BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan transportasi dewasa ini semakin mempermudah akses dalam perdagangan, terutama perdagangan internasional. Perkembangan inilah yang menuntut seluruh negara untuk meningkatkan dan mempertahankan daya saing produknya (barang maupun jasa) untuk diperdagangkan dalam perdagangan internasional. Perdagangan internasional memiliki beberapa hambatan, baik hambatan tarif maupun non tarif. Hambatan tersebut menjaditantangan besar bagi sebuah negara dalam melakukan perdagangan internasional. Hal inilah yang menjadikan hambatan dalam perdagangan internasional sebagai bahan pembahasan dalam pertemuan negara anggota ASEAN pada ASEAN Summit di Singapura pada Juni 1992. Pertemuan tersebut mendeklarasikan pembentukan Asian Free Trade Area (AFTA), dimana penghapusan hambatan tarif dan non tarif dalam jangka waktu 15 tahun dan diberlakukan sejak Januari 1993 (Tho, 22). AFTA merupakan kawasan perdagangan bebas yang dibentuk dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 5 juta penduduknya (www.kemendag.com,22). Perdagangan bebas AFTA diliberalisasikan sejak 1 Januari 23 bagi enam anggota ASEAN yaitu, Brunei Darussalam, Filipina, Malaysia, Singapura,
Thailand, dan Indonesia. Pembukaan pasar bebas dan terbuka AFTA memiliki target waktu yaitu tahun 21 bagi negara maju dan tahun 22 bagi negara berkembang (Wardhani, 26). Indonesia sebagai negara yang akan memasuki kawasan perdagangan bebas harus memiliki daya saing yang kuat dalam pasar ASEAN. Daya saing kuat yang dimiliki Indonesia akan meningkatkan ekspor dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Eksistensi yang tidak kuat dalam perdagangan bebas akan menyebabkan terjadinya penurunan harga akibat produksi dunia berlimpah yang dapat menimbulkan banjir impor atau import surge pada Indonesia. Banjir impor ini memiliki dampak negatif pada pertumbuhan ekonomi Indonesia (Saktyanu dkk, 212). Indikator kesiapan sebuah negara menuju AFTA 22 menurut Siah et al. (29), tercermin dari tarif impor rata-rata.tarif impor rata-rata dengan angka yang lebih kecil menyiratkan tingkat kesiapan yang tinggi, sedangkan apabila tarif impor rata-rata besar maka kesiapan negara tersebut termasuk rendah.hadi dan Mardianto (24) mengatakan, negara yang akan memenangkan persaingan antar sesama negara ASEAN harus memperhatikan tiga faktor penting, yaitu komposisi produk atau komoditi, distribusi pasar dan daya saing. Indonesia mampu memilih komposisi produk atau komoditi yang diekspornya secara lebih tepat, mampu memilih negara tujuan ekspor yang pertumbuhan impornya tinggi, dan mempunyai daya saing lebih tinggi dari negara lain, maka Indonesia mampu menjaga eksistensi di pasar pedagangan bebas. Berdasarkan tiga faktor tersebut, Indonesia sepatutnya memaksimalkan potensi dari sektor-sektor yang memiliki keunggulan dalam bersaing di perdagangan bebas.
Bagi Indonesia, sektor pertanian adalah pilar penting dalam kegiatan perdagangan internasional. Sesuai kesepakatan dalam AFTA, produk pertanian termasuk ke dalam kategori produk Common Effective Preferential Tariff (CEPT). CEPT merupakan pedoman pengurangan tarif regional dan penghapusan hambatan non tarif selama periode 15 tahun sejak 1 Januari 1993. Masuknya produk pertanian dalam skema CEPT menandakan bahwa produk pertanian Indonesia memiliki peluang untuk memperluas pangsa pasar di ASEAN. Salah satu komoditi yang menjadi unggulan dalam sektor pertanian yaitu kakao. Kakao menduduki peringkat empatdari sepuluh komoditi utama Indonesia dengan negara tujuan utama ekspor ke Amerika Serikat (www.kemendag.com, 214).Tabel 1.1 menunjukkan diantara sepuluh (1) komoditi utama Indonesia, biji kakao mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun 28-21. Tabel 1.1 Volume Ekspor Komoditas Utama Indonesia Periode 28-21 (Ton) Komoditas 28 29 21 Udang 14.868 117.93 113.937 Kopi 467.852 51.3 432.721 CPO 14.29 16.829 16.291 Kakao 382.676 44.47 443.628 Karet dan Produk Karet 2.118 1.872 2.229 TPT 417.434 393.263 445.267 Alas Kaki 13.44 123.341 165.989 Elektronika 38.17 35.85 33.196 Komponen Kendaraan 37.787 21.635 48.934 Bermotor Furniture 658.962 561.668 599.466 Sumber: bps.go.id, 214 (data diolah) Peningkatan yang terjadi pada volume ekspor biji kakao dipengaruhi oleh luas lahan kakao yang meningkat pada 28-21. Lahan dan iklim Indonesia yang sesuai untuk budidaya kakao, berdampak pada luas lahan kakao yang
mengalami peningkatan signifikan tiap tahunnya seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 1.2. Tabel 1.2 Luas Lahan Kakao Dalam Hektar Periode 23-212 Tahun Luas Lahan (Ha) Perkembangan (%) 23 964.223-24 1.9.96,13 25 1.167.46,7 26 1.32.82,13 27 1.379.279,4 28 1.425.216,3 29 1.587.136,11 21 1.65.356,4 211 1.732.641,5 212 1.774.463,2 Sumber: Departemen Pertanian, 214 Peningkatan luas lahan kakao tertinggi terjadi pada dua tahun yang berbeda, yaitu pada tahun 24 dan 26 dengan masing-masing naik,13 persen dari tahun sebelumnya. Meningkatnya luas lahan perkebunan kakao tiap tahunnya di Indonesia, membawa Indonesia pada peringkat ketiga sebagai produsen kakao terbesar di dunia dengan menyumbang 15 persen dari keseluruhan total produksi kakao di dunia (Fenglin et. al., 213). Di ASEAN sendiri, sebagian besar negara anggotanya memproduksi kakao namun hanya Indonesia, Malaysia dan Singapura yang melakukan ekspor kakao ke sesama negara ASEAN. Bila dibandingkan dengan kedua pesaingnya, biji kakao Indonesia memiliki keunggulan berupa titik leleh yang tinggi serta terbebas dari pestisida berbahaya (Lubis dan Nuryanti, 211). Biji kakao yang diproduksi oleh Malaysia memiliki bagian kulit yang keras dan keasaman yang relatif tinggi sehingga harga biji kakao Malaysia lebih rendah 5 hingga 1 persen dari harga normal (Idris et. al., 211).
Keunggulan tersebut tak lantas membuat Indonesia berada dalam posisi aman di perdagangan bebas AFTA. Melalui Tabel 1.3 dapat dilihat bahwa perkembangan nilai ekspor biji kakao Indonesia mengalami penurunan yang tajam pada tahun 211 dan 212 yaitu sebesar,27 persen dan,36 persen. Penurunan volume ekspor biji kakao yang tajam ini juga dialami oleh Singapura pada tahun 212 sebesar,95 persen dari tahun sebelumnya. Disaat yang sama, Malaysia mengalami peningkatan volume ekspor pada tahun 211 dan 212 yaitu sebesar,45 persen dan 2,63 persen dari tahun sebelumnya. Tabel 1.3 Nilai Ekspor Biji Kakao Indonesia, Malaysia dan Singapura ke Negara-Negara ASEAN Periode 23-212 (US$) Tahun Negara Pengekspor Indonesia Malaysia Singapura 23 271,5,481 19,323,854 7,84,551 24 219,344,63 12,457,539 7,38,88 25 247,946,372 12,425,64 1,44,145 26 33,19,2 16,227,197 1,238,787 27 38,54,478 1,88,167 764,934 28 588,39,48 5,171,715 357,971 29 68,666,941 7,954,844 12,548,352 21 72,877,7 16,38,846 6,981,52 211 526,734,158 23,697,666 1,845,36 212 337,257,868 86,23,612 585,134 Sumber: www.comtrade.un.org, 214 Menurunnya nilai ekspor biji kakao Indonesia ini disebabkan oleh kualitas biji kakao Indonesia masih rendah sehingga banyak dari hasil produksi biji kakao yang tidak layak untuk diekspor (Irnawaty, 28). Tidak layaknya kualitas kakao Indonesia untuk diekspor disebabkan oleh adanyaseranggahamapadabijikakao (Sjam, 21). Selain itu, kebijakan bea keluar pada kakao olahan menyebabkan tingginya pangsa pasar kakao olahan yaitu 61 persen sedangkan biji kakao Indonesia hanya 39 persen (www.kemendag.go.id, 213). Rendahnya nilai ekspor
biji kakao Indonesia menyumbang penurunan nilai ekspor total komoditi Indonesia pada 212 pada Tabel 1.4. Nilai ekspor total komoditi Indonesia yang menurun pada 212 tidak sejalan dengan Malaysia dan Singapura yang mengalami kenaikan pada tahun tersebut. Tabel 1.4 Nilai Ekspor Total Komoditi Indonesia, Malaysia dansingapura ke Negara-Negara ASEAN Periode 23-212 (US$) Tahun Negara Pengekspor Indonesia Malaysia Singapura 23 1,725,4, 25,9,822,21 2 51,47,26,471 24 12,997,5, 31,571,64,64 62,263,93,41 25 15,824,9, 36,733,285,65 8 71,585,936,17 26 18,483,1, 41,772,929,88 9 83,363,383,511 27 22,292,1, 44,829,86,93 94,525,555,22 28 27,17,8, 5,829,861,96 2 17,912,424,547 29 24,624,, 4,278,72,2 8 8,893,61,65 21 33,347,5, 5,285,363,47 5 14,46,349,484 211 42,98,9, 55,789,397,54 5 126,573,87,488 212 41,829,1, 6,657,843,45 4 128,813,38,44 Sumber: www.comtrade.un.org, 214 Kondisi ini menjadi ancaman bagi Indonesia dalam mempertahankan daya saing biji kakao di kawasan ASEAN. Namun, dengan kelebihan yang dimiliki biji kakao Indonesia diharapkan mampu menguasai pangsa pasar di kawasan ASEAN. 1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu : 1) Bagaimana daya saing ekspor biji kakao Indonesia dalam pasar ASEAN menuju perdagangan bebas? 2) Bagaimana pangsa pasar biji kakao Indonesia dalam pasar ASEAN menuju perdagangan bebas? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang serta rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini yaitu : 1) Untuk mengetahui daya saing ekspor biji kakao Indonesia dalam pasar ASEAN menuju perdagangan bebas. 2) Untuk mengetahui pangsa pasar biji kakao Indonesia dalam pasar ASEAN menuju perdagangan bebas. 1.4 Kegunaan Penelitian Dari tujuan penelitian di atas, maka dapat dijabarkan kegunaan dari penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu : 1) Kegunaan Teoritis Kegunaan hasil dari penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memperluas ragam penelitian dalam teori perdagangan internasional khususnya mengenai daya saing dan pangsa pasar ekspor biji kakao Indonesia dalam pasar ASEAN menuju perdagangan bebas. Diharapkan dengan adanya penelitian
ini,mampu menambah pengetahuan mahasiswa dan mahasiswi dalam menerapkan teori perdagangan internasional. 2) Kegunaan Praktis Kegunaan praktis dari hasil penelitian ini yaitu agar mengetahui bagaimana kesiapan Indonesia dalam menghadapi perdagangan bebas AFTA pada 22 dengan biji kakao sebagai produk unggulan dengan kelebihannya yaitu memiliki titik leleh yang tinggi apabila dibandingkan dengan biji kakao Malaysia dan Singapura. 1.5 Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari lima bab yang telah disusun secara sistematis dan terperinci sehingga mempermudah pembahasannya. Sistematika penulisan dalam skripsi ini adalah : BAB I : Pendahuluan Menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian serta sistematika penulisan. BAB II : Kajian Pustaka dan Rumusan Hipotesis Memuat tentang tinjauan teoritis yang relevan dengan permasalahan yang dibahas. Teori-teori tersebut meliputi teori perdagangan internasional, ekspor, keunggulan komparatif, daya saing, Revealed Comparative Advantage (RCA), Constant Market Share Analysis
(CMSA) dan penelitian terdahulu mengenai daya saing ekspor biji kakao Indonesia. BAB III : Metode Penelitian Menguraikan tentang desain penelitian, lokasi penelitian, objek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis data, sumber data, populasi, sampel, metode penentuan sampel, metode pengumpulan data, pengujian instrumen penelitian, uji asumsi klasik dan teknik analisis data. BAB IV : Pembahasan Hasil Penelitian Memaparkan gambaran umum perusahaan yang diteliti dan hasil penelitian yang diperoleh setelah dianalisis dengan menggunakan metode analisis yang sesuai dengan tujuan penelitian. BAB V : Simpulan dan Saran Bagian akhir dari laporan penelitian yang memberikan simpulan dari hasil pembahasan dan saran-saran yang sesuai dengan topik penelitian.