GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBENUR PAPUA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PENYEDIA LAYANAN TERPADU PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

dokumen-dokumen yang mirip
GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBENUR PAPUA NOMOR 45 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PEMBENTUKAN PUSAT PELAYANAN TERPADU PEREMPUAN DAN ANAK

PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PERATURAN BUPATI LUWU TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK KABUPATEN LUWU TIMUR DENGAN RAHMAT

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 122 TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

BUPATI POLEWALI MANDAR

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

WALIKOTA DENPASAR PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 19 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG LAYANAN TERPADU BAGI PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 38 SERI E PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 897 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2015

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

jttá ~ÅtÄtçt jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt cüéä Çá ]tãt UtÜtà

GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2015

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DI KABUPATEN KENDAL

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI BULUNGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 09 TAHUN 2012 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI LOMBOK BARAT PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG TAHUN 2016 NOMOR 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SUMENEP

PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 05 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI PASER PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASER NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK TERHADAP TINDAK KEKERASAN

GUBERNUR PROVINSI PAPUA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 16 Tahun : 2012 Seri : E

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

WALI KOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

KATA PENGANTAR. Salah satu dari keempat NSPK yang diterbitkan dalam bentuk pedoman ini adalah Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Anak.

GUBERNUR JAWA BARAT,

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

WALIKOTA AMBON PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR- 12 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DANANAKKORBAN KEKERASAN

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

QANUN KOTA LANGSA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

BUPATI DOMPU PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN DOMPU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN KERJA SAMA PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIKKA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

GUBERNUR SULAWESI TENGAH PERATURAN GUBERNUR SULAWESI TENGAH NOMOR 46 TAHUN 2015 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN KABUPATEN JEMBER

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 65 TAHUN 2012 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 92 TAHUN 2009 TENTANG DATABASE PENCATATAN DAN PELAPORAN PENANGGANAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK DALAM KONFLIK SOSIAL

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

WALIKOTA PARIAMAN PERATURAN DAERAH KOTA PARIAMAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DARI TINDAK KEKERASAN

BUPATI BA BUPATI BANYUWANGI NYUWANGI

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN DAN KERJA SAMA PEMULIHAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PUSAT PELAYANAN TERPADU PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN ANAK

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TENGAH TAHUN 2009 NOMOR 3

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 36 Tahun : 2015

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 34 TAHUN 2013 TENTANG

Transkripsi:

GUBERNUR PAPUA PERATURAN GUBENUR PAPUA NOMOR 24 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN PENYEDIA LAYANAN TERPADU PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN Lampiran : 1 (satu) GUBENUR PAPUA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 8 Tahun 2013 tentang Perlindungan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga perlu menetapkan Peraturan Gubernur tentang Pembentukan Penyedia Layanan Terpadu Provinsi Papua; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu menetapkan Peraturan Gubernur Papua tentang Pembentukan Penyedia Layanan Terpadu Perempuan Dan Anak Korban Kekerasan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Propinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten- Kabupaten Otonom di Propinsi Irian Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2907); 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on The Elimination of all Forms of Discrimination Against Women) (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3277); 3. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4151) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Undang- Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4884); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235); 5. Undang-Undang.../2

- 2-5. Undang-Undang Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 4419); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4604); 9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 694); 10. Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 8 Tahun 2013 tentang Perlindungan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Lembaran Daerah Provinsi Papua Tahun 2013 Nomor 8); 11. Peraturan Gubernur Papua Nomor 45 Tahun 2011 tentang Petunjuk Pembentukan Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (Berita Daerah Provinsi Papua Tahun 2011 Nomor 45); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG PEMBENTUKAN PENYEDIA LAYANAN TERPADU PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Gubernur ini, yang di maksud dengan : 1. Provinsi Papua adalah Provinsi Irian Jaya yang diberi Otonomi Khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Pemerintah Provinsi Papua adalah Gubernur beserta perangkat lain sebagai Badan Eksekutif Provinsi Papua. 3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. 4. Gubernur.../3

4. Gubernur ialah Gubernur Papua. - 3-5. Dewan Perwakilan Rakyat Papua, yang selanjutnya disingkat DPRP adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Papua. 6. Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disingkat SKPD adalah unsur pembantu kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdiri dari sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah dan lembaga teknis daerah. 7. Perlindungan adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, instansi vertikal, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan. 8. Kekerasan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau sejumlah orang yang berposisi kuat (atau yang tengah merasa kuat) terhadap seseorang (atau sejumlah orang yang berposisi lebih lemah), bersaranakan kekuatannya, fisik maupun non fisik yang superior dengan kesengajaan untuk menimbulkan rasa derita dipihak yang tengah menjadi objek kekerasan. 9. Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. 10. Kekerasan berbasis gender adalah setiap tindakan berdasarkan perbedaan konstruksi sosial dalam peran, tugas dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang berakibat pada kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, atau psikologis, termasuk ancaman tindakan tertentu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yang terjadi didepan umum ataupun dalam kehidupan pribadi. 11. Korban adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga. 12. Pelaku adalah orang yang melakukan kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam lingkup rumah tangga. 13. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 14. Kekerasan terhadap anak adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, mental, seksual, psikologis termasuk penelantaran dan perlakuan buruk yang mengancam integritas tubuh dan merendahkan martabat anak. 15. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 16. Pendamping adalah pekerja sosial yang mempunyai kompetensi profesional dalam bidangnya. 17. Wadah.../4

- 4-17. Wadah penyedia layanan adalah kumpulan unit yang melakukan pelayanan secara terpadu bagi korban kekerasan. 18. Masyarakat adalah perseorangan, keluarga, kelompok dan organisasi sosial dan/atau organisasi kemasyarakatan. 19. Lembaga sosial adalah lembaga kemasyarakatan yang mencakup adat, agama, pemuda, perempuan, lembaga sosial masyarakat dan penyiaran. 20. Setiap orang adalah perseorangan atau korporasi. 21. Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak yang selanjutnya, di singkat P2TPA adalah suatu unit kesatuan yang menyelenggarakan pelayanan terpadu untuk perempuan dan anak korban kekerasan, serta melakukan perlindungan khusus bagi anak dan pelayanan pemulihan kepada pelaku tindak kekerasan dalam rumah tangga. 22. Unit Pelayanan Perempuan dan Anak yang selanjutnya, disingkat UPPA adalah salah satu unit kerja dari Kepolisian Daerah yang memberikan pelayanan perlindungan hukum kepada perempuan dan anak korban tindak kekerasan di POLDA dan POLRES/POLRESTA. 23. Penanganan pengaduan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyelenggaraan layanan terpadu untuk menindaklanjuti laporan adanya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak yang diajukan korban, keluarga atau masyarakat. 24. Pelayanan kesehatan adalah upaya yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitasi. 25. Rehabilitasi sosial adalah pelayanan yang ditujukan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. 26. Penegakan hukum adalah tindakan aparat yang diberikan kewenangan oleh negara untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan. 27. Bantuan hukum adalah jasa hukum yang diberikan oleh pendamping hukum atau advokat untuk melakukan proses pendampingan saksi dan/atau korban kekerasan terhadap perempuan dan anak yang responsif gender. 28. Pemulangan adalah upaya mengembalikan perempuan dan anak korban kekerasan ke daerah asal. 29. Reintegrasi sosial adalah upaya penyantunan kembali korban dengan pihak keluarga, keluarga pengganti, atau masyarakat yang dapat memberikan perlindungan dan pemenuhan kebutuhan bagi korban. 30. Perlindungan sementara adalah perlindungan yang langsung diberikan oleh kepolisian dan/atau lembaga sosial atau pihak lain, sebelum dikeluarkannya penetapan perintah perlindungan dari pengadilan. 31. Perlindungan khusus adalah perlindungan yang diberikan kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolir, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (napzah), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak penyandang cacat dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. BAB.../5

- 5 - BAB II PEMBENTUKAN, KEDUDUKAN DAN TUJUAN Pasal 2 (1) Dengan Peraturan Gubernur ini, dibentuk Penyedia Layanan Terpadu Perempuan dan Anak Korban Kekerasan. (2) Penyedia Layanan Terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberi nama P2TPA. (3) P2TPA berkedudukan di ibu kota Provinsi. (4) P2TPA merupakan organisasi/lembaga yang dikelola bersama oleh pemerintah daerah, lembaga sosial dan lembaga terkait lainnya. Pasal 3 Pembentukan P2TPA bertujuan untuk meningkatkan koordinasi pelayanan perlindungan dalam satu unit kesatuan yang menyelenggarakan pelayanan terpadu untuk perempuan dan anak korban kekerasan, melakukan perlindungan khusus bagi anak serta melakukan pelayanan pemulihan kepada pelaku kekerasan dalam rumah tangga. P2TPA mempunyai tugas : BAB III TUGAS DAN FUNGSI Pasal 4 a. memberikan pelayanan yang meliputi informasi pelayanan pendampingan psikologis, konseling dan advokasi hukum terhadap perempuan dan anak korban tindak kekerasan, korban tindak pidana perdagangan perempuan/ anak dan pemberian pelayanan perlindungan khusus bagi anak; b. memberikan pelayanan pendampingan psikologis dan konseling terhadap pelaku tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak; c. mengkoordinasikan dengan SKPD/instansi terkait dan lembaga sosial untuk rehabilitasi kesehatan, rehabilitasi sosial, pemulangan korban kekerasan serta korban dan/atau saksi tindak pidana perdagangan perempuan/anak ke daerah asal, reintergrasi sosial dan bantuan hukum; d. melakukan kerjasama dengan pihak terkait untuk mencegah, menghapuskan kekerasan terhadap perempuan dan anak, perdagangan perempuan dan anak dan pemberian pelayanan perlindungan khusus bagi anak; e. melakukan kerjasama dengan pihak terkait untuk memberikan pendidikan, kajian dan penelitian tentang kekerasan terhadap perempuan dan anak serta tindak pidana perdagangan perempuan dan anak; f. memberdayakan perempuan dan anak korban kekerasan paska pemulihan; dan g. meningkatkan kepedulian dan tanggungjawab semua pihak untuk mencegah segala bentuk kekerasan, dan memberikan pelayanan yang maksimal bagi perempuan dan anak. Pasal.../6

- 6 - Pasal 5 Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, P2TPA mempunyai fungsi : a. pemberian pelayanan terhadap perempuan dan anak dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender; b. penyediaan sarana dan prasarana yang dikelola secara kemitraan antara masyarakat dan pemerintah yang membutuhkan informasi dan pelayanan; c. pemberian pelayanan informasi, rujukan medis, psikologis, konseling dan advokasi hukum permasalahan anak dan perempuan; d. pemberian pelayanan pemulihan kepada pelaku kekerasan dalam rumah tangga; e. pendampingan dan advokasi perempuan dan anak korban kekerasan dalam rumah tangga; f. pemberian motivasi pengembangan diri terhadap korban dibidang sosial, spritual, hukum dan ekonomi, bekerjasama dengan lembaga terkait dan/atau lembaga sosial; dan g. pemberdayaan pasca kekerasan. Pasal 6 (1) P2TPA Provinsi dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 menangani kasus : a. tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak dan tindak pidana perdagangan perempuan dan anak yang terjadi lintas provinsi; dan b. tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak yang tidak dapat diselesaikan oleh P2TPA kabupaten/kota dan dirujuk ke P2TPA Provinsi. (2) P2TPA provinsi berkewajiban melakukan pembinaan kepada P2TPA kabupaten/kota. BAB IV KEANGGOTAAN DAN KEPENGURUSAN Bagian Kesatu Keanggotaan Pasal 7 (1) Keanggotaan P2TPA terdiri dari unsur : a. pemerintah daerah; b. kepolisian; c. pengadilan; d. kejaksaan; e. balai pemasyarakatan; dan f. lembaga sosial. (2) Keanggotaan P2TPA bersifat sukarela dan terbuka untuk masyarakat baik atas nama individu maupun instansi atau lembaga yang mempunyai kepedulian terhadap perempuan dan anak korban kekerasan. (3) Anggota P2TPA berkewajiban untuk dapat memberikan kontribusinya sesuai dengan kemampuan dan profesionalitasnya. Bagian.../7

(1) Kepengurusan P2TPA terdiri dari : a. pembina; b. penanggung jawab; c. ketua; d. wakil ketua; e. sekretaris f. bendahara; - 7 - Bagian Kedua Kepengurusan Pasal 8 g. bidang pelayanan dan pemulihan; h. bidang pendampingan dan advokasi i. bidang pendidikan, kajian dan penelitian; dan j. bidang penguatan, jaringan informasi dan dokumentasi. (2) Masa bhakti kepengurusan P2TPA 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali. (3) Pergantian pengurus P2TPA yang berasal dari unsur keanggotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), dapat disesuaikan dengan proses mutasi pada instansi yang bersangkutan. (4) Pejabat pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menempati posisi yang ditinggalkan pejabat yang digantikan. (5) Bagan susunan kepengurusan P2TPA sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Gubernur ini. Pasal 9 (1) Pergantian pengurus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dan ayat (4) dilaksanakan dalam rapat pengurus lengkap P2TPA. (2) Rapat pengurus lengkap P2TPA harus di hadiri ¾ (tiga per empat) dari jumlah pengurus. Anggota P2TPA berhenti karena : a. mengundurkan diri; b. meninggal dunia; Pasal 10 c. diberhentikan karena tidak melakukan tugas dan tanggungjawabnya; BAB.../8

(1) Pembina P2TPA adalah Gubernur. - 8 - BAB V TUGAS KEPENGURUSAN Pasal 11 (2) Pembina sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas memberikan nasehat, pembinaan dan petunjuk kepada anggota demi kelancaran pencapaian tugas sesuai dengan visi dan misi P2TPA. Pasal 12 (1) Penanggungjawab P2TPA adalah kepala SKPD di lingkungan Pemerintah Provinsi yang membidangi pemberdayaan perempuan. (2) Penanggungjawab P2TPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas : a. bertanggungjawab atas pelaksanaan terhadap operasional pelayanan; b. mendukung dan membantu pendanaan operasional; c. Sebagai mediator dan katalisator dalam pembangunan kerjsama antara instansi pemerintah terkait; dan d. menyiapkan laporan berbagai kegiatan pelaksanaan perkembangan untuk dilaporkan kepada Gubernur. (1) Ketua mempunyai tugas : Pasal 13 a. memimpin pelaksanaan tugas dan fungsi P2TPA; b. melakukan fungsi koordinasi dengan bidang-bidang; c. mengkoordinasikan penyusunan rancangan program dari bidang-bidang untuk diajukan kepada penanggung jawab; d. menjalin hubungan dan mengembangkan kerjasama dengan pihak-pihak lain dalam upaya penguatan kapasitas lembaga; e. melaksanakan monitoring 3 (tiga) bulan sekali dalam tahun berjalan dan evaluasi akhir tahun secara rutin terhadap kinerja sekretariat dan bidangbidang serta menyusun laporan berkala atas evaluasi tersebut untuk dilaporkan kepada penanggung jawab dan penanggung jawab melaporkan kepada Gubernur; f. mewakili lembaga dalam aktivitas menjalin kemitraan, menghadiri undangan dari pihak luar serta hal-hal yang berkaitan dengan tujuan lembaga; dan g. melaksanakan program penggalangan dana untuk penunjang operasional P2TPA. (2) Ketua dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Gubernur dan melaporkan hasil layanan secara berkala setiap tahun. Pasal.../9

(1) Wakil Ketua, mempunyai tugas : - 9 - Pasal 14 a. bersama-sama dengan ketua membuat perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan program di masing-masing bidang; b. bersama-sama dengan ketua mengkoordinasikan bidang-bidang dalam melaksanakan tugas pelayanan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan; c. bersama-sama ketua melaksanakan penggalangan dana penunjang operasional P2TPA; d. mewakili ketua bila berhalangan atas nama lembaga P2TPA pada pertemuan-pertemuan baik tingkat lokal, nasional dan internasional yang mengadvokasi hak-hak perempuan dan anak; e. menganalisis kasus dan mendistribusikan kepada bidang-bidang sesuai tugasnya; f. ikut bertanggung jawab bersama-sama ketua atas keberhasilan pelaksanaan program; dan g. melakukan monitoring 3 (tiga) bulan sekali dalam tahun berjalan dan evaluasi program kerja pelayanan terhadap perempuan dan anak di P2TPA pada akhir tahun. (2) Wakil ketua dalam melaksanakan tugas bertanggung jawab kepada ketua dan melaporkan secara berkala hasil layanan dalam evaluasi tahunan. (1) Sekretaris mempunyai tugas : Pasal 15 a. melaksanakan fungsi-fungsi administrasi dan kesekretariatan P2TPA; b. membantu ketua untuk memfasilitasi administrasi oprasional kegiatan dari setiap bidang; c. mengarsipkan surat dan dokumen lainnya; d. mengumpulkan laporan triwulan dari tiap-tiap bidang layanan dan menyiapkan laporan tahunan; e. menyiapkan data dan bahan informasi P2TPA; f. bersama-sama ketua/wakil ketua menyusun laporan kerja layanan pada P2TPA berdasarkan masukkan dari masing-masing bidang layanan; dan g. melakukan monitoring 3 (tiga) bulan sekali dalam satu tahun dan evaluasi akhir tahun program kerja sekretariat P2TPA. (2) Sekretaris dalam menjalankan tugas bertanggung jawab kepada ketua dan melaporkan secara berkala hasil layanan dalam evaluasi tahunan kepada ketua. (1) Bendahara mempunyai tugas : Pasal 16 a. bertanggung jawab melaksanakan administrasi keuangan; dan b. membantu ketua untuk memfasilitasi operasional kegiatan pelayanan. (2) Bendahara dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab/menyediakan laporan pelaksanaan tugas kepada ketua. Pasal.../10

- 10 - Pasal 17 (1) Bidang Pelayanan dan Pemulihan mempunyai tugas : a. melaksanakan rujukan ke rumah sakit dalam waktu 1 X 24 jam untuk menangani luka atau penyakit akibat kekerasan baik rawat jalan dan rawat inap serta pembuatan visum et repertum atas permintaan polisi dengan pembebasan biaya sebagai alat bukti di pengadilan; b. memberikan pelayanan konseling, psikologis melalui tatap muka, telepon, surat maupun dengan media lainnya yang dilakukan oleh konselor, psikologi dan psikiatris; c. memberikan pelayanan konseling rohani kepada korban dan pelaku kekerasan melalui tatap muka, telepon dan/atau kunjungan; d. memberikan pelayanan konseling rohani kepada korban dan/atau saksi perdagangan perempuan/anak melalui tatap muka, telepon dan/atau kunjungan; e. memberikan pelayanan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolir, anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkoba, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainya (napza), anak korban penculikan, penjualan, perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak penyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran melalui tatap muka, telepon dan/atau kunjungan; f. memberikan pelayanan pemulihan terhadap keluarga dan korban tindak kekerasan dan anak yang memerlukan pelayanan khusus; dan g. memberikan pelayanan pendampingan psikologi dan konseling terhadap pelaku kekerasan. (2) Bidang Pelayanan dan Pemulihan dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Ketua. Pasal 18 (1) Bidang Pendamping dan Advokasi mempunyai tugas : a. memberikan pelayanan hukum bagi korban yang meliputi informasi hakhak korban di dalam aturan hukum, penyelesaian kasus secara hukum baik sebagai pendamping maupun kuasa hukum di kepolisian, kejaksaan dan di pengadilan; b. melakukan dan melaksanakan pendampingan bagi korban; dan c. memfasilitasi pelayanan bagi perempuan dan anak untuk memperoleh surat pencatatatan nikah dan akte kelahiran. (2) Bidang Pendampingan dan Advokasi dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada ketua. Pasal.../11

- 11 - Pasal 19 (1) Bidang Pendidikan, Kajian dan Penelitian mempunyai tugas : a. mengupayakan dan mempengaruhi respon aparat hukum sehingga dapat membangun sensitifitas gender dalam kebijakan yang dilahirkan terutama materi hukum yang tidak merugikan hak-hak perempuan dan anak; b. meningkatkan kemampuan personil bersama komponen masyarakat yang lain untuk memberikan pendidikan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan secara optimal dan menjawab perkembangan persoalan ketimpangan gender dan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang muncul dalam masyarakat; c. mengadakan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan personil bidang layanan terpadu; d. mengadakan pelatihan bagi masyarakat untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan tentang kesetaraan dan keadilan gender dalam perlindungan terhadap perempuan dan anak dari tindak kekerasan; e. mengadakan pelatihan kepada masyarakat untuk meningkatkan keterampilan dalam melakukan identifikasi awal tindak kekerasan; f. mengadakan pelatihan kepada masyarakat dalam memberikan pelayanan dan perlindungan hukum kepada perempuan dan anak korban kekerasan; dan g. melakukan serta melaksanakan penelitian guna memperkuat data untuk pengembangan P2TPA. (2) Bidang pendidikan, kajian dan penelitian dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada ketua. Pasal 20 (1) Bidang Penguatan, Informasi dan Dokumentasi mempunyai tugas : a. memberikan informasi kepada masyarakat tentang perlindungan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan; b. mengelola sistem informasi perlindungan terhadap perempuan dan anak korban kekerasan; c. mencari informasi tentang kasus tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak baik di lingkungan rumah maupun di luar rumah untuk di tindak lanjuti; d. melayani informasi melalui telepon mengenai masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak; e. melakukan dokumentasi laporan korban kekerasan untuk menjadi database daerah; dan f. membangun jaringan kerjasama dengan berbagai pimpinan SKPD/sektor sebagai bahan advokasi pembuatan kebijakan perlindungan perempuan dan anak dari tindak kekerasan. (2) Bidang Penguatan, Informasi dan Dokumentasi dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Ketua. BAB.../12

- 12 - BAB VI PENYELENGGARAAN P2TPA Pasal 21 (1) Penyelenggaraan P2TPA secara terpadu dan bersifat integritas antara SKPD dan lembaga yang dilakukan melalui : a. satu atap; dan b. berjejaring. (2) Penyelenggaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a dilakukan P2TPA dengan bertanggung jawab melaksanakan keseluruhan proses dalam satu kesatuan unit kerja untuk memberikan pelayanan yang diperlukan oleh korban, saksi dan pelaku. (3) Penyelenggaraan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b dilakukan P2TPA dengan bertanggung jawab atas keseluruhan proses rujukan pelayanan yang diperlukan korban, saksi dan pelaku. Pasal 22 (1) Penyelenggaraan P2TPA secara terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 berlaku bagi : a. setiap korban dan/atau saksi yang berada di Provinsi Papua; b. setiap korban dan/atau saksi asal Papua yang berada di luar Provinsi Papua; dan c. setiap pelaku tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga di Provinsi Papua. (2) Dalam hal korban, saksi dan pelaku pidana adalah anak, maka pelayanan diberikan secara khusus sesuai dengan kebutuhan yang terbaik bagi anak. Pasal 23 (1) Badan pengurus P2TPA menyusun dan melaksanakan program secara berkesinambungan. (2) P2TPA dapat melakukan kerjasama dengan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan lainnya yang tidak mengikat untuk merealisasikan program kerja. Pasal 24 (1) Pelayanan P2TPA dilakukan oleh petugas pelaksana atau petugas fungsional yang secara oprasional dilakukan oleh badan pengurus. (2) Petugas pelaksana atau petugas fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. tenaga kesehatan; b. psikolog; c. psikiater; d. pekerja sosial; e. aparat kepolisian; f. advokat; g. jaksa.../13

- 13 - g. jaksa; h. hakim; dan i. rohaniawan. (3) Petugas pelaksana atau petugas fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disediakan oleh instansi atau lembaga terkait dalam keanggotaan P2TPA. (4) Apabila petugas pelaksana atau petugas fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum tersedia, P2TPA dapat meminta bantuan kepada instansi atau lembaga lain. Pasal 25 P2TPA dapat melakukan kerjasama dengan lembaga tertentu dalam penyediaan penterjemah atau relawan pendamping yang diperlukan oleh korban dan/atau saksi. Pasal 26 (1) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, petugas P2TPA dapat meminta perlindungan kepada pihak kepolisian. (2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 27 (1) P2TPA berkewajiban memberikan pelayanan kepada korban, saksi dan pelaku tindak kekerasan, korban perdagangan perempuan dan anak, serta anak yang memerlukan perlindungan khusus. (2) Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. rehabilitasi sosial; b. reintergrasi sosial; c. pelayanan rohani; d. pemulangan; e. bantuan hukum; dan f. pelayanan kesehatan (3) Pemberian pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan oleh petugas sesuai dengan kebutuhan. (4) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f di dilakukan di rumah sakit serta jaringannya. Pasal 28 (1) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf f berupa : a. pengobatan; dan b. pemberian surat visum et repertum dan/atau rekaman medik. (2) Pemberian surat visum et repertum dan rekaman medik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan secara cuma-cuma oleh rumah sakit pemerintah daerah dan jaringannya. Pasal.../14

- 14 - Pasal 29 P2TPA mengkoordinasikan pemberian perlindungan khusus kepada : a. anak dalam situasi darurat yang berhubungan dengan hukum; b. anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual; c. anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (napza); d. anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan; e. anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental; dan/atau f. anak korban perlakuan salah dan penelantaran. Pasal 30 (1) P2TPA memberikan pelayanan pemulihan kepada pelaku tindak kekerasan dalam rumah tangga. (2) Pemberian pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sesuai dengan kebutuhan dan dilakukan oleh psikolog, rohaniawan dan/atau pekerja sosial yang terlatih. BAB VII PEMBERIAN PELAYANAN TERPADU PEREMPUAN DAN ANAK Pasal 31 (1) Pelayanan perlindungan khusus dan pelayanan pemulihan tindak kekerasan dalam rumah tangga diberikan berdasarkan permintaan yang diajukan oleh saksi, korban dan/atau keluarga kepada petugas kepolisian, relawan pendamping atau pekerja sosial. (2) Badan pengurus P2TPA wajib melayani korban dan/atau saksi korban tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, korban dan/atau saksi tindak pidana perdagangan perempuan dan anak serta anak yang memerlukan pelayanan khusus sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. Pasal 32 Apabila korban dan/atau saksi warga negara asing, P2TPA melalui pemerintah daerah sesuai dengan kewenangan masing-masing mengkoordinasikan penanganannya dengan pihak yang berwenang. BAB VIII PEMANTAUAN DAN EVALUASI Pasal 33 (1) Pemerintah Daerah melalui Badan/Biro/Kantor Pemberdayaan Perempuan wajib melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan standar pelayanan minimal dan standar oprasional persedur pemulangan dan reintergrasi sosial pada P2TPA. (2) Pemantauan.../15

- 15 - (2) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk mengetahui : a. perkembangan pelaksanaan program P2TPA; b. pencapaian kinerja P2TPA; dan c. hambatan dan solusi. (3) Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan setiap 6 (enam) bulan sekali, yang dilakukan secara kesinambungan (4) Hasil pemantauan dan evaluasi dilaporkan kepada Gubenur. Pasal 34 Apabila berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi ditemukan adanya tindakan penanganan korban dan/atau saksi yang tidak sesuai dengan tugas dan fungsi P2TPA, pemerintah daerah berkewajiban melakukan pembinaan dan supervisi. Pasal 35 Dalam hal pemantauan dan evaluasi ditemukan adanya kinerja yang baik dalam menjalankan tugasnya, Gubenur dapat memberikan penghargaan kepada P2TPA. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 36 Peraturan Gubenur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Provinsi Papua. Ditetapkan di Jayapura pada tanggal 21 Oktober 201324 Juli 2013 GUBERNUR PAPUA, CAP/TTD LUKAS ENEMBE, SIP, MH Diundangkan di Jayapura pada tanggal 22 Oktober 2013 Plt. Sekretaris Daerah Provinsi Papua CAP/TTD T.E.A. HERY DOSINAEN, S.IP BERITA DAERAH PROVINSI PAPUA TAHUN 2013 NOMOR 24 Untuk salinan yang sah sesuai dengan yang asli KEPALA BIRO HUKUM ROSINA UPESSY, SH