Daya Simpan Benih Kacang Hijau (Vigna radiata (L.) R. Wilczek) Hasil Tumpangsari dengan Jagung Manis (Zea mays L. saccharata) dalam Barisan

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

HASIL DAN KUALITAS BENIH KACANG HIJAU (Vigna radiata (L.) Wilczek) TUMPANGSARI BARISAN DENGAN JAGUNG MANIS (Zea mays kelompok Saccharata)

GROWTH AND YIELD OF BLACK SOYBEAN (Glycine max (L.) Merr) SEED OF MALLIKA PLANTED BY INTERCROPPING WITH SWEET CORN (Zea mays Saccharata group)

DAYA SIMPAN BENIH KEDELAI HITAM (Glycine max (L) Merrill) HASIL TUMPANGSARI DENGAN SORGUM MANIS (Shorgum bicolor (L) Moench)

SKRIPSI HASIL KACANG TANAH

BAB I PENDAHULUAN. tumbuh-tumbuhan. Terkait dengan tumbuh-tumbuhan sebenarnya telah

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman,

PERTUMBUHAN DAN HASIL BERBAGAI VARIETAS KACANG HIJAU (Vigna radiata (L.) Wilczek) PADA KADAR AIR YANG BERBEDA

KUALITAS BENIH KACANG HIJAU (Vigna radiata (L.) R. Wilczek) PADA PERTANAMAN MONOKULTUR DAN TUMPANG SARI DENGAN JAGUNG (Zea mays L.

PENGARUH KERAPATAN DAN KEDALAMAN TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG HIJAU (Vigna radiata L.)

PENGARUH MULSA ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL BENIH TIGA KULTIVAR KACANG HIJAU (Vigna radiata L. Wilczek) DI LAHAN PASIR PANTAI

TANAH (Arachis hypogaea L.) DAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt.) DENGAN BEBERAPA PENGATURAN WAKTU TANAM KACANG TANAH PADA SISTEM TUMPANGSARI

Pengaruh Populasi Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) dan Jagung (Zea mays L.) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Pada Sistem Pola Tumpang Sari

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAN INVIGORASI TERHADAP VIABILITAS BENIH KAKAO (Theobromacacao L.)

VIABILITAS DAN VIGORITAS BENIH Stylosanthes guianensis (cv. Cook) YANG DISIMPAN PADA SUHU BERBEDA DAN DIRENDAM DALAM LARUTAN GIBERELIN SKRIPSI OLEH

MUTU FISIOLOGIS BENIH JAGUNG DARI BEBERAPA UJI PENGECAMBAHAN

Vegetalika (4): 57-67

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman,

BAB I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Kandungan gizi kacang hijau per 100 gr. Tabel 1.2 Perbandingan kandungan protein kacang hijau per 100 gr

Efektifitas Kemasan dan Suhu Ruang Simpan terhadap Daya Simpan Benih Kedelai (Glycine max (L.) Meirril)

PENGARUH INTERVAL PENYIRAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL EMPAT KULTIVAR JAGUNG (Zea mays L.)

INTERAKSI TAKARAN PUPUK NITROGEN DAN PERIODE SIMPAN TERHADAP MUTU BENIH JAGUNG. Oom Komalasari dan Fauziah Koes Balai Penelitian Tanaman Serealia

GROWTH AND YIELD RESPONSE SWEET CORN (Zea mays L. saccharata) IN INTERCROPPING SYSTEM WITH MUNG BEAN (Vigna radiata L.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

I. PENDAHULUAN. Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Usaha budidaya telah dilakukan untuk mendapatkan hasil produksi

Pengaruh Beberapa Jarak Tanam terhadap Produktivitas Jagung Bima 20 di Kabupaten Sumbawa Nusa Tenggara Barat

PENGARUH PENGERINGAN TERHADAP KUALITAS BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr)

PENGARUH JENIS DAN KADAR AIR MEDIA SIMPAN TERHADAP VIABILITAS BENIH LENGKENG (Dimocarpus longan Lour.)

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya sangat tinggi. Kedelai mempunyai kandungan protein yang

STUDI ASPEK FISIOLOGIS DAN BIOKIMIA PERKECAMBAHAN BENIH JAGUNG (Zea mays L.) PADA UMUR PENYIMPANAN BENIH YANG BERBEDA

BOCORAN KALIUM SEBAGAI INDIKATOR VIGOR BENIH JAGUNG. Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt L.) Sekelompok akar sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang dan

STUDI PERSAINGAN GULMA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt)

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merill) merupakan salah satu tanaman pangan penting

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia, menyebabkan

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pokok di Indonesia karena sebagian besar

Afriansyah Nugraha*, Yuli Andriani**, Yuniar Mulyani**

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays

TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Viabilitas dan Vigor benih

PERIODE KRITIS KEDELAI HITAM (Glycine max (L.) Merill) TERHADAP GULMA, PENGARUHNYA PADA HASIL DAN KUALITAS BENIH SELAMA PENYIMPANAN

PENGARUH JARAK TANAM DAN TAKARAN PUPUK NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL BENIH KACANG HIJAU (Vigna radiata L. Wilczek)

I. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

MUTU FISIOLOGI BENIH JAGUNG (Zea mayzs L.) PADA BEBERAPA PERIODE SIMPAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

BAB I PENDAHULUAN. Secara agronomis benih didefinisikan sebagai biji tanaman yang diperlukan untuk

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, baik di dunia maupun nasional.

PERKECAMBAHAN BENIH TANAMAN KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg) YANG DISIMPAN PADA SUHU DAN PERIODE YANG BERBEDA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih

PENGARUH MEDIA TANAM DAN SUHU TERHADAP PENGUJIAN DAYA BERKECAMBAH BENIH KEDELAI (Glycine max ) DI LABORATORIUM BPSBTPH KALIMANTAN SELATAN

PENGARUH BOBOT MULSA JERAMI PADI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) KULTIVAR KUTILANG

Jurnal Online Agroekoteaknologi. ISSN No Vol.3, No.3 : , Juni 2015

PENDAHULUAN. telah ditanam di Jepang, India dan China sejak dulu. Ratusan varietas telah

PENDAHULUAN. Indonesia. Kebutuhan kacang tanah dari tahun ke tahun terus meningkat sejalan

1. I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengaruh Pemupukan NPK Majemuk pada Kualitas Benih. Benih bermutu yang dihasilkan dari suatu produksi benih ditunjukkan oleh

Nerty Soverda dan Yulia Alia Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jambi Jalan Raya Mendalo Darat.

KAJIAN POLA TANAM TUMPANGSARI PADI GOGO (Oryza sativa L.) DENGAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt L.)

PENGARUH PENGGUNAAN PUPUK KANDANG DAN NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG TANAH

PENGARUH KEMATANGAN BENIH TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max (L).Merrill)

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung manis (Zea mays saccarata L.) atau yang lebih dikenal dengan

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter penelitian di. normal di akhir pengamatan (Fridayanti, 2015).

yang khas, ukuran buah seragam, dan kandungan gizi sama dengan tomat buah. Kecenderungan permintaan tomat rampai yang semakin meningkat dipasaran akan

PENGUJIAN KADAR AIR BENIH

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka memengaruhi peserta. memungkinkannya untuk berfungsi secara kuat dalam kehidupan

PEMATAHAN DORMANSI UMBI BAWANG MERAH (Allium cepa L. Kelompok Aggregatum) DENGAN PERENDAMAN DALAM ETHEPON

I. PENDAHULUAN. Ketergantungan terhadap bahan pangan impor sebagai akibat kebutuhan. giling (Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2015).

I. PENDAHULUAN. Jagung termasuk bahan pangan penting karena merupakan sumber karbohidrat

I PENDAHULUAN. Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman

PENGARUH KADAR NaCl TERHADAP KERAGAAN BIBIT WIJEN (Sesamum indicum L.)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Umumnya, tumbuhan bersifat stasioner atau tidak bisa berpindah sendiri

RESPONS JARAK TANAM DAN DOSIS PUPUK ORGANIK GRANUL YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN JAGUNG MANIS

TINJAUAN PUSTAKA. Vigor Benih

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah

BAB III METODE PENELITIAN. Negeri Maulana Malik Ibrahim malang. Pada bulan Desember 2011 sampai

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

HASIL DAN PEMBAHASAN

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) PADA BERBAGAI KONSENTRASI PUPUK DAUN GROW MORE DAN WAKTU PEMANGKASAN

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS JAGUNG KUNING DAN JAGUNG PUTIH

PEMBERIAN KNO 3 DAN AIR KELAPA PADA UJI VIABILITAS BENIH PEPAYA (Carica papaya L.) SKRIPSI OLEH :

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboraturium Benih dan Pemuliaan Tanaman

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN Indigofera zollingeriana PADA BERBAGAI DOSIS PUPUK FOSFAT

KAJIAN POLA TANAM TUMPANGSARI PADI GOGO (Oryza sativa L.) DENGAN JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt L.)

PERBEDAAN LAMA PENYIMPANAN DAN MEDIA SIMPAN TERHADAP PERKECAMBAHAN DAN PERTUMBUHAN BIBIT KAKAO (Theobroma cacao L.)

STUDY TENTANG TIGA VARIETAS TERUNG DENGAN KOMPOSISI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN

II. TINJAUAN PUSTAK A. 2.1 Karakteristik dan Komposisi Kimia Benih Kedelai

AGROVIGOR VOLUME 1 NO. 1 SEPTEMBER 2008 ISSN

BAHAN DAN METODE. = nilai peubah yang diamati µ = nilai rataan umum

JURNAL PRODUKSI TANAMAN Vol. 1 No. 3 JULI-2013 ISSN :

PENGARUH BERBAGAI MEDIA SIMPAN ALAMI TERHADAP VIABILITAS DAN VIGOR BENIH KAKAO (Theobroma cacao L.) SELAMA PERIODE SIMPAN ARTIKEL ILMIAH IRMAWATI

PYRACLOSTROBIN ROLE IN IMPROVING EFFICIENCY NITROGEN FERTILIZER AND EFFECT ON QUALITY OF YIELD SEEDS CORN (Zea mays L.)

Aplikasi Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36 Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran,

Transkripsi:

1 Vegetalika. 2016. 5(1): 1-12 Daya Simpan Benih Kacang Hijau (Vigna radiata (L.) R. Wilczek) Hasil Tumpangsari dengan Jagung Manis (Zea mays L. saccharata) dalam Barisan Storability of Mung Bean (Vigna radiata (L.) R. Wilczeck) Seeds Resulted from Intercropping System with Sweet Corn (Zea mays L. saccharata) in Various Rows Abdillah Muhammad 1), Setyastuti Purwanti 2*), Supriyanta 2) 1) Program Studi Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada 2) Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada *) Penulis untuk korespodensi E-mail: setyastuti_purwanti@ugm.ac.id ABSTRACT Intercropping cultivation system can be used as a mean in increasing the productivity of mung bean in a narrow area, either for consumption or seed. This study was aimed to determine quality and storability of mung bean seeds which were produced from mungbean-sweet corn intercropping system, and also to determine the composition of the optimal number of mung bean rows in mungbean-sweet corn intercropping system in term of storability. This study has been conducted at greenhouse and Seed Technology Laboratory, Department of Agronomy, Faculty of Agriculture, Gadjah Mada University, Yogyakarta, since November 2014 to April 2015. The study was conducted in a Completely Randomized Design (CRD) one factor experimental approach, with 5 treatments and 4 replications. The treatments were mung bean-sweet corn intercropping system with various settings of mungbean rows (3:1, 4:1, 5:1, and 6:1), and monoculture of mung bean. Seed testing has imposed for 6 months to germinability, vigor index, hypothetical vigor, seed moisture content, and electrical conductivity of seeds. The results showed that mung bean seeds which were produced from intercropping system with various setting rows (3: 1, 4: 1, 5: 1 and 6: 1), were similar to monoculture system in terms of quality and storability after being stored for 6 months. The seed lot which was produced from intercropping cultivation system with 6:1 setting rows, is recommended because it has the highest land equation ratio (LER>1) and also has a good germinability, vigour index, and electrical conductivity after being stored for six months. Keywords: mung bean seeds, storability, intercropping system, sweet corn INTISARI Tumpangsari dapat dijadikan solusi dalam upaya peningkatan produksi kacang hijau di lahan sempit, baik untuk konsumsi maupun penggunaan benih secara umum. Penelitian ini bertujuan mengetahui kualitas dan daya simpan benih kacang hijau yang ditanam secara tumpangsari dengan jagung manis dibandingkan monokultur, dan juga mengetahui komposisi jumlah baris optimal tanaman jagung yang ditanam secara tumpangsari dengan jagung manis yang dapat menghasilkan benih dengan daya simpan yang tinggi. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih dan rumah kaca, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada bulan November 2014 hingga April 2015. Penelitian dilakukan

2 dengan pendekatan percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah tumpangsari kacang hijau dengan jagung manis dengan kombinasi baris yaitu 3:1, 4:1, 5:1, 6:1, dan monokultur kacang hijau. Pengujian benih dilakukan setiap bulan selama 6 bulan terhadap gaya berkecambah, indeks vigor, vigor hipotetik, kadar air benih, dan daya hantar listrik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem tanam tumpangsari kacang hijau, dengan berbagai pengaturan baris (3:1, 4:1, 5:1, dan 6:1), sama baiknya dengan sistem tanam monokultur dalam hal daya simpan benih yang dihasilkannya setelah disimpan selama 6 bulan. Sistem tanam tumpangsari kacang hijau dengan pengaturan baris 6:1 direkomendasikan karena memiliki nilai NKL yang lebih dari 1, serta masih memiliki gaya berkecambah, indeks vigor, dan nilai DHL yang baik setelah mengalami 6 bulan penyimpanan. Kata kunci: benih kacang hijau, daya simpan, tumpangsari, tanaman jagung manis PENDAHULUAN Kacang hijau merupakan salah satu komoditas kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Tanaman ini selain banyak mengandung zat-zat gizi juga bermanfaat untuk proses pengobatan. Tanaman ini mengandung zat-zat gizi, antara lain: amilum, protein, besi, belerang, kalsium, minyak lemak, mangan, magnesium, niasin vitamin (B1, A, dan E). Manfaat lain dari tanaman ini adalah dapat melancarkan buang air besar. Selain itu juga dapat digunakan untuk mengobati hepatitis, terkilir, beri-beri, demam nifas, kepala pusing/vertigo, memulihkan kesehatan, kencing kurang lancar, jantung mengipas, dan kepala pusing. Secara agronomis dan ekonomis, tanaman kacang hijau memiliki kelebihan dibanding tanaman kacang-kacangan lainnya karena lebih tahan kekeringan, serangan hama penyakit lebih sedikit, dapat dipanen umur 55-60, dapat ditanam pada tanah yang kurang subur, dan cara budidayanya mudah (Atman, 2007). Dengan banyaknya manfaat yang bisa didapatkan dari kacang hijau ini, maka tidak mengherankan jika permintaan terhadap kacang hijau semakin hari akan semakin meningkat. Menurut Purnomo dan Rudi (2005) hingga saat ini permintaan kacang hijau belum mencapai titik jenuh. Hal ini terlihat dari permintaan yang setiap tahun mengalami peningkatan. Namun, satu hal yang disayangkan, permintaan kacang hijau ini tidak diikuti oleh perkembangan luas tanamnya. Dengan demikian kekurangan permintaan tersebut terpaksa harus dipenuhi dengan mengimpor dari Negara lain, seperti India, Filipina dan Thailand.

3 Tabel 1. Rerata konsumsi perkapita dan ketersediaan perkapita kacang hijau pertahun di Indonesia (2011-2014) Uraian Tahun 2011 2012 2013 2014 Konsumsi perkapita (Kg/kapita/tahun) 0,156 0,156 0,156 0,143 Ketersediaan per kapita 1,27 1,05 0,74 0,88 Sumber: Pusat data dan informasi pertanian (2014) Tabel 2. Rerata produktivitas kacang hijau, produksi kacang hijau, dan luas panen pertahun di Indonesia (2010-2014) Uraian Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 Produktivitas kacang hijau (kwintal/ha) 11,3 11,48 11,6 11,24 11,76 Produksi kacang hijau (ton/ha) 291.705 341.342 284.257 204.670 244.589 Luas Panen (ha) 258.157 297.315 245.006 182.075 208.016 Sumber: Badan Pusat Statistik (2014) Kepemilikan lahan yang cenderung sempit, menyebabkan banyak petani mengusahakan budidaya kacang hijau ini dengan sistem tanam tumpangsari dengan jagung manis. Tumpangsari dilakukan untuk mengoptimalkan pendapatan petani dari luasan lahan yang sama, karena selain mendapatkan hasil panen berupa biji kacang hijau, petani juga mendapatkan hasil panen berupa jagung manis dan tebon (batang dan daun) dari tanaman yang dibudidayakan untuk pakan ternak mereka. Namun, diketahui seringkali tumpangsari tanaman kacang hijau dan jagung manis yang dilakukan petani tidak memiliki barisan dan jarak tanam yang teratur sehingga menimbulkan kompetisi antar tanaman. Penanaman dengan tidak memperhatikan jarak tanam dan barisan ini tentu akan menyebabkan kompetisi pada tajuk dan perakaran tanaman kacang hijau dan jagung manis. Kompetisi antar tanaman untuk memperebutkan unsur hara, air dan cahaya, selanjutnya akan menyebabkan hasil panen tanaman kacang hijau pun tidak optimal. Padahal banyak petani juga memanfaatkan hasil panen kacang hijaunya tidak hanya untuk konsumsi namun juga untuk bahan tanam di musim tanam berikutnya. Hal ini terjadi karena masih minimnya ketersediaan benih kacang hijau bersertifikat di pasaran, sehingga para petani pun seringkali terpaksa menggunakan benih hasil budidaya mereka sendiri. Dalam konteks produksi benih, pertanaman tumpangsari dengan jarak tanam yang tidak teratur ini tentu sulit diterima, karena berpotensi menghasilkan benih dengan kualitas yang rendah. Oleh karena itu, untuk

4 mendapatkan produksi benih kacang hijau yang unggul dan bermutu menuntut dilakukannya kultur teknis yang baik. Menurut Chavez dan Mendoza (1986) budidaya tumpangsari secara umum oleh petani akan menghasilkan benih dengan vigoritas dan gaya berkecambah yang rendah. Sebagai perbandingan, untuk tumpangsari antara kacang hijau dengan tebu, mereka mencatat bahwa biji kacang hijau yang dihasilkan tidak dapat dijadikan sebagai benih. Hal ini dikarenakan benih yang dihasilkan dari tumpangsari kacang hijau dan tebu memiliki gaya berkecambah yang rendah. Mendoza (1979) menduga penurunan gaya berkecambah yang dihasilkan dari tumpangsari ini disebabkan oleh adanya penaungan tanaman yang lebih tinggi, sehingga dapat menyebabkan efektifitas fotosintesis tanaman yang lebih rendah. Namun, penelitian lain menyebutkan bahwa pada sistem budidaya tumpangsari kacang hijau-jagung yang termodifikasi yang disebut dengan Mbili dengan pengaturan jarak 2:2 di wilayah Barat Kenya, dinyatakan bahwa sistem ini dapat meningkatkan vigoritas benih kacang hijau dan berat kering kecambah hingga 42% dibandingkan dengan benih yang dihasilkan dari pertanaman monokultur (Ogutu et al., 2012). Oleh karena itu, Sucipto (2009) mengusulkan adanya pengaturan baris tanaman yang tepat pada sistem tumpangsari dapat mengoptimalkan distribusi sinar dan nutrisi untuk jagung maupun kacang hijau. Pengaturan baris tanaman akan mempengaruhi hasil benih tanaman kacang hijau. Benih dari hasil tumpangsari akan memiliki vigor yang tinggi, kualitas fisik dan kimia yang baik apabila pengaturan baris tanaman tepat. Benih dengan vigor yang tinggi dan kualitas fisik serta kimia baik akan memiliki umur simpan yang lama. Oleh karena itu, sebagai upaya untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil benih kacang hijau maka pertanaman tumpangsari antara kacang hijau dan jagung manis harus dikelola semaksimal mungkin agar didapatkan benih kacang hijau yang berkualitas dan memiliki daya simpan yang lama. Selain kualitas benih, daya simpan benih juga merupakan persoalan yang cukup penting karena tanaman kacang hijau seringkali tidak ditanam secara langsung setelah dipanen. Tanaman kacang hijau ini lebih sering ditanam oleh petani di akhir musim hujan untuk menghindari gagal panen yang disebabkan oleh hama dan penyakit tanaman. Untuk itu petani sering menyimpan benih kacang hijau sampai musim tanam berikutnya. Jika daya simpan benih kacang hijau tidak baik, maka ketika musim tanam tiba, kualitas benih akan semakin menurun karena mengalami deteriorasi.

5 Kultur teknis produksi benih kacang hijau dengan sistem tumpangsari yang dikelola dengan baik ini diharapkan dapat menghasilkan benih berkualitas yang sama baiknya dengan benih yang dihasilkan dengan sistem monokultur sehingga kedepannya, tumpangsari pun dapat dijadikan solusi produksi benih kacang hijau di lahan sempit. Untuk mendukung usaha ini, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaturan jarak tanam dan barisan yang terbaik sehingga didapatkan benih yang berkualitas dengan daya simpan yang baik pula. Untuk itu, penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui mengetahui kualitas dan daya simpan benih kacang hijau yang ditanam secara tumpangsari dengan jagung manis dibandingkan monokultur, dan juga mengetahui komposisi jumlah baris optimal pada tanaman jagung yang ditanam secara tumpangsari dengan jagung manis. BAHAN DAN METODE Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih dan Rumah Kaca, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada bulan November 2014 hingga April 2015. Bahan yang digunakan penelitian ini adalah benih kacang hijau yang dihasilkan dari sistem tanam monokultur kacang hijau dan tumpangsari kacang hijau dengan jagung manis, aquadest, kertas saring, kapas, dan pasir. Alat yang digunakan adalah kantong plastik hermetik, pinset, petridish, bak perkecambahan, EC meter, penggaris, jangka sorong, hand counter, kertas label, oven, dan timbangan digital. Penelitian dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor dengan 6 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah tumpangsari kacang hijau dengan jagung manis dengan kombinasi baris yaitu 3:1, 4:1, 5:1, 6:1, monokultur jagung dan monokultur kacang hijau: TS 3:1 : tumpangsari kacang hijau-jagung manis kombinasi baris 3:1 TS 4:1 : tumpangsari kacang hijau-jagung manis kombinasi baris 4:1 TS 5:1 : tumpangsari kacang hijau-jagung manis kombinasi baris 5:1 TS 6:1 : tumpangsari kacang hijau-jagung manis kombinasi baris 6:1 MK : monokultur tanaman kacang hijau MJ : monokultur tanaman jagung manis Pada penelitian kali ini, benih yang diuji kualitasnya hanyalah benih kacang hijau. Benih kacang hijau yang dihasilkan dari masing-masing perlakuan sistem tanam selanjutnya dikemas dalam plastik hermetik yang disimpan pada ruangan dengan suhu

6 kamar (27-28 0 C). Berat benih pada setiap kemasan adalah 110 gram. Dalam penelitian ini terdapat 30 kemasan benih yang terdiri dari benih yang dihasilkan dari 5 perlakuan untuk 6 kali pengujian. Pengujian benih dilakukan setiap bulan selama 6 bulan. Benih yang diuji dalam setiap unit pengujian berjumlah 100 benih. Pada setiap bulan akan dilakukan empat jenis pengujian sebagai berikut: a. Pengujian gaya berkecambah dan indeks vigor dengan menggunakan metode top paper di Laboratorium b. Pengujian vigor hipotetik menggunakan metode pasir dalam bak perkecambahan di rumah kaca. c. Pengujian daya hantar listrik d. Pengujian kadar air benih dengan metode oven HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 3. Nilai kesetaraan lahan tumpangsari kacang hijau dengan jagung manis Perlakuan Berat Tongkol Jagung Manis Berat Benih Kacang Hijau NKL Harga (Rp) (ton/ha) (ton/ha) MJ 5,47 a - - 37.720.000 MK - 0,960 a - 18.239.257 TS 3:1 3,33 b 0,330 b 0,986 29.276.728 TS 4:1 2,80 c 0,368 b 0,935 26.314.836 TS 5:1 2,97 bc 0,394 b 0,996 27.963.881 TS 6:1 3,07 bc 0,389 b 1,008 28.555.496 Keterangan: Rerata yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata menurut analisis DMRT pada taraf 5%. Hasil NKL pada Tabel 3. menunjukkan bahwa penanaman 6 baris kacang hijau dengan 1 baris jagung disarankan untuk dilakukan tumpangsari. Pada pertanaman tumpangsari 6:1 diperoleh NKL lebih besar dari 1 dengan nilai 1,008. Oleh karena itu, apabila penanaman tumpangsari dilakukan maka pola pertanaman yang direkomendasikan adalah tumpangsari 6 baris kacang hijau dalam 1 baris jagung manis.

7 Tabel 4. Rerata gaya berkecambah benih (%) setiap perlakuan selama 6 bulan penyimpanan Perlakuan Gaya Berkecambah Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 5 Bulan 6 MK 99,25 a 99,25 a 98,50 a 99,50 a 99,50 a 96,50 a TS 3:1 98,75 a 98,75 a 98,25 a 99,25 a 97,75 ab 96,50 a TS 4:1 98,25 a 98,00 a 97,75 a 99,00 a 96,50 ab 93,75 a TS 5:1 97,75 a 97,75 a 97,00 a 98,00 a 96,25 ab 95,50 a TS 6:1 99,00 a 99,00 a 97,25 a 96,50 a 95,75 ab 94,25 a CV (%) 1,45 1,48 2,73 2,44 2,32 1,92 Keterangan: Rerata yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata menurut analisis DMRT pada taraf 5%. Berdasarkan hasil analisis yang ditunjukkan pada Tabel 4, didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata pada gaya berkecambah benih yang dihasilkan dari berbagai perlakuan. Selain itu, dari data tersebut juga didapatkan bahwa benih kacang hijau yang dihasilkan dari berbagai perlakuan masih memiliki gaya berkecambah yang cukup tinggi untuk digunakan sebagai benih. Hal ini karena gaya berkecambah benih lebih tinggi dari standart benih berkualitas ISTA, yaitu 80%. Tabel 5. Rerata indeks vigor benih masing-masing perlakuan selama 6 bulan penyimpanan Perlakuan Indeks Vigor Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 5 Bulan 6 MK 46,41 a 44,04 a 52,87 a 53,33 a 50,45 a 48,08 a TS 3:1 44,79 a 47,54 a 53,46 a 54,54 a 45,83 a 43,95 bc TS 4:1 47,20 a 49,29 a 54,79 a 53,16 a 45,62 a 46,58 ab TS 5:1 47,75 a 44,00 a 50,08 a 54,21 a 48,70 a 41,66 c TS 6:1 49,87 a 46,75 a 52,67 a 52,73 a 48,33 a 46,16 ab CV (%) 7,95 8,64 6,56 4,00 6,33 5,16 Keterangan: Rerata yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata menurut analisis DMRT pada taraf 5%. Berdasarkan analisis data indeks vigor yang telah disajikan pada Tabel 5. didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata indeks vigor benih yang dihasilkan dari setiap perlakuan hingga bulan kelima penyimpanan. Namun, pada bulan keenam penyimpanan tampak adanya beda nyata perlakuan tumpangsari kacang hijau dan jagung manis dengan pengaturan 5 baris tanaman kacang hijau. Rerata tertinggi indeks vigor benih dihasilkan dari perlakuan monokultur sedangkan nilai rerata indeks vigor terendah dihasilkan dari tumpangsari kacang hijau dan jagung manis dengan pengaturan 5 baris kacang hijau.

8 Tabel 6. Rerata kadar air benih (%) pada masing -masing perlakuan selama 6 bulan penyimpanan Perlakuan Kadar Air Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 5 Bulan 6 MK 12,1 a 12,7 a 11,4 a 12,3 a 12,6 a 12,1 a TS 3:1 11,7 a 11,8 ab 11,2 a 11,9 a 12,4 a 12,4 a TS 4:1 11,6 a 11,6 b 11,5 a 12,0 a 12,6 a 12,2 a TS 5:1 11,8 a 12,0 ab 12,3 a 12,2 a 12,3 a 12,3 a TS 6:1 12,0 a 12,0 ab 11,4 a 12,2 a 12,4 a 12,3 a CV (%) 4,83 2,83 4,02 6,47 1,52 4,22 Keterangan: Rerata yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata menurut analisis DMRT pada taraf 5%. Berdasarkan analisis varian data kadar air benih yang disajikan pada Tabel 6. dapat diketahui bahwa tidak ada perubahan kadar air yang cukup signifikan pada benih yang dihasilkan dari berbagai sistem tanam. Data kadar air juga menunjukkan tidak adanya beda nyata antar perlakuan dari bulan pertama hingga bulan keenam. Tabel 7. Rerata daya hantar listrik (ms/m) setiap perlakuan selama 6 bulan penyimpanan Perlakuan DHL Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 5 Bulan 6 MK 2,19 b 2,24 b 2,39 b 3,43 a 5,49 ab 5,70 b TS 3:1 2,75 ab 3,33 a 3,43 a 3,39 a 5,69 ab 5,96 ab TS 4:1 2,81 ab 3,20 a 3,34 a 3,29 a 6,59 a 6,65 a TS 5:1 2,49 ab 3,21 a 3,26 a 3,29 a 5,09 ab 5,51 b TS 6:1 2,90 a 2,92 a 3,15 a 4,23 a 5,04 b 5,47 b CV (%) 9,60 5,79 8,33 13,67 10,25 5,17 Keterangan: Rerata yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata menurut analisis DMRT pada taraf 5%. Tabel 7. menginformasikan bahwa sistem tanam monokultur secara konsisten memiliki nilai DHL yang rendah, sehingga dapat diduga bahwa mutu fisiologis benih yang dihasilkan dari sistem tanam ini cukup baik. Sedangkan, perlakuan sistem tanam tumpangsari 4:1, secara konsisten memiliki nilai DHL yang cukup tinggi, sehingga dapat diduga bahwa benih yang dihasilkan dari sistem tanam ini memiliki mutu fisiologis yang rendah. Mutu fisiologis benih yang rendah terjadi karena tingkat kebocoran membrannya paling tinggi.

9 Tabel 8. Rerata vigor hipotetik benih setiap perlakuan selama 6 bulan penyimpanan Perlakuan Vigor hipotetik Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 5 Bulan 6 MK 3,07 a 2,64 c 3,78 a 2,46 bc 2,86 b 2,75 b TS 3:1 2,81 ab 2,90 bc 3,85 a 3,13 ab 2,96 ab 2,87 ab TS 4:1 2,76 b 3,33 a 4,25 a 2,43 bc 3,34 a 3,11 ab TS 5:1 2,85 ab 2,81 bc 4,24 a 2,17 c 3,34 a 3,24 a TS 6:1 2,90 ab 3,01 b 3,72 a 3,36 a 3,05 ab 2,83 b CV (%) 6,59 6,75 8,92 17,71 8,27 8,60 Keterangan: Rerata yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada beda nyata menurut analisis DMRT pada taraf 5%. Pada penelitian kali ini, berdasarkan hasil analisis varian yang disajikan pada Tabel 8. didapatkan bahwa terdapat pengaruh yang nyata antar perlakuan terhadap nilai vigor hipotetik selama enam bulan penyimpanan. Nilai vigor hipotetik pun berfluktuasi pada tiap bulan pengujian. Berdasarkan pengujian terhadap benih pada berbagai variabel, dapat diketahui adanya penurunan kualitas benih. Penurunan kualitas benih kacang hijau ini dapat dilihat dari peningkatan nilai daya hantar listrik, dan penurunan nilai indeks vigor serta gaya kecambah benih kacang hijau. Hal ini menunjukkan bahwa viabilitas benih semakin menurun dari waktu ke waktu. Peningkatan nilai daya hantar listrik, menunjukkan bahwa membran sel pada benih kacang hijau sudah mulai bocor karena rusaknya jaringan fosfolipid pada membran, sehingga menyebabkan keluarnya metabolit sel jaringan benih saat perendaman pada pengujian DHL. Terlarutnya metabolit yang keluar dari benih menyebabkan daya hantar listrik pada larutan semakin meningkat. Sehingga, secara tidak langsung, dapat diketahui adanya penurunan kualitas benih dari peningkatan nilai daya hantar listrik larutan. Sedangkan, penurunan gaya berkecambah menunjukkan adanya penurunan tingkat viabilitas benih. Penurunan gaya berkecambah ini dapat dilihat dari banyaknya benih yang tidak berkecambah dengan baik pada saat pengujian. Semakin banyak benih yang tidak berkecambah maka semakin rendah nilai gaya berkecambah. Penurunan indeks vigor pada benih pun terjadi pada benih kacang hijau hijau yang disimpan selama enam bulan. Penurunan indeks vigor paling tampak terlihat pada benih hasil sistem tanam tumpangsari 5:1, yaitu sebesar 41,66. Penurunan indeks vigor pada benih ini menunjukkan bahwa keserempakan dan kecepatan perkecambahan benih mulai menurun. Penurunan kualitas benih kacang hijau ini tentunya merupakan hal yang wajar dan bersifat tidak bisa kembali. Teknolog benih hanya bisa melakukan kontrol terhadap lingkungan, agar benih dapat dipertahankan selama mungkin. Hal ini terjadi karena

10 adanya molekul air dan oksigen dalam benih pada saat disimpan tidak diikuti oleh proses pertumbuhan. Perombakan bahan cadangan makanan dalam benih terjadi tetapi energi yang dihasilkan tidak dimanfaatkan untuk proses translokasi dan sintesa biomassa melainkan terbuang sia-sia. Terjadilah proses deteriorasi dalam waktu benih disimpan. Kelembaban disekitar ruang penyimpanan akan mempengaruhi kadar air di dalam benih. Kadar air benih akan mempengaruhi aktivitas enzim dan proses respirasi. Proses respirasi akan mempengaruhi perombakan cadangan makanan di dalam benih dan peningkatan bahan metabolit yang merusak sel dan menyebabkan nilai DHL meningkat. Sehingga secara tidak langsung peningkatan kadar air benih akan mempengaruhi DHL rendaman air benih. Penurunan integritas membran sel secara secara tidak langsung dapat diindikasikan oleh peningkatan daya hantar listrik. Kerusakan membran sel menyebabkan disfungsi mitokondria yang menghasilkan penurunan sintesis fosfolipid mitokondria. Padahal fosfolipid merupakan senyawa utama penyusun membran sel dan membran mitokondria. Menurunnya kadar fosfolipid membran mitokondria dan membran sel, dapat menyebabkan produksi ATP berkurang sehingga benih tidak lagi memiliki banyak energi untuk tumbuh. Hal ini selanjutnya akan menyebabkan gaya berkecambah, indeks vigor, dan vigor hipotetik semakin menurun. Penyimpanan benih kacang hijau dalam penelitian kali ini menggunakan plastik hermetik. Jenis plastik ini merupakan bahan yang cukup baik untuk mencegah masuknya molekul air dan patogen benih ke dalam benih yang disimpan. Setelah melakukan pengujian terhadap berbagai parameter viabilitas dan vigor benih, nampak bahwa benih tidak mengalami penurunan kualitas yang berarti dan masih dapat dipergunakan sebagai bahan tanam di lapangan. Walaupun dari penelitian ini juga didapatkan bahwa gaya berkecambah menurun, serta nilai DHL meningkat, namun indeks vigor dan vigor hipotetik benih tidak mengalami perubahan yang cukup berarti. Benih yang dihasilkan dari berbagai sistem tanam, yaitu monokultur, tumpangsari 3:1, 4:1, 5:1, dan 6:1, hingga akhir masa penyimpanan dapat mempertahankan kualitasnya, karena memiliki gaya berkecambah, indeks vigor dan vigor hipotetik yang cukup tinggi, serta memiliki nilai DHL dan kadar air yang cukup rendah. Namun, berdasarkan analisis NKL, sistem tanam tumpangsari merupakan sistem tanam yang paling menguntungkan karena memiliki NKL >1 (1,008). Sehingga sistem tanam tumpangsari layak untuk direkomendasikan karena lebih banyak menghasilkan panenan.

11 KESIMPULAN 1. Sistem tanam tumpangsari kacang hijau dan jagung manis, dengan berbagai pengaturan baris (3:1, 4:1, 5:1, dan 6:1), sama baiknya dengan sistem tanam monokultur dalam hal daya simpan benih yang dihasilkannya setelah disimpan selama enam bulan. 2. Sistem tanam tumpangsari kacang hijau dan jagung manis dengan pengaturan baris 6:1 direkomendasikan karena memiliki nilai NKL yang lebih dari 1, dan menghasilkan benih dengan gaya berkecambah, indeks vigor, dan nilai DHL terbaik setelah mengalami enam bulan penyimpanan. SARAN Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai berbagai sistem tanam lain untuk produksi benih. Sehingga ditemukan berbagai sistem tanam lain yang mampu memproduksi benih bermutu, dan lebih ramah lingkungan. UCAPAN TERIMAKASIH Atas terselenggaranya penelitian ini, saya sebagai penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kementerian Agama Republik Indonesia yang telah memberikan support dan pendanaan untuk penelitian yang saya lakukan. DAFTAR PUSTAKA Atman. 2007. Teknologi budidaya kacang hijau ( Vigna radiata L.) di lahan sawah. Jurnal ilmiah Tambua. VI. No. 1. P: 89-95. Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi kacang hijau menurut provinsi (ton), 1993-2014. www.bps.go.id. Diakses pada tanggal 28 Agustus 2014. Badan Pusat Statistik. 2014. Produktivitas kacang hijau menurut provinsi (kuintal/ha), 1997-2014. www.bps.go.id. Diakses pada tanggal 28 Agustus 2014. Badan Pusat Statistik. 2014. Luas panen kacang hijau menurut provinsi (ha), 1997 2014. www.bps.go.id. Diakses pada tanggal 28 Agustus 2014. Chavez, V. P. and T. C. Mendoza. 1986. Seed quality of three field legumes as affected by sugarcane intercropping. Crop Science Society of The Philippines. P: 61-66. Mendoza, T. C. 1979. Optimum arrangement in sugarcane-legumes intercropping. M.S. Thesis. University of the Philippines at Los Banos. p: 5-20.

12 Ogutu, M.O., J.O. Owuoche, R. Muasya, G. Ouma. 2012. Effects of interspesific interaction of nitrogen fertilizer and bean-maize cropping systems on quality of bean seed in Western Kenya. Kenya Agricultural Research Institute. Kenya. p: 154-168. Purnomo, dan Rudi, H. 2005. Kacang hijau. Penebar Swadaya. Bogor. Pusat data dan informasi pertanian. 2014. Statistik konsumsi pangan 2014. Kementerian pertanian. Jakarta. Sucipto. 2009. Dampak pengaturan baris tanam jagung (Zea mays L.) dan populasi kacang hijau dalam tumpangsari terhadap pertumbuhan dan hasil kacang hijau dan jagung. Fakultas Pertanian. Universitas Trunojoyo. Bangkalan.