TINJAUAN PUSTAKA. utama (primer) dan akar lateral (sekunder). Dari akar lateral keluar serabut-serabut

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

Hama penghisap daun Aphis craccivora

KEMENTERIAN PERTANIAN ISBN :

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

Identifikasi dan Klasifikasi Hama Aphid (Kutu Daun) pada tanaman Kentang

Hama Kedelai dan Kacang Hijau

Lampiran 1. Gambar Bagan Lahan Penelitian

MENGENAL ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) BAWANG MERAH DAN MUSUH ALAMINYA PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Cabai (Capsicum sp ) merupakan tanaman semusim, dan salah satu jenis

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp.

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Thrips termasuk ke dalam ordo Thysanoptera yang memiliki ciri khusus, yaitu

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

HASIL DAN PEMBAHASAN Budidaya Cabai Keriting Hibrida TM 999 secara Konvensional dan PHT

TINJAUAN PUSTAKA. Lalat buah dengan nama ilmiah Bractrocera spp. tergolong dalam ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman mentimun ( Cucumis sativus L.) (Cahyono, 2006) dalam tata nama tumbuhan, diklasifikasikan kedalam :

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.)

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN. Eli Korlina PENDEKATAN PHT

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Asal dan kandungan gizi Tanaman Melon. menemukan benua Amerika pada tahun 1492 adalah seorang yang berjasa dalam

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

BUDIDAYA CABAI KERITING DALAM POT. Oleh: YULFINA HAYATI

TINJAUAN PUSTAKA Botani

TINJAUAN PUSTAKA. Species: Allium ascalonicum L. (Rahayu dan Berlian, 1999). Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut discus yang bentuknya

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil tanaman hortikultura

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jagung manis termasuk dalam golongan famili graminae dengan nama latin Zea

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai

PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan suatu komoditas sayuran yang tidak

TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Cabai

Gambar 1. Telur R. linearis Sumber: Foto langsung

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Morfologi Bawang Merah ( Allium ascalonicum L.)

TINJAUAN PUSTAKA. (brassicaceae) olek karena itu sifat morfologis tanamannya hampir sama, terutama

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup lalat buah mengalami 4 stadia yaitu telur, larva, pupa dan

TINJAUAN PUSTAKA. merata sepanjang tahun. Curah hujan (CH) untuk pertanaman pepaya berkisar

BAB I PENDAHULUAN. tradisional hingga pasar modern. Selain itu, jambu biji juga penting sebagai

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Paprika. Syarat Tumbuh

Waspadai Kemunculan Pengorok Daun (Liriomyza sp) pada Tanaman Kopi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

AGROTEKNOLOGI TANAMAN LEGUM (AGR62) TEKNOLOGI PENGELOLAAN JASAD PENGGANGGU DALAM BUDIDAYA KEDELAI (LANJUTAN)

I. Ordo Hemiptera ( bersayap setengah )

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus:

TINJAUAN PUSTAKA. buku pertama di atas pangkal batang. Akar seminal ini tumbuh pada saat biji

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Cabai merupakan tanaman semusim berbentuk perdu tegak, batang berkayu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Rosales, Famili: Leguminosae, Genus: Glycine, Species: Glycine max (L.) Merrill

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.))

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TEKNIK BUDIDAYA TOMAT

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

MENGENAL ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT) DAN MUSUH ALAMINYA PADA TANAMAN CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BAB I PENDAHULUAN. pencernaan dan dapat mencegah kanker. Salah satu jenis sayuran daun yang

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Menurut Haryanto, Suhartini dan Rahayu (1996), klasifikasi tanaman

Manfaat NPV Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Jumlah Infestasi terhadap Populasi B. tabaci pada Umur Kedelai yang Berbeda

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan kerugian pada tanaman hortikultura, baik yang dibudidayakan

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Cabai (Capsicum annuum L.) capsaicin (8-methyl-N-vanillyl-6-nonenamide). Selain itu, terkandung juga

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga

KATA PENGANTAR. Bumi Agung, September 2015 Penulis

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Mentimun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

TINJAUAN PUSTAKA. pada perakaran lateral terdapat bintil-bintil akar yang merupakan kumpulan bakteri

Famili Solanaceae. Rommy A Laksono

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Teh Morfologi Tanaman Teh Syarat Tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. keras (jawa: pelok) dan enak di makan. Di dalam daging buah tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

PENYAKIT-PENYAKIT PENTING PADA TANAMAN HUTAN RAKYAT DAN ALTERNATIF PENGENDALIANNYA

HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Populasi Kepinding Tanah ( S. coarctata

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Cabai dalam: Menurut Setiadi (2006) klasifikasi tanaman cabai merah termasuk ke Kingdom Diviso Sub divisi Kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae : Dicotyledoneae : Solanes : Solanaceae : Capsicum Spesies : Capsicum annuum L. Perakaran tanaman cabai merupakan akar tunggang yang terdiri atas akar utama (primer) dan akar lateral (sekunder). Dari akar lateral keluar serabut-serabut akar (akar tersier). Panjang akar primer berkisar 35-50 cm. Akar lateral menyebar sekitar 35-45 cm (Prajnanta, 2007). Batang utama cabai tegak lurus dan kokoh, tinggi sekitar 30-37,5 cm dan diameter batang antara 1,5-3 cm. Batang utama berkayu dan berwarna coklat kehijauan. Pembentukan kayu pada batang utama mulai terjadi mulai umur 30 hari setelah tanam (Setiadi, 2006). Daun cabai berwarna hijau muda sampai hijau gelap tergantung varietasnya. Daun ditopang oleh tangkai daun. Tulang daun berbentuk menyirip. Secara keseluruhan bentuk daun cabai adalah lonjong dengan ujung daun meruncing (Prajnanta, 2007). vi

Bunga tanaman cabai umumnya suku Solanaseae, berbentuk seperti terompet (hypocrateriformis). Bunga cabai tergolong bunga yang lengkap karena terdiri dari kelopak bunga (calyx), mahkota bunga (corolla), benang sari (stamen), dan putik (pistilum). Bunga cabai biasanya menggantung berwarna putih, terdiri dari 6 helai kelopak bunga berwarna kehijauan dan 5 helai mahkota (Setiadi, 2006). A B Gambar 1. Tanaman cabai merah (Capsicum annum), A= Fase Vegetatif, B= Fase Generatif (Sumber: Foto langsung) Syarat Tumbuh Iklim Tanaman cabai merah mempunyai daya adaptasi yang cukup luas. Tanaman ini dapat diusahakan di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 1400 m di atas permukaan laut. Tanaman cabai merah mempunyai daya adaptasi yang cukup luas. Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai merah adalah sekitar 600-1200 mm per tahun. Cahaya matahari sangat diperlukan sejak pertumbuhan bibit hingga tanaman berproduksi. Pada intensitas cahaya yang tinggi dalam waktu yang cukup lama, masa pembungaan cabai merah terjadi lebih cepat dan proses pematangan buah juga berlangsung lebih singkat (Sumarni dan Muharam, 2005). v

Tanah Tanaman cabai merah dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asal drainase dan aerasi tanah cukup baik, dan air cukup tersedia selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tanah yang ideal untuk penanaman cabai merah adalah tanah yang gembur, remah, mengandung cukup bahan organik (sekurangkurangnya 1,5%), unsur hara dan air, serta bebas dari gulma. Tingkat kemasaman (ph) tanah yang sesuai adalah 6-7 (Sumarni dan Muharam, 2005). Tumpangsari Tanaman cabai mempunyai banyak jenis hama dan penyakit. Umumnya tanaman cabai dan sayuran lainnya menggunakan pestisida paling banyak serta berlebihan sebagai pengendalian tanpa memperhatikan dampak negatifnya karena hasilnya cepat kelihatan dan pestisida mudah didapatkan dengan harga yang terjangkau. Kondisi yang demikian pada akhirnya dapat menyebabkan banyak dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Oleh karena itu diperlukan penggunaan pestisida yang selektif dan cara pengendalian lainnya, melalui sistem tumpangsari dengan tanaman semusimnya lainnya. Keuntungan pengendalian dengan sistem/pola tanam adalah mengurangi penggunaan pestisida kimiawi, mengurangi resioko kegagalan panen dan meningkatkan pendapatan. Budidaya tanaman monokultur dapat mendorong ekosistem pertanian rentan terhadap organisme serangga hama. Salah satu pendorong meningkatnya serangga pengganggu adalah tersedianya makanan terus menerus sepanjang waktu dan disetiap tempat. Untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan maka tindakan mengurangi serangan hama melalui pemanfaatan musuh alami serangga dan meningkatkan keanekaragaman tanaman seperti penerapan tumpang sari, rotasi vi

tanaman dan penanaman lahan-lahan terbuka sangat perlu dilakukan karena meningkatkan stabilitas ekosistem serta mengurangi risiko gangguan hama (Tobing, 2009). Pengendalian bercocok tanam dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya adalah dengan sistem tanam tumpangsari. Keberhasilan pengendalian dengan sistem tanam tumpangsari dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah pemilihan tanaman pendamping. Tanaman pendamping dapat menurunkan serangan hama dengan cara mencegah penyebaran hama karena adanya pemisahan tanaman yang rentan. Salah satu jenis tanaman berperan sebagai tanaman perangkap (atraktan) hama dan jenis tanaman yang lain sebagai penolak (repellent) hama (Setiawati dan Asandhi, 2003). Tanaman tumpangsari dapat meningkatkan produksi tanaman dan pendapatan petani, serta menghindarkan kegagalan bagi satu jenis tanaman dengan menambahkan satu atau lebih jenis tanaman lain yang mempunyai sifat yang kompatibel (Eldriadi, 2011). Selain itu, tanaman tumpangsari juga bermanfaat dalam meningkatkan fungsi musuh alami untuk mengendalikan populasi hama dan pemanfaatan lahan secara optimal dengan sistem tumpangsari akan membawa keuntungan bagi petani, dengan meningkatnya produksi dan kegunaan lahan secara efisien. Penggunaan tanaman tumpangsari meningkatkan keanekaragaman tanaman di lapangan yang dapat menekan serangan hama dan meningkatkan kinerja musuh alami (Sullivan, 2003). Pengendalian dengan sistem tanam tumpangsari dengan tanaman budidaya dirasa sangat baik dan aman karena tidak menimbulkan pencemaran lingkungan. Menurut Stehr (1982), pola tanam dengan sistem tumpangsari berarti v

memodifikasi ekosistem yang dapat memberikan beberapa keuntungan, yaitu (1) penjagaan fase musuh alami yang tidak aktif, (2) penjagaan keanekaragaman komunitas, (3) penyediaan inang alternatif, (4) pemyediaan makanan alami, (5) pembuatan tempat berlindung musuh alami dan (6) penggunaan insektisida yang selektif. Hama Pada Tanaman Cabai Merah Banyak jenis hama yang menyerang tanaman cabai merah sejak dari persemaian sampai panen. Namun demikian, sebenarnya hanya beberapa jenis hama saja yang merupakan hama utama. Hama utama adalah hama yang terus menerus merusak dan secara ekonomis merugikan, sehingga selalu perlu dilakukan tindakan pengendalian. Hama kedua adalah hama yang kadang-kadang merusak dan merugikan sehingga perlu dilakukan tindakan pengendalian. Pemahaman biologi dan ekologi hama utama dan kedua merupakan dasar dan langkah awal yang perlu dilakukan agar upaya pengendaliannya dapat berhasil dengan baik (Setiawati et al., 2005). vi

Tabel 1. Hama hama yang menyerang tanaman cabai merah FASE PERTUMBUHAN Di persemaian/ sebelum tanam HAMA TANAMAN NAMA UMUM NAMA ILMIAH 1. Trips 1. T. Parvispinus 2. K utu daun persik 2. M. Persicae 3. Tungau teh kuning 3. P. latus Fase Vegetatif 1. Ulat tanah 2. Gangsir 3. Anjing tanah 4. Uret 5. Ulat bawang 6. Ulat grayak 7. K utu daun persik 8. Trips 9. Tungau teh kuning 10. Kutu kebul 11. Wereng kapas 12. Lalat penggorok daun 1. A. ipsilon 2. B. portentotus 3. G. africnal 4. Phyllophaga spp. 5. S. exigua 6. S. litura 7. M. persicae 8. T. parvispinus 9. P. latus 10. B. tabaci 11. E. lybica 12. L. Huidobrensis Fase Generatif 1. Ulat bawang 2. Ulat grayak 3. K utu daun persik 4. Trips 5. Tungau teh kuning 6. Kutu kebul 7. Wereng kapas 8. Lalat penggorok daun 9. Ulat buah tomat 10. Lalat buah 1. S. exigua 2. S. litura 3. M. persicae 4. T. parvispinus Karny 5. P. latus 6. B. tabaci 7. E. lybica 8. L. huidobrensis 9. H. armigera 10. B. dorsalis Fase Vegetatif Hama trips (Thrips parvispinus Karny) Trips menyerang tanaman cabai sepanjang tahun, serangan hebat umumnya terjadi pada musim kemarau. Serangga dewasa bersayap seperti jumbai (sisir bersisi dua), sedangkan nimfa tidak bersayap. Warna tubuh nimfa kuning pucat, sedangkan serangga dewasa berwarna kuning sampai coklat kehitaman. Panjang tubuh sekitar 0.8 0.9 mm. Daur hidup trips dari telur sampai dewasa di dataran rendah berkisar antara 7 12 hari. Tanaman inang trips lebih dari 105 jenis tanaman dari keluarga Cucurbitaceae, Solanaceae, Malvaceae dan Leguminoceae. Inang utama trips antara lain adalah tembakau, kopi, ubi jalar, v

krotalaria dan kacang- kacangan. Permukaan bawah daun yang terserang berwarna keperak-perakan dan daun mengeriting atau berkerut. Intensitas serangan dapat mencapai 87% (Setiawati et al., 2005). Biologi Hama trips (Thrips parvispinus Karny) Klasifikasi trips menurut Direktorat Perlindungan Hortikultura (2013) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda : Insecta : Thysanoptera : Thripidae : Thrips : Thrips parvispinus Karny Reproduksi trips tergolong tinggi, dan beberapa di antaranya mempunyai model reproduksi partenogenesis, beberapa arrhenotoky (partenogenesis dengan telur yang tidak dibuahi menjadi individu jantan haploid) dan thelytoky (partenogenesis dengan telur yang tidak dibuahi menjadi individu betina). Metamorfosis trips di antara tipe hemimetabola (sederhana) dan sempurna, karena melewati masa prapupa dan pupa yang inaktif. Jadi, dua tahap nimfa sifatnya aktif, diikuti oleh tahap ketiga yang disebut prapupa, dan tahap keempat yang berupa pupa (Sylvitria, 2010). Telur berbentuk oval atau bahkan mirip seperti ginjal manusia. Ukuran telurnya sangat kecil maka sering tak terlihat dengan mata telanjang. Telur ini diletakkannya dalam jumlah yang banyak, dengan rata-rata 80 butir tiap induk. vi

Letak telur akan mudah diketahui dengan memperhatikan bekas tusukan pada bagian tanaman tersebut dan biasanya disekitar jaringan tersebut terdapat pembengkakan. Telur-telur ini akan menetas sekitar 3 atau 7 hari setelah peletakan oleh imago betina (Sylvitria, 2010). Gambar 2. Nimfa trips yang terdapat pada bunga cabai merah (Sumber: Foto langsung) Nimfa berwarna pucat, keputihan/kekuningan, instar 1 dan 2 aktif dan tidak bersayap. Nimfa yang tidak aktif berada di permukaan tanah. Pupa terbungkus kokon, terdapat di permukaan bawah daun dan di permukaan tanah sekitar tanaman. Perkembangan pupa menjadi trips muda meningkat pada kelembaban relatif rendah dan suhu relatif tinggi. Daur hidup sekitar 20 hari, di dataran rendah 7-12 hari dan hidup secara berkelompok (Direktorat Perlindungan Hortikultura, 2013). v

Imago trips yang terdapat pada tanaman cabai merah (A) Imago Imago trips yang terdapat pada tanaman cabai merah (B) Gambar 3. Imago trips, A= Tampak atas, B= Tampak samping (Sumber: Foto langsung) Imago berukuran sangat kecil sekitar 1 mm, berwarna kuning sampai coklat kehitam-hitaman. Imago yang sudah tua berwarna agak kehitaman, berbercak-bercak merah atau bergaris-garis. Imago betina mempunyai 2 pasang sayap yang halus dan berumbai/jumbai seperti sisir bersisi dua. Pada musim vi

kemarau populasi lebih tinggi dan akan berkurang bila terjadi hujan lebat. Umur stadium serangga dewasa dapat mencapai 20 hari (Direktorat Perlindungan Hortikultura, 2013). Gejala Serangan Dampak langsung serangan trips terdapat pada permukaan bawah daun berwarna keperak-perakan, daun mengeriting atau keriput. Secara tidak langsung trips merupakan vektor penyakit virus mosaik dan virus keriting. Hama menyerang dengan menghisap cairan permukaan bawah daun dan atau bunga ditandai oleh bercak-bercak putih/keperak-perakan. Daun akan berubah warna menjadi coklat, mengeriting/keriput dan mati. Pada serangan berat daun, pucuk, serta tunas menggulung ke dalam dan timbul benjolan seperti tumor dan pertumbuhan tanaman terhambat, kerdil bahkan pucuk mati (Direktorat Perlindungan Hortikultura, 2013). Gambar 4. Daun tanaman cabai merah yang terserang hama trips berwarna keperakan dan mengeriting (Sumber: Foto langsung) v

Beberapa spesies trips berperan sebagai hama penting, selain karena menimbulkan kerusakan akibat aktivitas makan. Gejala serangan trips amat khas. Daun yang terserang biasanya akan berwarna kekuning-kuningan, berbintik-bintik coklat, saling mengatup, dan berubah bentuk (malformasi) (Sylvitria, 2010). Fase Generatif Hama Lalat buah (Bactrocera dorsalis (HENDEL)) Lalat buah dapat menyerang banyak tanaman hortikultura terutama sayursayuran dan buah- buahan, sehingga sulit sekali untuk dikendalikan. Akibat serangan hama lalat buah produksi dan mutu buah cabai menjadi rendah, bahkan tidak jarang mengakibatkan gagal panen, karena buah menjadi busuk dan berjatuhan ke tanah. Lalat buah termasuk hama yang poliphagous atau mempunyai banyak tanaman inang alternatif, jika tanaman utamanya sedang tidak berbuah. Tanaman inang hama lalat buah selain cabai ialah nangka, belimbing, mangga, tomat, melon, pepaya, mentimun, paria dll. Lalat buah dapat menyebabkan kerusakan langsung terhadap 150 spesies tanaman buah dan sayursayuran baik di daerah tropis maupun daerah subtropis (Hasyim, 2014). Biologi Hama Lalat buah (Bactrocera dorsalis (HENDEL)) Klasifikasi lalat buah menurut Direktorat Perlindungan Hortikultura (2013) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili : Animalia : Arthropoda : Insecta : Diptera : Tephritidae vi

Genus Spesies : Bactrocera : Bactrocera dorsalis (HENDEL) Telur lalat buah diletakkan secara berkelompok. Lalat buah betina dapat meletakkan telur 1-40 butir/hari yang diletakkan pada buah di tempat yang terlindung dan tidak terkena sinar matahari langsung serta pada buah-buah yang agak lunak dan permukaannya agak kasar (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2000). Larva terdiri atas 3 instar. Larva hidup dan berkembang di dalam daging buah selama 6-9 hari. Pada instar ke tiga menjelang pupa, larva akan keluar dari dalam buah melalui lubang kecil. Setelah berada di permukaan kulit buah, larva akan melentingkan tubuh, menjatuhkan diri dan masuk ke dalam tanah. Di dalam tanah larva menjadi pupa (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2000). Gambar 5. Lalat buah dewasa pada tanaman cabai merah (Sumber: Foto langsung) Pupa pada awalnya berwarna putih, kemudian berubah menjadi kekuningan dan akhirnya menjadi coklat kemerahan. Masa pupa berkisar antara 4- v

10 hari. Pupa berada di dalam tanah atau pasir pada kedalaman 2-3 cm di bawah permukaan tanah atau pasir. Setelah 6-13 hari, pupa menjadi imago (Direktorat Perlindungan Hortikultura, 2013). Gejala Serangan Lalat buah betina menyerang buah cabai dengan cara menusukkan ovipositornya ke dalam buah cabai. Gejala serangan pada buah yang terserang lalat buah, ditandai dengan adanya noda-noda kecil bekas tusukan ovipositor. Buah yang baru ditusuk akan sulit dikenali karena hanya ditandai dengan titik hitam yang kecil sekali. Telur menetas menjadi belatung dan memakan bagian dalam buah cabai. Kerusakan pada daging buah bagian dalam tidak dapat dilihat, karena permukaan buah tetap mulus. Namun, apabila buah cabai di belah, maka akan terlihat biji-biji berwarna hitam, daging buah busuk, lunak, dan ada belatung yang merupakan larva lalat buah. Luka tusukan lalat buah dapat menyebabkan masuknya infeksi sekunder berupa penyakit busuk buah, baik dari cendawan maupun bakteri. Pada tingkat serangan parah, buah cabai banyak yang busuk dan rontok (Hasyim, 2014). A B vi

Gambar 6. Gejala serangan lalat buah pada tanaman cabai merah, A= buah cabai merah yang rusak, B= buah cabai merah yang gugur dan membusuk (Sumber: Foto langsung) Serangan hama tersebut dapat menyebabkan buah menjadi rusak dan busuk karena perilaku lalat buah betina meletakkan telur, pada buah, kemudian telur menetas menjadi larva dan memakan daging buah, selanjutnya buah akan gugur sebelum waktunya (Direktorat Perlindungan Hortikultura, 2002). Di lapangan hama ini merusak buah yang masih segar, dari buah muda sampai dengan buah menjelang masak. Gejala serangan pada buah yang terinfestasi lalat buah ditandai dengan adanya noda-noda kecil bekas tusukan ovipositornya. Periode telur berlangsung sekitar 2 3 hari. Larva kemudian memakan daging buah sehingga mengakibatkan buah berwarna coklat kehitaman dan akhirnya buah busuk dan sering gugur. Kerusakan akibat serangan lalat buah berkisar antara 12 20% pada musim kemarau dan pada musim penghujan dapat mencapai 100% (Setiawati et al., 2005). v