BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan tempat di mana anak dapat memperoleh pendidikan atau

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam meraih keberhasilan seseorang di masa yang akan datang. (Enca M,

BAB I PENDAHULUAN. Sekarang ini banyak tantangan yang dihadapi manusia, salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan formal dapat ditempuh mulai dari tingkat terendah yaitu pre-school/

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pendidikan saat ini semakin maju dan salah satu tandanya

BAB I PENDAHULUAN. mencapai kesuksesan dalam hidupnya. Hal ini senada dengan S. C. Sri Utami

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional merupakan sekolah yang menggunakan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. kejadian menghasilkan ke kejadian yang lain (Kuhn, 1991 dalam; John W

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, pemerintah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. relatif permanen dalam perilaku yang tidak dapat dijelaskan oleh keadaan sementara,

BAB I PENDAHULUAN. Di era informasi dewasa ini, setiap masyarakat membutuhkan informasi, baik

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan dasar yang dibutuhkan mahasiswa

BAB I PENDAHULUAN. dan untuk mempunyai kehidupan yang lebih layak. Era globalisasi, perdagangan

BAB I. Pendahuluan. lebih kompetitif ( Pemerintah Indonesia khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Belajar merupakan suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. studi di Perguruan Tinggi. Seorang siswa tidak dapat melanjutkan ke perguruan

BAB I PENDAHULUAN. yang membatasi antar negara terasa hilang. Kemajuan ilmu pengetahuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peran yang amat menentukan bagi perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. mengalami perubahan positif di berbagai bidang kehidupan baik dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. di bidang tekhnologi, ilmu pengetahuan, ekonomi, dan pendidikan. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi atau Universitas berasal dari kata latin universitas

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menghadapi era globalisasi, berbagai sektor kehidupan mengalami

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan segala usia (Soedijarto,2008). Di Indonesia, pendidikan terdiri

BAB I PENDAHULUAN. Pada era gobalisasi ini, perkembangan masyarakat di berbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. dan daya saing dalam pencarian, perolehan dan penciptaan pekerjaan. Pada

BAB I PENDAHULUAN. semakin menyadari pentingnya peranan pendidikan dalam kehidupan. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. daya yang terpenting adalah manusia. Sejalan dengan tuntutan dan harapan jaman

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pendidikan di Indonesia saat ini tengah menjalankan kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan adalah usaha yang di lakukan secara sadar dan terencana

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dua dasawarsa terakhir ini, perubahan yang terjadi dalam berbagai

BAB I PENDAHULUAN. untuk memperoleh pengetahuan atau menambah wawasan. Penyelenggaraan. melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. kutu buku, bahkan kurang bergaul (Pikiran Rakyat, 7 November 2002).

BAB I LATAR BELAKANG MASALAH. kerja, mendorong perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

BAB I PENDAHULUAN. sedang terjadi dalam diri individu yang sedang belajar, tidak dapat diketahui secara langsung

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. manusia dan masyarakat Indonesia yang maju, modern, dan sejajar dengan

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Ganda (PSG), sebagai perwujudan kebijaksanan dan Link and Match. Dalam. Dikmenjur (2008: 9) yang menciptakan siswa atau lulusan:

BAB I PENDAHULUAN. perhatian serius. Pendidikan dapat menjadi media untuk memperbaiki sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, diantaranya dalam bidang pendidikan seperti tuntutan nilai pelajaran

BAB I PENDAHULUAN. juga diharapkan dapat memiliki kecerdasan dan mengerti nilai-nilai baik dan

BAB I PENDAHULUAN. diandalkan. Remaja merupakan generasi penerus yang diharapkan dapat. memiliki kemandirian yang tinggi di dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia menempati peringkat kedua setelah China. Ekonomi Indonesia triwulan III-2015

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga terus berusaha untuk memajukan kualitas pendidikan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. perwujudan kebijaksanan Link and Match. Dalam prosesnya, PSG ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini peran dan fungsi pendidikan sekolah semakin penting dan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini setiap orang berusaha untuk dapat bersekolah. Menurut W. S

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat di era global

BAB I PENDAHULUAN. mensosialisasikannya sejak Juli 2005 (

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN ACTIVE KNOWLEDGE SHARING

BAB I PENDAHULUAN. ditentukan dari proses pembelajaran di sekolah tersebut. Pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di era globalisasi sangat menuntut sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk

BAB I PENGANTAR. mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan menengah kejuruan yaitu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang ingin berhasil dalam hidupnya dan semua orang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. latihan sehingga mereka belajar untuk mengembangkan segala potensi yang

BAB I PENDAHULUAN. karakter kuat, berpandangan luas ke depan untuk meraih cita-cita yang

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan pada jaman ini sangat berkembang di berbagai negara. Sekolah sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ilmunya dalam dunia pendidikan hingga tingkat Perguruan Tinggi. Dalam jenjang

BAB I PENDAHULUAN. membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. Individu mulai mengenal orang lain di lingkungannya selain keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemajuan sebuah organisasi sangat dipengaruhi oleh kualitas sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. Fase usia remaja merupakan saat individu mengalami perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

BAB I PENDAHULUAN. Bagi masyarakat modern saat ini memperoleh pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia diharapkan memiliki kemampuan untuk beradaptasi

BAB I PENDAHULUAN. yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

BAB I PENDAHULUAN. terpenting dalam suatu perkembangan bangsa. Oleh karena itu, perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin

BAB I PENDAHULUAN. berbagai bidang kehidupan, yaitu politik, ekonomi, sosial dan budaya. Perubahan

Rizki Lestari F

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Menurut Soekidjo Notoatmodjo (2003, h. 16), menjelaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal tersebut kemudian diatur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. usia 18 hingga 25 tahun (Santrock, 2010). Pada tahap perkembangan ini, individu

SKRIPSI. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat. Guna Mencapai Gelar Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan Akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. menentukan kemana arah hidup dan cita-cita yang ingin masyarakat capai. memerlukan pendidikan demi kemajuan kehidupannya.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Fisika merupakan salah satu cabang sains yang besar peranannya dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mutu lulusan pendidikan sangat erat kaitannya dengan proses

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi membawa dampak pada terjadinya persaingan di segala bidang

I. PENDAHULUAN. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN METODE NUMBERED HEADS TOGETHER

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas, bidang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. penerus yang akan melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai landasan

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan seluruh mata kuliah yang diwajibkan dan tugas akhir yang biasa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

TA/9830033 BON/FP S1-Psi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan tempat di mana anak dapat memperoleh pendidikan atau proses pembelajaran, yang memilki peran yang amat menentukan bagi perwujudan diri individu dan bagi pembangunan bangsa dan negara. Pemerintah sendiri mencanangkan program wajib belajar sembilan tahun bagi seluruh anak di Indonesia. Di Indonesia tingkat pendidikan dibagi dalam jenjang taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas dan perguruan tinggi. Pada umumnya orang tentunya ingin mengenyam pendidikan setinggi mungkin. Di tingkat pendidikan taman kanak-kanak, sekolah dasar dan sekolah menengah umum, siswa diajarkan materi pelajaran yang bersifat umum, global dan lebih untuk memberikan wawasan dan pengetahuan. Namun pada tingkat yang lebih tinggi seperti sekolah menengah atas dan perguruan tinggi siswa dapat memilih sekolah yang sesuai dengan minat serta bakat yang ada dalam dirinya. Sekolah Menengah Atas terbagi dalam dua jenis sekolah yaitu Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Sekolah Menengah Kejuruan adalah sekolah yang lebih fokus mengajarkan suatu bidang khusus (misalkan: farmasi, teknik, dan akuntansi) serta menerapkan mata pelajaran yang menjadi bidang khusus melalui praktek lapangan, sedangkan Sekolah Menengah Atas 1

TA/9830033 BON/FP S1-Psi 2 (SMA) adalah sekolah yang mengajarkan materi pelajaran secara umum, menyeluruh dan bersifat teori. Siswa SMA pun harus melanjutkan ke perguruang tinggi untuk mendalami suatu bidang khusus dengan memilih jurusan di fakultas. Lain halnya dengan siswa-siswi di sekolah kejuruan, mereka sudah belajar bidang khusus sesuai dengan sekolah kejuruan yang dipilihnya, sehingga setelah lulus mereka dapat langsung bekerja. Terutama di jaman modernisasi saat ini di mana pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam bekerja, siswa yang bersekolah di Sekolah Menengah Kejuruan memiliki nilai lebih dibandingkan dengan siswa SMA, dikarenakan siswa tersebut memiliki keahlian sesuai dengan bidang kejuruan yang diambilnya. Nilai lebih yang dimiliki oleh siswa sekolah kejuruan adalah disiapkan untuk dapat langsung terjun ke dunia kerja begitu selesai sekolah sesuai dengan bidang keahilan yang dimilikinya, baik farmasi, akuntasi maupun teknik. Terdapat banyak Sekolah Menengah Kejuruan di Indonesia yang salah satunya mempelajari bidang Farmasi yaitu Sekolah Menengah Farmasi (SMF). Pendidikan Sekolah Menengah Farmasi (SMF) merupakan pendidikan menengah kejuruan bidang kesehatan yang mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Siswa dituntut untuk tidak sekadar mengetahui dan menghafal materi pelajaran, namun diharapkan bisa juga mengaplikasikan dan mempraktekkannya. Menyikapi tuntutan kurikulum di SMF, maka dibutuhkan proses adaptasi dari siswa baru. Melihat kondisi yang tidak dapat dipungkiri bahwa ketika siswa berada pada tingkat pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMP), materi belajar yang diterima bersifat umum, dan tidak

TA/9830033 BON/FP S1-Psi 3 semua materi tersebut menuntut pemahaman yang mendalam. Dalam proses adaptasi ini, sebagian siswa mungkin akan dengan cepat menyesuaikan cara belajarnya, namun ada juga sebagian siswa yang membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dapat menyesuaikan cara belajarnya sehingga dapat menghambat keberhasilannya dalam belajar. SMF swasta di Indonesia saat ini hanya terdapat 35 sekolah, dan untuk di Jawa Barat itu sendiri terdapat 4 sekolah SMF swasta, 3 diantaranya terdapat di Kota Bandung. Salah satu SMF yang ada, adalah SMF K X di Bandung yang di pilih oleh peneliti menjadi tempat penelitian mengenai learning approach. SMF K `X` ini merupakan sekolah SMF unggulan yang ada di kota Bandung. Lulusan dari sekolah SMF K `X` ini banyak dicari untuk bekerja di apotik, rumah sakit, puskesmas maupun industri yang bergerak di bidang farmasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala sekolahnya, SMFK `X` ini memiliki misi untuk mengembangkan potensi siswa didiknya secara optimal melalui pendidikan dan pengajaran yang bermutu dan memiliki visi untuk menjadi lembaga pendidikan Kristen yang unggul dalam iman, ilmu dan pelayanan. Siswa yang bersekolah di SMF K `X` mendapat pendidikan dan pelajaran yang cukup ketat dari guru-gurunya. Peraturan di SMF K `X` ini juga sangat ketat dibandingkan dengan SMU, siswa dididik untuk bersikap jujur, siswa yang ketahuan mencontek sebanyak tiga kali atau merokok atau tidak naik kelas di kelas II maka siswa tersebut akan di drop-out (dikeluarkan). Siswa kelas I yang tidak naik kelas masih diberikan kesempatan satu kali untuk mengulang, untuk siswa kelas II jika tidak naik kelas

TA/9830033 BON/FP S1-Psi 4 maka akan langsung dikeluarkan, sedangkan untuk siswa kelas III yang tidak lulus ujian diberi kesempatan dua kali untuk mengulang. Dengan adanya sistem drop-out ini, siswa diharapkan mengikuti tuntutan kurikulum SMF K X Bandung yang menuntut siswa untuk belajar dan mengolah materi pelajaran sekolah secara mendalam (deep approach). Kurikulum SMF K X terbagi ke dalam tiga komponen, yaitu: Pertama, komponen Normatif: Agama, PPKn, Bahasa dan Sastra Indonesia, Sejarah Umum dan Sejarah Nasional, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Kedua, komponen Adaptif: Matematika, Ilmu Kimia, Biologi, Fisika, Bahasa Inggris. Ketiga, komponen Produktif: Ilmu Resep, Farmakologi, Farmakognisi, Administrasi Farmasi, Kesehatan Masyarakat, Perundang-undangan Kesehatan, Praktek Kerja Lapangan. Pelajaran yang diajarkan di SMF K `X` ini setara dengan D3 farmasi, hanya untuk D3 lebih unggul dalam penguasaan pelajaran kimia. Sedangkan pembagian waktu belajar untuk mata pelajaran umum (Agama, PPKN, Bahasa dan Sastra Indonesia, Sejarah Umum dan Sejarah Nasional, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Matematika, serta Bahasa Inggris) sebesar 40% dan untuk mata pelajaran khusus (Ilmu Kimia, Biologi, Fisika, Ilmu Resep, Farmakologi, Farmakognisi, Administrasi Farmasi, Kesehatan Masyarakat, Perundang-undangan Kesehatan, serta Praktek Kerja Lapangan) sebesar 60%. Dalam setahun siswa akan menerima hasil laporan belajar (rapot) sebanyak empat kali. Sistem pembelajarannya dibagi dalam enam semester selama tiga tahun. Pelajaran yang paling sulit yaitu di kelas II, siswa yang akan naik ke kelas III harus benar-benar

TA/9830033 BON/FP S1-Psi 5 menguasai pelajaran yang diajarkan dikarenakan di kelas III, siswa akan melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di apotik, rumah sakit, puskesmas dan industri. Siswa yang ingin bersekolah di SMF K `X` harus mengikuti ujian saringan masuk, karena hanya siswa-siswi yang mendapatkan nilai tinggi saja yang dapat bersekolah di SMF K `X`. Pada awal masuk sekolah pun akan ada tes bersama yang diatur oleh Departemen Kesehatan. Sarana SMF K `X` lengkap dan memadai, setiap meja diisi oleh satu siswa serta terdapat laboratorium resep dan kimia juga mesin cetak obat. Berdasarkan hasil wawancara awal yang dilakukan terhadap 20 orang siswa kelas II SMF K X, terdapat berbagai alasan yang mendasari pilihan mereka terhadap SMF K X tersebut. Di antaranya 12 orang (60%) siswa memilih sekolah kejuruan ini karena dapat langsung bekerja setelah lulus sekolah. Sebanyak 6 orang (30%) siswa ingin menjadi apoteker yang handal, karena setelah lulus dari SMF K `X` mereka dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi (S1 atau apabila memungkinkan sampai S3 di bidang Farmasi). Sisanya sebanyak 2 orang (10%) siswa beranggapan bahwa kejuruan Farmasi adalah bidang yang mulia karena menyangkut hidup seseorang dan juga sulit karena dituntut untuk teliti dan bertanggung jawab atas pekerjaannya dan bisa berakibat fatal apabila salah. Menurut hasil survei awal terhadap 20 orang siswa, terdapat 8 orang (40%) siswa yang mempelajari materi pelajaran yang diberikan dengan minat dan rasa ingin tahu yang besar untuk memperoleh pemahaman yang mendalam dari materi yang sedang dipelajari, hal ini terlihat dari usaha mereka juga untuk memahami materi

TA/9830033 BON/FP S1-Psi 6 lebih jelas lagi dengan bertanya kepada guru, meminjam buku diperpustakaan, melakukan uji coba, atau mencari dari berbagai sumber lain untuk memperkaya pemahaman terhadap materi tersebut, yang disertai keinginan yang kuat untuk mendapatkan prestasi yang tinggi dan segera memperoleh pekerjaan agar dapat mengaplikasikan ilmu yang mereka peroleh pada pekerjaan yang nantinya akan mereka kerjakan setelah lulus dari SMF K X tersebut (pendekatan belajar secara deep approach). Sedangkan 12 orang (60%) siswa, belajar hanya mengerti pada saat di kelas tetapi jarang untuk kembali mengulang materi pelajaran yang diberikan untuk lebih dipahami ketika sudah pulang ke rumah, namun demikian mereka juga memiliki motivasi untuk lulus walaupun tidak mementingkan prestasi yang tinggi. Biasanya mereka belajar satu hari sebelum ujian, dengan harapan agar dapat lulus dan naik kelas tanpa harus mengulang walaupun dengan nilai yang pas-pasan. Siswa mempelajari materi lebih cenderung menghafal tanpa pemahaman yang mendalam (pendekatan belajar secara surface approach). Fakta dari ke 12 orang tersebut di atas menimbulkan kesenjangan antara tuntutan kurikulum SMF K X Bandung yaitu mengupayakan agar setiap siswa dapat memperoleh pemahaman yang mendalam tentang materi pelajaran yang diberikan sehingga dapat diaplikasikan ketika mereka terjun ke dalam dunia kerja atau melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi (pendekatan belajar secara deep approach) dengan kenyataan lebih banyaknya siswa yang menggunakan pendekatan belajar

TA/9830033 BON/FP S1-Psi 7 secara surface approach, yang belajar bukan untuk memperoleh pemahaman tentang materi pelajaran, tetapi sekadar agar terhindar dari kegagalan. Jika hal ini terus berlanjut siswa akan kesulitan mendapatkan pekerjaan yang baik karena makin banyaknya persaingan di bidang Farmasi. Setelah masuk ke dalam satu perusahaan mereka harus mampu menunjukkan performa kerja yang baik, jika materi yang telah mereka pelajari semasa sekolah kurang mampu mereka serap dengan baik, mereka akan mengalami kesulitan pada saat mereka bekerja. Pentingnya learning approach dalam pengolahan materi yang diterima oleh siswa ditambah semakin berkembangnya persaingan pekerjaan dalam bidang Farmasi, memunculkan minat peneliti untuk melakukan penelitian mengenai learning approach. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas II SMF K X di Bandung dengan pertimbangan bahwa siswa kelas II diharapkan sudah menggunakan deep approach dalam memahami materi pelajaran yang lebih kompleks dibandingkan dengan materi pelajaran yang diterima mereka di kelas I dan juga persiapan menghadapi kelas III sebagai jenjang terakhir apabila ingin langsung terjun ke pekerjaan. Oleh karena itu jika ditemukan adanya permasalahan di dalam penyesuaian terhadap materi pelajaran yang lebih kompleks dapat dilakukan penanganan jika masih memungkinkan. Dari berbagai uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai learning approach pada siswa kelas II SMFK `X` Bandung.

TA/9830033 BON/FP S1-Psi 8 1.2 Identifikasi Masalah Bandung Jenis learning approach apa yang digunakan oleh siswa kelas II SMF K X di 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai learning approach pada siswa kelas II SMF K X di Bandung. 1.3.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran yang mendalam mengenai learning approach yang digunakan oleh siswa kelas II SMF K X di Bandung dengan melihat pula faktor-faktor penunjang yang turut mempengaruhi learning approach. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoretis (1) Memberikan informasi tambahan mengenai learning approach yang digunakan siswa bagi bidang ilmu psikologi pendidikan. (2) Memberikan masukan bagi peneliti lain yang berminat untuk melakukan penelitian lanjutan mengenai learning approach.

TA/9830033 BON/FP S1-Psi 9 1.4.2 Kegunaan Praktis (1) Memberi informasi khususnya kepada siswa kelas II di SMF K X Bandung, mengenai learning approach yang mereka gunakan. Informasi ini dapat dimanfaatkan dalam rangka pemahaman dan menjelaskan pada siswa kelas II mengenai learning approach yang cocok sehingga dapat menunjang studi dan dapat mengoptimalkan prestasi. (2) Memberi informasi kepada guru BP SMFK `X` Bandung mengenai learning approach yang cenderung digunakan oleh siswa kelas II di SMF K X Bandung. Informasi ini dapat digunakan untuk pengarahan mengenai pendekatan belajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum yang ada. 1.5 Kerangka Pemikiran Setiap siswa di SMF K `X` Bandung akan menerima berbagai macam materi pelajaran baru yang harus mereka pahami. Para siswa dituntut untuk mempelajari materi pelajaran yang diberikan secara mendalam, tidak sekadar mengetahui materi yang diajarkan, namun minimal dapat memahaminya. Cara belajar siswa berbedabeda, tergantung pada bagaimana siswa melakukan pendekatan belajar terhadap materi pelajaran yang diajarkan disekolah (learning approach). Selesai mempelajari materi pelajaran siswa akan melakukan praktek di laboratorium sekolah maupun di lapangan seperti di apotik, rumah sakit, puskesmas dan industri yang bergerak di bidang farmasi.

TA/9830033 BON/FP S1-Psi 10 Learning approach adalah pendekatan yang dominan yang diterapkan seseorang dalam belajar. Terdapat dua jenis learning approach yaitu surface approach dan deep approach (Biggs, 2003). Masing-masing learning approach tersebut terdiri atas dua aspek yaitu motif dan strategi. Surface approach merupakan pendekatan yang terbentuk dari motif ekstrinsik; motif untuk mendapatkan `imbalan`, untuk menghindari konsekuensi yang negatif, seperti tidak naik kelas. Strategi yang digunakan yaitu dengan cara memfokuskan pada topik atau elemen penting, diikuti oleh cara-cara belajar yang minim, seperti sekadar menghafalkan materi pelajaran. Deep approach adalah pendekatan yang terbentuk dari motif instrinsik; motif untuk mencari kepuasan pribadi dengan memenuhi rasa ingin tahu dan minat terhadap materi tertentu. Strategi yang digunakan yaitu dengan memperdalam pemahaman, diskusi, banyak membaca dan merefleksikan pemahaman yang telah diperoleh dalam kehidupan keseharian. Dalam pendekatan deep approach, deep motif berdasarkan pada motivasi intrinsik, lebih jelasnya, yaitu: minat (Hidi 1990; Schiefele 1991). Minat dan rasa ingin tahu yang besar untuk memperoleh pemahaman tentang materi yang sedang dipelajari, motivasi deep atau intrinsik dapat disamakan dengan perasaan membutuhkan pengalaman dalam pemecahan masalah yang secara pribadi dianggap penting di dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan strateginya kemudian mencari makna mencakup usahanya untuk mengerti materi yang dipelajarinya yaitu melalui inter-relasi berbagai ide dan banyak membaca, memanfaatkan tugas yang diberikan secara tepat, mencari analogi, menghubungkan dengan pengetahuan yang

TA/9830033 BON/FP S1-Psi 11 sebelumnya, serta merumuskan apa yang telah dipelajari. Pada deep approach siswa SMF K X di Bandung akan melakukan pemrosesan pengetahuan yang relevan, operasi konseptualisasi secara abstrak, mencerminkan metakognisi terhadap apa yang harus diselesaikan, menggunakan strategi secara optimal untuk menyelesaikan tugas, menikmati proses belajar, menyediakan waktu dan usaha untuk belajar. Dalam pendekatan surface approach, motifnya adalah ekstrinsik, siswa menyelesaikan tugas karena konsekuensi positif dan negatif yang mengikutinya. Siswa bersedia menerima tugas, dan lulus dengan angka yang minimal juga dikarenakan hidup mereka akan lebih tidak menyenangkan jika mereka tidak melakukannya; atau karena mereka berharap hasil tugas baik dengan usaha yang minimal. Belajar di sini melibatkan pemilihan di antara dua fakta, yaitu: belajar dengan sangat keras atau gagal. Surface strategi biasanya diadaptasi berdasarkan rote learning, surface motif berfokus pada topik atau elemen yang tampaknya paling penting; dan mencoba untuk meniru secara tepat. Karena terlalu fokus, siswa tidak mampu melihat hubungan antara elemen; atau artinya mengimplikasikan apa yang telah dipelajari. Kadangkala meniru secara tepat merupakan hal yang penting, sebagai contoh: formula kimia harus ditiru dengan persis baik hal tersebut dimengerti atau tidak. Siswa yang belajar di SMF K X Bandung selain membutuhkan kemampuan untuk menghafal juga membutuhkan kemampuan deep process meliputi higher cognitive level, yaitu suatu proses pengolahan tingkat tinggi pada pemikiran seseorang di mana materi yang telah diterima diolah lebih mendalam sampai

TA/9830033 BON/FP S1-Psi 12 terbentuk suatu pemahaman dan mampu mengaplikasikannya di dalam kehidupan sehari-hari, bukan semata-mata untuk dihafalkan saja. Siswa kelas II SMF K X yang termasuk dalam kelompok remaja madya (15-18 tahun) tahap kognitifnya sudah berada pada fase formal operasional, yang menurut Piaget tentunya sudah dapat berpikir secara abstrak dan dapat menggunakan pendekatan belajar secara deep approach (Kaagan & Cole, dalam L. Steinberg, 1993). Aktifitas yang digunakan adalah mencari analogi, menghubungkan dengan pengetahuan sebelumnya, berteori mengenai apa yang telah dipelajari, mendapatkan keluasan pengetahuan. Mata pelajaran yang diberikan di sekolah SMF K X di Bandung terdiri dari tiga fokus pengajaran. Pertama, mata pelajaran Normatif: Agama, PPKn, Bahasa dan Sastra Indonesia, Sejarah Umum dan Sejarah Nasional, Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (materi pelajarannya sama persis dengan yang diberikan di SMU). Kedua, mata pelajaran Adaptif: Matematika, Ilmu Kimia, Biologi, Fisika, Bahasa Inggris. Pada mata pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris materi yang diberikan sama dengan SMU, sedangkan pada mata pelajaran Fisika dan Biologi pada dasarnya materi yang diberikan sama dengan SMU tetapi lebih difokuskan yang berhubungan dengan kefarmasian. Mata pelajaran Kimia dibagi menjadi dua: Kimia Organik yaitu cara-cara menghitung bobot jenis dari unsur-unsur Kimia dan menentukan jenis asam basa dari unsur-unsur Kimia yang berhubungan dengan obat, dan Kimia An-Organik yaitu mempelajari dan mencari rumus-rumus dari unsur-unsur Kimia. Ketiga, mata pelajaran Produktif (mata pelajaran kejuruan): Ilmu resep yaitu Ilmu yang mempelajari tentang cara menghitung dosis obat, penimbangan,

TA/9830033 BON/FP S1-Psi 13 pembuatan obat, cara membaca cara pakai obat dalam resep, mempelajari bahasa latin, arti dan penulisannya, Farmakologi yaitu Ilmu yang mempelajari cara penggunaan obat, Farmakognisi yaitu Ilmu yang mempelajari asal-usul obat, Administrasi Farmasi yaitu Ilmu yang mempelajari pembukuan terutama tata cara kerja di apotik, Kesehatan Masyarakat yaitu Ilmu yang mempelajari tentang berbagai penyakit yang ada di masyarakat, baik penyebab atau cara penularannya dan cara hidup yang sehat, Perundang-undangan Kesehatan yaitu Ilmu yang mempelajari tentang undang-undang kesehatan yang ada di Indonesia, misal: cara penyimpanan obat di apotik antara: obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras. Pengaturan cara kerja apoteker dan asisten apoteker. Mengatur penggunaan zat tambahan dalam obat yang diperbolehkan. Ilmu Resep. Farmakologi, Farmakognisi, Administrasi Farmasi, Kesehatan Masyarakat, Perundang-undangan Kesehatan, Praktek Kerja Lapangan. Tujuan mata pelajaran Normatif adalah untuk mengarahkan siswa pada pembentukan watak dan sikap etis serta menunjang pencapaian kompetensi pada komponen produktif. Sedangkan tujuan mata pelajaran Adaptif adalah membekali siswa untuk bernalar logis dan dapat menerapkan komponen ini ke dalam komponen produktif secara selaras, bukan semata aspek keilmuannya, sehingga diharapkan dapat digunakan oleh siswa selama proses pembelajaran di lahan praktik maupun setelah lulus. Dengan demikian komponen adaptif perlu ditekankan pada aspek aplikasi bidang farmasi, sehingga nantinya akan lebih berdaya guna. Tujuan mata pelajaran Produktif adalah untuk mengarahkan siswa pada pembekalan ketrampilan dan sikap kerja sesuai dengan kemampuan yang diperlukan oleh dunia kerja.

TA/9830033 BON/FP S1-Psi 14 Dari ketiga kelompok mata pelajaran yang telah diuraikan di atas, siswa yang menggunakan cara belajar deep approach, di dalam dirinya terdapat komitmen pribadi untuk belajar, dengan cara menghubungkan materi pelajaran secara pribadi pada konteks yang berarti baginya atau pengetahuan yang telah ada sebelumnya. Sedangkan siswa yang menggunakan cara belajar surface approach, hanya akan menyediakan waktu seminimal mungkin dan usaha yang tidak konsisten untuk memberikan segala sesuatu yang diperlukan, karena motivasinya adalah menghasilkan hal-hal yang sederhana. Terdapat dua faktor yang mempengaruhi jenis learning approach yang akan digunakan oleh siswa, yaitu personal dan experiential background factors. Faktor pertama dari personal factors adalah conception of learning, yaitu bagaimana siswa kelas II SMF K `X` bandung memaknakan belajar bagi dirinya dan akan mempengauhi bagaimana siswa menyelesaikan tugasnya. Terdapat enam conception of learning, yaitu increasing one`s knowledge (kuantitatif, informasi, dan mengumpulkan), memorizing and reproducing (mengambil dan menyimpan materi yang dipelajari), applying (menerapkan kembali apa yang telah dipelajarri dan disimpan), understanding (memahami komponen materi yang dipelajari dan mampu menggabungkan ide atau kejadian dimasa lalu atau di masa depan), seeing something in different way ( belajar melihat sesuatu dari berbagai perspektif sehingga mengubah cara pemikirannya), dan changing as a person (diri sebagai pribadi sudah berubah) (Malton,1981).

TA/9830033 BON/FP S1-Psi 15 Siswa yang memiliki conception of learning yaitu increasing one`s knowledge, memorizing and reproducing, dan applying, cenderung menerapkan surface approach, yaitu berpegang pada konsepsi belajar yang didasarkan seberapa banyak materi yang dihafalkan (kuantitatif). Untuk siswa yang memiliki cenception of learning yang lainnya yaitu understanding, seeing something in different way, dan changing as a person cenderung menerpkan deep approach, yaitu berpegang pada konsepsi yang berdasarkan seberapa dalam siswa tersebut memahami materi (kualitatif). Hal ini dikarenakan perhatianya tertuju pada struktur, bukan hanya pada elemen tertentu seperti yang dilakukan siswa dengan surface approach (Van Rossum dan Schenk, 1984 dalam Biggs, 1993). Faktor kedua adalah abilities atau kemampuan intelektual yang dimiliki siswa kelas II SMF K `X` Bandung. Siswa dengan tingkat intelegensi yang lebih rendah cenderung menggunakan surface approach (Biggs, 1987a). Deep approach biasa digunakan oleh siswa yang memiliki inteligensi tinggi atau cemerlang, namun pendekatan ini dapat digunakan oleh semua tingkatan, kecuali tingkat inteligensi yang paling rendah. Faktor ketiga adalah locus of control, yaitu pusat di mana orang meletakkan tanggung jawab untuk meraih kesuksesan atau menghindari kegagalan, yang berasal dari dalam diri (internal) atau luar dirinya (eksternal) (Rotters, 1954). Siswa dengan locus of control internal akan bertanggung jawab atas dirinya sendiri untuk bekerja meraih kesuksesan, memiliki motif intrinsik; yang mengarahkannya pada penggunaan deep approach. Sedangkan siswa dengan locus of control eksternal, percaya bahwa

TA/9830033 BON/FP S1-Psi 16 terdapat orang lain atau kekuatan yang berasal dari luar diri dalam meraih kesuksesan dan mengatur hidup mereka, memiliki motif ekstrinsik; yang mengarahkannya pada penggunaan surface approach. Faktor experiential background terdiri atas parental education dan experiences in learning institution. Pendidikan orang tua memberikan pengaruh pada pemilihan pendekatan belajar siswa. Siswa yang menerapkan deep approach diasosiasikan dengan tingkat pendidikan orang tua yang lebih tinggi daripada orang tua dari siswa yang menerapkan surface appoach (Biggs, 1987a). Terdapat pula anggapan bahwa siswa yang memiliki orang tua dengan latar pendidikan yang tinggi, akan memiliki tuntutan akademik yang tinggi pula terhadap anaknya, serta menganggap bahwa pendidikan adalah suatu hal yang penting (Biggs, 1987 dalam Biggs 1993). Faktor terakhir adalah experiences in learning institution, dalam faktor ini tercakup pandangan tentangp suasana kelas, penghayatan tentang kualitas sekolah, perasaan senang mengikuti pelajaran di sekolah, pandangan tentang teman dan kecocokan dengan guru. Suasana kelas yang nyaman bisa membangkitkan motivasi siswa untuk belajar. Demikian pula pandangan siswa terhadap kualitas sekolah. Jika siswa memandang sekolahnya berkualitas baik disertai perasaan senang bersekolah, maka ia akan memilih deep approach (Watkins dan Hattie, 1990 dalam Biggs, 1993). Namun sekolah juga bisa dipandang sebagai institusi yang hanya peduli pada kemampuan literacy dan numeracy, bukan dipandang sebagai tempat untuk menemukan pengetahuan baru dan mengembangkan kemampuan inquiry (Campbell, 1980 dalam Biggs, 1993). Siswa yang berpandangan demikian cenderung akan

TA/9830033 BON/FP S1-Psi 17 memilih surface approach. Sistem pendidikan di sekolah pun turut mempengaruhi pandangan siswa tentang sekolah tersebut. Sistem pendidikan yang memiliki kurikulum yang terlalu padat serta tuntutan setiap mata pelajaran yang sekadar pada pengetahuan dan pemahaman, akan menghasilkan pandangan yang cenderung negatif tentang sekolah dan akan mengarahkan siswa untuk menggunakan surface approach. Sedangkan sistem pendidikan dengan kurikulum yang proposional dan disertai tuntutan setiap pelajaran yang sampai pada tingkat sasaran penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi, yang dianggap akan lebih relevan dengan tuntutan dunia kerja, akan menghasilkan pandangan yang cenderung positif tentang sekolah dan akan mengarahkan siswa untuk menggunakan surface approach. Pandangan tentang teman juga bisa mempengaruhi seseorang dalam memilih learning approach, terutama jika berada di masa remaja akhir seperti yang dialami oleh siswa pada umumnya. Pada masa ini remaja mulai membentuk peer-group dengan temannya, peer relationship ini memegang peranan penting karena teman memiliki pengaruh yang lebih luas di bandingkan dengan orang tua. Peer relationship bisa berfungsi sebagai wadah untuk belajar peraturan-peraturan dan standar sosial yang terkait dengan prestasi akademik siswa di samping peran orang tua (Santrock, 1998). Siswa yang bergaul dengan teman yang berprestasi baik dan bersungguhsungguh dalam belajar, akan memotivasinya untuk berusaha belajar dengan baik, memahami materi perkuliahan yang diberikan oleh guru (Natriello & Mc Dill, 1986 dalam Steinberg, 2002). Pandangan siswa yang positif terhadap teman yang berprestasi dapat memicu penggunaan deep approach dengan melakukan strategi

TA/9830033 BON/FP S1-Psi 18 berdiskusi atau bertanya jawab mengenai topik-topik yang perhatian, demikian pula sebaliknya. Pandangan tentang guru turut mempengaruhi jenis learning approach yang digunakan oleh siswa. Selain sebagai mediator, guru juga berfungsi sebagai fasilitator, yang membantu dan memudahkan siswa dalam proses pengembangan dan perwujudan diri, misalnya dengan memberikan tugas-tugas yang bisa menimbulkan motif siswa untuk membaca dan mempelajari suatu materi secara lebih luas dan mendalam. Hal ini mendorong upaya siswa untuk lebih banyak membaca dan mendiskusikannya materi pelajaran yang diberikan oleh guru di sekolah, baik secara berkelompok, dengan senior, maupun dengan guru pengajar yang bersangkutan. Penerapan motif dan strategi ini membentuk deep approach (Biggs & Telfer, 1987). Namun terkadang dengan banyaknya tugas yang diberikan oleh guru yang tidak diikuti oleh pembahasan tugas dan cara mengajar yang menarik, membuat siswa menyelesaikan tugasnya tanpa menggali lebih dalam permasalahan yang menjadi persoalan dalam tugas tersebut dan memunculkan pandangan yang negatif terhadap guru. Siswa tersebut menyelesaikan tugas dengan motif untuk menghindari hukuman berupa nilai jelek atau tidak naik kelas, dengan menjawab persoalan tapi kualitas jawabannya tidak sebaik yang diharapkan guru. Siswa yang memiliki motif dan strategi demikian, menerapkan surface approach dalam studinya. Dalam belajar siswa dapat memilih lebih dari satu learning approach, jadi tidak terbatas pada satu jenis saja. Pendekatan deep dan surface tidak dapat dilakukan secara bersamaan, contoh ketika siswa mempelajari mengenai urutan unsur kimia

TA/9830033 BON/FP S1-Psi 19 tentunya siswa akan mempelajarinya secara surface approach dikarenakan urutan unsur kimia sudah merupakan urutan baku lain halnya ketika mempelajari mengenai rumus kimia siswa bukan hanya sekedar menghafal saja namun juga harus mengetahui secara mendalam komposisi dan rangkaian dari rumus tersebut. Berdasarkan uraian diatas, maka skema kerangka pikir penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Personal Factor Conception of learning Abilities Locus of control Deep Approach - motive - strategy materi Siswa kelas II SMFK Learning pelajaran X Bandung Approach Experiential Background Factors Parental education Experience in learning institution Surface Approach - motive - strategy Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran

TA/9830033 BON/FP S1-Psi 20 1.6 ASUMSI Siswa kelas II SMF K X Bandung berada pada tahap remaja madya, di mana kemampuan kognitifnya sudah berada pada fase formal operational, sehingga memungkinkan siswa belajar dengan menggunakan deep approach. Siswa kelas II di SMF K X Bandung, memiliki Learning Approach yang berbeda-beda, yang ditentukan oleh motif dan strategi mereka dalam belajar. Siswa kelas II SMF K X Bandung mempunyai motif dan strategi yang berbeda-beda dalam belajar, dipengaruhi oleh personal factor (conception of learning, abilities dan locus of control) dan experiential background factor (parental education dan experiential in learning institution) sehingga akan membedakan learning approach yang digunakan, antara deep approach dan surface approach. Siswa kelas II SMF K X Bandung dengan surface approach memiliki motif ekstrinsik dan strategi belajar yang memfokuskan pada topik atau elemen penting, sedangkan siswa dengan deep approach memiliki motif intrinsik dan strategi belajar untuk memperdalam dan memahami pelajaran yang diterima.