BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk memberikan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika merupakan salah satu unsur utama dalam. mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hakikatnya matematika

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

I. PENDAHULUAN. sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Aktivitas matematika seperti problem solving dan looking for

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syarifah Ambami, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan perkembangan zaman, bangsa Indonesia harus

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. kebutuhan yang paling mendasar. Dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup dalam. dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Roheni, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan di negara Indonesia dilakukan dalam upaya meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan bangsa, mulai dari pembangunan gedung-gedung,

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan sangat penting dalam kehidupan karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tri Sulistiani Yuliza, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. manusia agar dapat mengembangkan potensi dirinya, antara lain melalui proses

I. PENDAHULUAN. membantu proses pembangunan di semua aspek kehidupan bangsa salah satunya

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi kualitas. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pasal 1 yang menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk. diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN. yang akan dihadapi peserta didik dimasa yang akan datang. menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar yang terencana untuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. pola pikir siswa adalah pembelajaran matematika. Hal ini sesuai dengan yang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

I. PENDAHULUAN. agar mampu memahami perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)

I. PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa guna

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

I. PENDAHULUAN. Sejarah suatu bangsa dapat dilihat dari perkembangan pendidikan yang diperoleh

BAB I A. Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin pesat, arus globalisasi semakin hebat.

BAB I PENDAHULUAN. logis, konsisten, dan dapat bekerjasama serta tidak mudah putus asa.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pelaksanaannya, proses pendidikan membutuhkan kesiapan,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Prahesti Tirta Safitri, 2013

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perubahan zaman, semakin maju pula peradaban dunia yaitu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sendiri, karena pendidikan yang berkualitas dapat menghasilkan tenaga-tenaga

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan tepat. Hal tersebut diperjelas dalam Undang - Undang No 2 Tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nina Indriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maya Siti Rohmah, 2013

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Matematika sebagai ilmu yang timbul dari pikiran-pikiran manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Maksudnya bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Irvan Noortsani, 2013

I. PENDAHULUAN. Pendidikan bagi setiap bangsa merupakan kebutuhan mutlak yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Trianto (2009:16) belajar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting untuk menjamin

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban sebagai warga negara yang baik. Pendidikan pada dasarnya merupakan

BAB I PENDAHULUAN. dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. dengan potensi yang ada pada manusia tersebut. Pendidikan adalah usaha sadar

I. PENDAHULUAN. mutu Sumber Daya Manusia (SDM). Undang-Undang Nomor 20 Tahun. Berdasarkan hal itu pemerintah terus berupaya mewujudkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. menyelesaikan masalah jika mereka menemui masalah dalam kehidupan. adalah pada mata pelajaran matematika.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laswadi, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di dunia secara global dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

I. PENDAHULUAN. melalui proses pembelajaran. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas 2003:5).

I. PENDAHULUAN. pemerintah memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. SDM yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya, sebab tanpa pendidikan manusia akan sulit berkembang dan bahkan akan terbelakang. Dengan demikian pendidikan harus betul-betul diarahkan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas dan mampu bersaing, di samping memiliki budi pekerti yang luhur dan moral yang baik. Selain itu, pendidikan juga merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) baik fisik, mental maupun spiritual. Untuk meningkatkan kualitas SDM tersebut, sekolah dituntut untuk menyiapkan anak didik agar memiliki berbagai keterampilan dan kemampuan, sehingga mereka dapat menjadi manusia yang berkualitas dan mampu bersaing. Sektor pendidikan dapat dijadikan sebagai wahana yang strategis dalam melakukan pembangunan bangsa yang lebih baik di masa depan. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, kualitas sumber daya manusia yang baik tentu saja bisa dilihat dari sejauh mana mereka menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri. Karena pada saat ini, ilmu pengetahuan dan teknologi memegang peranan yang sangat penting dalam perkembangan dunia modern. Peranan matematika sebagai salah satu ilmu pengetahuan sangatlah besar dalam perkembangan dunia modern tersebut. Menurut Sumarmo (2006) bahwa Setiap orang dalam kehidupannya akan terlibat dengan matematika, baik dalam bentuk yang paling sederhana seperti membilang dan menghitung isi atau berat maupun dalam bentuk kompleks seperti pemecahan masalah matematis dengan mengunakan berbagai fakta, definisi, atau teorema yang dikerjakan oleh sekelompok orang tertentu saja. Kondisi di atas menggambarkan bahwa matematika sebagai kegiatan manusia atau human activity. 1

2 Sifat matematika sebagai human activity mengakibatkan matematika perlu dipahami oleh setiap orang yang akan menggunakannya di kehidupan. Khususnya oleh siswa yang mempelajari matematika dalam pendidikan formal baik di tingkat dasar maupun di tingkat perguruan tinggi. Mengingat begitu pentingnya peran matematika dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, maka matematika perlu dipahami dan dikuasai oleh setiap orang, terutama siswa-siswa yang berada pada jenjang pendidikan formal mulai dari tingkat SD sampai SMA, dan bahkan perguruan tinggi. Berdasarkan undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (dalam Depdiknas, 2003) dikemukakan bahwa : Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dari tujuan diatas dikembangkan tujuan pembelajaran matematika. Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (dalam Syarifuddin, 2009) tujuan dari mata pelajaran matematika adalah 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pertanyaan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

3 Berdasarkan tujuan KTSP tersebut, kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan salah satu kemampuan yang penting dan harus dimiliki oleh peserta didik. Bahwa berhasil atau tidaknya seseorang dalam matematika ditandai adanya kemampuan pemecahan masalah yang dihadapinya. Hal ini juga senada dengan pernyataan Sabandar (2009: 1) yang menyatakan bahwa Pilar utama dalam mempelajari matematika adalah pemecahan masalah. Selain hal tersebut di atas, kemampuan pemecahan masalah juga penting untuk dipelajari, karena akan membantu setiap orang dalam kehidupan sehari-hari dalam menghadapi berbagai masalah yang harus dipecahkan. Pemecahan masalah bukan sekedar keterampilan untuk diajarkan dan digunakan dalam matematika tetapi juga merupakan keterampilan yang akan dibawa pada masalah-masalah keseharian siswa untuk situasi-situasi pembuat keputusan, dengan demikian kemampuan pemecahan masalah membantu seseorang secara baik dalam hidupnya. Polya (dalam Wijayanti, 2012:2) memberikan alternatif strategi pemecahan masalah yang ditempuh melalui empat tahap yaitu: (1) memahami masalah (2) membuat rencana pemecahan (3) menjalankan rencana dan (4) memeriksa hasil. Selanjutnya Polya (dalam Wijayanti, 2012:2) mengemukakan bahwa Dalam matematika terdapat dua macam masalah yaitu masalah menemukan dan masalah membuktikan. Bagian utama yang merupakan dasar dalam menyelesaiakan masalah untuk menemukan adalah: apakah yang akan dicari? apa saja data yang diketahui?. Sedangkan bagian dari masalah membuktikan adalah hipotesis dan konklusi dari suatu teorema yang akan dibuktikan. Hudojo (dalam Arniati dan Dewi, 2010) mengungkapkan bahwa pemecahan masalah menjadi suatu hal yang esensial dalam pembelajaran matematika di sekolah, disebabkan oleh hal-hal berikut: a. Siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan, kemudian menganalisanya dan kemudian meneliti hasilnya. b. Kepuasan intelektual akan timbul dari dalam, secara instrinsik. c. Potensi intelektual siswa meningkat.

4 d. Siswa belajar bagaimana melakukan penemuan dengan melalui proses melakukan penemuan. Jadi, kegiatan pemecahan masalah akan membantu meningkatkan potensi intelektual dan rasa percaya diri siswa. Selain itu, siswa tidak akan takut dan ragu ketika dihadapkan pada permasalahan, baik dalam matematika maupun diluar matematika. Ditengah pentingnya kemampuan pemecahan masalah dalam proses pembelajaran matematika, ditemukan fakta bahwa kemampuan pemecahan masalah yang dimiliki oleh siswa masih tergolong rendah. Kenyataan menunjukkan bahwa kondisi pembelajaran matematika dewasa ini belum memenuhi harapan yang diinginkan, baik dari proses maupun hasil pembelajarannya. Yakni prosesnya belum mengarah pada keaktifan siswa dan siswa belum dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa fakta yang berasal dari temuan hasil studi dan hasil survei yaitu : 1. Hasil Penelitian Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) (dalam http://www.peduli-matematika.org/page.php?5) menunjukkan bahwa Peringkat matematika siswa Indonesia dengan peserta kelas VIII SMP berada di deretan 34 dari 38 negara. Tahun 2003 peringkat Indonesia berada pada deretan 34 dari 45 negara. Dan ranking Indonesia pada TIMSS tahun 2007 turun menjadi ranking 36 dari 48 negara. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa Indonesia masih belum mampu lepas dari deretan penghuni papan bawah dan jauh tertinggal dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia. Padahal, hasil penelitian TIMSS yang dilakukan oleh Frederick K.S. Leung (dalam http://www.peduli-matematika.org/page.php?5) menyatakan bahwa Jumlah jam pelajaran matematika di Indonesia jauh lebih banyak dibandingkan dengan Malaysia dan Singapura. Dalam satu tahun, siswa kelas 8 di Indonesia rata-rata mendapat 169 jam pelajaran matematika, Malaysia 120 jam, dan Singapura 112 jam. Prestasi matematika siswa Indonesia hanya 411. Sementara itu, Malaysia mencapai 508 dan Singapura

5 605. Hal ini menunjukkan waktu yang dihabiskan siswa Indonesia di sekolah tidak sebanding dengan prestasi yang diraih. 2. Hasil test Programme for International Student Assessment (PISA) (dalam PPPTK, 2011) menunjukkan bahwa Pada tahun 2006 Indonesia berada pada peringkat 52 dari 57 negara dan pada tahun 2009 berada pada peringkat 61 dari 65 negara. Padahal Soal-soal matematika dalam studi PISA lebih banyak mengukur kemampuan bernalar, pemecahan masalah, berargumentasi dan berkomunikasi dari pada soal-soal yang mengukur kemampuan teknis baku yang berkaitan dengan ingatan dan perhitungan semata. 3. Hasil studi yang dilakukan Direktorat PLP 2002 (dalam Wardhani S, 2004:1) juga menyebutkan bahwa Meski adanya peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, namun pembelajaran dan pemahaman siswa SMP pada matematika menunjukkan hasil yang kurang memuaskan. Pembelajaran di SMP cenderung text book oriented dan kurang terkait dengan kehidupan sehari-hari siswa. Pembelajaran cenderung abstrak dan dengan metode ceramah sehingga konsep-konsep akademik kurang bias atau sulit dipahami. Hal ini menunjukkan bahwa kebanyakan guru dalam mengajar masih kurang memperhatikan berfikir siswa, atau dengan kata lain tidak melakukan pengajaran bermakna, metode yang digunakan kurang bervariasi, dan sebagai akibatnya motivasi belajar siswa menjadi sulit ditumbuhkan dan pola belajar cenderung menghafal dan mekanistis. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa akan berdampak pada rendahnya prestasi siswa disekolah sehingga mengakibatkan mutu pendidikan rendah. Disinyalir penyebab rendahnya mutu pendidikan matematika siswa diantaranya terkait kualitas model pembelajaran yang tidak tepat. Pada umumnya model pembelajaran yang digunakan guru adalah pembelajaran konvensional. Guru menyampaikan pelajaran dengan metode ceramah atau ekspositori sementara siswa hanya mencatatnya pada buku catatan. Abbas (http://depdiknas.go.id) menyatakan bahwa :

6 Banyak faktor yang menjadi penyebab rendahnya hasil belajar matematika peserta didik, salah satunya adalah ketidaktepatan penggunaan model pembelajaran yang digunakan guru di kelas. Kenyataan menunjukan bahwa selama ini kebanyakan guru menggunakan model pembelajaran konvensional dan banyak didominasi oleh guru. Model pembelajaran konvensional yang didominasi oleh guru akan membuat siswa menjadi pasif sehingga siswa merasa jenuh dalam menerima pelajaran matematika dan enggan menggungkapkan ide-ide atau penyelesaian dari masalah yang diberikan guru. Akibatnya siswa menganggap matematika adalah pelajaran yang sulit dan menakutkan. Kondisi ini banyak terjadi di lapangan. Seperti yang diungkapkan oleh Suherman (http://educare.e-fkipunla.net) bahwa konon dalam pelaksanaan pembelajaran matematika sekarang ini pada umumnya guru masih menggunakan metode konvensional yaitu guru masih mendominasi kelas, siswa pasif (datang, duduk, nonton, berlatih,..., dan lupa). Senada dengan Kaswan (dalam Cahyono, 2010) menyatakan bahwa : Ternyata metode ceramah dengan guru menulis di papan tulis merupakan metode yang paling sering digunakan. Dengan metode tersebut, siswa lebih banyak mendengar dan menulis apa yang diterangkan atau ditulis oleh guru di papan tulis. Hal ini menyebabkan isi mata pelajaran matematika dianggap sebagai bahan hafalan, sehingga siswa tidak menguasai konsep. Berdasarkan observasi di SMP Negeri 27 Medan pada materi Sistem Persamaan Linier Dua Variabel tanggal 24 September 2012 di kelas IX 8 tahun ajaran 2012/2013, siswa menganggap bahwa materi sistem persamaan linier dua variabel merupakan materi pelajaran yang sulit dipelajari. Apalagi dalam menyelesaikan soal-soal cerita. Hal ini didukung dengan perolehan hasil tes diagnostik yang diberikan peneliti. Sebelumnya peneliti memberikan masalah kepada siswa, antara lain : Pak Ihsan menjual 2 ekor bebek dan tiga ekor ayam seharga Rp. 110.000,-. Sedangkan jika menjual seekor bebek dan dua ekor ayam ia menerima uang Rp. 65.000,-. Berapakah harga seekor ayam dan seekor bebek?

7 Terdapat kendala pemecahan masalah siswa yang ditemukan peneliti di kelas IX 8 SMP Negeri 27 Medan yaitu dari 33 siswa yang mengikuti tes, diperoleh skor rata-rata siswa 45,0 padahal nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) adalah 65. Selain itu diperoleh gambaran tingkat kemampuan siswa sebagai berikut: terdapat 30,3 % siswa yang sudah mampu memahami masalah, 27,3% yang sudah mampu merencanakan pemecahan masalah, 27,3% yang sudah mampu melaksanakan pemecahan masalah, dan tidak ada siswa yang memeriksa kembali hasil yang telah diperoleh tersebut. Sedangkan secara penguasaan siswa yang telah memiliki kemampuan pemecahan masalah pada tingkat kemampuan sangat tinggi terdapat 0 orang (0%) siswa, 2 orang (6,06%) siswa yang memiliki kemampuan tinggi, 8 orang (24,24%) siswa yang memiliki kemampuan sedang, 17 orang (51,52%) siswa yang memiliki kemampuan rendah, dan 6 orang (18,18%) siswa yang memiliki kemampuan sangat rendah. Dari data ini terlihat jelas bahwa dari aspek merencanakan pemecahan masalah, menyelesaikan masalah dan memeriksa prosedur tingkat penguasaan siswa masih rendah. Dari hasil wawancara dengan guru matematika kelas VIII SMP Negeri 27 Medan yaitu ibu ERS Siagian ternyata model pembelajaran yang digunakan oleh guru bersifat teacher oriented. Sebagian besar kegiatan pembelajaran masih berpusat pada guru. Guru lebih banyak menjelaskan dan memberikan informasi tentang konsep-konsep dari materi yang diajarkan. Sementara siswa hanya mendengarkan dan membahas soal-soal yang diberikan oleh guru. Hal ini membuat siswa menjadi bosan dan jenuh dalam belajar matematika. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa salah satu kesulitan untuk mempelajari matematika adalah rendahnya kemampuan pemecahan masalah siswa yang disebabkan oleh penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka diperlukan penanggulangan dengan segera. Kemampuan pemecahan masalah dapat diperoleh bila dalam proses pembelajaran terjadi komunikasi antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswa yang merangsang terciptanya partisipasi siswa. Artinya, salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan

8 masalah yaitu dengan memilih model pembelajaran yang lebih menekankan keaktifan pada diri siswa. Seperti yang diungkapkan Rahman (2009:6) bahwa Creative Problem Solving (CPS) adalah model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan keterampilan. Dalam pembelajaran model CPS ini siswa dituntut aktif sehingga dalam pembelajaran siswa mampu mengeluarkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki untuk memecahakan masalah yang belum mereka temui. Aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung tidak hanya mendengarkan dan mencatat saja. Bertanya pada teman saat diskusi, berani mengemukakan pendapat, dan aktivitas lainnya baik secara mental, fisik, dan sosial sehingga siswa dapat menggunakan berbagai cara sesuai dengan daya kreatif mereka untuk memecahkan masalah tersebut, sehingga sebagian tujuan pembelajaran matematika terpenuhi. Model ini melatih siswa untuk menemukan solusi dari masalah yang diberikan oleh guru secara aktif, logis, dan kreatif dengan mengikuti langkahlangkah yang telah ditentukan meliputi klarifikasi masalah, pengungkapan gagasan, evaluasi dan seleksi, serta implementasi. Melalui proses belajar yang dilakukan secara bertahap dengan melibatkan kemampuan berpikir siswa dalam merumuskan, merepresentasikan, dan menyelesaikan masalah diharapkan siswa memiliki kreativitas dan keterampilan dalam pemecahan masalah dan secara tidak langsung dapat menguasai konsep- konsep matematis yang dipelajari. Selain model CPS, salah satu model pembelajaran yang dapat mengakomodasi kepentingan untuk mengkolaborasikan pengembangan diri di dalam proses pembelajaran adalah model pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yaitu siswa belajar dalam kelompok kecil yang heterogen dan dikelompokkan dengan tingkat kemampuan yang berbeda. Jadi dalam setiap kelompok terdapat siswa yang berkemampuan rendah, sedang, dan tinggi. Dalam menyelesaikan tugas, anggota saling bekerja sama dan membantu untuk memahami bahan pembelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu teman belum menguasai bahan

9 pembelajaran. Menurut Tim MKPBM (2001:218) dorongan teman untuk mencapai prestasi akademik yang baik adalah salah satu faktor penting dari cooperative learning. Terdapat beberapa teknik pembelajaran dalam cooperative learning, salah satunya adalah teknik Two Stray-Two Stay (TS-TS). Model pembelajaran kooperatif teknik TS-TS merupakan model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lainnya. Hal ini dilakukan dengan cara saling mengunjungi/bertamu antar kelompok untuk berbagi informasi. Teknik ini mendorong siswa lebih aktif dalam mengungkapkan gagasan atau ide serta menuntut siswa untuk lebih bertanggung jawab terhadap keberhasilan kelompoknya Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan tersebut, maka peneliti mencoba akan mengkolaborasikan model CPS dengan teknik TS-TS dalam suatu penelitian yang berjudul : Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving dengan Teknik Two Stay-Two Stray terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa pada Pokok Bahasan Sistem Persamaan Linier Dua Variabel Di Kelas VIII SMP Negeri 27 Medan Tahun Ajaran 2012/2013. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, diidentifikasi permasalahannya sebagai berikut : 1. Siswa kurang menyenangi matematika. 2. Kemampuan pemecahan masalah siswa masih rendah. 3. Kemampuan siswa dalam memecahkan soal-soal mengenai Sistem Persamaan Linier Dua Variabel di kelas VIII SMP Negeri 27 Medan masih rendah. 4. Penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat sehingga siswa kurang aktif dalam pembelajaran. 5. Model pembelajaran yang digunakan oleh guru SMP Negeri 27 Medan berpusat kepada guru (Konvensional).

10 1.3 Batasan Masalah Sesuai dengan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang dikemukakan diatas sangat luas, maka masalah yang dipilih dibatasi pada kemampuan pemecahan masalah matematika siswa masih rendah dan penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat. 1.4 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah dan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah penerapan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dengan teknik Two Stay- Two Stray berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada pokok bahasan Sistem Persamaan Linier Dua Variabel di Kelas VIII SMP Negeri 27 Medan Tahun Ajaran 2012/2013? 2. Apakah kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model Creative Problem Solving (CPS) dengan teknik Two Stay- Two Stray lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan konvensional? 3. Bagaimana ketuntasan kemampuan pemecahan masalah siswa kelas VIII SMP Negeri 27 Medan Tahun Ajaran 2012/2013 pada pokok bahasan Sistem Persamaan Linier Dua Variabel yang diajar dengan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dengan teknik Two Stay- Two Stray dan yang diajar dengan pembelajaran konvensional? 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dengan teknik Two Stay- Two Stray terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada pokok bahasan Sistem Persamaan

11 Linier Dua Variabel di Kelas VIII SMP Negeri 27 Medan Tahun Ajaran 2012/2013. 2. Untuk mengetahui kualitas peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model Creative Problem Solving (CPS) dengan teknik Two Stay- Two Stray dibandingkan dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan konvensional. 3. Untuk mengetahui ketuntasan kemampuan pemecahan masalah siswa kelas VIII SMP Negeri 27 Medan Tahun Ajaran 2012/2013 pada pokok bahasan Sistem Persamaan Linier Dua Variabel yang diajar dengan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dengan teknik Two Stay- Two Stray dan yang diajar dengan pembelajaran konvensional. 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi siswa, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa khususnya pada pokok bahasan Sistem Persamaan Linier Dua Variabel. 2. Bagi guru, sebagai bahan pertimbangan dalam memilih model pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. 3. Bagi sekolah, sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijaksanaan dalam pembelajaran matematika. 4. Bagi peneliti, sebagai bahan masukan untuk dapat menerapkan model pembelajaran yang tepat dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah di masa yang akan datang. 5. Sebagai masukan pemikiran bagi peneliti lain dalam melaksanakan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian ini.