BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

relatif kecil sehingga memudahkan dalam proses pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan. Beberapa bentuk sediaan padat dirancang untuk melepaskan

waktu tinggal sediaan dalam lambung dan memiliki densitas yang lebih kecil dari cairan lambung sehingga obat tetap mengapung di dalam lambung tanpa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

zat alc.if dari tablet dapat diatur mtuk tujuan tertentu (Banker &

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB II SISTEM MENGAPUNG (FLOATING SYSTEM)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Effervescent system digunakan pada penelitian ini. Pada sistem ini formula tablet mengandung komponen polimer dengan kemampuan mengembang seperti

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, ditentukan lima formula

baik berada di atas usus kecil (Kshirsagar et al., 2009). Dosis yang bisa digunakan sebagai obat antidiabetes 500 sampai 1000 mg tiga kali sehari.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGGUNAAN ETIL SELULOSA SEBAGAI MATRIKS TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCL : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

konvensional 150 mg dapat menghambat sekresi asam lambung hingga 5 jam, tetapi kurang dari 10 jam. Dosis alternatif 300 mg dapat meningkatkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji formula pendahuluan (Lampiran 9), maka dipilih

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

bentuk sediaan lainnya; pemakaian yang mudah (Siregar, 1992). Akan tetapi, tablet memiliki kekurangan untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

(AIS) dan golongan antiinflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lunak yang dapat larut dalam saluran cerna. Tergantung formulasinya kapsul terbagi

FORMULASI TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCl DENGAN MATRIKS METOLOSE 90SH : STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA SKRIPSI

Sedangkan kerugiannya adalah tablet tidak bisa digunakan untuk pasien dengan kesulitan menelan. Absorpsi suatu obat ditentukan melalui disolusi

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan, hipotesis dan manfaat penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Granul merupakan sediaan multiunit berbentuk agglomerat dari

dapat digunakan pada krisis hipertensi seperti kaptopril (Author, 2007). Kaptopril mempunyai waktu paruh biologis satu sampai tiga jam dengan dosis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan antiinflamasi lainnya. Dosis ibuprofen sebagai anti-inflamasi mg sehari.

Teknik likuisolid merupakan suatu teknik formulasi dengan obat yang tidak terlarut air dilarutkan dalam pelarut non volatile dan menjadi obat dalam

SKRIPSI. Oleh : YENNYFARIDHA K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

anti-inflamasi non steroidal (AINS). Contoh obat golongan AINS adalah ibuprofen, piroksikam, dan natrium diklofenak. Obat golongan ini mempunyai efek

SKRIPSI. Oleh: HADI CAHYO K

diperlukan pemberian secara berulang. Metabolit aktif dari propranolol HCl adalah 4-hidroksi propranolol yang mempunyai aktifitas sebagai β-bloker.

bioavailabilitasnya meningkat hingga mencapai F relsl = 63 ± 22 %

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGGUNAAN METIL SELULOSA SEBAGAI MATRIKS TABLET LEPAS LAMBAT TRAMADOL HCL: STUDI EVALUASI SIFAT FISIK DAN PROFIL DISOLUSINYA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. (compression coating). Sekarang salut film enterik telah banyak dikembangkan. dan larut dalam usus halus (Lachman, et al., 1994).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Bahan Baku Ibuprofen

menyebabkan timbulnya faktor lupa meminum obat yang akhirnya dapat menyebabkan kegagalan dalam efektivitas pengobatan. Permasalahan ini dapat diatasi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Aspirin mencegah sintesis tromboksan A 2 (TXA 2 ) di dalam trombosit dan

bahan tambahan yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik sehingga dapat dicetak langsung. Pada pembuatan tablet diperlukan bahan

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

Tahapan-tahapan disintegrasi, disolusi, dan difusi obat.

mudah ditelan serta praktis dalam hal transportasi dan penyimpanan (Voigt, 1995). Ibuprofen merupakan obat analgetik antipiretik dan anti inflamasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

mempermudah dalam penggunaannya, orally disintegrating tablet juga menjamin keakuratan dosis, onset yang cepat, peningkatan bioavailabilitas dan

Pemberian obat secara bukal adalah pemberian obat dengan cara meletakkan obat diantara gusi dengan membran mukosa pipi. Pemberian sediaan melalui

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Pembuatan Tablet Effervescent Tepung Lidah Buaya. Tablet dibuat dalam lima formula, seperti terlihat pada Tabel 1,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagian besar produk obat konvensional seperti tablet dan kapsul diformulasi

SKRIPSI AYU ANITA SARI. Oleh : K

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tinggal obat dalam saluran cerna merupakan faktor yang dapat mempengaruhi

Profil pelepasan propanolol HCl dari tablet lepas lambat dengan sistem floating menggunakan matriks methocel K15M

BAB I PENDAHULUAN. Obat-obat anti inflamasi non-steroid (AINS) banyak digunakan untuk terapi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sejalan dengan perkembangan ilmu dan teknologi farmasi, beberapa jenis obat

A. DasarTeori Formulasi Tiap tablet mengandung : Fasedalam( 92% ) Starch 10% PVP 5% Faseluar( 8% ) Magnesium stearate 1% Talk 2% Amprotab 5%

struktur yang hidrofobik dimana pelepasannya melalui beberapa tahapan sehingga dapat mempengaruhi kecepatan dan tingkat absorpsi (Bushra et al,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

OPTIMASI NATRIUM BIKARBONAT DAN ASAM SITRAT SEBAGAI KOMPONEN EFFERVESCENT PADA TABLET FLOATING NIFEDIPIN

SKRIPSI. Oleh: HENI SUSILOWATI K FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN. memiliki beberapa masalah fisiologis, termasuk waktu retensi lambung yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pengamatan dan Hasil Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

bebas dari kerusakan fisik, serta stabil cukup lama selama penyimpanan (Lachman et al., 1986). Banyak pasien khususnya anak kecil dan orang tua

BAB I PENDAHULUAN. Natrium diklofenak merupakan Obat Antiinflamasi Non-steroid. (OAINS) yang banyak digunakan sebagai obat anti radang.

SKRIPSI SANASHTRIA PRATIWI K Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kanal kalsium. Nifedipin sering digunakan karena mudah didapatkan dan juga

GEL. Pemerian Bahan. a. Glycerolum (gliserin)

PENGEMBANGAN FORMULASI TABLET MATRIKS GASTRORETENTIVE FLOATING DARI AMOKSISILIN TRIHIDRAT

enzim dan ph rendah dalam lambung), mengontrol pelepasan obat dengan mengubah struktur gel dalam respon terhadap lingkungan, seperti ph, suhu,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dan tujuan penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. menyerupai flubiprofen maupun meklofenamat. Obat ini adalah penghambat

terbatas, modifikasi yang sesuai hendaknya dilakukan pada desain formula untuk meningkatkan kelarutannya (Karmarkar et al., 2009).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebanyakan bentuk lepas lambat (sustained release) dirancang supaya

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gastro Retentive Drug Delivery System (GRDDS) Gastroretentive drug delivery system (GRDDS) merupakan sistem penghantaran obat yang memiliki kemampuan menahan obat di dalam saluran pencernaan khususnya di lambung untuk memperpanjang periode waktu. GRDDS dapat memperbaiki pengontrolan penghantaran obat-obat yang memiliki kriteria: untuk aksi lokal di lambung, diabsorbsi secara cepat dan baik di lambung, tidak stabil dan terdegradasi di dalam saluran intestinal/kolon, kelarutannya rendah pada ph alkalis, memiliki waktu eliminasi yang pendek serta memiliki indeks terapi yang sempit (Rocca et al, 2004). Beberapa keuntungan dari GRDDS antara lain: meningkatkan bioavailabilitas, dapat mengendalikan penghantaran obat dan mengurangi frekuensi pengobatan, mengurangi fluktuasi konsentrasi obat, meningkatkan selektivitas pada aktivasi reseptor, mengurangi aktivitas perlawanan dari tubuh, memperpanjang batas waktu konsentrasi efektif, meminimalkan aktivitas merugikan pada usus besar, serta menempatkan penghantaran obat yang spesifik (Garg and Gupta, 2008). Macam-macam metode formulasi sistem gastroretentive meliputi: sistem penghantaran bioadheseive yang melekat pada permukaan mukosa, sistem penghantaran yang dapat meningkatkan ukuran obat sehingga tertahan karena tidak dapat melewati pyrolus dan sistem penghantaran dengan mengontrol densitas termasuk floating system dalam cairan lambung (Gohel et al, 2004). B. Floating System Floating system, pertama kali diperkenalkan oleh Davis pada tahun 1968, merupakan system dengan densitas yang kecil, yang memiliki kemampuan mengambang kemudian mengapung dan tinggal dilambung untuk beberapa waktu. Pada saat sediaan mengapung dilambung, obat dilepaskan perlahan pada kecepatan yang dapat ditentukan, hasil yang diperoleh adalah

peningkatan gastric residence time (GRT) dan pengurangan fluktuasi konsentrasi obat dalam plasma. Sistem mengapung dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu : 1. Non-Effervescent system Sistem ini biasanya menggunakan matriks yang memiliki daya pengembangan tinggi seperti selulosa, jenis hidrokoloid, polisakarida dan polimer seperti polikarbonat, poliakrilat, polimetakrilat dan polistiren. Salah satu cara formulasi bentuk sediaan sistem mengapung ini yaitu dengan mencampur zat aktif dengan gel hidrokoloid. Hidrokoloid akan mengembang ketika kontak dengan cairan lambung setelah pemberian oral, tinggal dengan bentuk yang utuh dan memiliki bulk density yang lebih kecil dari kesatuan lapisan luar gel. Struktur gel bertindak sebagai reservoir obat yang akan dilepaskan perlahan dan dikontrol oleh difusi melalui lapisan gel. 2. Effervescent system Sistem ini diformulasi menggunakan polimer yang dapat mengembang seperti methocel, polisakarida, kitosan ditambah dengan komponen effervescent, seperti natrium bikarbonat dan asam sitrat atau asam tartrat. Keterangan: A = Sediaan oral dari Gastroretentive drug delivery system (FDDS) B = Prinsip kerja dari FDDS secara effervescent Gambar 2.1 Sistem Effervescent (Shweta et al, 2005)

Matriks akan membentuk gel ketika kontak dengan cairan lambung, kemudian terbentuklah gas karbondioksida (CO2) yang dihasilkan dari sistem effervescent. Gas tersebut akan terperangkap dalam gelyfiedhydrocolloid yang mengakibatkan tablet akan mengapung, meningkatkan pergerakan sediaan, sehingga akan mempertahankan daya mengapungnya (Ichikawa et al, 991). Selain itu, lapisan effervescent dibagi menjadi dua sub-lapisan untuk menghindari kontak langsung antara natrium bikarbonat dan asam tartrat. Sodium bikarbonat yang terkandung dalam sublayer dalam dan asam tartarat di lapisan luar. Ketika sistem direndam dalam larutan penyangga pada 37 C, tenggelam sekaligus dalam larutan dan membentuk pil yang membengkak, seperti balon, dengan kepadatan yang jauh lebih rendah dari 1 g / ml. Reaksi karena karbon dioksida yang dihasilkan oleh netralisasi dalam lapisan effervescent bagian dalam dengan difusi air melalui bagian luar lapisan membran swellable. Sistem ini mulai mengambang dalam waktu 10 menit dan sekitar 80% masih mengambang selama 5 jam, terlepas dari ph dan viskositas media uji (Ichikawa et al, 1991). Sebuah sistem floating memanfaatkan resin pertukaran ion telah dikembangkan. Sistem ini terdiri dari butiran resin yang dimuat dengan bikarbonat dan obat bermuatan negatif yang terikat pada resin. Butiran yang dihasilkan kemudian dienkapsulasi dalam semipermeabel membran untuk mengatasi cepat hilangnya karbon dioksida. Setibanya dalam lingkungan asam lambung, pertukaran klorida dan ion bikarbonat terjadi, seperti yang diharapkan (Tamizharasi et al, 2011). Sebagai hasil dari reaksi ini, karbondioksida dilepaskan dan terjebak dalam membran, sehingga membawa butiran ke arah atas isi lambung dan memproduksi lapisan floating butiran resin. Sebaliknya, butiran tidak berlapis tenggelam dengan cepat. Pengukuran radioaktivitas dengan scintigraphy menunjukkan yang tinggal lambung secara substansial berkepanjangan, dibandingkan dengan kontrol, ketika sistem diberikan

setelah cahaya, terutama cairan makanan. Selain itu, sistem ini mampu memperlambat pelepasan obat (Tamizharasi et al, 2011). Tablet floating merupakan formulasi yang cocok untuk obat obat yang bermasalah dalam hal disolusi dan / atau stabilitasnya dalam cairan usus halus, diharapkan memberikan efek lokal di lambung, serta hanya diabsorbsi di bagian atas intestinal (Patil dkk, 2010). Sedangkan evaluasi sediaan dengan sistem floating antara lain : 1. Kemampuan mengapung Kemampuan suatu sediaan mengapung dalam medium tertentu, biasanya digunakan dua medium yang berbeda, medium dapar ph 7,2 dengan medium cairan lambung buatan. Sediaan dilihat apakah dapat mengapung dalam medium atau tidak. (Shah et al., 2009). 2. Floating lag time dan durasi floating C. Uraian Bahan Floating lag time adalah kecepatan mengapung suatu sediaan floating, pada medium cairan asam lambung buatan dengan suhu 37 o C. Sedangkan durasi floating adalah kemampuan lamanya sediaan mengapung di medium tertentu pada suhu 37 o C. Dari hasil beberapa penilitian bahwa semakin cepat kecepatan mengapung maka sediaan dikatakan baik, sedangkan untuk lamanya mengapung disesuaikan dengan zat aktif tersebut (Shah et al, 2009). 1. Metformin HCl Metformin Hidroklorida memiliki nama IUPAC N,Ndimetillimidodikarbonimidik diamida dengan rumus molekul C4H11N5٠HCl. Metformin Hidroklorida mengandung tidak kurang dari 93,5% dan tidak lebih dari 101,0% C4H11N5٠HCl, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Metformin Hidroklorida memiliki pemerian serbuk hablur putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau, higroskopis (Depkes RI, 1995).

Gambar 2.2. Struktur Metformin Hidroklorida (Clarke, 1998) Metformin Hidroklorida mudah larut dalam air, praktis tidak larut dalam eter dan dalam kloroform, sukar larut dalam etanol (Depkes RI, 1995). Metformin Hidroklorida mempunyai efek farmakologis sebagai obat anti-hiperglikemia dan diabetes tipe 2. Metformin Hidroklorida adalah obat golongan biguanida yang tersedia mempunyai mekanisme kerja yang berbeda dengan sulfonilurea, efek utamanya adalah menurunkan glukoneogenesis dan meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan. Metformin Hidroklorida merupakan obat pilihan pertama pasien dengan berat badan berlebih, dimana diet ketat gagal untuk mengendalikan diabetes, jika sesuai bisa digunakan sebagai pilihan pada pasien dengan berat badan normal (BPOM, 2008). Metformin Hidroklorida diabsorbsi dalam saluran penceranaan, dengan bioavabilitas antara 50 sampai 60%. Sedangkan konsentrasi maksimal dalam plasma (Cmax) 1,6 ± 0,38μg/ml dan waktu paruh sampai dengan 2,6 ± 0,8 jam setelah pemberian dosis tunggal 500 mg secara per oral. Dan dalam bentuk terikat dengan protein dalam darah mencapai 90 %, di eliminasi melalui ginjal dengan waktu paruh eliminasi 3.6 sampai 6,2 jam. Formulasi Metformin Hidroklorida dalam bentuk sediaan lepas lambat diharapkan dapat menghasilkan konsentrasi obat dalam darah yang lebih seragam dan kadar puncak yang tidak fluktuatif. Bentuk sediaan lepas lambat dapat meningkatkan kepatuhan pasien dan bioavabilitasnya (Parvathi, 2012).

2. Etil Selulosa Etil selulosa adalah salah satu matriks hidrofob yg digunakan untuk pembuatan sediaan lepas lambat. Etil selulosa mempunyai beberapa keuntungan yaitu: etil selulosa sudah digunakan secara luas sebagai bahan tambahan dalam sediaan oral dan topikal pada produk farmasi, sifatnya stabil, cost effectiveness, mengurangi resiko terjadinya dose dumping (Huang, dkk 2004 dalam Warsiti, 2008). Etil selulosa yang mengandung kurang dari 46,5% gugus metoksi larut dalam tetrahidrofuran, metil asetat kloroform dan campuran hidrokarbon aromatik dengan alkohol. Sedangkan etil selulosa yang mengandung 46,5% atau lebih gugus etoksi larut dalam alkohol, toluene, kloroform, dan metil asetat (Dahl, 2005 dalam Warsiti, 2008 ). Nama lain dari etil selulosa adalah aquacoat ECD; aqualon; E462; ethocel; surelease dan nama kimia cellulosa ethyl ether. Rumus molekul C12H23O6(C12H22O5)n C12U23O5 dan struktur molekul etil selulosa seperti pada gambar 2.3. Gambar 2.3. Struktur Molekul Etil Selulosa (Dahl, 2005 dalam Warsiti, 2008) Fungsi dari etil selulosa diantaranya sebagai coating agent; tablet binder; tablet filler; viscosity-increasing agent. Sebagai sustained-release tablet coating digunakan konsentrasi 3,0 20,0% (Dahl, 2005 dalam Warsiti, 2008). Etil selulosa berbentuk serbuk putih kecoklatan, tidak berbau, tidak

berasa dan bersifat mudah mengalir (free flowing). Tidak larut dalam air, gliserin, dan propilenglikol. Etilselulosa merupakan polimer inert tidak larut yang digunakan sebagai matriks dalam formulasi tablet floating. Tablet yang dibuat dari bahan-bahan ini didesain untuk dimakan dan tidak pecah dalam saluran cerna (Lachman, dkk, 1994). Penggunaan etil selulosa dalam sistem floating dapat memberi rintang untuk penetrasi cairan kedalam matriks, sehingga difusi obat akan menjadi lambat dan pelepasan obat menjadi lambat (Warsiti.2008). 3. Natrium bikarbonat Natrium bikarbonat merupakan serbuk kristal berwarna putih yang memiliki rasa asin, mudah larut air, dan tidak higroskopis. Natrium bikarbonat pada RH di atas 85% akan cepat menyerap air di lingkungannya dan akan menyebabkan dekomposisi dan hilangnya karbondioksida sehingga sebagai bahan effervescent diperlukan penyimpanan yang rapat. Natrium bikarbonat selain dapat dipakai sebagai salah satu bahan gas forming yang menghasilkan karbondioksida, senyawa ini juga dapat dipakai sebagai pengisi tablet effervescent. Natrium bikarbonat merupakan sumber utama karbondioksida dalam sistem effervescent. Senyawa ini larut sempurna dalam air, tidak higroskopis, tidak mahal, banyak tersedia di pasaran dalam lima tingkat ukuran partikel (mulai dari serbuk halus sampai granula seragam yang mengalir bebas), dapat dimakan dan digunakan secara luas dalam produk makanan sebagai soda kue. Natrium bikarbonat merupakan alkali natrium yang paling lemah, mempunyai ph 8,3 dalam larutan air dalam konsentrasi 0,85%. Zat ini menghasilkan kira-kira 52% karbondioksida (Siregar dan Wikarsa, 2010). 4. Poligel CA (Carbomer) Poligel CA memliki nama lain carbomer. Carbomer adalah acritamer, acrylic acid polymer, carbopol, carboxyl polimer. Carbomer

digunakan sebagian besar didalam cairan atau sediaan formulasi semi solid berkenaan dengan farmasi sebagai agen penuspensi atau agen penambah kekentalan. Carbopol berbentuk serbuk halus putih, sedikit berbau khas, higroskopis, memiliki berat 1,76-2,08 g/cm³ dan titik lebur pada 260ºC selama 30 menit. Larut dalam air, etanol dan gliserin. Carbomer bersifat stabil, higroskopik, penambahan temperatur berlebihan dapat mengakibatkan kekentalan menurun sehingga mengurangi stabilitas. Carbomer mempunyai viskositas 30.500-39.400 digunakan sebagai bahan pengental yang baik, viskositasnya tinggi. Carbomer merupakan salah satu matriks hidrofilik yang digunakan dalam formulasi tablet floating, matriks hidrofilik mampu mengembang dan diikuti oleh erosi dari bentuk gel sehingga obat dapat terdisolusi dalam media. Bila bahan tersebut kontak dengan air, maka akan terbentuk lapisan matriks terhidrasi. Lapisan ini bagian luarnya akan mengalami erosi sehingga menjadi terlarut. Keuntungan sistem matriks hidrofilik adalah sederhana, relative murah dan aman, mampu memuat dosis dalam jumlah yang besar, mengurangi kemungkinan terbentuknya ghost matrices karena dapat mengalami erosi, dan mudah diproduksi (Collett & Moreton, 2002). D. Evaluasi sifat fisik tablet Untuk menentukan suatu tablet baik atau tidaknya perlu dilakukan uji sifat fisik tablet, antara lain : 1. Keseragaman bobot tablet Keseragaman bobot tablet dipengaruhi faktor mesin tablet, kualitas cetakan dan punch, sifat sifat fisik dan homogenitas granul, keteraturan aliran granul dari corong cetakan. Tablet memenuhi syarat USP bila tidak lebih dari dua tablet yang beratnya diluar batasan presentase, serta tidak satupun tablet yang beratnya lebih dari dua kali batasan presentasi yang diizinkan (Lachman et al, 1994).

2. Kontrol kekerasan tablet Pada umumnya tablet harus cukup keras untuk tahan pecah pada waktu dikemas, dikirim dengan kapal, harus cukup lunak untuk melarut dan akan menghancur dengan sempurna pada saluran pencernaan (Ansel, 1999). Tablet yang besar memerlukan tanaga yang lebih banyak untuk mematahkanya, karena lebih keras dari tablet yang lebih kecil (Lachman et al, 1994). 3. Kontrol kerapuhan Uji kerapuhan tablet dilakukan untuk mengetahui ketahanan tablet atas guncangan mekanik dari lingkungan produksi, peralatan produksi yang digunakan dan pengujian ini memliki magsud untuk mendapat gambaran bagaimana tablet bertahan didalam kemasannya serta dalam wadah pada saat distribusinya. Tablet yang mudah menjadi bubuk, menyerpih, dan pecah pecah akan kehilangan keelokannya serta konsumen enggan menerima dan dapat mengotori wadah dan pengangkutanya ( Lachman et al, 1994). 4. Waktu hancur Waktu hancur adalah waktu yang dibutuhkan sejumlah tablet untuk hancur menjadi granul atau partikel penyusunya yang mampu melewati ayakan no 10 yang terdapat dibagian bawah alat uji, alat yang digunakan adalah disintegration tester (Sulaiman, 2007). Obat harus berada dalam bentuk larutan agar segera diabsorbsi (Lachman et al, 1994). Sebagai medium penghancurnya digunakan air atau cairan pencernaan buatan bersuhu tertentu ( 37o C ). Dengan demikian, pengujian dilakukan pada kondisi yang sedapat mungkin mendekati situasi fisiologis ( Voigt, 1995). E. Disolusi Bila tablet atau sedaiaan obat lain dimasukan ke dalam beaker yang terisi air atau kedalam saluran cerna (saluran gastrointestinal), obat tersebut mulai masuk dalam larutan dari bentuk padatnya. Kalau obat tersebut tidak dilapisi polimer, matrik padat juga mengalami disintegrasi menjadi granul granul

dan mengalami pemecahan menjadi partikel partikel yang halus. Disintegrasi, deagregasi, dan disolusi dapat berlangsung serentak dengan melepasnya suatu obat dari bentuk dimana obat tersebut diberikan (Martin et al, 1993). Uji disolusi memainkan peranan penting dalam beberapa hal, seperti alat kontrol kualitas sediaan, alat memonitor konsistensi pelepasan obat antar bets dari sediaan selama produksi dan sebagai pengganti pengujian in vivo secara in vitro, serta untuk mengetahui kinerja yang akan memandu pengembangan formulasi dan memastikan kebutuhan untuk melakukan uji bioekuivalensi (Goeswin agoes, 2012). Disolusi yang dilakukan untuk evaluasi bentuk sediaan floating system berbeda dengan sediaan konvensional, baik dari segi alat maupun lamanya proses disolusi. Salah satu metode disolusi untuk sediaan floating yang sangat baik, seperti yang dipublikasikan Gohel et al, (2004). Dalam uji disolusi ini, digunakan gelas beker yang dimodifikasi dengan menambah suatu saluran tempat sampling yang menempel pada dasar gelas beker. Medium yang digunakan disesuaikan dengan keadaan dilambung baik ph, jumlah cairan maupun kecepatan motilitas lambung (Gohel et al., 2004). Faktor yang mempengaruhi uji disolusi : Beberapa faktor terkait yang mempengaruhi kecepatan disolusi obat dari sediaan terdiri atas 6 kelompok sebagai berikut : 1. Sifat fisika kimia obat 2. Formulasi sediaan 3. Bentuk sediaan 4. Alat uji disolusi 5. Parameter uji disolusi 6. Faktor-faktor lainnya. Faktor-faktor terkait parameter uji disolusi Faktor-faktor seperti sifrat fisika dan karakteristik media disolusi, PH lingkungan, dan temperatur sekitar, menunjukan pengaruhnya pada kinerja disolusi produk.

1. Temperatur USP/NF menyatakan secara spesifik bahwa media disolusi harus berada pada suhu 37 C. Sering dianggap bahwa suhu tangas air di tabung disolusi adalah sama. Tabung uji disolusi plastik menunjukan koefisien transfer panas lebih kecil 3,5 kali dari koefisien transfer panas tabung uji disolusi gelas. Jadi dalam satu seri uji disolusi dengan alat uji disolusi tidak dapat digunakan tabung uji disolusi yang terbuat dari plastik dan kaca secara bersamaan karena kecepatan disolusinya akan berbeda secara signifikan. 2. Media Disolusi Konsistuen, sifat, dan karakteristik media disolusi secara menyeluruh menunjukan perbedaan kinerja disolusi API secara signifikan. Pilihan media disolusi untuk uji disolusi bergantung pada kelarutan obat disamping pertimbangan faktor ekonomi dan segi praktisnya. Faktor seperti gas terlarut, PH media, dan viskositas media terbukti secara signifikan berpengaruh selama masalah kecepatan disolusi menjadi pertimbangan dan acuan. F. Simplex Lattice Design (SLD) Simplex Lattice Design merupakan salah satu metode untuk mengetahui profil efek campuran terhadap suatu parameter (Bolton, 1997). Metode ini ditetapkan pada formula granul instan dengan menggunakan dua campuran atau lebih, dengan campuran paling sederhana menggunakan dua komponen bahan pemanis dan pengisi. Dasar metode ini adalah adanya dua variabel bebas A dan B. Rancangan ini dibuat dengan memilih 3 kombinasi dan yang diamati respon yang didapat. Respon yang didapat haruslah mendekati tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya baik maksimal ataupun minimal (Bolton, 1997).

Hubungan respon dan komponen yang digambarkan sebagai berikut : Y=a (A)+b (B)+ab (A)(B) Y dalam hal ini sebagai parameter yang ingin dicapai yaitu kadar bahan yang digunakan, (A) dan (B) adalah fraksi komponen dengan syarat: Hubungan respon dan komponen yang digambarkan sebagai berikut : Komponen dengan syarat: 0 (A) 1 0 (B) 1 (A) + (B) = 1 A, b, dan ab sebagai suatu koefisien yang menyatakan nilai parameter mutu fisik. Untuk mengetahui nilai a, b, ab diperlukan 3 formula sebagai berikut; A=1 bagian atau diambil 100% tanpa B, B=1 bagian atau diambil 100% tanpa A, dan campuran A dan B masing-masing 50%. Dengan memasukan respon yang didapat dari hasil percobaan dengan hasil diatas maka dapat dihitung harga koefisien a, b, dan ab. Dengan diketahuinya harga-harga koefisien ini dapat pula dihitung nilai Y (respon) pada setiap variasi campuran A dan B sehingga digambarkan profilnya (Bolton, 1997). Profil efek campuran terhadap suatu parameter dapt dianalisa dengan metode simplex lattice design menggunakan bantuan software design expert. Pada software design expert untuk mengetahui respon dari variable terdapat 3 model yaitu model linier, model Quadratic dan model Special cubic. 1. Linear model: Y= β1(x1) + β2(x2) + β3(x3) 2. Quadratic model: Y= β1(x1) + β2(x2) + β3(x3) + β12(x1)(x2) + β13(x1)(x3) + β23(x2)(x3)

3. Special cubic: Y= β1(x1) + β2(x2) + β3(x3) + β12(x1)(x2) + β13(x1)(x3) + β23(x2)(x3) + β123(x1)(x2)(x3) Keterangan: X1, X2, X3 = fraksi campuran komponen β1, β2, β3 = koefisien regresi (dihitung berdasarkan respon percobaan Dalam optimasi model simplex lattice design, jumlah sesungguhnya suatu komponen dalam campuran, diterjemahkan sebagai proporsi yang merupakan bilangan nol atau positif dan tidak boleh berupa bilangan negatif. Jumlah seluruh proporsi dari semua komponen adalah 1. Jika X1,X2,..., Xq adalah proporsi komponen 1, 2,...,q, maka 0 < Xi<1 Jika terdapat 3 komponen (q = 3) yaitu A, B dan C maka digambarkan dalam bentuk dia dimensi berupa segitiga samasisi (model special cubic) dengan 3 sudut. Pada masig-masing sudut segitiga sama sisi menunjukkan komponen tunggal dengan nilai proporsi = 1. Hal yang perlu diperhatikan adalah ketiga sisi segitiga harus mempunyai skala yang sama. Respon yang didapat haruslah mendekati tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya baik maksimal ataupun minimal (Bolton, 1997).