BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memiliki peran dan berpengaruh positif terhadap segala bidang

BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan. Proses pembelajaran di dalam kelas harus dapat menyiapkan siswa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti dan tidak disukai siswa. Kecenderungan ini biasanya berawal dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini sangat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bangsa dan merupakan suatu kunci pokok untuk mencapai cita-cita suatu bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. Miskwoski, 2005). (Marbach- Ad & Sokolove, 2000). interaksi dengan dunia sosial dan alam. Berdasarkan hasil observasi selama

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peran yang sangat penting dalam rangka meningkatkan serta

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar mata pelajaran fisika di. kelas VIII salah satu SMP negeri di Bandung Utara pada semester

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan pendidikan. Kegiatan pendidikan berfungsi membantu

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarakan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan : Hasil belajar siswa SMA Negeri 2 Serui Kabupaten Kepulauan Yapen,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Bab I tentang Sistem Pendidikan Nasional: pendidikan adalah usaha sadar

BAB I PENDAHULUAN. tentang gejala-gejala alam yang didasarkan pada hasil percobaan dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stevida Sendi, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Elly Hafsah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. dan teori-teori sains semata, siswa kurang dilatih untuk melakukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

II. KERANGKA TEORETIS. 1. Pembelajaran berbasis masalah (Problem- Based Learning)

I. PENDAHULUAN. Pada hakikatnya, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dibangun atas dasar produk

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pada berbagai jenis dan jenjang pendidikan termasuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau

I. PENDAHULUAN. erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, oleh karena itu pembelajaran harus

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan untuk mencapai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu langkah untuk merubah sikap, tingkah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. bahwa pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga

BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar yang terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan tingkah laku yang sesuai. Sanjaya (2006:2) mengatakan bahwa pendidikan

I. PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif. luas kedepan untuk mencapai suatu cita-cita yang diharapkan dan mampu

percaya diri siswa terhadap kemampuan yang dimiliki.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran Fisika sebagai bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

I. PENDAHULUAN. erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, oleh karena itu pembelajaran harus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Menteri Pendidikan Nasional (Depdiknas, 2006: ) No. 22 tahun 2006 tujuan

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai yang dibutuhkan oleh siswa dalam menempuh kehidupan (Sani, RA.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. harapan sangat bergantung pada kualitas pendidikan yang ditempuh. imbas teknologi berbasis sains (Abdullah, 2012 : 3).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. satunya adalah kelompok Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Ilmu Pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan; merancang dan merakit

BAB I PENDAHULUAN. mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan juga proses membimbing

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. KERANGKA TEORETIS. pembelajaran fisika masalah dipandang sebagai suatu kondisi yang sengaja

BAB I PENDAHULUAN. laku bahkan pola pikir seseorang untuk lebih maju dari sebelum seseorang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya. Pendidikan dapat dikatakan sebagai suatu proses

IMPLIKASI MODEL PROBLEM BASED LEARNING

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Global Monitoring report, (2012) yang dikeluarkan UNESCO menyatakan bahwa

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu

BAB I PENDAHULUAN. penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sistem pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

I. PENDAHULUAN. Kimia adalah salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang diajarkan di

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan usaha yang dapat ditempuh untuk mengembangkan. dan meningkatkan ilmu pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa perlu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kehidupan. Setyawati (2013:1) menyatakan bahwa peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. melahirkan lulusan yang cakap dalam fisika dan dapat menumbuhkan kemampuan logis,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan. Kualitas sumber

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. sehari-hari. Namun dengan kondisi kehidupan yang berubah dengan sangat

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terciptanya manusia yang cerdas dan terampil (Ristanto, 2010).

PERBEDAAN HASIL BELAJAR SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN LATIHAN INKUIRI DENGAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL PADA MATA PELAJARAN FISIKA

BAB I PENDAHULUAN. yang kondusif bagi lahirnya pribadi yang kompetitif. (Tilaar, 2004)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang wajib diajarkan di pendidikan formal mulai dari tingkat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang handal, karena pendidikan diyakini akan dapat mendorong memaksimalkan potensi siswa sebagai calon sumber daya yang handal untuk dapat bersikap kritis, logis dan inovatif dalam menghadapi dan menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapinya. Pembelajaran hendaknya dirancang untuk mengembangkan potensi tersebut khususnya dalam pembelajaran fisika. Pembelajaran Fisika diharapkan dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa untuk memahami Fisika secara ilmiah. Fisika adalah bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang merupakan hasil pengalaman langsung dari suatu gejala alam, membahas fenomena yang terjadi pada masalah-masalah nyata yang ada di alam, sehingga pembelajaran Fisika bukan hanya penguasaan berupa fakta, konsep dan prinsip tetapi juga suatu proses penemuan sistematis yang harus ditempuh siswa dalam menyelesaikan suatu masalah. Siswa dimotivasi untuk menggunakan kemampuan berfikir kritisnya dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pembelajaran fisika bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan berbagai peristiwa dan masalah-masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif. 1

Namun demikian, fisika merupakan mata pelajaran yang kurang diminati oleh siswa. Hal ini dikarenakan materi penuh dengan rumus-rumus, tidak menyenangkan dan terkadang sulit diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari Banyak opini yang mengatakan bahwa mutu pendidikan Indonesia terutama dalam mata pelajaran fisika masih rendah. Adapun data yang mendukung opini tersebut antara lain (1) Berdasarkan data rata-rata skor untuk domain kognitif untuk konten sains khususnya mata pelajaran fisika pada survey TIMSS pada tahun 2007 dan 2011, rata-rata skor siswa Indonesia untuk proses kognitif knowing (mengetahui), applying (menerapkan) dan reasoning (penalaran) mengalami naik turun dengan rata-rata skor berturut turut sebesar 22, 23 dan 17 (Martin dkk, 2012 : 164-165), (2) hasil pengamatan dan pengalaman di lapangan yang dilakukan di MA Ulumul Quran Langsa, pembelajaran yang digunakan oleh guru fisika selama ini cenderung menggunakan pembelajaran konvensional yang berpusat pada guru dengan urutan ceramah, tanya jawab, penugasan dan rata-rata dalam satu semester hanya sekali melakukan praktikum di laboratorium, sehingga menyebabkan pembelajaran kurang bermakna, (3) Observasi awal yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 26 Agustus 2015 pada salah satu kelas XI IPA MA Ulumul Quran Langsa dari 25 orang siswa diobservasi dengan menggunakan angket peneliti menemukan data bahwa dalam proses pembelajaran siswa dalam kelas ternyata sebanyak 62,5% menyatakan pembelajran langsung dengan mencatat dari guru yang bersangkutan, mengerjakan soal-soal sebesar 58,3%, sedangkan untuk praktikum mempunyai persentase yang paling rendah sekitar 20%. Permasalahan lain dalam proses pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya fasilitas penunjang pembelajaran seperti alat laboratorium dan 2

penggunaan media pembelajaran, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar fisika siswa masih tergolong rendah. Rendahnya hasil belajar fisika antara lain diukur dari rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa, padahal kemampuan pemecahan masalah itu sangat penting untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan tes awal yang dilakukan pada siswa kelas XI IPA di MA Ulumul Quran Langsa yang berjumlah 25 siswa pada materi fluida statis diberikan 5 butir pertanyaan tentang kemampuan pemecahan masalah dari 5 buah pertanyaan yang diberikan nilai yang diperoleh siswa rata-rata untuk kemampuan pemecahan masalah 62,65 masih di bawah kriteria ketuntasan minimal atau KKM dengan nilai 75. Berdasarkan fakta dari kegiatan observasi awal tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa fisika di sekolah tersebut masih rendah. Banyak faktor yang menjadi penyebab kemampuan memecahkan masalah siswa rendah salah satunya adalah dalam proses belajar mengajar, guru mengajarkan konsep melalui kegiatan yang kurang berpusat pada siswa. Siswa tidak dilibatkan secara aktif sehingga kurang memberikan kesempatan untuk mengembangkan proses berpikirnya. Selain itu pembelajaran fisika belum bermakna, bersusun dan tidak menekankan pada pemecahan masalah, sehingga kemampuan pemecahan masalah yang dimiliki siswa rendah. Hal tersebut juga merupakan salah satu yang menyebabkan isi pembelajaran fisika dianggap sebagai hapalan, siswa dapat menyatakan konsep di luar kepala tetapi tidak mampu memaknai maknanya. Pemecahan masalah merupakan sejumlah urutan proses kognitif yang diarahkan untuk mencari solusi tepat. Memecahkan masalah berarti menemukan 3

jalan yang tepat untuk menjembatani kesenjangan yang ada atau dengan kata lain menemukan jalan ke luar untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi seseorang, hal ini merupakan tantangan baginya sehingga terjadi proses berpikir untuk menemukan cara atau prosedur yang tepat dalam hal pemecahan masalah tersebut. Kemampuan memecahkan masalah penting dimiliki oleh siswa untuk menentukan sikap dan tindakan yang benar pada saat dihadapkan dengan masalah-masalah yang terjadi di sekolah. Dalam batasan pembelajaran fisika, siswa dituntut untuk dapat memecahkan masalah berupa soal-soal tes yang berhubungan dengan konsep fisika menggunakan analisis matematika sebagai bentuk hasil belajar. Hal ini senada dengan penelitian Khanifah (2014: 49) mengatakan bahwa pembelajaran Fisika diharapkan dapat mendorong siswa untuk menjadi pembelajar yang aktif dan berpikir kritis dalam menganalisis serta mengaplikasikan konsep untuk memecahkan masalah-masalah yang ditemukan di dalam kehidupan sehari-hari. Melihat kurangnya perhatian terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa dalam fisika beserta implikasinya, perlu untuk memberikan perhatian lebih dalam kemampuan ini dalam pembelajaran fisika saat ini. Hal tersebut karena kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan yang sangat penting dalam aktivitas pemecahan masalah yang merupakan aktivitas utama dalam fisika. Upaya mengatasi dan mengeliminasi masalah tersebut, diharapkan guru berperan dalam menerapkan berbagai model pembelajaran di sekolah seperti model problem based learning. 4

Proses pembelajaran tidak terlepas dari peran guru, tetapi guru hanya berperan sebagai fasilitator, motivator dan bukan satu-satunya sumber informasi bagi siswa. Sebaliknya siswa sebagai subjek proses pembelajaran diberi keleluasaan yang sangat luas untuk menentukan pencapaian kompetensi yang harus diraih. Siswa juga harus lebih aktif menyampaikan ide, mencari solusi atas masalah yang dihadapi dan menentukan langkah-langkah berikutnya sehingga pengetahuan itu dapat bermakna dalam kehidupan sehari-hari. Kenyataannya sulit mengharapkan siswa mampu mengajukan jalan pikirannya sendiri. Siswa cenderung tampil sebagai individu yang otomatis, melakukan hal-hal yang biasa dilakukan. Pola pembelajaran seperti itu harus diubah dengan cara menggiring siswa mengkonstruksi ilmunya sendiri dan menemukan konsep-konsep secara mandiri, untuk mengantisipasi masalah tersebut, guru dituntut mencari dan menemukan suatu cara yang dapat menumbuhkan motivasi belajar peserta didik. Pengertian ini mengandung makna bahwa guru diharapkan dapat menerapkan suatu model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan menemukan, mengembangkan, menyelidiki dan mengungkapkan ide siswa sendiri. Salah satu model pembelajaran dalam pembelajaran fisika yang dapat memberikan keleluasaan siswa untuk meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan memecahkan masalah adalah model pembelajaran berdasarkan masalah (problem based learning). Model problem based learning merupakan salah satu model yang mengorganisasikan pembelajaran di sekitar pertanyaan dan masalah melalui pengajuan situasi kehidupan nyata yang otentik dan bermakna yang mendorong siswa untuk melakukan proses penyelidikan dan inkuiri dengan menghindari 5

jawaban sederhana serta memungkinkan adanya berbagai macam solusi dari situasi tersebut, dalam pembelajaran berdasarkan masalah keaktifan siswa lebih diutamakan karena proses pembelajaran berdasarkan masalah meliputi analisis terhadap masalah, merumuskan hipotesis, perencanaan penelitian sampai pelaksanaannya, hingga mendapatkan sebuah kesimpulan yang merupakan jawaban atau pemecahan permasalahan yang diberikan. Model problem-based learning (PBL) adalah salah satu contoh strategi pembelajaran konstruktivis yang menimbulkan situasi kontekstual yang signifikan di dunia nyata dan menyediakan sumber daya bimbingan dan instruksi untuk belajar, karena mengembangkan pengetahuan konten dan kemampuan memecahkan masalah. Pembelajaran berbasis masalah (problem based leraning) dirancang untuk siswa belajar menjadi pembelajar yang mandiri, saling bekerja sama untuk memecahkan masalah dan belajar untuk mencari tahu, bukan diberi tahu. Peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) ialah sebagai desainer pembelajaran, fasilitator dan mediator pembelajaran. Model PBL merupakan suatu model pembelajaran yang difokuskan pada pengalaman pembelajaran yang diatur meliputi penyelidikan dan pemecahan masalah khususnya masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Berdasarkan penelitian lestari (2012 : 14) mengungkapkan bahwa model problem basedlearning (PBL) memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan prestasi belajar fisika terutama bagi siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi. Penelitian Tasoğlu, A.K dan M. Bakaç (2014 : 110) menyatakan bahwa model PBL lebih efektif daripada metode pembelajaran tradisional dalam meningkatkan pemahaman konseptual siswa. Penelitian Khanifah (2014 : 54) menyimpulkan 6

bahwa model pembelajaran berdasarkan masalah sangat efektif untuk meningkatkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah fisika, yang berarti model problem based learning merupakan model pembelajaran yang efektif digunakan, khususnya untuk meningakatkan kemampuan memecahkan masalah fisika siswa. Selain faktor model pembelajaran yang diterapkan di kelas, faktor motivasi siswa juga dapat mempengaruhi peningkatan prestasi belajarnya dalam hal ini kemampuan pemecahan masalah siswa. Motivasi dalam belajar dapat menumbuhkan hasrat dan keinginan untuk belajar yang lebih bermakna. Proses pembelajaran yang telah dipersiapkan guru diharapkan dapat berjalan sesuai dengan apa yang telah direncanakan dan tujuan yang ingin dicapai. Salah satu tujuan pembelajaran itu adalah adanya perubahan tingkah laku yang berupa sikap ilmiah siswa dan peningkatan prestasi belajar. Upaya yang dilakukan siswa maupun guru untuk mencapai tujuan tersebut terdapat faktor motivasi yang berasal dari dalam diri siswa seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, di mana hal ini tidak bisa diabaikan oleh seorang guru. Siswa yang telah termotivasi untuk belajar akan dapat menunjukan kreatifitasnya secara lebih mendalam saat mengikuti pelajaran di kelas. Peranan yang khas dari motivasi adalah dalam hal menumbuhkan gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar. Keterlibatan siswa dalam memecahkan masalah akan lebih mudah dihadapi jika siswa diberikan motivasi. Dalam proses belajar mengajar, motivasi merupakan salah satu faktor yang diduga besar pengaruhnya terhadap hasil belajar. Siswa yang motivasinya tinggi diduga akan memperoleh hasil belajar yang baik. Pentingnya motivasi belajar siswa terbentuk antara lain agar terjadi 7

perubahan belajar kearah yang lebih positif. Tella, A (2007 : 154) menyatakan siswa yang memiliki motivasi tinggi dan rendah akan memiliki prestasi belajar yang berbeda pula. Siswa yang dimotivasi cenderung memiliki prestasi belajar yang lebih baik. Dev (1997 :18 ) menyatakan bahwa kurangnya keterlibatan siswa dalam belajar karena kurangnya motivasi di dalam diri siswa, motivasi harus dimiliki siswa karena motivasi merupakan kebutuhan, keinginan dan paksaan untuk berpatisipasi dalam proses pembelajaran. hal yang sama juga disimpulkan Peklaj, dkk (2010 : 157) dalam penelitian menunjukkan bahwa motivasi intrinsik berhubungan positif dengan prestasi belajar siswa. Senada dengan penelitian Rafiqah, dkk (2013) menyimpulkan bahwa dengan diberikannya motivasi terhadap siswa dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Model problem based learning adalah salah satu model yang dapat menyebabkan motivasi dan rasa ingin tahu menjadi meningkat juga membuat perubahan dalam pembelajaran. Penerapan model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) juga dapat dibantu dengan menggunakan multimedia yang dibuktikan melalui penelitian Wardhani,K., dkk (2012 : 165) yang menyatakan bahwa pembelajaran PBL menggunakan multimedia lebih baik atau lebih besar pengaruhnya daripada yang menggunakan modul terhadap prestasi belajar siswa. Selanjutnya penelitian Handayani (2011: 5) menyimpulkan bahwa ada pengaruh pembelajaran model problem based learning menggunakan CD multimedia terhadap prestasi belajar siswa. Penggunaan multimedia dalam pembelajaran salah satunya adalah menggunakan media PhET yaitu salah satu media komputasi yang menyediakan animasi fisika maupun sains lain yang menggabungkan beberapa komponen 8

seperti warna, teks, animasi, gambar/grafik, suara dan video sangat menunjang dalam memenuhi kebutuhan belajar siswa yang memiliki kemampuan kognitif yang berbeda. Penggunaan media PhET dalam pembelajaran akan meningkatkan efisiensi, meningkatkan motivasi, memfasilitasi belajar aktif, mempelajari balajar eksperimental, konsisten dengan belajar yang berpusat pada siswa dan memandu untuk belajar lebih baik. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Efek Model Problem Based Learning Menggunakan Media PhET dan Motivasi terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika Siswa MA Ulumul Quran Langsa 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut: 1. Model pembelajaran yang digunakan kurang bervariasi, guru lebih dominan menyajikan materi dengan pembelajaran konvensional dengan metode ceramah, tanya jawab dan penugasan menyebabkan pembelajaran kurang bermakna sehingga siswa kurang aktif. 2. Pembelajaran tidak diorientasikan pada masalah nyata sehingga kemampuan memecahkan masalah siswa dalam belajar fisika masih rendah. 3. Pembelajaran lebih diarahkan dengan pendekatan konseptual dan pengetahuan 4. Siswa kurang tertarik dengan mata pelajaran fisika dikarenakan tidak adanya dorongan motivasi baik dari eksternal maupun internal. 5. Minimnya penggunaan teknologi dalam pembelajaran 9

1.3. Pembatasan Masalah Mengingat keterbatasan peneliti, maka perlu dibuat batasan penelitian agar penelitian dapat dilaksanakan dengan baik dan terarah. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Model pembelajaran dalam penelitian ini adalah model problem based learning dengan menggunakan media PhET pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. 2. Hasil belajar siswa adalah kemampuan pemecahan masalah 3. Motivasi dalam penelitian ini mengelompokkan siswa menjadi kelompok siswa dengan motivasi di atas rata-rata dan motivasi di bawah rata-rata. 1.4. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah, maka rumusan masalah penelitian ini adalah : 1. Apakah kemampuan pemecahan masalah fisika siswa yang dibelajarkan dengan model problem based learning menggunakan media PhET lebih baik dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional? 2. Apakah kemampuan pemecahan masalah fisika siswa pada kelompok siswa yang memiliki motivasi di atas rata-rata lebih baik dibandingkan dengam kelompok siswa yang memiliki motivasi di bawah rata-rata? 3. Apakah ada interaksi antara model problem based learning menggunakan media PhET dan motivasi dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah fisika siswa? 10

1.5. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, adapun tujuan penelitian ini dilakukan untuk: 1. Menganalisis kemampuan pemecahan masalah fisika siswa yang dibelajarkan dengan model problem based learning menggunakan media PhET lebih baik dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional. 2. Menganalisis kemampuan pemecahan masalah fisika siswa pada kelompok siswa yang memiliki motivasi di atas rata-rata lebih baik dibandingkan dengam kelompok siswa yang memiliki motivasi di bawah rata-rata. 3. Menganalisis interaksi antara model problem based learning menggunakan media PhET dan motivasi dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah fisika siswa. 1.6. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah: Manfaat teoritis 1. Sebagai bahan referensi penerapan model problem based learning menggunakan media PhET terhadap kemampuan pemecahan masalah fisika siswa. 2. Sebagai bahan pertimbangan, landasan empiris maupun kerangka acuan bagi peneliti pendidikan yang relevan dimasa yang akan datang. 3. Memperkaya dan menambah khazanah ilmu pengetahuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya yang berkaitan dengan model problem based 11

learning menggunakan media PhET dan motivasi terhadap kemampuan pemecahan masalah fisika siswa. Manfaat praktis 1. Sebagai model pembelajaran yang dapat membuat siswa belajar bermakna dan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah fisika siswa. 2. Sebagai bahan pertimbangan bagi guru untuk melakukan inovasi dalam pembelajaran fisika khususnya pada tingkat SMA sederajat. 1.7. Defenisi Operasional Memperjelas istilah yang digunakan dalam penelitian ini maka dibuat definisi operasional sebagai berikut: 1. M odel problem based learning adalah model pembelajaran yang dirancang terutama untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan menyelesaikan masalah dan keterampilan intelektualnya yang didasarkan pada banyaknya permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelidikan yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan nyata dengan tahapan: (1) memberikan orientasi masalah, (2) mengorganisasikan siswa untuk meneliti, (3) membantu investigasi mandiri dan kelompok, (4) mengembangkan dan mempresentasikan artefak dan exhibit serta (5) menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah. Penggunaan media PhET dapat menjadi bantuan dalam fase problem based learning. 2. Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak yang terdapat dalam diri siswa yang mendorong, memantapkan dan mengarahkan untuk melakukan 12

aktivitas pada kegiatan belajar siswa sebagai hasil pengalamannya sendiri guna mencapai suatu tujuan dan memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru. Indikator motivasi belajar terdiri dari (1) adanya hasrat dan keinginan berhasil, (2) adanya dorongan dan kebutuhan belajar, (3) adanya harapan dan cita-cita masa depan, (4) adanya penghargaan dalam belajar, (5) adanya kegiatan yang menarik dalam belajar, (6) adanya lingkungan belajar yang kondusif sehingga memungkinkan siswa dapat belajar dengan baik. 13