dibandingkan dengan kelompok III (3,94±1,14). Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa kebocoran apikal paling kecil terdapat pada kelompok I, sedangkan pada kelompok II dan III menunjukkan hasil yang sama. Pengambilan guta perca pada preparasi saluran pasak menggunakan plugger yang dipanaskan memiliki tingkat kebocoran apikal paling kecil karena panas yang ditimbulkan dari plugger yang diputar searah jarum jam hanya mampu mengambil guta perca sedikit demi sedikit sampai pada panjang saluran pasak yang diinginkan. Hasil yang didapatkan, guta perca yang tersisa di bagian apikal terpotong lebih rapi dan tidak berubah kepadatannya sehingga tidak mengganggu kerapatan apikal yang terbentuk saat tahap obturasi. Plugger yang dipanaskan tidak mengambil jaringan dentin sehingga tetap mempertahankan bentuk saluran akar dan meminimalisasi terjadinya perforasi yang mungkin dapat ditimbulkan oleh instrumen putar seperti Peeso reamer. 19 Hasil pengambilan guta perca pada preparasi saluran pasak menggunakan kloroform yang dikombinasikan dengan reamer menunjukkan tingkat kebocoran apikal yang lebih besar dibandingkan dengan preparasi menggunakan plugger yang dipanaskan. Sesaat setelah diteteskan ke dalam saluran akar, kloroform secara efektif dapat melunakkan guta perca dan siler saluran akar 23 dengan kedalaman penetrasi cairan yang sulit ditentukan. 16 Kloroform juga dapat meningkatkan porusitas dan permeabilitas dentin karena kemampuannya mempengaruhi komponen organik dentin, yang menyebabkan jarak interkristalin menjadi lebih besar, sehingga dapat merusak kerapatan apikal suatu obturasi. 24 D a r i p e n g a m a t a n m e n g g u n a k a n stereomikroskop dengan perbesaran 60 kali, dapat terlihat secara visual perubahan morfologi guta perca yang tersisa 5 mm di apikal menjadi berkurang kepadatannya. Selain itu terdapat celah antara guta perca dengan siler saluran akar sehingga menyebabkan terjadinya kebocoran apikal setelah dilakukan preparasi saluran pasak menggunakan kloroform yang dikombinasikan dengan reamer. Hal yang menarik juga dapat terlihat bahwa kebocoran apikal yang lebih besar ditunjukkan pula pada kelompok gigi yang dilakukan pengambilan guta perca pada preparasi saluran pasak menggunakan Gates glidden drill. Secara statistik perbedaannya tidak signifikan dibandingkan dengan kelompok gigi yang dilakukan pengambilan guta perca menggunakan kloroform yang dikombinasikan dengan reamer, tetapi selisih nilai rerata yang ditunjukkan cukup besar.menurut Shahravan dkk. 9, selama preparasi saluran pasak, Gates glidden drill dapat memotong dinding dentin saluran akar sehingga menyebabkan terjadinya penumpukan debris. Adanya debris di dinding saluran akar akan membentuk lapisan smear yang mengandung komponen organik dan anorganik yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kebocoran apikal apabila penelitian dilakukan secara in vivo. Gerakan yang ditimbulkan oleh instrumen putar seperti Gates glidden drill dan Peeso reamer memiliki kemungkinan guta perca berubah posisi, tercabut atau tanpa sengaja terpuntir dan melekat pada instrumen. 5 Gates glidden drill selama preparasi harus dirotasikan terus menerus karena apabila berhenti kepalanya dapat terkunci dalam saluran akar. 25 Friksi yang ditimbulkan selama bur ini berotasi kemungkinan menimbulkan panas yang dapat melunakkan guta perca sehingga dapat mengubah kerapatan antara bahan pengisi dengan dinding dentin saluran akar yang akan menyebabkan terjadinya kebocoran apikal. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh pengambilan guta perca pada preparasi saluran pasak menggunakan plugger yang dipanaskan, Gates glidden drill dan kloroform yang dikombinasikan dengan reamer terhadap kebocoran apical, dapat diperoleh kesimpulan bahwa: 1. Terdapat perbedaan antara hasil pengambilan guta perca pada preparasi saluran pasak menggunakan plugger yang dipanaskan, Gates glidden drill dan kloroform yang dikombinasikan dengan reamer terhadap kebocoran apikal. 2. Pengambilan guta perca pada preparasi saluran pasak menggunakan plugger yang dipanaskan menunjukkan tingkat kebocoran apikal yang paling kecil apabila dibandingkan dengan pengambilan guta 113

perca menggunakan Gates glidden drill maupun kloroform yang dikombinasikan dengan reamer. SARAN Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat dipilih teknik pengambilan guta perca untuk tujuan preparasi saluran pasak menggunakan plugger yang dipanaskan, agar tidak merusak kerapatan apikal bahan pengisi saluran akar yg tersisa di sepertiga apikal gigi. DAFTAR PUSTAKA 1. Wagnild, G.W.;Mueller, K.I., 2002, Restoration of the Endodontically Treated Tooth. dalam Cohen S, Burns RC. Pathways of the Pulp. edisi 8, Mosby Inc: Missouri. h 765-95. 2. Daneshkazemi, A.R., 2004, Resistence of Bonded Composite Restorations to Fracture of Endodontically Treated Teeth, J Contemp Dent Prac. 15(3):51-8. 3. Nagasiri, R.;Chitmongkulsuk, S., 2005, Long-term Survival of Endodontically Treated Molars Without Crown Coverage: A Retrospective Cohort Study, J Prostet Dent. 93(1):164-70. 4. Schwartz, R.S.;Robbins, J.W., 2004, Post placement and restoration of endodontically treated teeth: a literature review, J Endod. 30(1):289-301. 5. Dalat, D.M.;Spangberg, L.S.W., 1993, Effect of post space preparation on the apical seal of teeth obturated wuth plastic thermafil obturators, Oral Surg Oral Med Oral Pathol. 76(1):760-5. 6. Galen, W.W.;Meuller, K.L., 1998, Restoration of the endodontically treated tooth, dalam Cohen, S.;Burns, R.S. (ed:) Pathways of the pulp, edisi 7. St. Louis, Mosby, h 691-717. 7. Pappen, A.F.;Bravo, M.;Gonzales-Lopez, S.;Gonzales-Rodriguez, M.P., 2005, An in vitro studyof coronal leakage after intraradicular preparation of cast dowel space, J Prosthet Dent. 93(3):214-8. 8. Gordon, M.P., 2005, The removal of gutta percha and root canal sealers from root canals, N Z Dent J. 101(1):44-52. 9. Shahravan, A.;Haghdoost, A.A.;Adl, A.;Rahimi, H.;Shadifar, F., 2007, Effect of smear layer on sealing ability of canal obturation: a systematic review and meta analysis, J Endod. 33(1):96-105. 10. Kokkas, A.B.;Boutsioukis, A.C.;Vassiliadis, L.P.;Stavrianos, C.K., 2004, The influence of the smear layer on dentinal tubulr penetration depth by there different root canal sealers: an in vitro study, J Endod. 30(1):100-2. 11. Berutti, E.; Orsi, M.V.;Grandini, S., 2002, Il trattamento endodontico, dalam Ferrari, M.;Scotti, R. (ed) I perni in fibra. Presupposti teorici e applicazioni cliniche, edisi 1. Edizioni Elsevier Masson, Milano, Italy. 12. Coniglio, I.;Magni,E.;Goracci, C.;Radovic, I..;Carvalho, C.A.;Grandini, S.;Ferrari, M., 2008, Post space cleaning using a new nickel titanium endodontic drill combined with different cleaning regimens, J Endod. 34(1):83-86. 13. Saad, A.Y.;Al-Hadlaq, S.M.;Al-Katheeri, N.H., 2007, Efficacy of two rotary NiTi instrumens in the removal of gutta percha during root canal treatment, J Endod. 33(1):38-41. 14. Grecca, F.S.;Rosa, A.R.;Gomes, M.S.;Parolo, C.F.;Bemfica, J.R.;Frasca, L.C.;Maltz, M., 2009, Effect of timing and method of post space preparation on sealing ability of remaining root filing material: in vitro microbiological study, J Can Dent Assoc. 75(1):583. 15. Yazdi, K.A.;Razmi. H.;Ghabraei, S.;Shokouhinejad, N.;Aligholi, M.;Rahmani, S., 2010, The effect of two post space preparation techniques on the seal of resilon and gutta percha obturation materials, Int Endod J. 5(2):64-68. 16. Bourgeois, R.S.;Lemon, R.R., 1981, Dowel space preparation and apical leakage, J Endod. 7(1):66-9. 17. Scelza, M.F.Z.;Coil, J.M.;Maciel, A.C.C.;Oliviera, L.R.;Scelza, P., 2008, Comparative SEM evaluation of three solvents used in endodontic retreatment:an ex vivo study, J Appl Oral Sci. 16(1) 24-9. 18. Bodrumlu, E.;Uzun, O.;Topuz, O.;Semiz, M., 2008, Efficacy of 3 techniques in removing root canal filling material, JCDA. 74(8):721-e. 19. Kuzekanani, M.;Ashraf, H.;Nikian, Y., 2006, The comparison of three methods of post space preparation on apical seal, Dental News. 13(3):38-44. 20. Ingle, J.;Backland, L., 2008, Endodontics, edisi 6. Hamilton, Ontario, BC Decker. 21. Capelli, A.;Guerisoli, D.M.;Barbin, E.L.;Spano, J.C.;Pecora, J.D., 2004, In vitro evaluation of the thermal alterations on the root surface during preparation with different NiTi rotary instrumens, Braz Dent J. 15(1):115. 22. Mattison, G.D.;Delivanis, P.D.;Thacker, R.W.;Jr., Hassell, K.J., 1984, Effect of post space preparation on the apical seal, J Prosthet Dent. 51(1):785-9. 23. Wourms, D.J.;Campbell, A.D.;Hicks, M.L.;Pelleu G.B., 1990, Alternative solvent to chloroform for gutta percha removal, J Endod. 16(1):539. 24. Jacob, S.;Narayan, L., 2000, Effect of chloroform, xylene and halothane on enamel and dentin microhardness of human teeth, Endodontology. 12 (1): 3-6. 25. Walton, R.;Torabinejad, M., 2008, Prinsip dan praktik ilmu endodonsia (terj.), EGC, Jakarta. 114