BAB IV DATA DAN ANALISA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB VI PENGOLAHAN DATA dan ANALISIS DATA

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Cooling Tunnel

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI 2012

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Blood Bank Cabinet

BAB V HASIL DAN ANALISIS

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 sistem Blast Chiller [PT.Wardscatering, 2012] BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Vaksin

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

BAB IV HASIL DAN ANALISA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Cold Storage

ANALISA WAKTU SIMPAN AIR PADA TABUNG WATER HEATER TERHADAP KINERJA AC SPLIT 1 PK

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. kaca, dan air. Suhu merupakan faktor eksternal yang akan mempengaruhi

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH KECEPATAN UDARA PENDINGIN KONDENSOR TERHADAP KOEFISIEN PRESTASI AIR CONDITIONING

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbaikan Dan Uji Kebocoran Mesin Pendingin Absorpsi

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008 ANALISIS PERBANDINGAN UNJUK KERJA REFRIGERATOR KAPASITAS 2 PK DENGAN REFRIGERAN R-12 DAN MC 12

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut.

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR

LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC NPM : NPM :

Sistem pendingin siklus kompresi uap merupakan daur yang terbanyak. daur ini terjadi proses kompresi (1 ke 2), 4) dan penguapan (4 ke 1), seperti pada

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Suction Line terhadap Kinerja Mesin Pendingin

BAB II LANDASAN TEORI

MULTIREFRIGERASI SISTEM. Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng

BAB II DASAR TEORI. Tugas Akhir Rancang Bangun Sistem Refrigerasi Kompresi Uap untuk Prototype AHU 4. Teknik Refrigerasi dan Tata Udara

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. Gambar 2.1 Florist Cabinet (Sumber Gambar: Althouse, Modern Refrigeration and Air Conditioning Hal.

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

HUBUNGAN TEGANGAN INPUT KOMPRESOR DAN TEKANAN REFRIGERAN TERHADAP COP MESIN PENDINGIN RUANGAN

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 diagram blok siklus Sistem Refrigerasi Kompresi Uap

Menghitung besarnya kerja nyata kompresor. Menghitung besarnya kerja isentropik kompresor. Menghitung efisiensi kompresi kompresor

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai Maret Yang

BAB II LANDASAN TEORI

MODUL PRAKTIKUM. Disusun Oleh: MUHAMMAD NADJIB, S.T., M.Eng. TITO HADJI AGUNG S., S.T., M.T.

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

HANIF BADARUS SAMSI ( ) DOSEN PEMBIMBING ARY BACHTIAR K.P, ST, MT, PhD

BAB 3 METODE PENGUJIAN DAN PENGAMBILAN DATA

Kaji Eksperimental Pemanfaatan Panas Kondenser pada Sistem Vacuum Drying untuk Produk Kentang

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT

Momentum, Vol. 13, No. 2, Oktober 2017, Hal ISSN ANALISA PERFORMANSI REFRIGERATOR DOUBLE SYSTEM

PERBANDINGAN UNJUK KERJA FREON R-12 DAN R-134a TERHADAP VARIASI BEBAN PENDINGIN PADA SISTEM REFRIGERATOR 75 W

Peningkatan Waktu Pengeringan dan Laju Pengeringan Pada Mesin Pengering Pakaian Energi Listrik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pengaruh Penggunaan Katup Ekspansi Termostatik dan Pipa Kapiler terhadap Efisiensi Mesin Pendingin Siklus Kompresi Uap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Rangkaian Alat Uji Dan Cara Kerja Sistem Refrigerasi Tanpa CES (Full Sistem) Heri Kiswanto / Page 39

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 15 Nomor ISSN INOVASI MESIN PENGERING PAKAIAN YANG PRAKTIS, AMAN DAN RAMAH LINGKUNGAN

MESIN PENGERING HANDUK DENGAN ENERGI LISTRIK

Analisa Performansi Sistem Pendingin Ruangan dan Efisiensi Energi Listrik padasistem Water Chiller dengan Penerapan Metode Cooled Energy Storage

BAB II STUDI PUSTAKA

LANDASAN TEORI. P = Pc = P 3 = P 2 = Pg P 5 P 4. x 5. x 1 =x 2 x 3 x 2 1

menurun dari tekanan kondensasi ( Pc ) ke tekanan penguapan ( Pe ). Pendinginan,

BAB V PEMILIHAN KOMPONEN MESIN PENDINGIN

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung (Indirect System)

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung ( Indirect Cooling System 2.2 Secondary Refrigerant

Bab III. Metodelogi Penelitian

IV. METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. temperatur di bawah 123 K disebut kriogenika (cryogenics). Pembedaan ini

ANALISIS PENGARUH DIAMETER PIPA KAPILER TERHADAP COEFFISIENT OF PERFORMANCE PADA REFRIGERATOR

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bahan Penelitian Pada penelitian ini refrigeran yang digunakan adalah Yescool TM R-134a.

Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika

KAJI EKSPERIMENTAL KARAKTERISTIK PIPA KAPILER DAN KATUP EKSPANSI TERMOSTATIK PADA SISTEM PENDINGIN WATER-CHILLER

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara

BAB II DASAR TEORI. Pengujian sistem refrigerasi..., Dedeng Rahmat, FT UI, Universitas 2008 Indonesia

Maka persamaan energi,

3. BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian ini terdiri dari tiga proses, yaitu perancangan,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN

EFEK UDARA DI DALAM SISTEM REFRIGERASI

BAB II LANDASAN TEORI

UNJUK KERJA MESIN PENDINGIN KOMPRESI UAP PADA BEBERAPA VARIASI SUPERHEATING DAN SUBCOOLING

COEFFICIENT OF PERFORMANCE (COP) MINI FREEZER DAGING AYAM KAPASITAS 4 KG

BAB II LANDASAN TEORI

Jurnal Ilmiah Widya Teknik Volume 16 Nomor ISSN

BAB II DASAR TEORI 2.1 Cooling Tunnel

BAB II LANDASAN TEORI. Refrigerasi merupakan suatu media pendingin yang dapat berfungsi untuk

BAB II DASAR TEORI 0,93 1,28 78,09 75,53 20,95 23,14. Tabel 2.2 Kandungan uap air jenuh di udara berdasarkan temperatur per g/m 3

Studi Eksperimen Variasi Beban Pendinginan pada Evaporator Mesin Pendingin Difusi Absorpsi R22-DMF

TUGAS AKHIR PERANCANGAN ULANG MESIN AC SPLIT 2 PK. Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Mencapai Gelar Strata Satu ( S-1 ) Teknik Mesin

PENGUJIAN PERFORMANCE DAN ANALISA PRESSURE DROP SISTEM WATER-COOLED CHILLER MENGGUNAKAN REFRIGERAN R-22 DAN HCR-22

Transkripsi:

BAB IV DATA DAN ANALISA 4.1 Sistem Refrigerasi Kompresi Uap Perhitungan dan analisa sistem refrigerasi kompresi uap diambil pada menit terakhir yaitu menit ke-360 atau jam ke-6. Diambil pada menit terakhir karena agar diketahui kinerja sistem destilasi yang stabil, sehingga diperoleh data yang konstan dan hampir sama mendekati seperti data rata-ratanya tiap interval 10 menit selama 6 jam. Data kinerja sistem destilasi rata-rata dan tabel data pengukuran dari menit awal dapat dilihat pada lampiran. Tabel 4.1. Data Pengukuran Menit ke 320 360. No Tempat Pengukuran Satuan Waktu (Menit Ke) 320 330 340 350 360 1 Refrigeran Discharge 0 C 68 67 67 67 67 2 Refrigeran Masuk Kondensor 0 C 52 52 51 51 51 3 Refrigeran Masuk Kapiler 0 C 36 36 35 35 35 4 Refrigeran Masuk Evaporator 0 C 6 6 6 6 6 5 Refrigeran Keluar Evaporator 0 C 19 19 19 18 17 6 Refrigeran Suction 0 C 19 19 19 19 19 7 Air Sumber Masuk Kondensor 0 C 29 29 29 29 29 8 Air Sumber Keluar Kondensor 0 C 25 25 25 25 25 9 Udara Masuk Evaporator 0 C 32 32 32 32 32 10 Udara Keluar Evaporator 0 C 22 22 22 22 22 11 RH Kabin Kondensor % 95,2 93,2 93,2 89 86 12 Tekanan Discharge Bar gauge 14,6 14,6 14,6 14,6 14,6 13 Tekanan Suction Bar gauge 4,3 4,3 4,3 4,3 4,3 14 Arus Listrik Ampere 1,9 1,9 1,9 1,9 1,9 15 Tegangan Listrik Volt 200 200 200 200 200 16 Daya Watt 380 380 380 380 380 LAPORAN TUGAS AKHIR 28

Pd Ps Pada tabel di atas dapat dihitung persamaan-persamaan di bawah ini : = 14,6 Bar gauge = 15,6 Bar absolut = 4,3 Bar gauge = 5,3 Bar absolut Tekanan suction (Pd) dan discharge (Ps) yang terbaca pada pressure gauge diubah menjadi tekanan absolut, karena tekanan tersebut merupakan tekanan alat ukur yang ada pada sistem tertutup dan belum termasuk tekanan atmosfir lingkungan. Untuk mengkonversi ke tekanan bar absolut maka tekanan bar gauge ditambah dengan satu bar. Penambahan 1 bar karena bumi kita dilingkupi oleh lapisan atmosfir atau udara mulai dari permukaan bumi hingga puluhan kilometer jaraknya dari permukaan bumi. Karena udara memiliki masa atau berat akibat adanya gaya grafitasi bumi, maka bekerjalah tekanan pada permukaan bumi, yang disebut tekanan atmosfir. Bayangkan ada satu kolom udara yang mempunyai luas permukaan sebesar 1 m 2 terletak di atas permukaan laut hingga mencapai batas lapisan atmosfir. Massa udara yang ada dalam kolom tersebut adalah 101,325 N. Karena gaya yang ditimbulkan oleh massa udara tersebut bekerja pada luas permukaan 1 m 2, maka tekanan yang bekerja pada permukaan laut, di mana kolom udara itu berdiri adalah 101,325 N/m 2 atau Pa. Angka tersebut dijadikan patokan ukuran tekanan atmosfir atau tekanan barometer di atas permukaan laut, yakni satu atmosfir (1 atm). Pengeplotan data dilakukan manual dengan memasukan data berupa tekanan suction yang merupakan temperatur evaporasi, tekanan discharge yang merupakan temperatur kondensasi, temperatur keluar evaporator, efisiensi isentropi, temperatur discharge, dan temperatur keluar kondensor. LAPORAN TUGAS AKHIR 29

Berikut pada gambar 4.1, adalah hasil penggambaran siklus sistem refrigerasi yang diplot pada diagram mollier (p-h). Gambar 4.1. Hasil Plot Diagram p-h Pengukuran Menit 360. Proses isentropik dianggap ideal, yaitu nilainya 1. Temperatur evaporasi (Te) = 2 0 C = 275 K Temperatur kondensasi (Tk) = 41 0 C = 314 K h 1 (Entalpi masukan kompresor) = 418,4 kj/kg h 2 (Entalpi keluaran kompresor) = 447,8 kj/kg h 3 = h 4 = 243,1 kj/kg (Entalpi keluaran dan masuk evaporator) Dengan merujuk persamaan (1), besarnya kerja spesifik kompresi pada sistem refrigerasi diperoleh : q w (kerja spesifik kompresi) = h 2 - h 1 = 447,8 kj/kg 418,4 kj/kg = 29,4 kj/kg Dari persamaan (3) didapat nilai kalor yang dilepas kondensor, yakni : q c (kalor lepas di kondensor) = h 2 h 3 = 447,8 kj/kg - 243,1 kj/kg = 204,7 kj/kg LAPORAN TUGAS AKHIR 30

Besarnya kalor yang diserap evaporator dengan persamaan (4) yaitu : q e (kalor serap di evaporator) = h 1 h 4 = 418,4 kj/kg 243,1 kj/kg = 175,3 kj/kg Perbandingan tekanan discharge terhadap tekanan suction, persamaan (2) : Rasio kompresi = Pd Ps = 15,6 5,3 = 2,94 Dari perhitungan perbandingan tekanan discharge dan suction secara absolut di atas diketahui bahwa nilai rasio kompresinya kecil, artinya efisiensi volumetriknya tinggi. Hal itu karena efek ruang sisa dari celah antara roller dan cylinder yang kecil, sehingga hanya sedikit ekspansi gas refrigeran yang tertahan di ruang saluran tekan menuju katup discharge, maka jumlah gas refrigeran aktual yang dikompresi oleh kompresor rotari sedikit lebih kecil daripada kemampuan kompresor rotari sebenarnya sesuai putaran roller. Efisiensi volumetrik yaitu perbandingan antara jumlah gas aktual dengan jumlah gas teoritis. Efisiensi volumetrik juga dipengaruhi oleh perbandingan kompresi, semakin besar rasio kompresi maka efisiensi volumetriknya semakin kecil, begitu juga sebaliknya. COP aktual Untuk COP aktual menggunakan persamaan (5), seperti di bawah ini : = qe qw = 175,3 29,4 = 5,96 Persamaan (6) dipakai untuk menghitung COP Carnot, sebagai berikut : COP Carnot = = Te Tk Te 275 314 275 = 7,05 LAPORAN TUGAS AKHIR 31

laut, yakni : Persamaan (7) didapat nilai efisiensi dari sistem refrigerasi destilasi air Efisiensi Sistem Refrigerasi = COP aktual COP Carnot = 5,96 7,05 = 85 % x 100% x 100% Dengan efisiensi refrigerasi yang besar maka alat ini dapat dikatakan baik untuk sebuah sistem destilasi karena nilai COP aktual mendekati dibawah nilai COP Carnot. Efisiensi refrigerasi semakin besar nilainya jika COP aktual semakin dekat nilainya dengan COP Carnot. Efisiensi refrigerasi dipengaruhi oleh kedua COP tersebut. COP aktual yang diperoleh tinggi nilainya, COP aktual bernilai tinggi disebabkan karena temperatur yang dicapai evaporator tinggi sebesar 11,5 0 C (suhu rata-rata evaporator). Selanjutnya menganalisa dari data yang telah diperoleh melalui bentuk grafik. Analisa grafik temperatur kabin kondensor dan kabin evaporator terhadap waktu ditunjukkan pada gambar 4.2. 40 kabin kondensor kabin evaporator 35 30 Temperatur ( 0 C) 25 20 15 10 5 0 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320 340 360 Waktu (menit) Gambar 4.2. Temperatur Kabin Kondensor dan Evaporator. LAPORAN TUGAS AKHIR 32

Pada grafik yang ditunjukkan pada gambar 4.2 diketahui bahwa suhu kabin kondensor mengalami kenaikan dari 25 0 C 32 0 C dari menit awal sampai 100 menit ke depan, sedangkan untuk menit selanjutnya sampai 20 menit sebelum terakhir didapat suhu yang konstan sebesar 32 0 C, sedangkan 20 menit terakhir mengalami penurunan suhu sebesar 1 0 C. Begitu juga sama dengan kabin evaporator, hal ini terjadi keseimbangan antara kalor yang dilepas di kondensor dengan kalor yang serap oleh evaporator. Karena hal itu maka selisih antara kabin kondensor dengan evaporator selalu sama, jadi laju perpindahan kalor dari kabin kondensor ke evaporator nilainya selalu tetap, tidak ada laju perpindahan kalor yang terlalu tinggi dan terlalu rendah, sehingga ini berpengaruh terhadap jumlah air hasil destilasi, dimana jumlah air hampir mendekati konstan tiap pengukuran selama interval 10 menit. Analisa grafik kelembaban kabin kondensor terhadap waktu ditunjukkan pada gambar 4.3. RH (%) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 Waktu (menit) Gambar 4.3. Kelembaban Kabin Kondensor. Dari grafik dapat diketahui bahwa RH kabin kondensor berkisar antara 80 % sampai 100 %. Nilai RH pada sistem destilasi mengalami kenaikan dan penurunan. Nilai RH yang tertinggi berada pada nilai 99 %, sedangkan nilai RH terendah berada pada nilai 85 %. Nilai RH yang diukur ini dipengaruhi oleh temperatur tabung basah dan kering serta pembacaan alat ukur termometer digital, LAPORAN TUGAS AKHIR 33

sedangkan pengeplotan RH dilakukan pada software psychart. Grafik ini berbanding lurus dengan grafik laju aliran volume distilat terhadap waktu, dimana semakin tinggi RH maka nilai volume distilatnya semakin besar begitu juga sebaliknya. RH ini sangat berpengaruh terhadap proses kristalisasi garam, garam dengan kualitas bagus dihasilkan dengan nilai RH tertentu. 4.2 Sistem Destilasi Pada kondensor terjadi pertukaran kalor antara pipa juga fin kondensor dan air yang disuplaikan oleh pompa berbentuk butiran kecil yang sengaja dikucurkan untuk mendinginkan kondensor, sehingga pipa kondensor melepaskan panas ke air dan air menyerap panas dari kondensor. Temperatur refrigeran keluaran kondensor lebih rendah dari yang masuk kondensor dan temperatur air yang akan mengenai kondensor lebih rendah dari temperatur air yang setelah kontak dengan kondensor. Pengambilan data sistem destilasi ditunjukkan pada tabel 4.2. Tabel 4.2. Data Sistem Destilasi Volume Volume Laju Perbandingan Menit Wadah Kondensor Berkurang Distilat Distilat Volume (%) Ke Awal (l) Akhir (l) (l) (ml) (ml/s) Distilat Hilang 0 15,98 15,98 0 0 0 0 0 10 15,98 15,09 0,89 80 0,13 8,9 91,1 20 15,09 14,73 0,35 140 0,23 40 60 30 14,73 14,38 0,36 210 0,35 58,3 41,7 40 14,38 14,02 0,35 230 0,38 65,7 34,3 50 14,02 13,67 0,36 240 0,4 67 33 60 13,67 13,31 0,36 240 0,4 67 33 70 13,31 12,96 0,36 290 0,48 80,5 19,5 80 12,96 12,60 0,36 290 0,48 80,5 19,5 90 12,60 12,25 0,35 290 0,48 82,9 17,1 100 12,25 11,89 0,36 290 0,48 80,5 19,5 110 11,89 11,54 0,36 290 0,48 80,5 19,5 120 11,54 11,18 0,36 290 0,48 80,5 19,5 130 11,18 10,83 0,35 280 0,47 80 20 140 10,83 10,47 0,36 280 0,47 78 22 150 10,47 10,12 0,36 265 0,44 74 26 160 10,12 9,76 0,36 265 0,44 74 26 LAPORAN TUGAS AKHIR 34

170 9,76 9,41 0,35 330 0,55 94 6 180 9,41 9,06 0,41 330 0,55 80,5 19,5 190 9,06 8,7 0,30 265 0,44 88,3 11,7 200 8,7 8,52 0,36 265 0,44 74 26 210 8,52 8,17 0,36 260 0,43 72 28 220 8,17 7,81 0,35 260 0,43 74 26 230 7,81 7,46 0,36 260 0,43 72 28 240 7,46 7,10 0,36 260 0,43 72 28 250 7,10 6,745 0,36 260 0,43 72 28 260 6,745 6,39 0,36 270 0,45 75 25 270 6,39 6,035 0,36 270 0,45 75 25 280 6,035 5,68 0,36 260 0,43 72 28 290 5,68 5,325 0,36 260 0,43 72 28 300 5,325 4,97 0,36 260 0,43 72 28 310 4,97 4,615 0,36 265 0,44 74 26 320 4,615 4,26 0,36 265 0,44 74 26 330 4,26 3,905 0,36 265 0,44 74 26 340 3,905 3,55 0,36 265 0,44 74 26 350 3,55 3,195 0,36 265 0,44 74 26 360 3,195 2,84 0,36 265 0,44 74 26 Rata-rata 0,37 267 0,44 71,64 28,36 Menit ke-4 diketahui pertama kalinya bahwa tetesan kondensasi di evaporator mulai berjatuhan ke wadah distilat. Penjelasan tabel 4.2 pada menit ke- 10 merupakan waktu pertama kali air kondensasi di evaporator diukur volumenya dengan jumlah 80 ml. Dari tabel 4.2 di atas besarnya laju aliran volume untuk air distilat dapat dihitung dengan rumus berikut : Pada menit ke 10 air hasil destilasi yang dihasilkan sebesar 80 ml (volume distilat), maka laju aliran volume distilat dihitung dengan cara : Vd t = 80 ml 10 x 60 = 0,13 ml/s t didapat dari menit ke-10 dikurangi menit ke-0/awal (10 0 = 10), lalu dikonversi ke detik dengan dikali 60. Dengan perhitungan yang sama, maka untuk data setelahnya dapat dicari dengan t sama dengan 10, karena interval pengukurannya tiap 10 menit, sehingga laju aliran dapat ditabelkan seperti tabel 4.2 pada kolom keenam dari sisi sebelah kiri. LAPORAN TUGAS AKHIR 35

Laju aliran volume jika digambarkan dalam bentuk grafik terlihat : 0,6 0,5 Laju Aliran Volume (ml/s) 0,4 0,3 0,2 0,1 0 0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360 Waktu (menit) Gambar 4.4 Laju Aliran Volume Distilat. Dari tabel 4.2 dan grafik gambar 4.4 di atas terlihat bahwa laju aliran air distilat tidak konstan, tetapi mengalami peningkatan setiap 10 menit pada 1 jam pertama saat pengambilan data, itu terjadi karena sistem refrigerasi kompresi uap baru sebentar bekerja, sehingga proses penyerapan dan pelepasan kalor kurang maksimal karena kondensor belum panas serta pemisahan antara larutan garam dan pelarut air juga belum maksimal, sedangkan semakin lama waktu alat destilasi bekerja maka laju aliran volume distilat mulai stabil, sehingga didapat nilai laju aliran yang relatif konstan. Semakin besar beda temperatur antara wadah kondensor dan evaporator, maka perpindahan kalor semakin cepat, sehingga laju aliran udara semakin besar, begitu juga sebaliknya. LAPORAN TUGAS AKHIR 36

Untuk perbandingan antara pengurangan volume air residu ( Vr) dan volume hasil destilasi ( Vd), dapat dihitung sebagai berikut : Vd Vr x 100% Contoh perhitungan pada menit ke 10 pada tabel 4.2 : 80 890 x 100% = 8,9 % 890 diperoleh dari 0,89 dikonvesikan ke ml, angka 8,9 % dapat dilihat pada kolom 7 baris 5 tabel 4.2. Dengan cara perhitungan yang sama diperoleh hasil perbandingannya untuk tiap 10 menit selanjutnya dan dapat dilihat pada tabel 4.2. Arti dari tabel 4.2 di atas, perbandingan dalam % menunjukkan bahwa air yang dihasilkan sebanyak angka yang ada dalam kolom tujuh tiap interval 10 menit, sedangkan banyaknya air yang hilang (losses) sebesar 100 % - Perbandingan Volume Distilat dalam %, yang nilainya dapat dilihat pada kolom delapan. Dari tabel diketahui dengan lamanya sistem destilasi menyala selama enam jam, maka terjadi pengurangan volume air residu sebesar 13,4 liter yang merupakan penjumlahan dari kolom volume berkurang pada tabel 4.2. Dari 13,4 liter air yang berkurang pada wadah residu, hanya 9,6 liter yang menjadi air tawar, sedangkan sisanya ada yang masih menempel di sirip-sirip kondensor dan evaporator dan terkondensasi di saluran udara, sehingga tidak jatuh ke wadah air distilat, jadi air itu tidak terhitung menjadi air distilat. Untuk hasil garam pun diperoleh dari alat destilasi ini, namun garam tersebut belum dapat ditampung pada wadah karena banyak menempel pada siripsirip kondensor yang menyebabkan kondensor tertutupi oleh garam. Dengan demikian penulis tidak bisa menghitung perolehan endapan garam yang terjadi pada alat destilasi ini, karena untuk mengambilnya saja tidak bisa (terjebak diantara sirip kondensor). Dengan begitu hipotesa awal penulis salah bahwa garam itu tidak akan menempel pada sirip-sirip kondensor, tetapi tertampung pada wadah saringan garam yang telah disediakan tepat di beberapa cm dari bawah kondensor. Proses kristalisasi garam sendiri belum dapat diketahui saat sistem LAPORAN TUGAS AKHIR 37

destilasi dalam keadaan menyala, meskipun telah lama bekerja, tetapi garam akan terbentuk dan terlihat saat sistem destilasi dimatikan beberapa saat kemudian. Hal tersebut karena sama halnya dengan pemanenan garam yang ada pada air laut, bahwa untuk memanen garam tidak boleh ada air baru pun yang bercampur dengan ladang garam yang telah terdapat benih air laut, jadi kalau masih terdapat hujan para petani belum memulai bertani garam, tetapi hanya sebatas menyiapkan petak-petak penggaraman. Garam baru akan dibuat saat musim benar-benar kemarau. Begitu juga dengan garam yang ada pada alat destilasi ini, selama kondensor masih terkena air, maka tidak akan terlihat pembentukan kristalisasi garam. Dengan siklus berulang yaitu air selalu masuk dan keluar kondensor maka pemisahan antara pelarut (air) dan larutan (garam) akan maksimal. Penulis mengusulkan agar alat destilasi ini memakai kondensor yang tidak memiliki sirip-sirip, sehingga garam mudah untuk diambil dan dapat dihitung. Garam yang dihasilkan dengan proses tradisional dan dengan refrigerasi destilasi air laut menjadikan produk garam yang berbeda, dimana dengan tradisional didapat butiran garam yang begitu kasar, sedangkan dengan alat refrigerasi destilasi diperoleh garam yang lebih halus layaknya seperti garam dapur yang beryodium. Hal itu disebabkan karena perbedaan penguapan temperatur airnya, semakin tinggi suhu penguapan maka butiran garam semakin kecil, ini dibuktikan dengan suhu masukan kondensor yang bersuhu 63 0 C, ditambah dengan siklus selalu berulang, berbeda dengan pemanenan garam dengan matahari yang tidak mungkin suhu penguapannya mencapai 63 0 C. 4.3 Pengamatan Kualitas Air Pengujian untuk parameter DHL, TDS, kekeruhan dan ph dilakukan secara kuantitas. Pengujian terhadap parameter fisik seperti bau dan rasa dilakukan secara kualitas dengan cara merasakan sampel air yang dilakukan oleh beberapa sukarelawan. Dari hasil pengujian itulah diketahui bahwa airnya tidak berasa dan berbau. Penampakan air sebelum dan setelah destilasi dapat dilihat pada gambar 4.5. LAPORAN TUGAS AKHIR 38

Gambar 4.5. Air Sebelum Destilasi (kiri) dan Setelah (kanan). Berikut pada tabel 4.3 merupakan hasil pengujian kualitas air yang dikerjakan oleh penulis di laboratorium Teknik Kimia Politeknik Negeri Bandung. Pengujian dilakukan dengan mengambil samper air sebanyak 2 liter. Tabel 4.3. Kualitas Air yang Dikerjakan. Parameter Fisik Sebelum Destilasi Setelah Destilasi Penampakan Agak Kuning Jernih Rasa Asin Tawar / Tidak Berasa Bau Bau Tidak Berbau Endapan Ada Endapan Tidak Ada Endapan DHL Di luar jangkauan alat ukur 0,014 ms/cm TDS Di luar jangkauan alat ukur 10 mg/l Kekeruhan 45,96 NTU 2,58 NTU Temperatur 26,3 0 C 26,3 0 C Parameter Kimia Sebelum Destilasi Setelah Destilasi ph 7 7 LAPORAN TUGAS AKHIR 39

Pada tabel 4.3 berbeda dengan tabel 2.1. Pada tabel 2.1 tentang parameter analisa air yang dikerjakan penulis, tidak terdapat kekeruhan, TDS, endapan dan temperatur. Berbeda dengan tabel 4.3 yang dilakukan pengujian oleh penulis. Dilakukan pengujian kekeruhan alasannya karena di laboratorium teknik kimia POLBAN tidak dapat melakukan pengujian warna. Kalau melakukan pengujian di laboratorium lain, seperti laboratorium kualitas air ITB dapat melakukan pengujian parameter warna, namun hasilnya akan diketahui setelah 3 minggu, sedangkan sidang penulis sebentar lagi, jadi warna digantikan dengan kekeruhan. Dengan melihat SNI 01-6241-2000 akan ditemukan pengujian air destilasi berupa pengujian karbon organik total, cemaran logam, timbal, tembaga, kadmium, kromium, raksa, cemaran arsen, cemaran mikroba dan bakteri. Penulis tidak melakukan pengujian itu, tetapi melakukan pengujian secara kasarnya yaitu dengan menguji TDS (Total Dissolved Solids) atau total padatan terlarut. Dengan menguji TDS sudah mewakili pengujian parameter lain yang tidak diuji oleh penulis, karena jika pengujian air didapat nilai TDS sama dengan 0, maka untuk kandungan timbal, tembaga, kadmium dan sebagainya yang disebutkan pada SNI tersebut tidak terdapat pada air yang diuji, sehingga air tersebut aman untuk diminum. Dengan nilai TDS lebih dari 0 seperti 1 mg/l atau 10 mg/l, maka kemungkinan air hasil destilasi mengandung cemaran logam atau timbal atau tembaga ataupun yang lainnya yang disebutkan pada SNI 01-6241-2000, sehingga air hasil destilsi tersebut tidak aman untuk diminum. Dari tabel 4.3 penulis dapat menganalisa DHL (daya hantar listrik). Sudah dipastikan bahwa sebelum dan setelah destilasi didapat nilai DHL yang berbeda, DHL sebelum destilasi lebih tinggi dibanding setelahnya. Sebelum destilasi DHL tidak terukur pada alat pengukur DHL yaitu konduktifitas, artinya alat tersebut tidak mampu mengukur DHL pada air sebelum destilasi, dikarenakan diperoleh nilai DHL yang sangat tinggi melebihi jangkauan dari alat ukur, sehingga dimaklumi jika alat konduktifitas tidak dapat mengukur DHLnya. Setelah destilasi diperoleh nilai DHL yang sangat kecil sebesar 0,014 ms/cm pada suhu 26,3 0 C, sehingga air hasil destilasi ini dapat digunakan untuk air bersih sebagai keperluan mandi, cuci dan kaskus, namun belum dapat digunakan untuk air minum. SNI 01- LAPORAN TUGAS AKHIR 40

6241-2000 mensyaratkan nilai DHL maksimal untuk air yang dapat diminum sebesar 1,3 mikromhos (µs/cm) pada 25 0 C. Pengujian DHL bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kandungan air dalam menghantarkan listrik. Semakin tinggi nilai DHL, semakin besar kandungan air dalam menghantarkan listrik, begitu pun sebaliknya. Air dapat menghantarkan listrik karena mengandung kation dan anion. Kation dan anion pada kandungan air yang besar yang tidak diperlukan oleh tubuh dapat mengganggu kesehatan manusia. Berbeda dengan pocari sweet yang banyak sekali mengandung kation dan anion, tetapi kation dan anion yang khusus diperlukan oleh tubuh. Air sebelum proses destilasi diperoleh nilai TDS yang tidak terukur sama seperti pengujian DHL. Setelah destilasi didapat nilainya 10 mg/l, sehingga penulis dapat mengemukakan bahwa air tersebut tidak dapat diminum, karena dengan membandingakan SNI 01-6241-2000, dipersyaratkan bahwa kandungan TDSnya maksimal sebesar 1,156 mg/l yang diketahui dari hasil penjumlahan parameter-parameter SNI 01-6241-2000 dengan satuan mg/l (dapat dilihat pada lampiran). Walaupun air ini tidak dapat diminum, tetapi dapat digunakan untuk keperluan air bersih seperti mandi, cuci dan kakus. Pengujian untuk parameter kimia berupa ph sesuai dengan SNI 01-6241- 2000 kategori air demineral dengan range 6 7,5, sedangkan yang di uji bernilai 7, artinya air tersebut bersifat netral tidak basa dan asam. Sebelum destilasi nilai phnya 7 karena nilai ph air laut itu umumnya 7. Dengan demikian maka tujuan yang dilakukan penulis pada percobaan tugas akhir ini dalam menghasilkan air dari proses destilasi yaitu airnya dapat digunakan sebagai air bersih dan tidak dapat digunakan untuk keperluan air minum. Dihasilkan air yang cukup banyak dan hasil lain berupa produk garam, meskipun garamnya tidak dapat dihitung berdasarkan jumlah kuantitas. LAPORAN TUGAS AKHIR 41