PELUANG PEMANFAATAN BRIKET ARANG BAGAS TEBU- AZOLLA DALAM BUDIDAYA CABAI MERAH DI TANAH PASIR PANTAI SAMAS BANTUL

dokumen-dokumen yang mirip
TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. pertumbuhan tanaman cabai merah telah dilakukan di kebun percobaan Fakultas. B.

III. TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Yogyakarta.

III.TATA CARA PENELITIAN

TATA LAKSANA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu. Penelitian ini dilakukan di daerah Minggir, Sleman, Yogyakarta dan di

TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Pasir Pantai. taksonomi tanah lebih dikenal dengan sub-ordo Psamments yang berarti pasir dari

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan di GreenHouse dan di Laboratoriums Penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca dan di laboratorium dan rumah

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai Edamame dilakukan di rumah. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan, Laboratorium Penelitian

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di lahan Percobaan dan Laboratorium

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu Pelaksanaan. Penelitian ini dilakukan di lahan percobaan dan laboratorium Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai dengan Juli 2016

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan

APLIKASI BRIKET CAMPURAN ARANG SERBUK GERGAJI DAN TEPUNG DARAH SAPI PADA BUDIDAYA JAGUNG MANIS (Zea mays saccharata Sturt.) DI TANAH PASIR PANTAI

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat Dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2016 Agustus 2016 yang

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Lahan Percobaan Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilakukan di Lahan Percobaan, di daerah Ketep, kecamatan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan di Green House, Lahan Percobaan, Laboratorium

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016

III. TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Istimewa Yogyakarta. Waktu pelaksanaan dimulai pada bulan September 2015

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. TATA CARA PENELITIAN. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium Proteksi Tanaman dan di Green

A. Waktu dan tempat penelitian. B. Bahan dan Alat. C. Metode Penelitian

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TATA CARA PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Greenhouse Universitas Muhammadiyah

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

Tata Cara penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Limbah Pertanian. menjadi material baru seperti humus yang relatif stabil dan lazim disebut kompos.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Cara Sukses Menanam dan Budidaya Cabe Dalam Polybag

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian. Penah atau pensil, Buku pengamatan. C.

TATA CARA PENELITIAN

MAKALAH SEMINAR HASIL APLIKASI BRIKET AZOLLA-ARANG SEKAM GUNA MENINGKATKAN EFISIENSI PEMUPUKAN TANAMAN CAISIM DI TANAH PASIR PANTAI SAMAS BANTUL

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari sampai Maret B. Penyiapan Bahan Bio-slurry

III. BAHAN DAN METODE

III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai 3 Juni Juli 2016 di Green House

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

I. PENDAHULUAN. Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman perkebunan yang penting

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai Februari

Cara Menanam Cabe di Polybag

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Mei 2016 sampai bulan Agustus 2016.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

BAHAN DAN METODE. penelitian ini dilakukan di Gang Metcu, Desa Guru Singa, Kecamatan

III. BAHAN DAN METODE

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

TATA CARA PENELITIAN. A. Rencana Waktu dan Tempat. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni - Juli 2017 bertempat di

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kompos Kulit Buah Jarak Pagar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Penelitian dilaksanakan di lahan sawah di Dusun Tegalrejo, Taman Tirto,

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Screen House, Balai Penelitian Tanaman Sayuran

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 15 Maret sampai dengan 15 Juni 2015.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

III. BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN. Pembuatan biochar dilakukan di Kebun Percobaan Taman Bogo Lampung Timur.

I. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian telah dilaksanakan dengan percobaan rumah kaca pada bulan

Metode Penelitian Kerangka penelitian penelitian secara bagan disajikan dalam Gambar 4. Penelitian ini dipilah menjadi tiga tahapan kerja, yaitu:

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metoda

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House dan Laboratorium penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

III. BAHAN DAN METODE

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

METODE PELAKSANAAN. Yogyakarta dan di Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas. Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan April-Agustus 2017.

III. METODE PENELITIAN

TATA CARA PENELITIN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. B. Bahan dan Alat Penelitian

III. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Green House, Lab.Tanah dan Lab.

III. METODE PENELITIAN

Pola Pemupukan dan Pemulsaan pada Budidaya Sawi Etnik Toraja di Pulau Tarakan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Limbah Cair Industri Tempe. pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karna tidak

III. BAHAN DAN METODE

Cara Membuat Alat Untuk Membakar Sekam Padi (Cerobong)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Botani, Klasifikasi, dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

BAB IV. METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di kebun Kota Sepang Jaya, Kecamatan Labuhan Ratu,

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAB I Pendahuluan. tropis sehingga tanahnya sangat subur dan cocok untuk pertanian dan. meningkatkan hasil-hasil pertanian serta perkebunan.

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Pasir Pantai. tanah Regosol Sedimen. Tanah ini mempunyai ciri ciri diantaranya bertekstur kasar,

BAHAN DAN METODE. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 25 meter diatas permukaan

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tomat

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung manis merupakan tanaman yang sangat responsif terhadap

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Green House Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan gambut Desa Rimbo Panjang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

PELUANG PEMANFAATAN BRIKET ARANG BAGAS TEBU- AZOLLA DALAM BUDIDAYA CABAI MERAH DI TANAH PASIR PANTAI SAMAS BANTUL USULAN PENELITIAN Diajukan oleh : Usfiani 20120210057 Program Studi Agroteknologi Kepada FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016

Usulan Penelitian PELUANG PEMANFAATAN BRIKET ARANG BAGAS TEBU-AZOLLA DALAM BUDIDAYA CABAI MERAH DI TANAH PASIR PANTAI SAMAS BANTUL Yang Diajukan Oleh: Usfiani 20120210057 Program Studi Agroteknologi Pembimbing Utama telah disetujui/disahkan oleh: Dr.Ir. Gunawan Budiyanto, M.P Tanggal... NIK 19601120 198903 1001 Pendamping Ir. Mulyon, M.P Tanggal : NIP. 196006081989031002 Mengetahui: Ketua Program Studi Dr. Innaka Ageng Rineksane, SP.MP Tanggal... NIK.19721012200004133050 ii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai merah merupakan salah satu komoditas tanaman hortikultura yang penting di Indonesia. Bahkan cabai merah merupakan salah satu komoditas yang dibutuhkan oleh semua orang dari berbagai lapisan masyarakat. Tanaman cabai merah (Capsicum annum L.) tidak hanya berguna sebagai bumbu masak. Dalam kesehatan cabai merah berkhasiat sebagai stimulan, meningkatkan nafsu makan (stomatik), rematik dan sakit gigi. Menurut Arfani (2013) seiring dengan berkembangannya industri pangan nasional, cabai merupakan salah satu bahan baku yang yang dibutuhkan secara berkesinambungan, karena merupakan bahan pangan yang dikonsumsi setiap saat, maka cabai akan terus dibutuhkan dengan jumlah yang semakin meningkat. Kebutuhan cabai merah di Indonesia setiap tahun meningkat, seiring dengan pertumbuhan penduduk. Luas panen cabai merah pada tahun 2014 seluas 128,734 hektar dengan produksi cabai merah nasional pada tahun 2014 sebesar 1.061.430 ton, sedangkan produksi cabai merah di Yogyakarta sebesar 17.759 ton/hektar. Sementara untuk tingkat konsumsi cabai merah sebesar 1,13 % per tahun, dengan rata-rata konsumsi 1.550 kg per kapita (BPS,2014). Berbagai usaha perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas cabai merah, salah satunya dengan perluasan areal tanam cabai merah, tetapi usaha ini mengalami kendala dengan adanya alih fungsi lahan, tanah-tanah produktif banyak dialih fungsikan menjadi perumahan, industri dan pertambangan. Lahan marjinal di Indonesia masih banyak yang belum dimanfaatkan secara optimal untuk lahan pertanian, salah satunya lahan pasir Pantai Samas Bantul, Yogyakarta. Lahan pasir Pantai Samas Bantul memiliki potensi dikembangkan lahan pertanian untuk meningkatkan produktivitas cabai merah. Lahan pasir pantai Samas merupakan gumuk-gumuk pasir. Karateristik lahan di gumuk pasir wilayah ini adalah tanah bertekstur pasir, struktur berbutir tunggal, porositas tinggi, status kesuburannya rendah dan evaporasi tinggi serta tiupan angin laut yang kencang (Partoyo, 2005). 1

2 Menurut Gunawan Budiyanto (2014) lahan pasiran merupakan lahan yang tekstur tanahnya didominasi fraksi pasir >70%, dengan porositas total <40%, kurang dapat menyimpan unsur hara karena kekurangan kandungan koloid. Koloid tanah merupakan salah satu bagian tanah yang disebut sebagai situs jerapan. Koloid tanah ini dapat tersusun atas bahan mineral yaitu lempung dan hasil perombakan bahan organik yang disebut humus. Kompleks koloid lempung-humus ini merupakan bagian yang menjadi pusat kesuburan tanah. Tanah pasiran pada umumnya mengandung bahan organik rendah, sehinga jarang berada dalam ikatan partikel tanah (tidak membentuk gumpal), sehingga cenderung memiliki struktur lepas-lepas dan mudah diolah. Selain itu, sifat tanah berpasir yang mudah meloloskan air ke bawah akan mempengaruhi efesiensi penggunakan pupuk Nitrogen. Pemupukan Nitrogen pada tanah berpasir tanpa melakukan perbaikan sifat tanah akan berdampak pada jumlah ion nitrogen yang diserap oleh tanaman. Salah satu inovasi yang dapat dilakukan yaitu dengan pemberian bahan organik., karena bahan organik mempunyai peranan cukup besar dalam perbaikan kualitas sifat fisik tanah. Penambahan bahan organik dalam bentuk briket menjadi salah satu peluang untuk memperbaiki sifat fisik tanah. Briket merupakan gumpalan atau padatan yang terbuat dari bahan yang berukuran kecil yang dimampatkan dengan tekanan. Briket dapat berfungsi sebagai peningkatan kemampuan mengikat air atau mempunyai daya menyimpan air dan sebagai pemasok unsur hara pada tanah pasir pantai. Selain itu sifat briket yang slow release menjadi pupuk lebih tersedia didalam tanah, sehingga terhidar dari proses pelindian. Pemanfaatan bagas tebu dan azolla sebagai bahan organik tanah belum dimanfaatkan secara optimal. Bagas tebu yang dihasilkan oleh pabrik sekitar 32 % sebagian besar hanya digunakan sebagai bahan bakar boiler, sedangkan 1,6 % bagas yang tersisa tidak dimanfaatkan. Bagas tebu memiliki kandungan N 0,30%, P 2 O 5 0,02%, K 2 O 0,14%, Ca 0,06% dan Mg 0,04%. Tingginya nisbah C:N pada bagas ini menyebabkan bahan tersebut lama terlapuk sehingga mungkin masih bermanfaat

3 untuk mempertahankan kandungan bahan organik tanah bila dikembalikan ke dalam tanah secara tepat. Kompos Azolla dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Azolla memiliki kandungan hara N (3,91 %), P (0,30 %), K 0,65%, C/N 6 dan bahan organik 39,905. Azolla merupakan sumber nitrogen, karena Azolla mampu bersimbiosis dengan Annabaena sp. Annabaena sp. adalah salah satu jenis Blue-Green Algae yang mampu berasosiasi di dalam ruangan daun paku air Azolla, dan salah satu yang menarik adalah kemampuannya memfikasasi kandungan N dalam udara (Gunawan Budiyanto, 2014). Pemberian briket arang bagas tebu-azolla diharapkan dapat memperbaiki sifat fisik tanah pasir pantai, sehingga dapat mengefisiensikan pemupukan dan cabai keriting dapat tumbuh di tanah pasir pantai. B. Perumusan Masalah Lahan pasir pantai Samas Bantul, Yogyakarta memiliki potensi sebagai lahan pertanian, tetapi pemanfaatan lahannya belum dilakukan secara optimal. Tanah pasir pantai didominasi oleh fraksi pasir dan mengandung bahan organik rendah. Hal ini menyebabkan tanah tidak mampu menahan air dan menyimpan unsur hara karena kekurangan kandungan koloid tanah. Kondisi tersebut mengakibatkan pemupukan nitrogen di lahan pasir pantai menjadi tidak efisien, karena akar tanaman tidak mampu menyerap unsur hara dan sebagian hara dari pupuk terlindi kebawah keluar dari perakaran. Akibat kondisi tersebut, dibutuhkan teknologi yang dapat memperbaiki kualitas tanah pasir pantai, yaitu dengan cara pemberian koloid buatan yang terbentuk dari briket bagas tebu-azolla. Pemanfaatan briket sebagai solusi memperbaiki kualitas tanah pasir karena berfungsi sebagai bahan organik, selain itu Secara morfologis briket memiliki pori yang efektif untuk mengikat dan menyimpan hara tanah yang akan dilepaskan secara perlahan sesuai konsumsi dan kebutuhan tanaman (slow release). Selain itu briket bersifat higroskopis sehingga hara dalam tanah tidak mudah tercuci dan mampu menyimpan air. Dengan struktur tanah yang

4 baik serta dengan perimbangan dan penyebaran pori yang baik, maka agregat tanah dapat pula memberikan imbangan padat dan ruang pori yang lebih menguntungkan, terutama bagi tanaman. Dengan demikian permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah briket bagas tebu-azolla dapat dimanfaatkan guna mengatasi permasalahan di lahan pasir pantai? 2. Berapa dosis briket bagas tebu-azolla yang dapat meningkatkan efisiensi pemupukan tanaman cabai merah pada lahan pasir Pantai Samas Bantul, Yogyakarta? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini yaitu mendapat imbangan kombinasi briket bagas tebu dan kompos azolla yang tepat untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil cabai merah di lahan pasir pantai.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lahan Pasir Pantai Tanah dilahan pasir termasuk dalam jenis tanah Regosol yang dalam taksonomi tanah lebih dikenal dengan sub-ordo Psamments yang berarti pasir dari ordo Entisol. Lahan pasir merupakan yang didominasi oleh pasir dengan kandungan lebih dari 70%, porositas rendah atau kurang dari 40%, sebagian besar ruang pori berukuran besar sehingga aerasinya baik, daya hantar cepat, tetapi kemampuan menyimpan air dan zat hara rendah. Tanah pasiran pada umumnya rendah kandungan bahan organiknya, sehingga cenderung memiliki struktur lepas-lepas dan mudah diolah. Menurut Gunawan Budiyanto (2014) Dominasi fraksi pasir yang dimiliki menyebabkan kandungan fraksi lempung rendah, dan dengan rendahnya kandungan bahan organik menyebabkan tanah ini tidak membentuk agregat serta berada dalam kondisi berbutir tunggal. Akibatnya tanah-tanah pasir pada umumnya tidak memiliki kandungan air yang cukup untuk menopang pertumbuhan tanaman. Kandungan mineral lempung dan bahan organik yang rendah juga menyebabkan tidak terbentuknya kompleks koloid tanah yang biasa terbentuk karena adanya asosiasi antara mineral lempung dan bahan organik dalam membentuk kompleks lempung-humus. Kandungan bahan organik yang dimiliki oleh tanah pasiran rendah karena temperatur dan aerasi memungkinkan tingkat dekomposit bahan organik tinggi. Selain itu, kandungan bahan organik yang dimiliki oleh tanah pasiran rendah karena temperatur dan aerasi memungkinkan tingkat dekomposisi bahan organik tinggi. Selain itu, stabilitas agregat dan kandungan liat tanah pasiran rendah sehingga pada saat hujan, air dan hara akan mudah hilang melalui proses pergerakan air ke bawah (Gunawan Budiyanto, 2009). Menurut Partoyo (2005) menunjukan bahwa potensi kesuburan fisik lahan pasir pantai Samas cukup rendah, kadar air (0,32%), fraksi pasir (93%), fraksi debu (6,10%), fraksi liat (0,54%), bobot isi (2,97 g/cm3), bobot volume (1,93g/cm3), 5

6 porositas tanah total (35,07%). Potensi kimianya juga rendah, hal tersebut ditunjukan dari hasil pengukuran kadar C-organik (0,29%) dan N-total (0,043%), P- tersedia (4,84 ppm), K-tersedia (2,23 ppm), N-tersedia (0,020%) dan ph H 2 O (7,01). B. Ampas Tebu (Bagasse) Ampas tebu merupakan suatu residu dari proses penggilingan tanamanan tebu (Saccharum oficinarum) setelah diekstrak atau dikeluarkan niranya pada industri pemurnian gula sehingga diperoleh hasil samping sejumlah besar produk limbah berserat yang disebut sebagai ampas tebu (bagasse). Ampas tebu (Bagasse) merupakan limbah padatan yang dihasilkan dari perasan batang tebu untuk diambil niranya. Ampas tebu (Bagasse) ini mengandung serat dan gabus. Pabrik gula rata-rata menghasilkan bagas sebesar 32% dari bobot tebu yang digiling. Sebagian besar bagas yang dihasilkan oleh pabrik gula dimanfaatkan sebagai bahan bakar boiler dan sekitar 1,6% dari bobot bagas tesisa dan tidak dimanfaatkan (Nuraisyah, 2010). Limbah ampas tebu (Bagasse) memiliki potensi besar bahan organik untuk memperbaiki kesuburan tanah. Limbah ampas tebu (Bagasse) memiliki kadar bahan organik sekitar 90%. Badan Penelitian dan Pengembangan PT Gula Putih Mataram (2002) menyatakan bahwa kandungan N, P 2 0 5, K 2 0, Ca dan Mg pada bagas berturut-turut adalah 0.30% 0.02%, 0.14%, 0.06%, dan 0.04%. Pada bagas tebu memiliki nisbah C :N sekitar 142 :1 (Purnomo dkk., 1995). Tingginya nisbah C:N pada bagas ini menyebabkan bahan tersebut lama terlapuk sehingga mungkin masih bermanfaat untuk mempertahankan kandungan bahan organik tanah bila dikembalikan ke dalam tanah secara tepat (Dwi Guntoro, 2003). Abu pembakaran ampas tebu merupakan hasil perubahan secara kimiawi dari pembakaran ampas tebu murni. Ampas tebu digunakan sebagai bahan bakar untuk memanaskan boiler dengan suhu mencapai 550-600 o C dan setiap 4-8 jam lama pembakaran, dilakukan pengeluaran abu dari dalam boiler, karena jika

7 dibiarkan tanpa dibersihkan akan terjadi penumpukan yang akan mengganggu proses pembakaran ampas tebu berikutnya. Dalam abu bagas terdapat komposisi kimia yaitu SiO 2 (71%), Al 2 O 3 (1,9%), Fe 2 O 3 (7,8%), CaO (3,4%), K 2 O (8,2%), P 2 O 5 (3,0%) dan MnO (0,2) (Nuraisyah, 2010) C. Azolla Azolla merupakan satu-satunya genus dari paku air mengapung suku Azollaceae.Terdapat tujuh spesies yang termasuk dalam genus ini.suku Azollaceae sekarang dianjurkan untuk digabungkan ke dalam suku Salviniaceae, berdasarkan kajian morfologi dan molekular. Azolla dikenal mampu bersimbiosis dengan bakteri biru-hijau Anabaena azollae dan mengikat nitrogen langsung dari udara. Potensi ini membuat Azolla digunakan sebagai pupuk hijau baik di lahan sawah maupun lahan kering (Ratna M, 2011). Pemanfaatan azolla sebagai pupuk ini memang memungkinkan. Bila dihitung dari berat keringnya dalam bentuk kompos (azolla kering) mengandung unsur Nitrogen (N) 3-5 %, Phosphor (P) 0,5-0,9 % dan Kalium (K) 2-4,5 %. Sedangkan hara mikronya berupa Calsium (Ca) 0,4-1 %, Magnesium (Mg) 0,5-0,6 %, Ferum (Fe) 0,06-0,26 % dan Mangaan (Mn) 0,11-0,16 %. Berdasarkan komposisi kimia tersebut, bila digunakan untuk pupuk mempertahankan kesuburan tanah, setiap hektar areal memerlukan azolla sejumlah 20 ton dalam bentuk segar, atau 6-7 ton berupa kompos (kadar air 15 persen) atau sekitar 1 ton dalam keadaan kering (Ratna M, 2011). D. Briket Briket arang merupakan bahan padatan yang dihasilkan dari proses pemampatan dengan memberikan tekanan yang berasal dari serbuk arang dengan penambahan bahan perekat. Briket arang merupakan bahan padat yang mengandung karbon, mempunyai nilai kalori yang tinggi yang dibuat dari aneka

8 macam bahan hayati atau biomassa, misalnya kayu, ranting, rumput, jerami, ataupun limbah pertanian lainnya (Gustan dan Hartoyo, 1983). Pembuatan briket arang dari limbah pertanian dapat dilakukan dengan menambah bahan perekat, yang bahan bakunya diarangkan terlebih dahulu, kemudian ditumbuk, dicampur perekat, dicetak dengan sistem hidrolik maupun manual dan selanjutnya dikeringkan. Pembuatan briket arang terdiri dari beberapa proses berikut ini: 1. Karbonasi Proses pengarangan (pirolisa) adalah penguraian biomassa (lysis) menjadi karbon melalui proses pembakaran pada suhu dari 150 o C. Proses pirolisa terdapat beberapa tingkatan proses yaitu pirolisa primer dan pirolisa skunder. Pirolisa primer adalah pirolisa yang terjadi pada bahan baku (umpan), sedangkan pirolisa sekunder adalah pirolisa yang terjadi atas partikel dan gas/uap hasil pirolisa primer (Abdullah, dkk., 1991). 2. Bahan Perekat Sifat alamiah bubuk arang cenderung saling memisah. Dengan bantuan bahan perekat, butir-butir arang dapat disatukan dan dibentuk sesuai dengan kebutuhan. Pembuatan briket dengan penggunaan bahan perekat akan lebih baik hasilnya jika dibandingkan tanpa menggunakan bahan perekat. Disamping meningkatkan nilai bakarnya, kekuatan briket arang dari tekanan luar juga lebih baik (tidak mudah pecah) (Sudrajat, 1983). Kanji adalah perekat tapioka yang dibuat dari tepung tapioka dicampur air dalam jumlah tidak melebihi 70 % dari berat serbuk arang dan kemudian dipanaskan sampai berbentuk jeli. Pencampuran kanji dengan sebuk arang diupayakan dengan merata. Dengan cara manual pencampuran dilakukan dengan meremas-remas menggunakan tangan, secara maksimal dilakukan oleh alat mixer (Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, 1994). Selain itu bahan perekat yang digunakan dapat berupa bahan organik, berupa dedaunan yang mengandung senyawa pati, seperti daun randu dan azolla. Pada azolla mengandung senyawa pati 6,54%. Dalam pati tersusun dari

9 dua karbohidrat, amilosa dan amilopektin. Amilosa memberikan sifat keras, sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket (Asri,2013). 3. Pemampatan dan Pencetakan Tekanan diberikan untuk menciptakan kontak antara permukaan bahan yang direkat dengan bahan perekat. Setelah bahan perekat dicampurkan dan tekanan mulai diberikan maka perekat yang masih dalam keadaan cair akan mulai mengalir membagi diri ke permukaan bahan. Pada saat yang bersamaan dengan terjadinya aliran maka perekat juga mengalami perpindahan dari permukaan yang diberi perekat kepermukaan yang belum terkena perekat (Kirana, 1985; dalam Agus Salim, 1995). Adonan yang sudah jadi siap untuk dicetak menjadi briket dengan cara memasukan adonan ke dalam cetakan kemudian dipadatkan. 4. Pengeringan Pengeringan ini bertujuan untuk menguapkan kembali air yang telah ditambahkan pada proses pencampuran. Pengeringan dilakukan terhadap briket, agar air yang tersimpan dalam briket dapat diuapkan, sehingga tidak mengganggu pada saat briket di bakar (Widayanti, 1995).

10 E. Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum L.) Cabai merah dapat ditanam pada dataran rendah sampai dataran tinggi (1400 m dpl). Tanaman cabai merah menghendaki suhu yang cocok untuk pertumbuhannya, yaitu pada siang hari 21 o C-28 o C dan malam hari 13 o C-16 o C dan untuk kelembaban 80%. Cabai sangat sesuai ditanam pada tanah yang datar. Pertumbuhan tanaman cabai otimum jika ditanam pada tanah dengan ph 6-7. Tanah yang gembur, subur dan banyak mengandung humus (bahan organik). Selain itu tanah yang mengandung unsur-unsur pokok yaitu unsur N dan K (Devi, 2010). Kelembaban tanah dalam keadaan kapasitas lapang (lembab tetapi tidak becek) dan temperatur tanah antara 24-30 o C sangat mendukung pertumbuhan tanaman cabai merah. Temperatur tanah yang rendah akan menghambat pengambilan unsur hara oleh akar (Nani Sumarni, 2005). Budidaya tanaman cabai merah meliputi beberapa tahapan penyiapan benih, pengolahan tanah atau persiapan media tanam, penanaman, pemeliharaan (pemangkasan, pemupukan, pengairan dan pengendalian hama dan penyakit). Kebutuhan pupuk kandang pada tanaman cabai merah sikitar 20 ton/hektar dan kebutuhan pupuk Urea 250 kg/h, pupuk ZA 350 kg/h dan pupuk SP-36 300 kg/h dan KCl 275 kg/h (Nani Sumarni, 2005). Tanaman cabai merah dapat dipanen pada umur 75-85 hari setelah tanam. Budidaya cabai merah di lahan pantai sedikit berbeda dengan teknik budidaya cabai merah pada umumnya. Penyiraman di lahan pasir pantai lebih intensif yang mana tanah lahan pasir pantai bersifat porous sehingga air mudah lolos kebawah. Selain itu penambahan bahan organik pada lahan pasir pantai biasanya diberikan melebihi takaraan umumnya, yakni sekitar 30-40 ton/ hektar (Gunawan Budiyanto, 2014).

11 F. Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah pada perlakuan 20 Kg N/hektar + 60 Kg N/hektar merupakan perlakuan lebih sebagai komposisi untuk meningkatkan kesuburan tanah pasir pantai serta meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman cabi merah.

III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di kebun percobaan milik Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan di laboratorium. Pengamatan pertumbuhan tanaman cabai merah akan dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan analisis sifat tanah akan dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian ini akan dilaksankan pada bulan Desember 2015 sampai bulan Maret 2016. B. Bahan dan Alat Bahan yang akan digunakan di dalam penelitian ini yaitu tanah pasir pantai Samas, bagasse tebu (ampas tebu), azolla, kayu bakar, pupuk kandang, pupuk Urea, pupuk SP-36 dan pupuk KCl. Peralatan yang digunakan polybag, ember, meteran, drum, paralon 1 dim, saringan ukuran 0,5 mm, nampan, karung, dan alat tulis. Alatalat untuk pengambilan tanah pasir Pantai Samas. C. Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode percobaan dengan rancangan percobaan faktor tunggal yang disusun dengan rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan sebagai berikut: A (Kontrol) = 80 Kg N/h Pupuk kandang B = 20 kg N/hektar Bagas Tebu + 60 kg N/hektar Azolla C = 40 kg N/hektar Bagas Tebu + 40 kg N/hektar Azolla D = 60 kg N/hektar Bagas tebu + 20 kg N/hektar Azolla Pada penelitian ini terdapat 4 perlakuan, setiap perlakuan diulang 4 kali, sehingga menjadi 16 unit percobaan, setiap unit percobaan terdapat 3 sampel, sehingga diperoleh 48 satuan percobaaan. 12

13 D. Cara Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilakukan beberapa tahap sebagai berikut : 1. Pembuatan Kompos Azolla Pembuatan kompos azolla dilakukan dengan cara mempersiapkan tanaman azolla sebanyak 3 kg dan dibiarkan layu di udara terbuka. Kemudian biomassa dikomposkan dengan cara dimasukkan dalam karung dan diikat, lalu dilubangi. Dalam pembuatan kompos azolla tidak menggunakan aktivator, dikarenakan pada dasarnya proses pengomposan azolla berlangsung cepat. Setelah satu minggu diaduk secara merata untuk memberikan suplai oksigen dan meningkatkan homogenitas bahan. Selama proses pengomposan terjadi peningkatan suhu, yang menandakan sedang terjadi proses perombakan bahan organik oleh mikroba. Ciriciri kompos yang sudah matang yaitu berwarna coklat kehitaman, menjadi remah, tidak berbau, suhu tidak panas, dan kering. 2. Pembuatan arang bagas tebu (Karbonasi) Proses pengarangan atau karbonisasi arang bagas tebu yaitu: 1. Bahan dan alat yang diperlukan dipersiapkan terlebih dahulu (bagas tebu sebanyak 10 kg, korek api, air, ember, dan drum bekas). 2. Bagas tebu dimasukkan ke dalam drum kemudian dibakar. Ketika api terlihat membesar maka bagas tebu ditambahkan kedalam drum hingga yang terlihat hanya asap yang keluar, bila bagas tebu sudah terlihat terbakar semua, maka drum langsung ditutup. 3. Arang bagas tebu yang sudah jadi, lalu didinginkan sampai sekitar 45 menit, kemudian dikeluarkan dan dipisahkan antara yang terbakar dengan yang tidak terbakar dan yang menjadi abu. Bagas tebu yang diambil hanya yang menjadi arang. 4. Kemudian arang ditumbuk menggunakan mortal dan pistil hingga halus. Setelah itu, arang bagas tebu diayak menggunakan ayakan 0,5 mm.

14 3. Pembuatan Briket Bagas Tebu Azolla Proses pembuatan briket bagas tebu-azolla yaitu: 1. Bubuk arang bagas tebu yang telah dibuat dan diayak kemudian dicampurkan dengan kompos azolla sesuai dengan perlakuan. Perekat yang digunakan yaitu kompos azolla. 2. Kedua bahan tersebut kemudian ditambahkan air panas secukupnya dan dilakukan pengadukan menggunakan tangan dengan cara diremas-remas untuk menghasilkan adonan yang merata. 3. Adonan yang sudah tercampur rata dimasukkan ke dalam paralon 1 dm ukuran kecil yang dipotong sepanjang 10 cm. Kemudian bagian bawah paralon dilapisi papan dan semua adonan briket dimasukkan ke dalam paralon. Selanjutnya ditekan menggunakan kayu kecil untuk memadatkan adonan, sehingga adonan dapat mengeras dan berbentuk bongkahan. 4. Setelah itu keluarkan briket dari cetakan menggunakan kayu penyodok dan dilakukan pengeringan dengan menjemurnya di bawah sinar matahari sampai briket tersebut kering. 5. Briket yang sudah kering siap diaplikasikan pada tanaman cabai merah. 4. Pengaplikasian Briket pada Budidaya Cabai Merah a. Persiapan Media Media tanam yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan tanah pasir yang diambil dari Pantai Samas, Bantul, Yogyakarta. Cara mempersiapkan media tanam yaitu tanah pasir pantai dikering anginkan terlebih dahulu selama beberapa hari. Setelah itu, tanah dimasukkan ke dalam polybag sebanyak 10 kg, setelah itu menimbang pupuk Urea, SP-36 dan KCl. Setelah itu ditambahkan briket arang bagas tebu-azolla sesuai perlakuan ke dalam polybag, kemudian diinkubasi selama 1 minggu.

15 b. Pembibitan Benih yang telah berkecambah atau bibi cabai berumur 10-14 hari (biasanya sudah memiliki sepasang daun) lalu dipindahkan ke tempat pembibitan. Selanjutnya menyiapkan tempat pembibitan berupa polybag ukuran 8x9 cm. Campur tanah, pasir dan pupuk kandang. Kemudian bibit cabai merah dipindahkan. c. Penanaman Penanaman cabai dilakukan dengan pemindahan bibit yang telah berdaun sebanyak 3 helai dan ditanam pada media tanam yang telah disiapkan didalam polybag. Dalam satu polybag ditanam sebanyak satu bibit cabai. d. Pemupukan Pemupukan tanaman cabai menggunakan dosis anjuran yaitu pupuk dasar 80 Kg/hektar (2,4 gram/ polybag), pupuk Urea 597,34 kg/hektar (17,9 gram/ polybag), pupuk SP-36 300 kg/hektar (9 gram/ polybag) dan pupuk KCl 275 kg/hektar (8 gram/ polybag). Pemberian pupuk dasar dilakukan satu minggu sebelum penanaman (pupuk kandang, pupuk SP-36, briket bagas tebu-azolla seluruhnya). Pupuk susulan diberikan tiga kali yaitu pupuk susulan I pada saat tanaman berumur 3 MST (1/3 pupuk urea, 1/3 pupuk KCl). Pupuk susulan II pada umur 3 MST (1/3 pupuk urea, 1/3 pupuk KCl) dan pupuk susulan III pada umur 9 MST (1/3 pupuk urea, 1/3 pupuk KCl). Pemupukan dilakukan dengan membenamkan pupuk di zona perakaran. e. Penyiraman Penyiraman dilakukan setiap hari dengan memberi air secukupnya, kecuali bila tanah sudah lembab, tujuannya agar tanaman tidak layu. f. Penyiangan Penyiangan dapat dilakukan dengan cara mencabut gulma sekitar tanaman cabai. Penyiangan dapat dilakukan saat cabai berumur 30-60 hari.

16 g. Pengendalian Hama dan Penyakit Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan pestisida saat terjadi serangan yang dapat membahayakan tanaman cabai merah. h. Panen Panen tanaman cabai merah dilakukan pada saat tanaman beumur 60-75 hari setelah tanam yang ditandai dengan warna cabai merubah menjadi merah. Pemanenan dapat dilakukan dengan cara memetik cabai merah. Buah cabai merah dan brangkasan tanaman (akar, batang dan daun) dimasukkan kedalam kantong kertas yang sudah diberi label dan selanjutnya dilakukan analisis data. E. Parameter yang Diamati a. Parameter Pertumbuhan 1. Tinggi tanaman (cm) Pengamatan tinggi tanaman dilakukan dengan cara mengukur batang utama tanaman dari atas permukaan media tumbuh sampai titik tumbuh tertinggi. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan sejak tanaman berumur 2 s/d dengan 12 minggu setelah tanam. 2. Berat segar tanaman (g) Pengukuran berat segar tanaman dilakukan setelah panen. Pengukuran dilakukan dengan cara menyobek polybag kemudian media tanam digemburkan dibawah pencucian air sambil dibilas sampai bagian akar bersih. Setelah sampel tanaman dibersihkan baru dilakukan penimbangan. 3. Berat kering tanaman (g) Pengukuran berat kering tanaman dilakukan setelah panen dengan cara tanaman yang telah ditimbang berat segarnya dijemur pada terik matahari. Tanaman yang telah dikeringkan kemudian dibungkus dengan ketas koran dan dioven pada suhu 65 o C sampai berat nya konstan.

b. Parameter Hasil 1. Berat buah per tanaman (g) Pengamatan berat buah cabai merah per tanaman dilakukan setelah panen dengan cara menimbang buah setiap tanaman sampel menggunakan timbangan analitik, dilakukan pada saat panen. 2. Jumlah buah per tanaman (g) Pengamatan jumlah buah per tanaman dilakukan setelah panen dengan cara menghitung jumlah buah pada setiap tanaman sampel. Pengamatan dilakukan pada saat pemanenan F. Analisis Data Data hasil pengamatan dianalisis varian pada jenjang α = 5%. Jika terdapat perbedaan yang nyata, maka dilakukan uji jarak berganda dengan DMRT (Duncun s Multiple Range Test) pada jenjang α = 5%. G. Jadual Penelitian No Kegiatan Februari Maret April Mei Juni 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Tahap Persiapan Pembuatan 2 Kompos Azolla 3 Pembuatan Briket Pengaplikasian 4 Briket 5. Penyemaian 6. Penanaman 7. Pengamatan Analisis data dan 8 Pembahasan 9 Seminar Hasil

DAFTAR PUSTAKA Abdullah, K., A.K. Irwanto, N. Siregar, E. Agustina, A.H. Tambunan, M. Yamin, dan E. Hartulistiyoso, 1991. Energi dan Listrik Pertanian, JICA IPB. Bogor. Arfani.2013.Nilai Ekonomi Cabai Merah http://repository.usu.ac.id/bitstream /123456789/38737/5/Chapter%20I.pdf. Diakses tanggal 29 April 2015. Arion.2011. Ampas Tebu. http://digilib.unila.ac.id/1599/4/bab%20ii.pdf. diakses tanggal 5 Maret 2015. Asri Saleh.2013. Efisiensi Konsentrasi Perekat Tepung Tapioka Terhadap Nilai Kalor Pembakaran Pada Biobriket Batang Jagung. http://www.uinalauddin.ac.id/download9.%20asri%20saleh_efisiensi%20konsentrasi.p df. Diakses tanggal 15 Desember 2015 Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. 1994. Pedoman Teknis Pembuatan Briket Arang. Departemen Kehutanan No.3 Badan Pusat Statistik.2014. Statistik Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta Bambang Sardi.2013. Jurnal Ampas Tebu. https://www.scribd.com/doc /127892764/Jurnal-Ampas-Tebu. diakses tanggal7 Maret 2015. Devi.2010. Budidaya Tanaman Cabe merah. http://eprints.uns.ac.id/8836 /1/156592308201001241.pdf. diakses tanggal 7 Maret 2015. Dwi Guntoro, Purwono dan Sarwono. 2003. Pengaruh Kompos. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/9100/dwi_guntoro_pengaruh_ko mpos.pdf;jsessionid=f0b83d37f2c342bcf0152c6755d60d67?sequenc e=1. diakses tanggal 5 Maret 2015. Fiolita Prameswari Putri, Husni Thamrin Sebayang, dan Titin Sumari. Pengaruh Pupuk N, P, K, Azolla (Azolla pinnata) dan Kayu Apu (Pista stratiotes) Pada Pertumbuhan Dan Hasil Padi Sawah (Oryza sativa). Jurnal Produksi Tanaman. 1(3): 9-20. Gunawan Budiyanto. 2009. Bahan Organik dan Pengelolaan Nitrogen Lahan Pasir. Unpad Press. Bandung. 192 h. Gunawan Budiyanto. 2014. Manajemen Sumberdaya Lahan. Lembaga Penelitian, Publikasi dan Pengabdian Masyarakat (LP3M). Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Gustan Pari dan Hartoyo. 1983. Beberapa Sifat Fisis Dan Kimia Briket Arang Dari Limbah Arang Aktif. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Bogor M. Kirana. 1985. Pengaruh tekanan pengempaan dan jenis perekat dalam pembuatan briket tempurung kelapa dalam Agus Salim, 1995. Pengaruh ukuran butiran arang dan persentase perekat dalam pembuatan briket arang kombinasi limbah tandan kosong kelapa sawit dengan arang tempurung kelapa sawit. Laporan Hasil penelitian Mahasiswa Jurusan Teknologi Pertanian, UNHAS Nina Sumarni dan Agus Muharam.2005. Budidaya Cabai Merah. http: // balitsa.litbang.pertanian.go.id/ind/images/isi_monografi/m-38% 20 Panduan %20Teknis%20Budidaya%20Cabai.pdf. diakses tanggal 3 Mei 2015. Nuraisyah Siregar. 2010. Ampas Tebu. http://repository.usu.ac.id /bitstream /123456789/16295/4/Chapter%20II.pdf. Diakses tanggal 7 Maret 2015. Partoyo.2005. Analisis Indeks Kualitas Tanah Pertanian di Lahan Pasir Pantai SamasYogyakarta.http://agrisci.ugm.ac.id/vol12_2/6.140151.Indeks%2 0Kualitas%20Tanah%20Samas-Partoyo%20UPN.pdf. Diakses tanggal 29 April 2015 Ratna M.2011. Azolla si Pupuk Hidup. file:///f:/azolla%20si%20pupuk%20hidup.htm. diakses tanggal 7 Maret 2015 Sudrajat. 1983. Pengaruh Bahan Baku, Jenis Perekat, dan Tekanan Kempa Terhadap Kualitas Arang Briket. Laporan LPHH No. 165. Bogor. Sulastri.2012. Lahan Pasir Pantai. http://eprints.uny.ac.id/8190/2/bab%201%20- %2005308141009.pdf. diakses tanggal 7 Maret 2015. Widayanti, N. 1995. Pengeringan Hasil Panen dengan Tenaga Sekam. Penebar Swadaya, Jakarta. Zulfadli.2014. Botani Tanaman Cabai Merah. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26021/3/chapter%20ii. pdf. Diakses tangggal 10 Februari 2016.

17 Lampiran 2. Perhitungan Pupuk 1. Kebutuhan Pupuk Kandang per hektar Kandungan N = 0,4% Kebutuhan x 20.000 = 80 Kg N/h 2. Perlakuan 2 (B) 20 Kg N/hektar Bagas Tebu + 60 Kg N/hektar Azolla Kebutuhan Bagas/hektar x 20 kg = 6666,66 Kg/ha = 6,67 ton/ha Kebutuhan bagas/tanaman = 200 gram Kebutuhan Azolla/hektar x 60 kg = 1.500 Kg/ha = 1,5 ton/ha Kebutuhan azolla/ tanaman = 45 gram 3. Perlakuan 3 (C) 40 kg N/hektar Bagas Tebu + 40 kg N/hektar Azolla Kebutuhan Bagas/hektar x 40 = 13.333,33 Kg/ha = 13,33 ton/ha Kebutuhan bagas/tanaman = = 399 gram Kebutuhan Azolla/hektar x 40 kg = 1.000 Kg/ha = 1 Ton/ha Kebutuhan azolla/tanaman = = 30 gram 4. Perlakuan 4 (D) 60 kg N/hektar Bagas Tebu + 20 Kg N/hektar Azoll Kebutuhan Bagas/hektar x 60 kg = 20.000 Kg/ha = 20 ton/ha

17 Kebutuhan bagas/tanaman = = 600 gram Kebutuhan Azolla/hektar x 20 kg = 500 kg/ha = 0,5 ton/ha Kebutuhan azolla/tanaman = 15 gram 5. Kebutuhan Pupuk Urea 250 kg/hektar Kebutuhan N/hektar x 250 = 115 Kg ZA = 350 kg/hektar N/hektar x 350 = 73,5 kg/ha (digantikan menggunakan urea) urea = x 73.5 = 159,78 jadi 115+159,78 = 274,78 kg, sehingga = x 274,78 = 597,34 Kg Kebutuhan Urea/tanaman = = 0,0179 Kg = 17,9 gram 6. Kebutuhan pupuk SP-36 = 300 Kg/h Kebutuhan pupuk/tanaman = = 0,009 Kg = 9 gram 7. Kebutuhan pupuk KCl = 275 Kg/hektar Kebutuhan pupuk/tanaman = = 0,008 Kg = 8 gram