1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi dalam segala bidang pembangunan mendorong perubahan yang radikal, termasuk perubahan perilaku sebagai wujud eksplisit dari pola pikir yang teradopsi secara sadar maupun tidak sadar dari lingkungan sekitarnya. Sehingga mengarahkan titik pandang yang menemukan adanya perbedaan yang terjadi bukan alamiah, ke suatu cara pandang faktual yang dapat memacu kreasi berpikir bahwa yang terjadi bahwa yang terjadi merupakan ilmiah atau dapat berulang serta dibuktikan. Perkembangan rumah sakit yang pesat dengan permintaan pasar untuk pelayanan yang baik menuntut penyelenggara organisasi pelayanan kesehatan untuk melaksanakan secara profesional. Rumah sakit adalah suatu institusi yang merupakan produk jasa pelayanan medis, sehingga kualitas pelayanan kesehatan perlu diperhatikan secara baik, karena pelayanan kesehatan kepada masyarakat luas dan merupakan tanggung jawab bersama dalam pembangunan kesehatan bangsa secara keseluruhan. Survei terhadap 390 rumah sakit di Amerika Serikat telah menunjukan bahwa perpanjangan waktu di UGD akan secara umum menyebabkan keramaian yang berlebihan, yang pada gilirannya akan memanjangkan waktu pelayanan sehingga meningkatkan ketidakpuasan pelanggan dan kurangnya kualitas pelayanan (Purnell, 1995). Instalasi Gawat Darurat merupakan salah satu unit pelaksana fungsional yang strategis dalam memberikan pelayanan langsung kepada masyarakat dengan problem medis akut juga memerlukan pengembangan. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat pada suatu rumah sakit merupakan salah satu tolak ukur kualitas pelayanan rumah sakit pada umumnya. Instalasi Gawat Darurat mempunyayi tujuan pelayanan mencegah kematian dan kecacatan pada penderita gawat darurat. Pedoman Pelayanan Gawat Darurat Depkes (1992).
2 Unit Gawat Darurat merupakan salah satu unit di rumah sakit yang memberikan pelayanan kepada penderita gawat darurat dan merupakan bagian dari rangkaian upaya penanggulangan penderita gawat darurat yang perlu diorganisir. Depkes (1992). Studi lain tentang IGD diungkap oleh Brenner. Menurut kajian yang dilakukan Brenner(2010), Departemen IGD identik dengan kepadatan yang menyebabkan keterlambatan dalam melakukan tindakan. Hal ini berdampak pada pasien yang harus menunggu lama untuk diperiksa dan dilayani. Tidak hanya itu, rumah sakit mengalami kehilangan pasien karena pindah ke rumah sakit lain atau pulang ke rumah. Berbagai kondisi yang dihadapi perawat di departemen IGD menimbulkan berbagai masalah. Bermula dari kejenuhan para pekerja medis, banyak pekerja medis yang mengundurkan diri, dan terjadi kesalahan medis (salah mendiagnosis, salah melakukan tindakan) dimana menurut Lowry (2009) kesalahan yang sering terjadi di ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD), berpotensi membahayakan keselamatan pasien dan kebanyakan disebabkan oleh kesalahan sumber daya manusianya ( human error). Sebesar 85% kesalahan dilakukan oleh para perawat, 13% oleh dokter spesialis dan dokter residen; dan 2% oleh petugas administrasi. Akibat dari kesalahan-kesalahan ini, sebesar 44% berdampak buruk bagi instansi rumah sakit yang bersangkutan; dan sisanya berdampak buruk bagi pasien. Saat ini pelayanan kesehatan kegawatdaruratan dirasakan oleh masyarakat masih belum optimal, dikarenakan sarana dan fasilitas yang kurang memadai. Hal ini masih ditambah lagi dengan persoalan pengetahuan dan keterampilan tenaga kesehatan yang juga kurang memadai. Untuk itu, perlu dilakukan peningkatan pengetahuan dan keterampilan berkesinambungan sehingga dapat memberikan pelayanan yang optimal. (Depkes,2005). Menurut Standar Pelayanan rumah sakit (Depkes RI 1996), Instalasi gawat darurat harus dapat memberikan pelayanan darurat dengan standar tinggi kepada masyarakat yang menderita penyakit akut dan mengalami kecelakaan, dalam arti pelayanan harus diselenggarakan 24 jam, pelayanan pasien yang bukan dalam
3 kondisi darurat, tidak boleh mengganggu pelayanan pasien gawat darurat, dan unit gawat darurat harus membatasi diri dalam pelayanan gawat darurat saja. Standar yang tinggi tersebut juga termasuk adanya fasilitas yang ideal yaitu susunan ruangan dan arsitek bangunan yang dapat menjamin efisiensi pelayanan kegawatan, letak instalasi gawat darurat harus sedemikan rupa sehingga mudah dicapai dari luar rumah sakit, dan dilengkapi dengan tanda tanda yang jelas yang dapat dilihiat baik dari jalan (luar rumah sakit) maupun dari dalam rumah sakit. Tempat penerimaan pasien dan triase harus diletakkan sedemikian rupa sehingga dapat melihat dan mengawasi kedatangan ambulance dan tempat brankar. Ruang resustasi berada dekat dan mudah dicapai dari tempat penerimaan pasien. Dokter merupakan salah satu sumber daya yang penting dan di tuntut harus mampu menunjukan tanggung jawab dan dedikasi yang tinggi, sikap dan perilaku. Dengan kemampuan dan keterampilannya sangat dibutuhkan untuk memberikan pelayanan yang cepat, tepat dan profesional. Untuk itu dokter perlu memperlihatkan kinerjanya sebagai tenaga yang dibutuhkan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat khususnya di Instalasi Gawat Darurat. Rumah Sakit Umum Daerah Koja telah berdiri sejak bulan Agustus 1952, dengan fasilitas sangat sederhana dalam bentuk sarana Balai Pengobatan dan Rumah Bersalin, kemudian secara berangsur angsur dikembangkan menjadi sebuah Rumah Sakit Umum. Nama Rumah Sakit Umum Koja berubah menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Koja sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah melalui Undang undang Otonomi daerah pada tahun 1999. Saat ini Rumah Sakit Umum Daerah Koja telah melakukan pengelolaan keuangan BLUD penuh yang mengacu kepada prinsip akuntabilitas, berbasis kinerja sebagaimana dengan diterbitkannya Peraturan Gubernur Kepala Daerah Provinsi DKI Jakarta tahun 2006, dengan jumlah ketenagaan sekarang sebagai berikut :
4 Tabel. 1 Komposisi Jumlah Ketenagaan Pegawai RSUD Koja Tahun Per Des 2010 Jenis Tenaga PNS Honorer Jumlah Dokter 46 orang 11 orang 57 orang Tenaga Perawat 131 orang 171 orang 302 orang Paramedis non perawatan 22 orang 70 orang 92 orang Tenaga Non Kesehatan 45 orang 170 orang 215 orang Jumlah Pegawai 244 orang 422 orang 666 orang Sumber : Bagian Kepegawaian RSUD Koja. Pengamatan awal menunjukan bahwa pelayanan di Instalasi Gawat Darurat belum tampak memberikan pelayanan yang baik terhadap masyarakat, hal ini terlihat 1). Dengan menumpuknya pasien yang bisa sampai dua atau tiga hari menetap di Instalasi Gawat Darurat dapat disebabkan oleh penuhnya kamar kamar perawatan atau disebabkan pasien itu sendiri pun tidak mau untuk di rujuk. 2). Jauhnya jarak antara IGD dengan ruang rawat inap sehingga menyulitkan pengiriman pasien dan peminjaman oksigen jika oksigen di IGD dipakai semua semntara ada pasien lagi yang membutuhkan. 3). Sedang dilakukan renovasi sehingga membuat tidak nyaman dalam bekerja. Masalah lain yang ada ialah sering berganti - gantinya dokter setiap enam bulan atau lebih menyebabkan sering dilakukannya adaptasi kepada dokter dokter pengganti yang baru, hal ini menyebabkan banyaknya waktu terbuang untuk proses adaptasi. Dan juga dikarenakan dokter yang berjaga di IGD lebih banyak dokter honorernya di bandingkan dengan dokter yang berstatus PNS. Dalam menjalankan fungsinya pelayanan di Instalasi Gawat Darurat di laksanakan oleh 1 orang dokter umum sebagai penanggung jawab Instalasi Gawat Darurat pada setiap shif kerja, yang berjumlah 7 orang secara bergiliran setiap harinya, semuanya adalah dokter umum yang bekerja pada RSUD Koja. Paramedis yang bekerja di Instalasi Gawat Darurat berjumlah 26 orang termasuk kepala ruangan, tenaga paramedis ini juga waktu dinas dibagi dalam 3 shif yaitu shif pagi, shif sore dan shif malam.
5 Tabel. 2 Komposisi Jumlah Tenaga IGD RSUD Koja Per Jan 2011 Jenis Tenaga PNS Honorer Jumlah Dokter 2 orang 5 orang 71 orang Tenaga Perawat 7 orang 19 orang 26 orang Paramedis non perawatan - - - Jumlah Pegawai 9 orang 24 orang 33 orang Sumber : Bagian Kepegawaian RSUD Koja. Tabel. 3 Jumlah Kunjungan IGD RSUD KojaTahun 2008-2010 Tahun Jumlah Kunjungan Orang 2008 19.800 2009 24.000 2010 25.200 Sumber : Bagian Kepegawaian RSUD Koja. Dengan fenomena diatas membuat penulis tertarik untuk melakukan Penelitian guna mengetahui faktor faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja dokter di Instalasi Gawat Darurat RSUD Koja yang berhubungan dengan mutu pelayanan. B.Perumusan Masalah Beradasarkan uraian pada latar belakang tersebut, dapat disimpulkan masalah yang ada pada Instalasi Gawat Darurat RSUD Koja adalah sejauh mana setiap dokter memahami pelayanan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) sesuai standar mutu pelayanan. Faktor faktor apa saja yang mempengaruhi mutu pelayanan dokter di IGD RSUD Koja?
6 C.Tujuan Penelitian Menganalisis apakah pengembangan sumber daya manusia (SDM), fasilitas yang memadai dan insentif merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dan mutu pelayanan dokter di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Koja. D.Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi dokter yang bekerja di IGD RSUD Koja untuk selalu memanfaatkan ilmu pengetahuan yang dimiliki serta mengetahui faktor faktor yang dapat meningkatkan mutu pelayanan dokter yang bertugas di IGD. E.Keaslian Penelitian Penelitian mengenai kinerja atau mutu pelayanan dokter telah banyak di lakukan antara lain : 1. Seyawati(1988) melakukan penelitian tentang hubungan kepuasan kerja, kualitas kerja dan kecenderungan perilaku dokter spesialis merawat pasien di instalasi rawat inap utama RSUP Fatmawati. Dari hasil penelitian menyatakan kepuasan kerja mempunyai hubungan yang lebih besar dengan kecenderungan perilaku dokter spesialis dengan faktor faktor, kondisi lingkungan kerja dan tanggapan terhadap pekerjaan, ganjaran/penghargaan dan dukungan teman sekerja. 2. Ksuba, (1999) melakukan penelitian tentang hubungan komitmen, kepuasan kerja, dan perilaku dokter spesialis mengirim atau merawat pasien di ruang rawat inap utama RSUP Dokter Muhammad Hoesin Palembang. Dari hasil penelitian ini menyatakan ada hubungan bermakna antara komitmen, kepuasan kerja, usia dan perilaku dokter spesialis mengirim atau merawat pasien di instalasi
7 rawat inap utama dr. Muhammad Hoesin Palembang dapat diterima, jika komitmen tinggi, kepuasan kerja tinggi dan perilaku mengirim atau merawat pasien juga tinggi, atau jika komitmen rendah, kepuasan rendah, maka perilaku dokter spesialis mengirim atau merawat pasien di ruang rawat inap utama juga rendah. Perbedaan penelitian ini dengan yang sebelumnya adalah penelitian ini tidak di tujukan kepada dokter spesialis melainkan berfokus pada dokter umum yang bertugas disuatu bagian pada instalasi Gawat Darurat, dengan metode kuantitatif dan secara langsung mengadakan wawancara dengan dokter serta memberikan kuisoner kepada pasien mengenai mutu pelayanan.