V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil pemodelan fisik menunjukkan bahwa konfigurasi elektroda yang sensitif

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. memiliki kerentanan longsor yang cukup besar. Meningkatnya intensitas hujan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Interpretasi Bawah Permukaan. (Aditya Yoga Purnama) 99. Oleh: Aditya Yoga Purnama 1*), Denny Darmawan 1, Nugroho Budi Wibowo 2 1

METODE EKSPERIMEN Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Bencana geologi merupakan bencana yang terjadi secara alamiah akibat

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

III. METODE PENELITIAN

GERAKAN TANAH DI KAMPUNG BOJONGSARI, DESA SEDAPAINGAN, KECAMATAN PANAWANGAN, KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT

IDENTIFIKASI ZONA SESAR OPAK DI DAERAH BANTUL YOGYAKARTA MENGGUNAKAN METODE SEISMIK REFRAKSI

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

Pengaruh Kadar Air Tanah Lempung Terhadap Nilai Resistivitas/Tahanan Jenis pada Model Fisik dengan Metode ERT (Electrical Resistivity Tomography)

Identifikasi Keretakan Beton Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Timotius 1*), Yoga Satria Putra 1), Boni P. Lapanporo 1)

APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS 2 DIMENSI UNTUK MENENTUKAN PERSEBARAN AIR TANAH DI DESA GUNUNGJATI KECAMATAN JABUNG KABUPATEN MALANG

APLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI POLE-POLE UNTUK MENENTUKAN SEBARAN DAN KEDALAMAN BATUAN SEDIMEN DI DESA WONOSARI KECAMATAN NGALIYAN SEMARANG

BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS

Rustan Efendi 1, Hartito Panggoe 1, Sandra 1 1 Program Studi Fisika Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Tadulako, Palu, Indonesia

Bab IV Akuisisi, Pengolahan dan Interpretasi Data

BAB III METODE PENELITIAN

PROFIL RESISTIVITAS 2D PADA GUA BAWAH TANAH DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER-SCHLUMBERGER (STUDI KASUS GUA DAGO PAKAR, BANDUNG)

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 2 (2015), Hal ISSN :

senyawa alkali, pembasmi hama, industri kaca, bata silica, bahan tahan api dan penjernihan air. Berdasarkan cara terbentuknya batuan dapat dibedakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 5 Mei 2015, mulai dari pukul

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 2, Nomor 2, Juni 2010, Halaman ISSN:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 LATAR BELAKANG MASALAH

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai April 2012,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. Pendahuluan Tanah longsor merupakan sebuah bencana alam, yaitu bergeraknya sebuah massa tanah dan/atau batuan menuruni lereng akibat adanya gaya

PENGARUH MUKA AIR TANAH TERHADAP KESTABILAN JEMBATAN MENGGUNAKAN METODE ELECTRICAL RESISTIVITY TOMOGRAPHY KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE

GERAKAN TANAH DI KABUPATEN KARANGANYAR

Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Barat, Jalan Jhoni Anwar No. 85 Lapai, Padang 25142, Telp : (0751)

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu lempeng Indo-Australia di bagian Selatan, lempeng Eurasia di bagian

Jurnal Einstein 3 (2) (2015): Jurnal Einstein. Available online

IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR DI TEMPAT WISATA BANTIR SUMOWONO SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA LONGSOR

APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE UNTUK IDENTIVIKASI POTENSI SEBARAN GALENA (PBS) DAERAH-X, KABUPATEN WONOGIRI

PENERAPAN FORWARD MODELING 2D UNTUK IDENTIFIKASI MODEL ANOMALI BAWAH PERMUKAAN

PENETROMETER TEST (DCPT) DI JALAN ARTERI

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

BAB III METODE PENELITIAN. geolistrik dengan konfigurasi elektroda Schlumberger. Pada konfigurasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Data geolistrik dan GPS (akusisi data oleh Pusat Survei Geologi)

Identifikasi Bidang Patahan Sesar Lembang dengan Metode Electrical Resistivity Tomography untuk Mitigasi Bencana Gempa Bumi dan Longsor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau menurunnya kekuatan geser suatu massa tanah. Dengan kata lain, kekuatan

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Pasirmunjul, Kabupaten Purwakarta, masuk ke dalam zona

BAB I PENDAHULUAN. makhluk hidup di muka bumi. Makhluk hidup khususnya manusia melakukan

BAB III METODE PENELITIAN

Kata Kunci : Metode Geolistrik, Konfigurasi Dipole - Dipole, Res2Dinv, Bidang Gelincir. I.Pendahuluan. II.Teori

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH

IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR DENGAN METODE TAHANAN JENIS KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE DAERAH BAMBANKEREP NGALIYAN SEMARANG

PENENTUAN SEBARAN DAN KANDUNGAN UNSUR KIMIA KONTAMINASI LIMBAH CAIR BAWAH PERMUKAAN DI TPA CAHAYA KENCANA, KABUPATEN BANJAR

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 7 (2011) 33-37

PENDUGAAN BIDANG GELINCIR TANAH LONGSOR BERDASARKAN SIFAT KELISTRIKAN BUMI DENGAN APLIKASI GEOLISTRIK METODE TAHANAN JENIS

BAB 4 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

APLIKASI METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI SCHLUMBERGER UNTUK IDENTIFIKASI AKUIFER DI KECAMATAN PLUPUH, KABUPATEN SRAGEN

FOTON, Jurnal Fisika dan Pembelajarannya Volume 18, Nomor 2, Agustus 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah

INVESTIGASI BAWAH PERMUKAAN DAERAH RAWAN GERAKAN TANAH JALUR LINTAS BENGKULU-CURUP KEPAHIYANG. HENNY JOHAN, S.Si

PRISMA FISIKA, Vol. III, No. 2 (2015), Hal ISSN :

Prosiding Seminar Nasional XII Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2017 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

POSITRON, Vol. VI, No. 2 (2016), Hal ISSN :

Jurnal Fisika Unand Vol. 2, No. 2, April 2013 ISSN

PETUNJUK PRAKTIS PEMELIHARAAN RUTIN JALAN

Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Penelitian

NILAI RESISTIVITAS DENGAN VARIASI JARAK DI TEMPAT PEMROSESAN AKHIR SAMPAH GUNUNG KUPANG BANJARBARU

Jurnal Einstein 2 (3) (2014): Jurnal Einstein. Available online

PRISMA FISIKA, Vol. IV, No. 01 (2016), Hal ISSN :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3.1 Alur Penelitian Pada bagian ini akan dipaparkan langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian.

PENGUKURAN TAHANAN JENIS (RESISTIVITY) UNTUK PEMETAAN POTENSI AIR TANAH DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PRAYA. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah telah mencatat bahwa Indonesia mengalami serangkaian bencana

METODE GEOLISTRIK UNTUK MENGETAHUI POTENSI AIRTANAH DI DAERAH BEJI KABUPATEN PASURUAN - JAWA TIMUR

STUDI BIDANG GELINCIR SEBAGAI LANGKAH AWAL MITIGASI BENCANA LONGSOR

BAB III METODA PENELITIAN. Bab ini akan menjelaskan bebarapa tahapan yang dilakukan untuk

SISTEM DRAINASE PERMUKAAN

Bab V Korelasi Hasil-Hasil Penelitian Geolistrik Tahanan Jenis dengan Data Pendukung

IDENTIFIKASI BIDANG GELINCIR ZONA RAWAN LONGSOR MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE DI PAYUNG KOTA BATU

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia terletak di daerah tropis merupakan negara yang mempunyai ketersediaan air yang cukup.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Identifikasi Sistem Panas Bumi Di Desa Masaingi Dengan Menggunakan Metode Geolistrik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan dengan pengambilan data secara langsung (primer)

KEASLIAN PENELITIAN...

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

ANALISIS DATA GEOLISTRIK UNTUK IDENTIFIKASI PENYEBARAN AKUIFER DAERAH ABEPURA, JAYAPURA

, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10

Analisis Aliran Rembesan (Seepage) Menggunakan Pemodelan 3D Metode Resistivitas Konfigurasi Wenner

Optimalisasi Desain Parameter Lapangan Untuk Data Resistivitas Pseudo 3D

INVESTIGASI LAPISAN BEDROCK DENGAN MENGGUNAKAN METODA GEOLISTRIK (Studi Kasus: Gedung Olah Raga Universitas Hasanuddin)

BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA

Kata Kunci : Resistivitas, geolistrik, perbandingan, suseptibilitas magnetik, geomagnet. I. Pendahuluan. II. Kajian Pustaka

KAJIAN GERAKAN TANAH DENGAN METODE ELECTRICAL RESISTIVITY TOMOGRAPHY DI JALAN KERETA API KM 12 TUNTANG-KEDUNGJATI JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

IDENTIFIKASI STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN JALUR SESAR DI DUSUN PATEN DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Muhammad Kadri and Eko Banjarnahor Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Negeri Medan ABSTRAK. Kata Kunci: metode resistivitas, XRD, dan batu kapur.

Identifikasi Jalur Patahan Dengan Metode Geolistrik Hambatan Jenis Di Wilayah Palu Barat

Transkripsi:

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian Hasil pemodelan fisik menunjukkan bahwa konfigurasi elektroda yang sensitif terhadap perubahan tahanan jenis batuan untuk model longsoran adalah konfigurasi Dipole-dipole dan Wenner. Sehingga untuk selanjutnya digunakan konfigurasi ini. Hasil penelitian pengolahan data pengukuran di lintasan-lintasan diperoleh menggunakan software Res2Dinv ver 3,53g adalah informasi tahanan jenis sebenarnya secara lateral dan vertikal, dan software surfer dapat memberikan gambaran secara spasial letak potensi bencana. B. Pembahasan Interpetasi lapisan tanah longsor didaerah penelitian dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Secara Kualitatif menjelaskan hasil sesuai dengan geologi dan secara kuantitatif menjelaskan dari permodelan res2dinv dan surfer dengan geologi. Agar mempunyai pedoman atau acuan yang kuat di dalam melakukan interpretasi data hasil pengukuran geolistrik di desa Hatta-Bakauheni-Lampung Selatan, diperlukan data batuan desa Hatta. Data batuan tersebut diperoleh dengan melakukan pengukuran tahanan jenis batuan secara langsung pada badan jalan

yang terkena amblesan dan longsoran di jalan lintas Sumatera di kilometer 79/80 KM desa Hatta atau di tepi jalan yang dindingnya dapat dikenali susunan batuannya. Pengukuran ini dilakukan pada lokasi yang batuannya cukup representatif, baik jenis batuan maupun ketebalannya. Hasil pemodelan 2D Data hasil pengukuran kemudian diolah menggunakan Software Res2DInv A. Bakauheni I ini terdiri dari 2 lintasan,yaitu : lintasan 1 dan 2 dengan menggunakan konfigurasi Dipole-Dipole. Pengukurannya dilakukan pada bulan Oktober 2010 dilokasi tempat terjadinya amblesan tanah di KM 79/80. Gambar 20. Model 2D Tahanan jenis pada lintasan 1 37

Gambar 21. Model 2D Tahanan jenis pada lintasan 2 a. Lintasan 1 Dari hasil pengolahan data di atas, bidang perlapisan bawah permukaan dapat dibedakan 3 lapisan. Perlapisan bawah permukaan terdiri dari 3 lapisan (L-1, L-2 dan L-3). Pada gambar di bawah ini merupakan hasil penafsiran untuk lintasan 1. Gambar 22. Bidang Perlapisan pada Lintasan 1 berdasarkan nilai Tahanan jenis 38

Gambar 23. Penampang Geologi hasil interpretasi Tahanan jenis Lintasan 1 memiliki kisaran tahanan jenis antara 7,37Ω sampai 1423 Ω. Lapisan 1 (L-1) pada gambar di atas merupakan lapisan penutup jalan yang padat dengan nilai tahanan jenis antara 70,3 Ω sampai 316 Ω. Lapisan ini diperkirakan terdiri dari material pengerasan jalan yang terdiri dari aspal, batu dan pasir yang sudah dipadatkan. Lapisan 2 (L-2) merupakan zona konduktif sebagai pembawa air dengan nilai tahanan jenis rendah antara 7,37 Ω sampai 33,2 Ω. Lapisan ini diperkirakan terdiri dari pasir, batu pasir, dan batupasir tufan. Lapisan bawah (L-3) merupakan batuan dasar yang lebih keras, yang dapat merupakan tuf padu atau andesit. Pada lintasan 1 yang merupakan Zona konduktif dengan tahanan jenis rendah (7,37 Ω sampai 316 Ω ) yang membentang sepanjang jalan, lapisan ini berada pada kedalaman mulai dari 19,7 sampai 37,4 dibawah permukaan. Zona ini sebagai batuan yang potensial sebagai zona sliding (longsor) dan amblesan. Zona konduktif ini dapat dengan mudah dialiri air. Ketika zona konduktif ini tidak ada saluran atau gorang-gorong, maka air akan menggerus kelapisan konduktif ini, sehingga mengakibatkan terjadinya lubang yang dapat membesar. 39

Penyebab terjadinya amblesan dan longsor di lintasan 1 adalah karena goronggorong yang ada dilapisan 2 mengalami kerusakan, faktor hujan juga menjadi salah satu penyebab terjadinya amblesan dan longsoran, Sehingga air yang mengalir dari lembah yang digenangi air terus mengikis bagian bawah badan jalan karena saluran air tersumbat. Tanah yang terus bergerak ke bawah yang menyebabkan penyusutan material di atas permukaan jalan, akibatnya terjadi amblesan, bentuk amblesan memanjang mencapai dua puluh meter, namun yang menjorok ke badan jalan sepanjang dua meter, sehingga menyisakan separuh badan jalan karena retakan terus melebar sampai tengah. b. Lintasan 2 Dari hasil pengolahan data di atas, bidang perlapisan bawah permukaan dapat dibedakan 3 lapisan, Perlapisan bawah permukaan terdiri dari 3 lapisan (L-1, L-2 dan L-3). Pada gambar dibawah ini merupakan hasil penafsiran untuk lintasan 2. Gambar 24. Bidang Perlapisan pada Lintasan 2 berdasarkan nilai Tahanan jenis 40

Gambar 25. Penampang Geologi hasil interpretasi Tahanan jenis Lintasan 2 memiliki kisaran tahanan jenis 3,39Ω sampai 1450Ω. Satuan batuan yang terdapat pada lintasan Bakauheni 1 line 2 ini adalah satuan batu lempung, pasir, tufan dan andesit. Lempung bersifat menghantarkan arus yang baik karena nilai resistivitasnya kecil. Lapisan 1 (L-1) pada gambar di atas merupakan lapisan penutup jalan yang padat dengan nilai tahanan jenis antara 45,5 Ω sampai 650 Ω. Lapisan ini diperkirakan terdiri dari material pengerasan jalan yang terdiri dari aspal, batu dan pasir yang sudah dipadatkan. Lapisan 2 (L-2) merupakan zona konduktif sebagai pembawa air dengan nilai tahanan jenis rendah antara 3,39 sampai 610 Ω. Lapisan ini diperkirakan terdiri dari pasir, batupasir, dan batupasir tufan. 41

Lapisan bawah (L-3) merupakan batuan dasar yang lebih keras, yang dapat merupakan tuf padu atau andesit. Zona konduktif dengan tahanan jenis rendah (3,39 s.d 45,5 Ω ) yang membentang sepanjang jalan pada kedalaman 13,1 sampai 32,3 di bawah permukaan. Zona ini sebagai batuan yang potensial sebagai zona sliding (longsor) dan amblesan. Berdasarkan pada data geologi, batu pasir yang terdapat pada lokasi ini adalah batu pasir tufan, dan batu lempung yang terdapat pada lokasi ini adalah batu lempung tufan. Pada awalnya Lintasan 2 memang sangat rawan ambles, karena sebagian besar samping kiri dan kanan merupakan tebing-tebing curam yang selalu terkikis saat hujan turun. Penimbunan pada lintasan 2, jalan lintas Sumatera (jalinsum) Km 79 Dusun Panegolan, Desa Hatta, Kecamatan Bakauheni, Lampung Selatan tidak bertahan lama. Akibat hujan bekas longsor yang sudah ditimbun, terus mengalami penyusutan atau ambles. Semakin banyak air di sisi kanan, maka semakin kuat dorongannya dan kemungkinan penyusutan hasil timbunan makin banyak membuat badan jalan kembali bergelombang, karena tanah terus bergerak ke bawah mengakibatkan jalan menjadi longsor, akhirnya turun dan bergelombang. B. Bakauheni II terdiri dari 3 lintasan, yaitu: Lintasan 3, 4, dan 5. Pengukuran dilakukan pada Oktober 2011 yang berlokasi kira-kira 10 Km dari Lokasi Bakauheni I, tepatnya di depan Kecamatan Bakauheni. Konfigurasi yang digunakan adalah konfigurasi Wenner. 42

Gambar 25. Model 2D Tahanan jenis pada lintasan 3 Gambar 26. Model 2D Tahanan jenis pada lintasan 4 43

Gambar 27. Model 2D Tahanan jenis pada lintasan 5 a. Lintasan 3 Bakauheni II Lintasan 3 merupakan lintasan yang berjarak 10 KM dari Lokasi Pertama, tepatnya di dekat Kantor Camat Bakauheni. Lintasan 3 menggunakan konfigurasi Wenner. Secara detail, pada Lintasan 3 terdiri dari L1 dan L2. Gambar 28. Bidang Perlapisan pada Lintasan 3 berdasarkan nilai Tahanan jenis 44

Gambar 29. Penampang Geologi hasil interpretasi Tahanan jenis lintasan 3 Lintasan 3 memilki kisaran tahanan jenis 4,40 Ω sampai 3730 Ω Secara umum, perlapisan bawah permukaan di daerah ini terdiri dari tanah perkerasan badan jalan (L-1) dengan satuan batuan yang terdapat di lapisan paling atas didominasi oleh satuan batuan Tufan dengan tahanan jenis 207 Ω Ω dan satuan batuan andesit dari 1425 Ω sampai 1424 sampai 3730 Ω, karena nilai resitivitasnya paling besar di atas 1000 Ω. Sedangkan (L-2) di lapisan paling bawah merupakan lapisan konduktif dengan satuan batu pasir dan pasir tufan atau bahkan pasir lepas yang belum menjadi batu dengan tahanan jenis 4,40 Ω 23,8 sampai 28,8 sampai 79,1 Ω, berada pada kedalaman. Pada lintasan 3, L2 merupakn Zona- konduktif, yaitu zona yang dapat menyerap air jika hujan. Jika airnya mengisi penuh pori-pori batu pasir ini, maka lapisan ini dapat menjadi media sliding. Selain itu batuan jenis ini mudah terbawa air, sehingga bagian lapisan yang ditinggalkannya membentuk rongga-rongga besar yang sewaktu-waktu dapat ambles. 45

Pada lintasan 3 ini jika terjadi hujan tanah akan terus bergerak ke bawah, sehingga akan mengakibatkan penyusutan pada material di atas permukaan. Pada lintasan 3 juga terdapat banyak lembah yang digenangi air, akan tetapi bahu jalan kanankirinya cukup kuat untuk menahan tanah. b. Lintasan 4 Bakauheni 2 Lintasan 4 merupakan lintasan yang berjarak 10 KM dari Lokasi Pertama, tepatnya di dekat Kantor Camat Bakauheni. Lintasan 4 menggunakan konfigurasi Wenner. Secara detail, pada Lintasan 3 terdiri dari L1 dan L2. Gambar 30. Bidang perlapisan pada Lintasan 4 berdasarkan tahanan jenis 46

Gambar 31. Penampang Geologi hasil interpretasi Tahanan jenis Bakauheni II lintasan 4 memiliki kisaran tahanan jenis 32,7 Ω sampai 3725 Ω. L1 memberikan gambaran adanya lapisan tanah longsor ditunjukkan dengan tahanan jenis 32,7 Ω sampai 14,9 sampai 127 Ω. Lapisan ini berada pada kedalaman 1,50, satuan batuan pada lapisan ini adalah satuan batupasir, batuan jenis ini mudah terbawa air, Zona-zona konduktif ini dapat menyerap air saat hujan. Jika airnya mengisi penuh pori-pori batu pasir ini, maka lapisan ini dapat menjadi media sliding. sehingga bagian lapisan yang ditinggalkannya membentuk rongga-rongga besar yang sewaktu-waktu dapat ambles. L2 Lintasan 4 ini dengan nilai tahanan jenis sangat besar yang didominasi oleh satuan batuan batu tufan dan andesit yang terdapat pada lapisan paling bawah, dengan nilai resistivitasnya, yaitu diatas 1000 Ω. Pada lintasan 4 sudah dilakukan pengerukan pada tanah yang mengalami amblesan, dan pengeringan tanah timbunannya. Jika tanahnya kering, tanah akan padat dan penyusutan material tanah untuk menimbun bisa diminimalkan. 47

c. Lintasan 5 Bakauheni II Lintasan 5 merupakan lintasan yang berjarak 10 KM dari Lokasi Pertama, tepatnya di dekat Kantor Camat Bakauheni. Lintasan 5 menggunakan konfigurasi Wenner. Secara detail, pada Lintasan 3 terdiri dari L1, L2 dan L3. Gambar 32. Bidang Perlapisan pada Lintasan 5 berdasarkan nilai Tahanan jenis Gambar 33. Penampang Geologi hasil interpretasi Tahanan jenis 48

Bakauheni II lintasan 5 memiliki kisaran tahanan jenis 39,2 Ω sampai 3744 Ω, lapisan pada lintasan 5 ini satuan batuan terlihat merata, L1 lapisan atas permukaan lintasan, yaitu satuan batupasir dengan nilai tahanan jenis 39,2 Ω sampai 300 Ω. L1 menunjukkan zona-zona konduktif yang ketebalannya lebih tebal dari pada lintasan 4. Lapisan ini terdiri dari batuan pasir, dan pasir tufan atau bahkan pasir lepas yang belum menjadi batu. Zona-zona konduktif ini dapat menyerap air jika hujan tiba. Jika airnya mengisi penuh pori-pori batupasir ini, maka lapisan ini dapat menjadi media sliding. Selain itu batuan jenis ini mudah terbawa air, sehingga bagian lapisan yang ditinggalkannya membentuk ronggarongga besar yang sewaktu-waktu dapat ambles. L2 satuan batu tufan dengan nilai resistivitas 531 Ω satuan batuan batu andesit dengan resistivitas 1953 Ω sampai 1952 Ω dan L3 sampai 3744 Ω. Pada lintasan 5 perbaikan jalan sudah telihat baik. Sudah dilakukan pengerukan dan gorong-gorong yang tersumbat telah diganti, pemasangan gorong-gorong itu membuat air yang menggenang dapat mengalir dengan lancar yang selama ini menyebabkan ambles, karena sirkulasi air tidak lancar. Setelah dilakukan pengerukan dan penimbunan, serta tanah sudah kering dan tidak basah lagi, maka dilakukan pengaspalan, lintasan 5 menjadi kuat karena diberikan penyangga pada sisi kanan dan kirinya. 49

Gambar 34. Lapisan konduktif yang tebal di sekitar amblesan KM 79/80 Bakauheni Ketebalan lapisan konduktif relatif tebal, antara 2-7 m, seperti terlihat pada Gambar 35. Gambar 35 ini merupakan bidang perlapisan bawah permukaan di sekitar amblesan yang terjadi pada Februari 2010, yaitu pada KM 79/80 jalan Bakauheni. Penampang tahanan jenisnya ditunjukkan pada model 2D pada Lintasan 1 dan 2. 50

Perlapisan bawah permukaan di tempat longsoran, dekat Kantor Camat Bakauheni menunjukkan zona-zona konduktif yang relatif dari tebal di Lintasan 3 dan semakin menipis pada Lintasan 4 & 5. Lapisan ini terdiri dari batuan pasir, dan pasir tufan atau bahkan pasir lepas yang belum menjadi batu. Zona-zona konduktif ini dapat menyerap air saat hujan. Jika airnya mengisi penuh pori-pori batu pasir ini, maka lapisan ini dapat menjadi media sliding. Selain itu batuan jenis ini mudah terbawa air, sehingga bagian lapisan yang ditinggalkannya membentuk rongga-rongga besar yang sewaktu-waktu dapat ambles. 51