BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pemanfaatan teknologi nuklir kini tidak hanya di bidang energi seperti pada PLTN tetapi juga untuk berbagai bidang, salah satu yang kini telah banyak diterapkan di Indonesia dan terus digunakan adalah di bidang medis. Salah satu peran teknologi nuklir adalah sebagai penunjang diagnostik dengan pencitraan seperti penggunaan pesawat sinar X. Penggunaan radiasi untuk kepentingan diagnostik seperti ini biasanya disebut sebagai radiodiagnostik. Aplikasi teknologi nuklir di bidang kesehatan sudah berkembang pesat dan memberikan sumbangsih yang besar dalam proses diagnosis maupun terapi berbagai jenis penyakit. Teknologi nuklir berperan pula dalam kajian dan penelitian mengenai proses anatomi, fisiologi, patofisiologi dan metabolik mulai dari tingkat selluler sampai dengan molekuler yang terjadi pada berbagai organ tubuh manusia. Secara garis besar, bidang medis yang memanfaatkan sumber radiasi dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian spesialistik yaitu radioterapi, radiodiagnostik, dan kedokteran nuklir [1]. Radiodiagnostik merupakan kegiatan penunjang diagnosis menggunakan perangkat radiasi sinar pengion untuk melihat fungsi tubuh secara anatomi. Radioterapi merupakan kegiatan terapi radiasi eksternal dengan sumber radiasi tertutup, menggunakan teknik penyinaran secara fraksinasi dalam bentuk brakiterapi maupun teleterapi. Kedokteran nuklir merupakan kegiatan penunjang diagnostik secara in-vivo, in-vitro, dan terapi radiasi interna menggunakan sumber radiasi terbuka. Dalam organisasi rumah sakit, ketiga jenis kegiatan ini diampu oleh suatu unit radiologi. Pada masing-masing bagiannya, terdapat beberapa macam spesialisasi personel yang mempunyai fungsi berbeda satu sama lain, di antaranya adalah fisikawan medis, operator alat diagnostik (X Ray, CT Scan), operator alat terapi (LINAC, TeleCobalt), dan lain sebagainya. Para personel rumah sakit yang bekerja dengan radiasi tentu beresiko menerima jumlah paparan radiasi yang lebih tinggi daripada pasiennya sendiri, mengingat mereka bekerja 1
2 sepanjang tahun, sedangkan pasien mendapat paparan dengan frekuensi yang lebih sedikit, sebagai gambaran, data yang diperoleh dari EPA (Environmental Protection Agency) menyebutkan bahwa paparan radiasi yang diterima oleh operator X Ray dan terapis di radioterapi masing-masing sebesar 325 dan 305 mrem/tahun [2]. Upaya proteksi radiasi harus dilakukan sesuai prinsip ALARA (As Low As Reasonably Achievable) demi meminimalisir paparan radiasi yang diterima pekerja radiasi tersebut. Sesuai dengan Peraturan Kepala BAPETEN Nomor 3 Tahun 2013 Pasal 30 tentang keselamatan radiasi dalam penggunaan pesawat sinar-x radiologi diagnostik dan intervensional, ketentuan nilai batas dosis yang diterima oleh pekerja radiasi di instalasi radiologi yaitu tidak boleh melampaui dosis efektif sebesar 20 msv (dua puluh milisievert) per tahun rata-rata selama 5 (lima) tahun berturut-turut, oleh karena itu, prinsip proteksi radiasi yaitu waktu, jarak dan perisai menjadi penting diaplikasikan pada instalasi radiodiagnostik. Metode yang paling efektif untuk mengatenuasi radiasi adalah penggunaan perisai [3]. Material perisai yang banyak digunakan pada instalasi radiologi berupa beton, timbal, dan kaca timbal. Beton digunakan karena murah dan memiliki sifat yang mudah diadaptasikan terhadap berbagai desain konstruksi, timbal memiliki densitas yang tinggi sehingga baik sebagai perisai, namun keduanya memiliki sifat yang opaque atau tidak tembus pandang. Hal ini memberikan efek pada tingkat kesulitan dalam proses pengawasan yang terjadi selama penyinaran. Kaca timbal merupakan material yang memenuhi syarat sebagai perisai radiasi (shielding) yang transparan. Kaca timbal digunakan karena memiliki karakter transparan sekaligus berdensitas tinggi. Shielding transparan juga biasa digunakan sebagai bahan glove box yang digunakan untuk mencampur bahan radioaktif dengan larutan bahan pembawa (carrier) [3]. Kaca timbal memiliki kualitas optik yang sangat baik akan tetapi harganya yang mahal membuat eksplorasi material yang lebih murah menjadi penting. Pilihan bahan lainnya yang memiliki kemampuan menahan radiasi yang hampir sama akan tetapi lebih murah dan mudah yaitu akrilik. Akrilik merupakan bahan
3 polimer yang memiliki kemiripan dengan kaca. Terdapat kelebihan akrilik dibandingkan kaca, yaitu lebih ringan tidak mudah pecah, harga lebih murah, dan proses produksi yang lebih mudah [3]. Gambar 1. 1 Glove Box [4] I.2. Perumusan Masalah Perkembangan perisai radiasi mengarah pada sifat transparan, hal ini dipicu oleh semakin meluasnya penggunaan teknologi radiasi dalam berbagai bidang termasuk medis, dalam hal ini radiasi sinar-x. Sifat tembus pandang inilah yang kemudian menjadi karakteristik yang tidak dapat dipenuhi oleh beton dan timbal, sedangkan kaca timbal memiliki harga yang relatif tinggi. Pengawasan yang mudah dan aman menjadi keuntungan tersendiri bagi penggunaan perisai radiasi yang transparan. Melalui penelitian ini diharapkan dapat dihasilkan material perisai radiasi tembus pandang baru yakni material campuran akrilik barium yang memenuhi standar keselamatan dengan biaya produksi yang lebih murah. I.3. Tujuan 1. Mendapatkan nilai koefisien atenuasi hasil paparan sumber 90 Sr, 137 Cs serta sinar-x 42 kv.
4 I.4. Batasan Masalah Batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bahan baku yang digunakan untuk pembuatan sampel perisai radiasi tembus pandang dari paduan resin thermoplastic acrylic, katalisator dan barium. 2. Dilakukan variasi terhadap perbandingan berat antara resin thermoplastic acrylic dengan barium dalam basis massa. Perbandingan berat antara acrylic dan barium yaitu: 90:10, 80:20, dan 70:30. 3. Analisis kekuatan sampel bahan melipuli uji non-destructive. 4. Uji non-destructive yang dilakukan meliputi: a. Uji atenuasi dengan daya jangkau sumber 90 Sr. b. Uji atenuasi dengan sumber 137 Cs. c. Uji atenuasi dengan sinar-x 42 kv. I.5. Manfaat Manfaat yang diharapkan dari penelitian pembuatan perisai radiasi paduan akrilik dan barium ini adalah sebagai berikut: I.5.1. Bagi Ilmu Pengetahuan a. Mengetahui kandidat potensi material perisai transparan yang lebih murah. b. Mendorong penelitian dari segi ekonomi perihal perisai transparan. I.5.2. Bagi Instalasi Radiologi Dapat menghasilkan bahan yang bisa digunakan untuk bahan pembuatan glove box pada instalasi kedokteran nuklir yang lebih murah dan lebih baik kualitasnya.
5 I.5.3. Bagi Penulis Penelitian yang dilikakun diharapkan dapat menambah pengetahuan secara lebih mendalam tentang pembuatan perisai radiasi dan mengaplikasikan teori yang telah didapatkan selama perkuliahan.