BAB I PENDAHULUAN. anggota ASEAN pada ASEAN Summit di Singapura pada Juni Pertemuan tersebut mendeklarasikan pembentukan Asian Free Trade Area

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS DAYA SAING EKSPOR BIJI KAKAO INDONESIA DI KAWASAN ASEAN PERIODE I Gusti Ayu Ika Permatasari 1 Surya Dewi Rustariyuni 2

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. negara yang saling membutuhkan satu sama lain. Kegiatan ini diperlukan oleh

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional bagi banyak negara di dunia. Semakin terbuka suatu

BAB V ALIRAN PERDAGANGAN, KONDISI TARIF DAN PERFORMA EKSPOR INDONESIA DI PASAR ASEAN PLUS THREE

I. PENDAHULUAN. ASEAN sebagai organisasi regional, kerjasama ekonomi dijadikan sebagai salah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. kerjasama perdagangan Indonesia dengan Thailand. AFTA, dimana Indonesia dengan Thailand telah menerapkan skema

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan

BAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini

PENDAHULUAN. Dalam beberapa dekade belakangan ini, perdagangan internasional telah

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

KATA PENGANTAR. Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Tinbergen (1954), integrasi ekonomi merupakan penciptaan struktur

I. PENDAHULUAN. penyediaan lapangan kerja, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri, bahan

BAB I PENDAHULUAN. perubahan sistem ekonomi dari perekonomian tertutup menjadi perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

4. Membentuk komite negara-negara penghasil minyak bumi ASEAN. Badan Kerjasama Regional yang Diikuti Negara Indonesia

DAMPAK PEMBERLAKUAN CEPT IMPLIKASINYA PADA DAERAH POTENSI EKSPOR

BAB 1 PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan memberikan

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. Perekonomian merupakan salah satu indikator kestabilan suatu negara. Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat adalah salah satu negara tujuan utama ekspor produk

ASEAN FREE TRADE AREA (AFTA) Lola Liestiandi & Primadona Dutika B.

BAB I PENDAHULUAN. perikanan. Luas wilayah laut Indonesia sangat luas yaitu sekitar 7,9 juta km 2 dan

I. PENDAHULUAN. semakin penting sejak tahun 1990-an. Hal tersebut ditandai dengan. meningkatnya jumlah kesepakatan integrasi ekonomi, bersamaan dengan

BAB 3 KONDISI PERDAGANGAN LUAR-NEGERI INDONESIA DENGAN KAWASAN ASEAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. struktur perekonomian suatu negara (Nopirin, 2012: 2). Perdagangan internasional

Kinerja Ekspor Nonmigas November 2010 Memperkuat Optimisme Pencapaian Target Ekspor 2010

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

Analisis Daya Saing Biji Kakao (Cocoa beans) Indonesia di Pasar Internasional

I. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Ekspor, Impor, dan Neraca Perdagangan Komoditas Pertanian Menurut Sub Sektor, 2014 Ekspor Impor Neraca

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

Ekspor Nonmigas 2010 Mencapai Rekor Tertinggi

BAB I PENDAHULUAN. internasional untuk memasarkan produk suatu negara. Ekspor dapat diartikan

I. PENDAHULUAN. penyumbang devisa, kakao (Theobroma cacao) juga merupakan salah satu

Ekspor Nonmigas Agustus 2010 Mencapai US$ 11,8 Miliar, Tertinggi Sepanjang Sejarah

BAB I PENDAHULUAN. dalam Todaro dan Smith (2003:91-92) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PERNYATAAN ORISINALITAS...

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Perdagangan Internasional merupakan salah satu upaya untuk

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR JAWA TENGAH SEPTEMBER 2008

V. GAMBARAN UMUM. sebagai produsen utama dalam perkakaoan dunia. Hal ini bukan tanpa alasan, sebab

ANALISIS DAMPAK TRADE FACILITATION TERHADAP PERDAGANGAN BILATERAL INTRA-ASEAN OLEH INDAH JAYANGSARI H

Judul :Analisis Daya Saing Eksport Tembakau Indonesia ke Pasar Jepang Periode Nama : Ida Bagus Mulya Iswara NIM : ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan perekonomian Indonesia tidak lepas dari perubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

Jurnal Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Agriekonomika Volume 5, Nomor 2, 2016

Kinerja Ekspor Non-migas Awal 2011: Memberikan Sinyal Positif yang Berlanjut untuk Mencapai Target 2011

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor yang berkembang pesat dalam pertanian Indonesia. Jenis tanaman yang

Analisis Kesepakatan Perdagangan Bebas Indonesia-China dan Kerjasama AFTA serta Dampaknya Terhadap Perdagangan Komoditas Pertanian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya hubungan saling ketergantungan (interdependence) antara

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM PERDAGANGAN INDONESIA KE ASEAN PLUS THREE

ANALISIS DAYA SAING INDUSTRI PENGOLAHAN DAN HASIL OLAHAN KAKAO INDONESIA OLEH : RIZA RAHMANU H

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB I PENDAHULUAN. Strategi yang pertama sering dikatakan sebagai strategi inward looking,

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya

MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax:

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

8. KESlMPUlAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di dalam

PROVINSI JAWA BARAT MARET 2016

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang

PERKEMBANGAN EKSPOR IMPOR JAWA TENGAH NOPEMBER 2008

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 247/PMK. 011/2009 TENTANG

BAB. I PENDAHULUAN. akan mengembangkan pasar dan perdagangan, menyebabkan penurunan harga

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

ACFTA sebagai Tantangan Menuju Perekonomian yang Kompetitif Rabu, 07 April 2010

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan.

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Kinerja Ekspor Nonmigas Bulan Februari 2011 Terus Menguat Menuju Pencapaian Target Ekspor

BAB I PENDAHULUAN. Neraca perdagangan komoditi perikanan menunjukkan surplus. pada tahun Sedangkan, nilai komoditi ekspor hasil perikanan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Ekspor Bulan Juni 2011 Mencapai Rekor Baru Mendukung Tercapainya US$ 200 Miliar Tahun 2011

BAB I PENDAHULUAN. yaitu yang mencakup banyak bidang atau multidimensi yang melewati batas-batas

BAB I PENDAHULUAN. Integrasi ekonomi merupakan kebijakan perdagangan internasional yang dilakukan

I. PENDAHULUAN. Industri TPT merupakan penyumbang terbesar dalam perolehan devisa

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan sangat berarti dalam upaya pemeliharaan dan kestabilan harga bahan pokok,

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

Uraian Diskusi Keadilan Ekonomi IGJ Edisi April/I/2018

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LABA PERUSAHAAN INDUSTRI DAN PRODUKTIFITAS TENAGA KERJA DI PROPINSI SUMATERA UTARA TAHUN 2006

BAB I PENDAHULUAN. penting diantara rempah-rempah lainnya; sehingga seringkali disebut sebagai

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Penerapan Skema CEPT-AFTA Dalam Kerjasama Perdagangan

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

Jl. Prof. A. Sofyan No.3 Medan Hp ,

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

I. PENDAHULUAN. penting dalam perekonomian nasional. Ditinjau dari kontribusinya terhadap

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian memegang peran strategis dalam pembangunan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PROSPEK KERJASAMA PERDAGANGAN PERTANIAN INDONESIA DENGAN AUSTRALIA DAN SELANDIA BARU

Kinerja Ekspor Bulan Agustus Mencapai Rekor Tertinggi di Tengah Kekhawatiran Dampak Krisis Global

Kinerja Ekspor Nonmigas Januari-April Lampui Target *Sinyal bahwa FTA/EPA Semakin Efektif dan Pentingnya Diversifikasi Pasar

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dan transportasi dewasa ini semakin mempermudah akses dalam perdagangan, terutama perdagangan internasional. Perkembangan inilah yang menuntut seluruh negara untuk meningkatkan dan mempertahankan daya saing produknya (barang maupun jasa) untuk diperdagangkan dalam perdagangan internasional. Perdagangan internasional memiliki beberapa hambatan, baik hambatan tarif maupun non tarif. Hambatan tersebut menjaditantangan besar bagi sebuah negara dalam melakukan perdagangan internasional. Hal inilah yang menjadikan hambatan dalam perdagangan internasional sebagai bahan pembahasan dalam pertemuan negara anggota ASEAN pada ASEAN Summit di Singapura pada Juni 1992. Pertemuan tersebut mendeklarasikan pembentukan Asian Free Trade Area (AFTA), dimana penghapusan hambatan tarif dan non tarif dalam jangka waktu 15 tahun dan diberlakukan sejak Januari 1993 (Tho, 22). AFTA merupakan kawasan perdagangan bebas yang dibentuk dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta menciptakan pasar regional bagi 5 juta penduduknya (www.kemendag.com,22). Perdagangan bebas AFTA diliberalisasikan sejak 1 Januari 23 bagi enam anggota ASEAN yaitu, Brunei Darussalam, Filipina, Malaysia, Singapura,

Thailand, dan Indonesia. Pembukaan pasar bebas dan terbuka AFTA memiliki target waktu yaitu tahun 21 bagi negara maju dan tahun 22 bagi negara berkembang (Wardhani, 26). Indonesia sebagai negara yang akan memasuki kawasan perdagangan bebas harus memiliki daya saing yang kuat dalam pasar ASEAN. Daya saing kuat yang dimiliki Indonesia akan meningkatkan ekspor dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Eksistensi yang tidak kuat dalam perdagangan bebas akan menyebabkan terjadinya penurunan harga akibat produksi dunia berlimpah yang dapat menimbulkan banjir impor atau import surge pada Indonesia. Banjir impor ini memiliki dampak negatif pada pertumbuhan ekonomi Indonesia (Saktyanu dkk, 212). Indikator kesiapan sebuah negara menuju AFTA 22 menurut Siah et al. (29), tercermin dari tarif impor rata-rata.tarif impor rata-rata dengan angka yang lebih kecil menyiratkan tingkat kesiapan yang tinggi, sedangkan apabila tarif impor rata-rata besar maka kesiapan negara tersebut termasuk rendah.hadi dan Mardianto (24) mengatakan, negara yang akan memenangkan persaingan antar sesama negara ASEAN harus memperhatikan tiga faktor penting, yaitu komposisi produk atau komoditi, distribusi pasar dan daya saing. Indonesia mampu memilih komposisi produk atau komoditi yang diekspornya secara lebih tepat, mampu memilih negara tujuan ekspor yang pertumbuhan impornya tinggi, dan mempunyai daya saing lebih tinggi dari negara lain, maka Indonesia mampu menjaga eksistensi di pasar pedagangan bebas. Berdasarkan tiga faktor tersebut, Indonesia sepatutnya memaksimalkan potensi dari sektor-sektor yang memiliki keunggulan dalam bersaing di perdagangan bebas.

Bagi Indonesia, sektor pertanian adalah pilar penting dalam kegiatan perdagangan internasional. Sesuai kesepakatan dalam AFTA, produk pertanian termasuk ke dalam kategori produk Common Effective Preferential Tariff (CEPT). CEPT merupakan pedoman pengurangan tarif regional dan penghapusan hambatan non tarif selama periode 15 tahun sejak 1 Januari 1993. Masuknya produk pertanian dalam skema CEPT menandakan bahwa produk pertanian Indonesia memiliki peluang untuk memperluas pangsa pasar di ASEAN. Salah satu komoditi yang menjadi unggulan dalam sektor pertanian yaitu kakao. Kakao menduduki peringkat empatdari sepuluh komoditi utama Indonesia dengan negara tujuan utama ekspor ke Amerika Serikat (www.kemendag.com, 214).Tabel 1.1 menunjukkan diantara sepuluh (1) komoditi utama Indonesia, biji kakao mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun 28-21. Tabel 1.1 Volume Ekspor Komoditas Utama Indonesia Periode 28-21 (Ton) Komoditas 28 29 21 Udang 14.868 117.93 113.937 Kopi 467.852 51.3 432.721 CPO 14.29 16.829 16.291 Kakao 382.676 44.47 443.628 Karet dan Produk Karet 2.118 1.872 2.229 TPT 417.434 393.263 445.267 Alas Kaki 13.44 123.341 165.989 Elektronika 38.17 35.85 33.196 Komponen Kendaraan 37.787 21.635 48.934 Bermotor Furniture 658.962 561.668 599.466 Sumber: bps.go.id, 214 (data diolah) Peningkatan yang terjadi pada volume ekspor biji kakao dipengaruhi oleh luas lahan kakao yang meningkat pada 28-21. Lahan dan iklim Indonesia yang sesuai untuk budidaya kakao, berdampak pada luas lahan kakao yang

mengalami peningkatan signifikan tiap tahunnya seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 1.2. Tabel 1.2 Luas Lahan Kakao Dalam Hektar Periode 23-212 Tahun Luas Lahan (Ha) Perkembangan (%) 23 964.223-24 1.9.96,13 25 1.167.46,7 26 1.32.82,13 27 1.379.279,4 28 1.425.216,3 29 1.587.136,11 21 1.65.356,4 211 1.732.641,5 212 1.774.463,2 Sumber: Departemen Pertanian, 214 Peningkatan luas lahan kakao tertinggi terjadi pada dua tahun yang berbeda, yaitu pada tahun 24 dan 26 dengan masing-masing naik,13 persen dari tahun sebelumnya. Meningkatnya luas lahan perkebunan kakao tiap tahunnya di Indonesia, membawa Indonesia pada peringkat ketiga sebagai produsen kakao terbesar di dunia dengan menyumbang 15 persen dari keseluruhan total produksi kakao di dunia (Fenglin et. al., 213). Di ASEAN sendiri, sebagian besar negara anggotanya memproduksi kakao namun hanya Indonesia, Malaysia dan Singapura yang melakukan ekspor kakao ke sesama negara ASEAN. Bila dibandingkan dengan kedua pesaingnya, biji kakao Indonesia memiliki keunggulan berupa titik leleh yang tinggi serta terbebas dari pestisida berbahaya (Lubis dan Nuryanti, 211). Biji kakao yang diproduksi oleh Malaysia memiliki bagian kulit yang keras dan keasaman yang relatif tinggi sehingga harga biji kakao Malaysia lebih rendah 5 hingga 1 persen dari harga normal (Idris et. al., 211).

Keunggulan tersebut tak lantas membuat Indonesia berada dalam posisi aman di perdagangan bebas AFTA. Melalui Tabel 1.3 dapat dilihat bahwa perkembangan nilai ekspor biji kakao Indonesia mengalami penurunan yang tajam pada tahun 211 dan 212 yaitu sebesar,27 persen dan,36 persen. Penurunan volume ekspor biji kakao yang tajam ini juga dialami oleh Singapura pada tahun 212 sebesar,95 persen dari tahun sebelumnya. Disaat yang sama, Malaysia mengalami peningkatan volume ekspor pada tahun 211 dan 212 yaitu sebesar,45 persen dan 2,63 persen dari tahun sebelumnya. Tabel 1.3 Nilai Ekspor Biji Kakao Indonesia, Malaysia dan Singapura ke Negara-Negara ASEAN Periode 23-212 (US$) Tahun Negara Pengekspor Indonesia Malaysia Singapura 23 271,5,481 19,323,854 7,84,551 24 219,344,63 12,457,539 7,38,88 25 247,946,372 12,425,64 1,44,145 26 33,19,2 16,227,197 1,238,787 27 38,54,478 1,88,167 764,934 28 588,39,48 5,171,715 357,971 29 68,666,941 7,954,844 12,548,352 21 72,877,7 16,38,846 6,981,52 211 526,734,158 23,697,666 1,845,36 212 337,257,868 86,23,612 585,134 Sumber: www.comtrade.un.org, 214 Menurunnya nilai ekspor biji kakao Indonesia ini disebabkan oleh kualitas biji kakao Indonesia masih rendah sehingga banyak dari hasil produksi biji kakao yang tidak layak untuk diekspor (Irnawaty, 28). Tidak layaknya kualitas kakao Indonesia untuk diekspor disebabkan oleh adanyaseranggahamapadabijikakao (Sjam, 21). Selain itu, kebijakan bea keluar pada kakao olahan menyebabkan tingginya pangsa pasar kakao olahan yaitu 61 persen sedangkan biji kakao Indonesia hanya 39 persen (www.kemendag.go.id, 213). Rendahnya nilai ekspor

biji kakao Indonesia menyumbang penurunan nilai ekspor total komoditi Indonesia pada 212 pada Tabel 1.4. Nilai ekspor total komoditi Indonesia yang menurun pada 212 tidak sejalan dengan Malaysia dan Singapura yang mengalami kenaikan pada tahun tersebut. Tabel 1.4 Nilai Ekspor Total Komoditi Indonesia, Malaysia dansingapura ke Negara-Negara ASEAN Periode 23-212 (US$) Tahun Negara Pengekspor Indonesia Malaysia Singapura 23 1,725,4, 25,9,822,21 2 51,47,26,471 24 12,997,5, 31,571,64,64 62,263,93,41 25 15,824,9, 36,733,285,65 8 71,585,936,17 26 18,483,1, 41,772,929,88 9 83,363,383,511 27 22,292,1, 44,829,86,93 94,525,555,22 28 27,17,8, 5,829,861,96 2 17,912,424,547 29 24,624,, 4,278,72,2 8 8,893,61,65 21 33,347,5, 5,285,363,47 5 14,46,349,484 211 42,98,9, 55,789,397,54 5 126,573,87,488 212 41,829,1, 6,657,843,45 4 128,813,38,44 Sumber: www.comtrade.un.org, 214 Kondisi ini menjadi ancaman bagi Indonesia dalam mempertahankan daya saing biji kakao di kawasan ASEAN. Namun, dengan kelebihan yang dimiliki biji kakao Indonesia diharapkan mampu menguasai pangsa pasar di kawasan ASEAN. 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu : 1) Bagaimana daya saing ekspor biji kakao Indonesia dalam pasar ASEAN menuju perdagangan bebas? 2) Bagaimana pangsa pasar biji kakao Indonesia dalam pasar ASEAN menuju perdagangan bebas? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang serta rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini yaitu : 1) Untuk mengetahui daya saing ekspor biji kakao Indonesia dalam pasar ASEAN menuju perdagangan bebas. 2) Untuk mengetahui pangsa pasar biji kakao Indonesia dalam pasar ASEAN menuju perdagangan bebas. 1.4 Kegunaan Penelitian Dari tujuan penelitian di atas, maka dapat dijabarkan kegunaan dari penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu : 1) Kegunaan Teoritis Kegunaan hasil dari penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memperluas ragam penelitian dalam teori perdagangan internasional khususnya mengenai daya saing dan pangsa pasar ekspor biji kakao Indonesia dalam pasar ASEAN menuju perdagangan bebas. Diharapkan dengan adanya penelitian

ini,mampu menambah pengetahuan mahasiswa dan mahasiswi dalam menerapkan teori perdagangan internasional. 2) Kegunaan Praktis Kegunaan praktis dari hasil penelitian ini yaitu agar mengetahui bagaimana kesiapan Indonesia dalam menghadapi perdagangan bebas AFTA pada 22 dengan biji kakao sebagai produk unggulan dengan kelebihannya yaitu memiliki titik leleh yang tinggi apabila dibandingkan dengan biji kakao Malaysia dan Singapura. 1.5 Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari lima bab yang telah disusun secara sistematis dan terperinci sehingga mempermudah pembahasannya. Sistematika penulisan dalam skripsi ini adalah : BAB I : Pendahuluan Menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian serta sistematika penulisan. BAB II : Kajian Pustaka dan Rumusan Hipotesis Memuat tentang tinjauan teoritis yang relevan dengan permasalahan yang dibahas. Teori-teori tersebut meliputi teori perdagangan internasional, ekspor, keunggulan komparatif, daya saing, Revealed Comparative Advantage (RCA), Constant Market Share Analysis

(CMSA) dan penelitian terdahulu mengenai daya saing ekspor biji kakao Indonesia. BAB III : Metode Penelitian Menguraikan tentang desain penelitian, lokasi penelitian, objek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis data, sumber data, populasi, sampel, metode penentuan sampel, metode pengumpulan data, pengujian instrumen penelitian, uji asumsi klasik dan teknik analisis data. BAB IV : Pembahasan Hasil Penelitian Memaparkan gambaran umum perusahaan yang diteliti dan hasil penelitian yang diperoleh setelah dianalisis dengan menggunakan metode analisis yang sesuai dengan tujuan penelitian. BAB V : Simpulan dan Saran Bagian akhir dari laporan penelitian yang memberikan simpulan dari hasil pembahasan dan saran-saran yang sesuai dengan topik penelitian.