BAB I PENDAHULUAN. Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 2007). World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja-remaja di Indonesia yaitu dengan berkembang pesatnya teknologi internet

BAB I PENDAHULUAN. melalui perubahan fisik dan psikologis, dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perilaku kesehatan reproduksi remaja semakin memprihatinkan. Modernisasi,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai tantangan dan masalah karena sifatnya yang sensitif dan rawan

BAB 1 : PENDAHULUAN. produktif. Apabila seseorang jatuh sakit, seseorang tersebut akan mengalami

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat diwujudkan dalam tingkah laku yang bermacam-macam, mulai dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa perubahan atau peralihan dari masa kanak-kanak

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada perkembangan zaman saat ini, perilaku berciuman ikut dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Antara tahun 1970 dan

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

BAB 1 : PENDAHULUAN. remaja tertinggi berada pada kawasan Asia Pasifik dengan 432 juta (12-17 tahun)

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa. reproduksi sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. penduduk dunia terdiri dari remaja berusia tahun dan sekitar sembilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Remaja adalah mereka yang berusia diantara tahun dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu fase krusial dalam

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. data BkkbN tahun 2013, di Indonesia jumlah remaja berusia tahun sudah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB I PENDAHULUAN. dengan orang lain, perubahan nilai dan kebanyakan remaja memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan zaman yang semakin pesat, menuntut. masyarakat untuk bersaing dengan apa yang dimilikinya di era

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang potensial adalah generasi mudanya. Tarigan (2006:1)

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan era global saat ini membawa remaja pada fenomena maraknya

BAB 1: PENDAHULUAN. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan pertumbuhan tubuh.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis (Sarwono, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa dalam perkembangan hidup manusia. WHO

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO, remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah seksualitas merupakan salah satu topik yang menarik untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang meliputi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. setiap individu yaitu merupakan periode transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. yang belum menikah cenderung meningkat. Hal ini terbukti dari beberapa

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk memiliki. Pada masa ini, seorang remaja biasanya mulai naksir lawan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seks bebas atau dalam bahasa populernya disebut extra-marital intercouse

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses kehidupannya manusia melewati tahap-tahap perkembangan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

BAB II KAJIAN TEORI. A. Perilaku Seksual Pranikah. 1. Perilaku Seksual. Sarwono (2003), mendefinisikan perilaku seksual remaja sebagai

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan fisik remaja di awal pubertas terjadi perubahan penampilan

BAB I PENDAHULUAN. antara masa kanak-kanak dan dewasa. Menurut WHO (World Health

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Siswa Kelas XI SMAN Y Yogyakarta Tahun 2017 (N=114)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan populasi yang besar dari penduduk dunia. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. Remaja diidentifikasikan sebagai masa peralihan antara anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terjadinya peningkatan minat dan motivasi terhadap seksualitas. Hal ini dapat

BAB I PENDAHULUAN. depan. Keberhasilan penduduk pada kelompok umur dewasa sangat. tergantung pada masa remajanya (BKKBN, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. dalam tubuh yang mengiringi rangkaian pendewasaan. Pertumbuhan organ-organ

BAB 1 PENDAHULUAN. Konsep diri adalah cara individu dalam melihat pribadinya secara utuh,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan salah satu tahap dalam kehidupan manusia. Tahap ini

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menjadi yang terunggul dalam berbagai aspek kehidupan. Pembangunan sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. negara-negara Barat, istilah remaja dikenal dengan adolescence yang berasal

2016 HUBUNGAN ATTACHMENT ANAK TERHADAP ORANGTUA DAN PEER PRESSURE DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA DI SMAN 1 SUKATANI PURWAKARTA

FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU SEKSUAL REMAJA DI STIKES X TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. yang rata-rata masih usia sekolah telah melakukan hubungan seksual tanpa merasa

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seksualitas merupakan bagian integral dari kepribadian yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Riska Megayanti 1, Sukmawati 2*, Leli Susanti 3 Universitas Respati Yogyakarta *Penulis korespondensi

BAB 1 PENDAHULUAN. dipungkiri kenyataan bahwa remaja sekarang sudah berperilaku seksual secara bebas.

BAB I PENDAHULUAN. habis-habisnya mengenai misteri seks. Mereka bertanya-tanya, apakah

BAB I PENDAHULUAN. dari 33 menjadi 29 aborsi per wanita berusia tahun. Di Asia

BAB 1 PENDAHULUAN. menuju masyarakat modern, yang mengubah norma-norma, nilai-nilai dan gaya

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut terjadi akibat dari kehidupan seksual remaja yang saat ini semakin bebas

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual Remaja di Kota Padang

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. yang bisa dikatan kecil. Fenomena ini bermula dari trend berpacaran yang telah

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Menurut

BAB 1 PENDAHULUAN. sama yaitu mempunyai rasa keingintahuan yang besar, menyukai pertualangan dan

BAB I PENDAHULUAN. remaja awal/early adolescence (10-13 tahun), remaja menengah/middle

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dunia mengalami perkembangan pesat diberbagai bidang di abad ke 21

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. Remaja Indonesia saat ini sedang mengalami perubahan sosial yang cepat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Periode perkembangan manusia terdiri atas tiga yaitu masa anak-anak, remaja dan dewasa. Masa remaja adalah masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Pada periode remaja terjadi berbagai perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Kata remaja berasal dari Bahasa Latin yaitu adolescene yang berarti to grow atau grow maturity. Pada perkembangannya istilah remaja memiliki arti yang lebih luas lagi mencakup kematangan mental, emosional sosial dan fisik (Hurlock, 2010). Pada masa remaja terjadi banyak perubahan seperti kematangan fisik, sosial, dan psikologis yang berhubungan langsung dengan kepribadian, seksual dan peran sosial remaja. Papalia & Olds menjelaskan bahwa perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris, dan keterampilan motorik. Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. Masa remaja dapat dimulai sejak seseorang menunjukkan tanda-tanda pubertas dan berlanjut hingga kematangan seksual sehinga dorongan seksual yang timbul semakin besar (Sarwono, 2013). Perubahan fisik terjadi lebih cepat daripada perubahan psikologik dan sosial, hal ini dapat menyebabkan remaja merasa bingung 1

2 dengan perubahan yang terjadi. Selain itu, hormon seksual sudah mulai berfungsi pada remaja, hal inilah yang mendorong remaja untuk melakukan berbagai perilaku seksual (Kaplan, 2010). Menurut Sarwono (2012) perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Perilaku seksual ini bisa dilakukan sebelum menikah sehingga ada sebagian yang menyebut dengan perilaku seksual pranikah. Bentukbentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik, sampai berkencan, bercumbu dan bersenggama. Survey yang dilakukan oleh Youth Risk Behavior Survey (YRBS) secara nasional di Amerika Serikat pada tahun 2015, 41,2% pelajar yang duduk dibangku 9-12 telah melakukan hubungan seksual, 35% pelajar SMA telah aktif melakukannya. Sehubungan dengan penelitian yang dilakukan oleh Center for Disease Control (CDC) pada tahun yang sama, penelitan dilakukan pada pelajar Sekolah Menengah Atas di Amerika Serikat, pelajar yang pernah melakukan hubungan seksual (sexual intercourse) adalah 41%, melakukan hubungan seksual dalam 3 bulan terakhir (30%), dari seluruh remaja yang pernah melakukan hubungan seksual tidak menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual (43%), melakukan hubungan seksual setalah mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan terlarang (21%) (Center of Disease, 2015/a). Di Indonesia, hasil Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia mengungkapkan beberapa perilaku berpacaran remaja yang belum menikah

3 antara lain: 35,7% remaja pernah meraba atau merangsang pasangannya, 38,7% remaja pernah berciuman bibir, serta 75,6% remaja pernah berpegangan tangan dengan pasangannya. Selain itu, umur berpacaran untuk pertama kali paling banyak 15-17 tahun 46,15%. Dari seluruh usia yang disurvei yakni usia 10-24 tahun, remaja yang mengaku belum pernah pacaran sama sekali hanya 14,8% (BKKBN, 2013). Tingginya angka perilaku seksual di kalangan remaja, tentu dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dapat dilihat dengan menggunakan teori Precede-Proceede yang dikembangkan oleh Lawrence Green dan Mashall Kreuter (2005). Teori Precede-Proceede ini dibagi kedalam tiga faktor yaitu faktor predisposisi (predisposing factor), faktor pemungkin (enabling factors), dan faktor penguat (reinforcing factors). Faktor predisposisi dalam teori precede-proceede merupakan faktor yang mendukung atau mempermudah terjadinya perilaku seseorang, seperti tingkat pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai-nilai, dan persepsi seseorang terhadap suatu objek. Karakteristik seseorang serta variabel demografi seperti usia, jenis kelamin, status ekonomi, kepercayaan, suku dan ras. Edward (2011) menyatakan bahwa semakin tinggi pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi dan seksual dapat mencegah remaja berperilaku beresiko. Namun tidak semua remaja mendapatkan pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual yang jelas dan benar dari orang tua, guru, maupun tenaga kesehatan, akibatnya remaja cenderung mencari informasi sendiri baik

4 informasi dari teman, media masa atau internet yang belum tentu benar dan dapat langsung dipahami (Sarwono, 2012). Sikap merupakan faktor predisposisi untuk berespon. Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, baik yang bersifat internal maupun eksternal sehingga manifestasinya tidak dapat dilihat secara langsung. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Solha (2007), menunjukkan sikap berhubungan signifikan dengan perilaku seksual. Remaja yang mempunyai sikap negatif terhadap kesehatan reproduksi mempunyai kecenderungan 1,8 kali untuk berperilaku seksual beresiko. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nursal (2008), remaja yang memiliki sikap negatif berpeluang 9,94 kali berperilaku seksual beresiko dibandingkan remaja yang memiliki sikap positif. Remaja laki-laki lebih beresiko untuk berperilaku seksual dibandingkan dengan remaja perempuan karena remaja laki-laki lebih bebas dibandingkan remaja perempuan. Orangtua cenderung lebih protektif kepada remaja perempuan dari pada remaja laki-laki. Pengekspresian dorongan seksual pada laki-laki (hubungan seksual/onani) terkesan lebih ditolerir jika dibandingkan hal tersebut dialami oleh kaum perempuan (Nursal, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Lisnawati pada tahun 2015 juga mengatakan bahwa remaja laki-laki cenderung untuk berperilaku seksual berat dibandingkan dengan remaja perempuan. Remaja laki-laki lebih banyak mempunyai motivasi untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah karena memang remaja lakilaki lebih permisif.

5 Masa pubertas dimulai pada usia 8 hingga 10 tahun dan berakhir pada usia 15 hingga 16 tahun. Terjadi perubahan fisik, psikis, dan kematangan fungsi seksual ketika masa pubertas, remaja yang mengalami pubertas dini akan mengalami krisi identitas dan kebingungan atas perubahan yang terjadi karena perubahan yang terjadi semakin mendorong remaja untuk mencari tahu dan ingin mencoba apa saja yang belum diketahuinya termasuk masalah seksual (Pratiwi, 2013). Terjadi berbagai perubahan dan perkembangan pada masa remaja, salah satunya perkembangan hormonal. Perkembangan hormonal pada remaja dipicu oleh paparan pornografi berbagai media yang mengundang keingintahuan dan keinginan remaja untuk bereksperimen dalam aktivitas seksual (Valkenburg & Peter, 2011). Paparan sumber informasi dan ketersediaan akses merupakan faktor pemungkin pada teori Preced-Proceede. Pornografi dapat menghasilkan rangsangan fisiologis, dan emosional (peningkatan sistem saraf sebagai lawan ransangan seksual), peningkatan tingkat rangsangan kemungkinan akan menghasilkan beberapa bentuk perilaku (Wellin & Wallmyr, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Mahmudah tahun 2014 di kota Padang, bahwa perilaku seksual beresiko lebih tinggi pada remaja dengan paparan tinggi sumber informasi seksual (35,5%) dibandingkan yang mendapatkan paparan informasi rendah tehadap informasi seksual (17,3%). Hal ini sebanding dengan survei yang dilakukan oleb Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional di empat kota di provinsi Jawa Barat dimana 60% remaja

6 pernah melihat film porno dan 18,4% remaja mengaku pernah membaca buku porno. Survei tersebut juga mencatat bahwa 40% remaja mengaku pernah berhubungan seksual sebelum menikah dan asalan terbanyak karena perngaruh menonton film porno. Faktor terakhir pada teori Precede-Proceede ini adalah Faktor penguat (reinforcing factors). Faktor penguat yang paling berpengaruh terhadap perilaku seksual remaja adalah teman sebaya. Bagi remaja bersikap bagaimana mereka dipandang oleh teman sebaya merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan mereka. Remaja mulai belajar tentang pola hubungan yang timbal-balik melalui interaksi dengan teman sebaya. Menurut Jones dan Furman (2010), keinginan memiliki teman sebaya atau kelompok menjadi bagian dari proses tumbuh kembang yang dialami remaja. Teman sebaya merupakan individu atau kelompok satuan fungsi yang berpengaruh pada remaja. Kelompok remaja memiliki kekhasan orientasi, nilai-nilai, norma, dan kesepakatan yang secara khusus hanya berlaku dalam kelompok mereka. Remaja dua kali lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman daripada orangtua. Remaja pada umumnya tidak mau mengakui perbuatan seksual yang mereka lakukan kepada orangtua atau guru, kecuali pada teman sebaya (Sarwono, 2012). Penelitian di China (2006) menyatakan kelompok remaja seringkali memberikan tekanan kepada anggota kelompoknya (peer pressure) yang terkadang berlawanan dengan hukum atau tatanan sosial yang ada. Tekanan itu bisa berupa paksaan untuk menggunakan narkoba, mencium pasangan

7 hingga melakukan hubungan seksual. Sebaliknya, jika remaja berada dalam lingkungan pergaulan yang selalu menyebarkan pengaruh positif, maka remaja tersebut lebih bisa mengaktualisasi diri secara positif. Perilaku seksual remaja yang melewati batas kewajaran mempunyai dampak besar bagi remaja dan pasangannya. Perilaku seksual yang dilakukan remaja dengan pasangannya mulai dari ciuman bibir sampai dengan hubungan seksual merupakan perilaku seksual beresiko, yang mengakibatkan peningkatan masalah-masalah seksual seperti unprotected sexuality, penyakit kelamin HIV/AIDS, kehamilan yang tidak dikehendaki, aborsi, dan tingkat mortalitas ibu dan bayi (Sarwono, 2012; UNPFA, 2009). Kilbourne (2008) menyatakan bahwa remaja cenderung beresiko tertular IMS atau HIV/AIDS karena serigkali mereka berhubungan seksual tanpa rencana, sehingga mereka tidak siap dengan kondom atau kontrasepsi walaupun hubungan seks tersebut dilakukan atas dasar suka sama suka. Dari 14.628 kasus HIV/AIDS, 242 kasus diantaranya adalah remaja 15-19 tahun, 4.884 terjadi pada usia 20-29 tahun. Artinya 1 dari 2 penderita HIV/AIDS adalah remaja berusia 15-19 tahun. Indonesia merupakan Negara tercepat tingkat penyebaran virus HIV/AIDS di Asia. Epidemi HIV/AIDS terjadi hampir di seluruh provinsi di Indonesia, ditinjau dari case rate kasus AIDS di Indonesia tahun 2013 adalah 17,2. Sedangkan dilihat dari case rate kasus AIDS per provinsi, Sumatera Barat berada pada peringkat 8 dari 34 provinsi, dengan care rate 18,8. Kondisi ini berada di atas case rate kasus AIDS nasional. Trend jumlah kasus baru HIV/AIDS di Provinsi Sumatera

8 Barat dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, sejak tahun 2007 sampai 2013 setiap tahunnya terjadi peningkatan kasus baru melebihi 100 orang. Pada tahun 2013 telah ditemukan 150 kasus AIDS baru dan 200 kasus HIV baru. Dan Kota Bukttinggi berada pada case rate tertinggi di Sumatra Barat yaitu 119,75 (Media, 2014). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti, Bukittinggi berada pada urutan ke-dua dengan tingkat kejadian perilaku seksual tertinggi di Sumatra Barat, namun berada pada pada peringkat pertama dengan resiko tertinggi kejadian HIV/AIDS. Berdasarkan hasil wawancara dengan 20 pelajar SMAN di Kota Bukittinggi, semua mengatakan pernah meyukai lawan jenis dan berpacaran. 13 pelajar mengatakan sedang berpacaran, 20 pelajar pernah berpegangan tangan, 12 pelajar mengatakan pernah berpelukan dan 5 pelajar pernah mencium pipi pasangannya. Semua pelajar yang diwawancari mengatakan sudah pernah mendapatkan pendidikan seksual, baik dari guru maupun dari media internet. Semua pelajar yang diwawancarai mengatakan bahwa sudah pernah melihat adegan ciuman, make out, dan hubungan seksual melalui film yang mereka tonton. Dan 12 dari 20 pelajar mengatakan pernah diajak oleh teman mereka menonton film porno bersama-sama. Peneliti juga melakukan wawancara kepada anggota Satpol PP Kota Bukittinggi, berdasarkan hasil wawancara dari Januari sampai dengan Mei 2017 terdapat 30 lebih kasus perilaku seksual beresiko remaja diantaranya berduaan, berpelukan dan berciuman di tempat sepi. Pada awal bulan Januari,

9 dan awal bulan Mei Satpol PP Kota Bukittinggi menangkap pasangan pelajar yang melakukan hubungan seksual. Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti merasa penting untuk meneliti Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual Remaja SMA Negeri di Kota Bukitinggi. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, maka peneliti ingin mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja di Kota Bukittinggi. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja SMA Negeri di Kota Bukittinggi Tahun 2017. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran perilaku seksual remaja SMA Negeri di Kota Bukittinggi Tahun 2017. b. Mengetahui distribusi frekuensi tingkat pengetahuan remaja tentang perilaku seksual remaja SMA Negeri di Kota Bukittinggi Tahun 2017 c. Mengetahui distribusi frekuensi sikap remaja terhadap perilaku seksual remaja SMA Negeri di Kota Bukittinggi Tahun 2017. d. Mengetahui distribusi frekuensi paparan sumber informasi terhadap perilaku seksual remaja SMA Negeri di Kota Bukittinggi Tahun 2017. e. Mengetahui distribusi frekuensi teman sebaya terhadap perilaku seksual remaja SMA Negeri di Kota Bukittinggi Tahun 2017.

10 f. Mengetahui hubungan jenis kelamin dengan perilaku seksual remaja SMA Negeri di Kota Bukittinggi Tahun 2017. g. Mengetahui hubungan usia pubertas dengan perilaku seksual remaja SMA Negeri di Kota Bukittinggi Tahun 2017. h. Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dengan perilaku seksual remaja SMA Negeri di Kota Bukittinggi Tahun 2017. i. Mengetahui hubungan sikap remaja dengan perilaku seksual remaja SMA Negeri di Kota Bukittinggi Tahun 2017. j. Mengetahui hubungan paparan sumber informasi seksual dengan perilaku seksual remaja SMA Negeri di Kota Bukittinggi Tahun 2017. k. Mengetahui hubungan teman sebaya dengan perilaku seksual remaja SMA Negeri di Kota Bukittinggi Tahun 2017. l. Mengetahui faktor multivariat yang berhubungan dengan perilaku seksual remaja SMA Negeri di Kota Bukittinggi Tahun 2017. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Instansi Sebagai masukan dan pertimbangan bagi pihak sekolah dalam pengambilan kebijakan dan sebagai pedoman untuk meningkatkan program pendidikan dan pengetahuan remaja tentang perilaku seksual. Dan bisa juga dijadikan sumber informasi bagi Sekolah. 2. Bagi Peneliti Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman tentang penelitian. Selain itu penelitian ini

11 juga menjadi sarana bagi penulis untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang telah didapatkan selama menjalani perkuliahan di Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. 3. Peneliti Selanjutnya Sebagai data dasar atau data penunjang untuk peneliti selanjutnya yang ingin mengembangkan penelitian ini lebih lanjut.