BABI PENDAHULUAN. Kehidupan perkawinan akan terasa lebih lengkap dengan hadirnya anakanak

dokumen-dokumen yang mirip
Anak adalah dambaan setiap pasangan, dimana setiap pasangan selalu. menginginkan anak mereka tumbuh dengan sehat dan normal baik secara fisik

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BABI PENDAHULUAN. Manusia terlahir sebagai makhluk sosial yang memiliki aka! budi dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BABI PENDAHULUAN. Manusia adalah rnakhluk sosial sehingga sejak dari lahir sudah terbentuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BABI. Kehidupan modem saat ini belum memungkinkan orangtua. sepenuhnya mencurahkan perhatian kepada anak. Kebutuhan ekonomi

BABI PENDAHULUAN. Selama rentang waktu kehidupannya, manusta mengalami perubahanperubahan

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BABI PENDAHULUAN. Setiap orangtua ingin memiliki anak yang cerdas. Namun cerdas dalam hal

BABI PENDAHULUAN. Seperti yang telah diketahui bahwa rnenjelang abad ke 20, negara

Dalam keluarga, semua orangtua berusaha untuk mendidik anak-anaknya. agar dapat menjadi individu yang baik, bertanggungjawab, dan dapat hidup secara

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.

BAB I PENDAHULUAN UKDW. perkembangan fase selanjutnya (Dwienda et al, 2014). Peran pengasuhan tersebut

BABI PENDAHULUAN. Setiap pasangan suami isteri tentu berharap perkawinan mereka bisa

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BABI PENDAHULUAN. Pada hakekatnya manusia diciptakan sebagai makhluk sosia1. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BABI PENDAHULUAN,, <

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perbaikan perilaku emosional. Kematangan emosi merupakan

BABI PENDAHULUAN. Dalam setiap sendi kehidupannya, manusia dibatasi oleh norma, baik itu norma

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BABI PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak ditemukan berbagai penyakit kelainan darah, salah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

Salah satu periode dalam rentang kehidupan individu adalah masa remaja. Salzman dan Pikunas (dalam Syamsu, 2001: 71) mengatakan bahwa masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga,

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam

Setiap individu berhak mendapatk:an pendidikan yaitu dengan cara. orangtua tentang pentingnya sekolah, banyak orangtua memasukkan anak mereka

BAB 1 PENDAHULUAN. Kota Padang, terdapat 24 panti asuhan yang berdiri di Kota Padang.

BABI PENDAHULUAN. Dalam menjalani suatu kehidupan, banyak orang yang mempunyai pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BABI PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BABI. PENDAillJLUAN. Ketika anak mulai menginjak masa awal kanak-kanak (2-6 tahun), anak

BAB I PENDAHULUAN. maka diperlukan partisipasi penuh dari putra-putri bangsa Indonesia di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan tempat utama dimana seorang anak tumbuh dan

PROFIL PENYESUAIAN DIRI REMAJA YANG PUTUS SEKOLAH DENGAN TEMAN SEBAYA DI KAMPUNG KAYU GADANG KECAMATAN SUTERA KABUPATEN PESISIR SELATAN JURNAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. faktor yang secara sengaja atau tidak sengaja penghambat keharmonisan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal ini adalah rumah tangga, yang dibentuk melalui suatu perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pertama. Sekolah juga sebagai salah satu lingkungan sosial. bagi anak yang dibawanya sejak lahir.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menuntut ilmu, tetapi juga untuk mencari teman, dari berteman itulah maka

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BABI PENDAHULUAN. Semua orangtua menginginkan anak lahir dengan keadaan fisik yang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan seseorang, seiring harapan untuk memiliki anak dari hasil pernikahan.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keluarga itu adalah yang terdiri dari orang tua (suami-istri) dan anak. Hubungan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendapatnya secara terbuka karena takut menyinggung perasaan orang lain. Misalnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. karena pada dasarnya belajar merupakan bagian dari pendidikan. Selain itu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang semakin mengedepankan pendidikan sebagai salah satu tolak ukur dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial, individu di dalam menjalin hubungan dengan individu lain perlu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dimana kedua aspek tersebut terjadi secara bersama-sama. Sebagai makhluk

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai suatu kelompok kecil yang disatukan dalam ikatan perkawinan, darah,

Definisi keluarga broken home menurut Gerungan (2009:199) adalah:

Setiap anak perlu untuk berkembang secara optimal dalam kehidupannya. Perkembangan optimal tersebut adalah dambaan semua orang tua, karena anak pada

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BABI PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan media komunikasi yang semakin pesat,

BAB I PENDAHULUAN. relasi antar individu yang kompleks Selain para penjual dan pembeli yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ahli psikologi. Karena permasalahan remaja merupakan masalah yang harus di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Coakley (dalam Lerner dkk, 1998) kadang menimbulkan terjadinya benturan antara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak pra sekolah yaitu anak dengan usia 4-6 tahun yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Di era sekarang perceraian seolah-olah menjadi. langsung oleh Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah

Transkripsi:

BABI PENDAHULUAN

BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan perkawinan akan terasa lebih lengkap dengan hadirnya anakanak di tengah keluarga. Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, orangtua akan berusaha untuk membantu anak agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan tahap-tahap perkembangan anak pada umumnya. Namun pertumbuhan dan perkembangan anak dapat menjadi terhambat karena anak mengalami kekurangan misalnya mengalami masalah lambat belajar atau yang lebih dikenal dengan istilah slow learner. Dalam buletin yang dikembangkan oleh Department of Education and Science di Amerika, yaitu slow learner at school (dalam Payne, et, al., 1983) digunakan istilah slow learner untuk anak-anak dari segala tingkat pendidikan yang tidak mampu untuk melakukan tugas-tugas yang umumnya dapat dikerjakan oleh anak-anak seusianya. Remaja slow learner di Indonesia sendiri berjumlah 15% dari keseluruhan remaja pada umumnya (Sedyaningrum, 2004: para 1). Tampilan fisik remaja slow learner pada umumnya tidak berbeda bila dibandingkan dengan remaja normal pada umumnya sehingga seringkali masyarakat umum tidak menyadari bahwa mereka adalah remaja slow learner. Perbedaan yang ada adalah remaja slow learner mempunyai kapasitas intelektual yang sedikit di bawah rata-rata remaja pada umumnya yang menyebabkan mereka memiliki keterlambatan dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya. Tugas perkembangan remaja difokuskan pada upaya meninggalkan sikap dan perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan

2 bersikap dan berperilaku secara dewasa. Dengan keadaan ini diperlukan penyesuaian diri dalam menghadapi peran dan tugas-tugas baru. Penyesuaian diri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu usaha yang dilakukan oleh individu untuk berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya agar menjadi selaras dengan tuntutan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat tanpa menimbulkan suatu masalah. Ali dan Asrori (2004: 180) menyebutkan beberapa contoh penyesuaian diri yang harus dilakukan oleh remaja termasuk remaja slow learner, yaitu menyesuaikan diri dengan norma sosial yang berlaku di masyarakat, penyesuaian diri terhadap penggunaan waktu luang, penyesuaian diri remaja terhadap penggunaan uang, dan penyesuaian diri remaja terhadap kecemasan, konflik, dan frustasi yang muncul Lebih lanjut Ali dan Asrori (2004: 180) mengatakan bahwa penyesuaian diri ini tidak terbatas pada suatu tempat atau wilayah tetapi berlaku di mana saja remaja berada. Dengan demikian penyesuaian diri juga dibutuhkan oleh remaja-remaja slow learner yang bersekolah di sekolah-sekolah khusus di Surabaya seperti di SDS (Sekolah Dasar Swasta) Amarilys. Di Surabaya saat ini telah terdapat 3 sekolah khusus bagi anak-anak ataupun remaja slow learner. Meskipun sekolah tersebut merupakan sekolah khusus bagi remaja slow learner namun aturan-aturan dan norma-norma yang dijalankan tetap sama seperti remaja lain pada umumnya. Misalnya saja, aturan harus datang sebelum bel masuk kelas berbunyi, harus mengikuti semua pelajaran yang diberikan, harus menggunakan seragam sekolah seperti yang telah ditetapkan oleh pihak sekolah, menerapkan norma-norma kesopanan yang diajarkan oleh guru (memanggil orang yang lebih tua dengan panggilan hormat atau mengucapkan kata tolong bila ingin meminta bantuan dari orang lain).

3 Semua bentuk penyesuaian diri ini merupakan suatu tantangan yang harus dihadapi dan dialami oleh semua remaja. Hanya saja, remaja slow learner membutuhkan usaha yang besar untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan karena keterbatasan inteligensi yang dimiliki sehingga mereka menunjukkan keterlambatan dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangannya. Akhirnya tugas-tugas perkembangan remaja slow learner menjadi tidak mudah dijalankan. Jika tugas-tugas penyesuaian diri terlambat dipenuhi atau tidak tercapai dengan baik maka akan membawa dampak negatif. Bender (2001: 109-110) menunjukkan beberapa akibat dari ketidakmampuan remaja slow learner untuk menyesuaikan diri seperti menarik diri dari lingkungan sosial, tidak mengetahui apa yang diharapkan oleh lingkungan, merasa kesepian dan memiliki kecemasan yang lebih besar hila dibandingkan dengan remaja-remaja slow learner yang dapat menyesuaikan diri dengan baik. Lebih lanjut, Hurlock (1992: 239) memberi beberapa tanda yang umum dari ketidakmampuan remaja untuk menyesuaikan diri seperti perasaan menyerah, merasa ingin pulang hila berada jauh dari lingkungan yang dikenal, sikap agresif dan tidak aman, serta mundur ke tingkat perilaku tahap sebelumnya agar disenangi dan diperhatikan. Perilaku-perilaku ini juga tampak dari remaja-remaja di SDS Amarilys berdasarkan hasil observasi pada tanggal24-29 April 2006. Selain itu berdasar hasil observasi, diketahui bahwa ada remaja putri yang dalam pertumbuhannya, kurang mengerti peran dan tugasnya sebagai seorang remaja putri karena kurangnya pengarahan dan bimbingan dari ibu dalam menghadapi perubahan pada masa remaja. Misalnya dalam pergaulan dan kelompok bermain, seorang remaja putri bermain sepak bola, berpenampilan seperti remaja laki-laki dengan mengubah potongan rambut seperti salah seorang ternan laki-laki yang dijadikan idolanya dan berperilaku sama seperti remaja putra

4 misalnya suka duduk dengan kaki yang terbuka Iebar meskipun memakai rok. Ketidakmampuan remaja slow Ieamer dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan merupakan tanda kegagalan remaja slow learner dalam memenuhi tugas perkembangan yang tentunya akan mempengaruhi pelaksanaan tugas-tugas perkembangan tahap selanjutnya yaitu ketika remaja slow learner memasuki masa dewasa awal. Menurut Osman dalam bukunya Learning Disabilities (1997: 70-72), kegagalan penyesuaian diri yang dialami oleh remaja slow learner disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang menjadi penyebab adalah kurangnya pengetahuan tentang perilaku sosial yang diharapkan oleh masyarakat, atau karena remaja slow learner memiliki pengetahuan tetapi tidak bisa menerapkan, dan remaja slow learner memiliki pengetahuan namun tidak bisa melihat akibat dari perilaku mereka hila mereka berperilaku tidak sesuai seperti yang diharapkan. Lebih lanjut, faktor eksternal yang mempengaruhi keberhasilan remaja slow Ieamer menyesuaikan diri adalah penerimaan dan dukungan anggota keluarga. Menurut Bender (2001: 60) penerimaan dan dukungan keluarga memiliki makna besar. Salah satu bentuk dukungan yang penting dari keluarga diwujudkan sebagai pengasuhan yang berkualitas dari orangtua pada anaknya. Mengingat bahwa ibu dalam masyarakat, lebih banyak berperan dalam pengasuhan anak maka pengasuhan ibu yang berkualitas dapat menunjang terbentuknya penyesuaian diri yang baik. Seorang ibu memiliki peran dan memiliki andil yang cukup penting. Menurut Yusuf (2002: 17) sangatlah penting untuk remaja slow learner memperoleh perhatian dari ibu karena sesuai dengan pandangan yang berlaku di masyarakat bahwa ibu bertanggung jawab penuh dalam hal perawatan

5 dan pengasuhan remaja sedangkan ayah sebagai kepala rumah tangga yang bertanggung jawab sebagai sumber pencari nafkah utama dan pembiayaan terhadap semua keperluan anggota keluarganya. Selanjutnya melalui penelitian oleh Settle (1999 dalam Bender 2001: 108) mengatakan bahwa kunci pokok yang menetukan keberhasilan remaja dengan masalah slow learner adalah peran serta orangtua khususnya ibu dalam mengarahkan remaja untuk mengenal apa yang diharapkan oleh lingkungan dimana hal ini memerlukan pangasuhan sebagai fasilitator. Kualitas pengasuhan yang mendukung kemampuan penyesuaian diri remaja bukanlah sesuatu yang mudah untuk dicapai karena tidak mudah bagi ibu untuk menerima keadaan anak yang memiliki masalah lambat belajar. Reaksi pertama dari ibu ketika mengetahui bila anaknya mengalami masalah lambat belajar adalah terkejut, tidak percaya, dan kemarahan yang biasanya ditujukan kepada guru, pihak sekolah, dan terutama kepada diri remaja itu sendiri. Menerima kenyataan atas keadaan anak merupakan proses yang panjang dan merupakan pengalaman pembelajaran yang menyakitkan bagi ibu (Osman, 1997: 32). Lebih lanjut Osman (1997: 36) melaporkan ibu yang tidak dapat menerima keadaan ini akan melakukan penyangkalan terhadap situasi yang dihadapi yaitu dengan berpura-pura tidak menghadapi masalah dan perlahan-lahan mulai menjauh dari anak mereka. Berdasarkan observasi dan wawancara pada tanggal 24 April 2006 yang dilakukan di SDS Amarylis diketahui bahwa pada umumnya ibu yang memiliki remaja slow learner merasa putus asa dan minder bila harus tampil di depan umum dan sulit untuk mengakui kepada orang lain bahwa ia memiliki anak dengan masalah lambat belajar.

6 Kualitas pengasuhan ibu adalah tingkat baik buruknya cara-cara orangtua dalam merawat dan mengasuh remaja dan dapat tercermin dalan sikap orangtua dalam membimbing dan mendidik remaja. Melalui penelitian yang dilakukan oleh Dyson (2006, What parent's should do to slow learner children, para. 6) ditemukan bahwa orangtua yang tidak memberikan dukungan dan menerima keadaan remaja slow learner akan memberi pengaruh negatif yaitu kurang baiknya kualitas pengasuhan yang diberikan oleh ibu. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Morningstar, Turnbull & Turnbull (1995 dalam Bender 2001: 118) yang menunjukkan bahwa salah satu hal yang mempengaruhi keberhasilan penyesuaian diri remaja slow learner adalah kemampuan ibu menerima keadaan remaja yang memiliki masalah lambat belajar. Penelitian lain yang dilakukan oleh Hallahan, Gajar, Cohen, dan Tarver ( dalam Bender 2001: 108) menunjukkan bahwa pengasuhan yang diberikan oleh orangtua khususnya ibu tidak boleh sama seperti pengasuhan remaja pada umumnya karena ketika berhadapan dengan remaja slow learner, ibu harus memberikan pengasuhan khusus, keberhasilan yang dicapai sepenuhnya bergantung pada dukungan ibu. Hal yang sama diungkapkan oleh Knight (1999 dalam Bender 2001: 119) bahwa indikator yang paling mudah untuk mengetahui keberhasilan penyesuaian diri remaja slow learner adalah kualitas pengasuhan ibu. Semakin baik kualitas pengasuhan yang diberikan oleh ibu kepada remaja slow learner maka semakin membantu remaja slow learner mencapai kematangan dalam lingkungan sosial bersama ternan-ternan sebaya dan ketika remaja slow learner berhubungan dengan orang lain (Osman, 1997: 131). Kualitas pengasuhan ibu tampak berperan besar dalam keberhasilan penyesuaian diri remaja, untuk membuktikannya lebih jauh peneliti meneliti

7 sejauhrnana hubungan antara penyesua1an diri rernaja slow learner dengan kualitas pengasuhan ibu. 1.2. Batasan Masalah Banyak faktor yang rnernpengaruhi keberhasilan penyesuaian diri rernaja slow learner narnun di dalarn penelitian ini yang ingin diteliti hanyalah hubungan antara kualitas pengasuhan ibu dengan penyesuaian diri rernaja slow learner. Untuk rnengetahui apakah ada hubungan antara kualitas pengasuhan ibu dengan penyesuaian diri rernaja slow learner rnaka dilakukan penelitian yang bersifat korelasional yang bertujuan untuk rnengetahui seberapa besar hubungan yang ada. Dalarn penelitian ini penilaian penyesuaian diri akan dilihat berdasarkan observasi atau pengarnatan yang dilakukan oleh guru-guru di sekolah dengan pertirnbangan bahwa rernaja slow learner rnerniliki kesernpatan yang lebih banyak untuk bersosialisasi dengan ternan-ternan sebayanya ketika berada di sekolah. Guru-guru dapat rnenilai berdasarkan persepsi yang dirniliki tentang sejauhrnana keberhasilan penyesuaian diri rernaja slow learner terhadap lingkungan sosialnya yaitu ketika berada di sekolah, sedangkan kualitas pengasuhan ibu difokuskan pada persepsi ibu dari rernaja slow learner rnengenai kualitas pengasuhan yang diterapkan. Agar wilayah penelitian ini diketahui rnaka yang rnenjadi subjek penelitian ini adalah ibu yang rnerniliki rernaja slow learner dan juga rernaja slow learner yang perilakunya dipersepsikan oleh gum

8 1.3. Rumusan Masalah Dengan melihat Jatar belakang di atas maka permasalahan yang ingin diteliti adalah "apakah ada hubungan antara kualitas pengasuhan ibu dengan penyesuaian diri remaja slow learner?" 1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kualitas pengasuhan ibu dengan penyesuaian diri remaja slow learner. 1.5. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini antara lain: 1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau sumbangan bagi pengembangan teori-teori psikologi terutama bagi psikologi perkembangan dan psikologi pendidikan yaitu tentang penyesuaian diri remaja slow learner dalam kaitannya dengan kualitas pengasuhan ibu. 2. Manfaat praktis a. Bagi orangtua Penelitian ini diharapkan mampu menunjukkan pada orangtua yang memiliki remaja slow learner tentang betapa pentingnya untuk selalu memberikan dukungan, perhatian, pendampingan, dan juga kasih sayang kepada remaja mereka meskipun mengalami masalah lambat belajar agar dapat menyesuaikan diri dengan Iingkungan. Orangtua juga diharapkan menjalin kerjasama dengan pihak sekolah dalam

9 memberikan pendampingan agar anak dapat melakukan penyesuaian diri yang lebih baik. b. Bagi pihak sekolah Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan yaitu memperkaya pengetahuan pihak sekolah tentang penyesuaian diri remaja slow learner dengan harapan agar pihak sekolah dapat membina komunikasi yang baik dengan orangtua sehingga orangtua dapat lebih terlibat dalam pengsuhan dan pendampingan remaja slow learners. Hal ini diharapkan akan dapat meningkatkan penyesuaian diri remaja slow learner.