BAB I PENDAHULUAN. fungsi ginjal dengan cepat sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan jumlah. penderita gagal ginjal pada tahun 2013 telah meningkat 50% dari tahun

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai

BAB I PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan berupa

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang

BAB I PENDAHULUAN. menghambat kemampuan seseorang untuk hidup sehat. Penyakit penyakit

BERAT BADAN PASIEN DIALISIS

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik (GGK) atau penyakit renal tahap akhir

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan lambat yang biasanya berlangsung beberapa tahun.

BAB I PENDAHULUAN. irreversible. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dari 50

BAB I PENDAHULUAN. volume, komposisi dan distribusi cairan tubuh, sebagian besar dijalankan oleh Ginjal

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronik seperti Glomerulonephritis Chronic, Diabetic

HUBUNGAN TINGKAT ASUPAN PROTEIN DENGAN KADAR UREUM DAN KREATININ DARAH PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Chronic Kidney Disease (CKD) atau Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan umumnya bersifat irreversibel, ditandai dengan kadar

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau End Stage Renal Desease (ESRD) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. Hal ini bila

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. mendadak dan hampir lengkap akibat kegagalan sirkulasi renal atau disfungsi

BAB I PENDAHULUAN. dapat terjadi secara akut dan kronis. Dikatakan akut apabila penyakit berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Ginjal memiliki peranan yang sangat vital sebagai organ tubuh

BAB 1 PENDAHULUAN. yang beredar dalam darah). Penderita GGK harus menjalani terapi diet

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang bersifat progresif dan irreversibel yang menyebabkan ginjal kehilangan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan salah satu masalah kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan cukup lanjut. Penyakit gagal ginjal kronis mengakibatkan laju filtrasi


Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ginjal memiliki fungsi untuk mengeluarkan bahan dan sisa-sisa

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital

BAB 1 PENDAHULUAN. Derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat dicapai melalui

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik merupakan kerusakan ginjal atau penurunan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Disease: Improving Global Outcomes Quality (KDIGO) dan the Kidney Disease

BAB 1 PENDAHULUAN. yang bersifat progresif dan irreversibel. Ginjal berfungsi sebagai. kerusakan pada sistem endokrin akan menyebabkan terganggunya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronik (GGK) atau Chronic Kidney Diseases (CKD) dalam jangka waktu yang lama (Black & Hawks, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam jangka waktu yang lama (Noer, Soemyarso, 2006). Menurut (Brunner

BAB I PENDAHULUAN. komposisi kimia darah, atau urin, atau kelainan radiologis (Joannidis et al.,

BAB 1 PENDAHULUAN. Penurunan atau kegagalan fungsi ginjal berupa penurunan fungsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. mempertahankan homeostasis tubuh. Ginjal menjalankan fungsi yang vital

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal. Terapi pengganti yang. adalah terapi hemodialisis (Arliza, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. yang progresif dan irreversibel akibat berbagai penyakit yang merusak nefron

BAB I PENDAHULUAN. multipel. Semua upaya mencegah gagal ginjal amat penting. Dengan demikian,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh mereka yang menderita gagal ginjal (Indraratna, 2012). Terapi diet

BAB I dalam Neliya, 2012). Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pasien penyakit gagal ginjal kronik di Amerika Serikat adalah orang.

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan sifatnya irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penderita gagal ginjal kronik menurut estimasi World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Gagal ginjal yang terjadi secara mendadak disebut gagal ginjal akut,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. gagal untuk mempertahankan metabolism dan keseimbangan cairan dan elektrolit,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit

Afniwati, Amira Permata Sari Tarigan, Yunita Ayu Lestari Tarigan Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Medan. Abstrak

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. ketidakmampuan ginjal untuk membuang toksin dan produk sisa dari darah serta

BAB I PENDAHULUAN. banyak pabrik-pabrik yang produk-produk kebutuhan manusia yang. semakin konsumtif. Banyak pabrik yang menggunakan bahan-bahan

BAB 1 PENDAHULUAN. secara progresif dan ireversibel, saat ini angka kejadian gagal ginjal kronik

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan, berwarna merah keunguan.

BAB I PENDAHULUAN. dan keserasian antara perkembangan fisik dan perkembangan mental. Tingkat. lampau, bahkan jauh sebelum masa itu (Budiyanto, 2002).

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN DIET PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS DENGAN TERAPI HEMODIALISIS DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian yang berskala cukup besar di Indonesia dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi dari 2-3 bulan hingga tahun (Price dan Wilson, 2006).

HUBUNGAN PENAMBAHAN BERAT BADAN ANTARA DUA WAKTU DIALISIS DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN HEMODIALISIS DI RUMAH SAKIT Dr. M. DJAMIL PADANG TESIS

HUBUNGAN DEPRESI DENGAN INTERDIALYTIC WEIGHT GAIN (IDWG) PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK (PGK) YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD KOTA SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari tiga bulan, dikarakteristikan

BAB I PENDAHULUAN. bersifat progresif dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh gagal untuk

TINJAUAN PUSTAKA. Ginjal adalah system organ yang berpasangan yang terletak pada rongga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mengeksresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal

BAB I PENDAHULUAN. sebagai organ pengeksresi ginjal bertugas menyaring zat-zat yang sudah tidak

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir adalah gangguan pada

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah cairan yang lebih sedikit. Perbedaan ini karena laki-laki

BAB I PENDAHULUAN. darah yang melalui ginjal, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit,

BAB I PENDAHULUAN. dari mulai faal ginjal normal sampai tidak berfungsi lagi. Penyakit gagal ginjal

I. PENDAHULUAN. pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal (Suwitra, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. disease) saat ini masih menjadi masalah yang besar, sebagaimana prediksi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai 150 ribu orang dan yang membutuhkan terapi pengganti ada

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol merupakan substansi yang paling banyak digunakan di dunia dan tidak

2025 (Sandra, 2012). Indonesian Renal Registry (IRR) tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pasien tersebut. Pasien dengan kondisi semacam ini sering kita jumpai di Intensive

BAB I PENDAHULUAN. menanggulangi penyakit dan kesakitannya (Sukardji, 2007). Perubahan gaya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. yaitu penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan berakhir dengan kematian.

BAB I PENDAHULUAN. dunia sehingga diperlukan penanganan dan pencegahan yang tepat untuk

BAB I PENDAHULUAN. memperlancarkan darah dari zat toksin dan berbagai zat sisa. mengatur keseimbangan asam basa, mempertahankan volume dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Penyakit Gagal Ginjal Kronik Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan kegagalan fungsi ginjal

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang racun dan produk sisa dari darah, ditandai adanya protein dalam urin serta penurunan laju filtrasi glomerulus, berlangsung lebih dari 3 bulan (Black & Hawks, 2009). Penyakit ginjal kronik juga ditandai dengan penurunan fungsi ginjal dengan cepat sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan hydroelectrolytic dan akumulasi produk katabolisme nitrogen seperti urea dan kreatinin. Penyakit ini dapat didefinisikan sebagai sindrom kompleks, secara lambat, progresif, dan irreversibel akan menghilangkan fungsi ginjal (Mansjoer, 2000). Penderita penyakit ginjal kronik di dunia semakin meningkat, di Amerika Serikat pada tahun 2009 sebanyak 570.000 orang menjalani terapi dialisis atau transplantasi ginjal, sementara di Inggris diperkirakan sekitar 50.000 orang (Wyld, Morton, Hayen, &Andrew, 2012). Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita penyakit ginjal kronik yang cukup tinggi, data dari ASKES tahun 2010 tercatat 17.507 pasien, tahun berikutnya tercatat 23.261 dan data terakhir tahun 2013 tercatat 24.141 orang pasien (Namawi, 2013). Data yang diperoleh dari RSUP H. Adam Malik Medan, jumlah pasien yang menjalani hemodialisa rutin pada tahun 2009 adalah 166 orang, dan meningkat pada tahun 2013 menjadi 191 pasien. Data dirumah sakit dr. Pirngadi Medan pada tahun 2011 tercatat sebanyak 123 pasien,

20 meningkat menjadi 126 orang pada tahun berikutnya, dan terakhir tahun 2013 tercatat 184 orang yang rutin menjalani hemodialisa, dan diperkirakan semakin meningkat setiap tahunnya. Hemodialisis merupakan suatu proses terapi pengganti ginjal dengan menggunakan selaput membran semi permeabel yang berfungsi seperti nefron sehingga dapat mengeluarkan produk sisa metabolisme dan mengoreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal ginjal (Ignatavicius & Workman, 2009). Proses hemodialisis ini dapat dilakukan dua sampai tiga kali seminggu yang memakan waktu tiga sampai lima jam setiap kali hemodialisis (Smeltzer & Bare, 2008). Hasil Konsensus Dialisis Pernefri (2003) menyatakan bahwa adekuasi hemodialisis dapat dicapai dengan jumlah dosis hemodialisis 10-12 jam perminggu. Hemodialisis yang dilakukan pasien penyakit ginjal kronik tidak akan mengubah perjalanan penyakit ginjal dan mengembalikan fungsi ginjal. Pasien tetap akan mengalami sejumlah permasalahan dan komplikasi (Smeltzer & Bare, 2008). Hemodialisis dilakukan bertujuan untuk membantu memperbaiki komposisi cairan tubuh sehingga mencapai keseimbangan cairan yang diharapkan. Pasien yang menjalani hemodialisis harus tetap melakukan pembatasan atau pengelolaan cairan dan diet. Asupan cairan harian pasien yang menjalani hemodialisis dibatasi hanya sebanyak insensible water losses ditambah jumlah urin (Smeltzer & Bare, 2008). Masalah kelebihan cairan tidak hanya diperoleh dari masukan cairan akan tetapi juga dapat berasal dari makanan yang mengandung kadar air tinggi, oleh karena itu secara keseluruhan diet pasien yang

21 menjalani hemodialisis harus dikontrol (Welch, Perkins, Johnson, &Kraus, 2006). Penambahan berat badan interdialisis merupakan peningkatan volume cairan yang dimanifestasikan dengan peningkatan berat badan sebagai dasar untuk mengetahui jumlah cairan yang masuk selama periode interdialisis (Arnold, 2008). Beberapa penelitian menunjukkan 60-80% pasien meninggal akibat kelebihan masukan cairan dan makanan pada periode interdialitik (Kaplan De- Nour, &Czaczkes, 1972 dalam Sonnier, 2000). Di Amerika Serikat sekitar 17% pasien mengalami penambahan berat badan lebih dari 3Kg dalam satu periode dialisis. Resiko komplikasi akibat penyakit ginjal kronik dapat dikurangi dengan membatasi penambahan berat badan interdialisis tidak boleh lebih dari 2,5-3Kg atau 3,5-4% dari berat badan kering (Lopez-Gomez, 2005). Menurut Abuelo (1998) untuk meminimalkan penambahan berat badan tersebut pasien harus menjalani diet pembatasan cairan yang ketat yaitu masukan cairan dibatasi 1 liter perhari. Penambahan berat badan interdialisis dipengaruhi oleh kemampuan fungsi ginjal, kebiasaan mengkonsumsi makanan, faktor lingkungan, self carecompliance, dan faktor dialisis (Sarkar, Kotanko, &Levin, 2006). Menurut Sonnier (2000) ada beberapa faktor spesifik yang mempengaruhi penambahan berat badan interdialisis antara lain faktor dari pasien itu sendiri dan juga keluarga serta ada beberapa faktor psikososial antara lain faktor demografi, masukan cairan, rasa haus, social support, self efficacy dan stress.

22 Menurut Pace (2007), peningkatan berat badan interdialisis melebihi 4.8% akan meningkatkan mortalitas meskipun tidak dinyatakan besarannya. Peningkatan berat badan lebih dari 5,7% juga menyebabkan resiko kematian dan kerusakan kardiovaskuler (Sarkar et al., 2006). Penambahan berat badan interdialisis yang terlalu tinggi dapat menimbulkan efek negatif terhadap keadaan pasien, diantaranya hipotensi, kram otot, hipertensi, sesak nafas, mual dan muntah, dan banyak gejala lainnya (Smeltzer & Bare, 2008). Gangguan fisik yang bisa ditimbulkan akibat penambahan berat badan yang terlalu tinggi pada saat intra-dialisis adalah besarnya volume cairan pada saat ultrafikasi, hipotensi, sakit kepala, sedangkan pada saat interdialisis menyebabkan hipertensi, hipertropi ventrikel kiri, dan edema paru (Veerapan, Arvind & Ilayabharthi, 2012). Penambahan berat badan interdialisis dapat menyebabkan komplikasi ke semua organ tubuh, kelebihan cairan yang dialami oleh pasien sangat erat kaitannya dengan morbiditas dan kematian (Linberg, Magnus, Karl, Wikstrom, 2009). Acute pulmonry edema adalah gejala yang paling sering terjadi pada pasien akibat penambahan berat badan sehingga menyebabkan pasien dirawat diruangan emergency (Abuelo, 1998). Beberapa gejala yang menunjukkan adanya kelebihan cairan pada tubuh pasien seperti tekanan darah naik, peningkatan nadi dan frekuensi pernafasan, peningkatan vena sentral, dispnea, batuk, edema, peningkatan berat badan yang berlebihan sejak dialisis terakhir (Hudak & Gallo, 1996). Penelitian lain juga menyebutkan bahwa penambahan berat badan interdialisis yang berlebihan dapat menimbulkan komplikasi dan masalah bagi

23 pasien diantaranya yaitu: hipertensi yang semakin berat, gangguan fungsi fisik, sesak nafas, edema pulmonal yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kegawat daruratan hemodialisis, meningkatnya resiko hipertropy ventrikuler dan gagal jantung (Welch et al., 2006). Penambahan berat badan interdialisis juga merupakan salah satu indikator kualitas hidup bagi pasien hemodialisa yang perlu dikaji sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan perawatan berkelanjutan dalam pengaturan hemodialisis pasien, dan meningkatkan kepatuhan terhadap pembatasan cairan (Linberg et al., 2009). Menurut Sathvik, parthasarathi, Narahari & Gurudev (2008), kualitas hidup menjadi ukuran penting setelah pasien menjalani terapi penggantian ginjal seperti hemodialisis atau transplantasi ginjal. Cleary & Drennan (2005) dalam penelitian menunjukkan pasien hemodialisis mengalami kualitas hidup yang lebih buruk dari pada individu pada umumnya. Secara khusus, pasien akan mengalami penderitaan fisik, keterbatasan dalam beraktivitas sehari-hari. Kualitas hidup juga berhubungan dengan penyakit dan terapi yang dijalani. Kualitas hidup dapat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti karakteristik demografi, faktor kesehatan, ekonomi, lingkungan, keamanan, dukungan keluarga, depresi dan lainnya (Stigelman et al., 2006). Banyak peneliti juga berpendapat bahwa masalah spiritual merupakan masalah yang sangat penting bagi pasien yang menderita penyakit kronik yang mengancam jiwa, untuk itu perlu pendekatan dengan model biopsikososialspiritual dalam merawat pasien. Spiritualitas merupakan dimensi penting yang harus diperhatikan dalam penilaian kualitas hidup karena gangguan spiritualitas

24 akan menyebabkan gangguan berat secara psikologis termasuk keinginan bunuh diri (Bele, Bodhare, Mudgalkan, Saraf, & Valsangkar, 2012). Perawat hemodialisis mempunyai peran penting sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokasi, konsultan dan pemberi edukasi untuk membantu pasien mencapai kualitas hidup yang baik. Perawat hemodialisis harus mempunyai kemampuan secara profesional untuk mempersiapkan pasien sebelum hemodialisis, memantau kondisi pasien selama hemodialisis dan memberi edukasi diet dan pembatasan cairan yang tepat serta memberikan dukungan untuk kemampuan self care serta melakukan pemantauan secara menyeluruh (Kallenbach et al., 2005). Asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat secara komprehensif terhadap pasien hemodialisis diharapkan dapat mengurangi dan mencegah komplikasi yang dialami pasien selama menjalankan terapi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien hemodialisis. Berdasarkan fenomena bahwa penambahan berat badan interdialisis sering terjadi pada pasien hemodialisis, dan akan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan pasien, maka sangat penting dilakukan penelitian ini. Selain itu, penelitian mengenai hubungan penambahan berat badan interdialisis dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis juga belum pernah dilakukan di RS. H. Adam Malik dan RS. Dr. Pirngadi Medan.

25 1.2 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang diatas dan berbagai fenomena yang muncul tentang penambahan berat badan interdialisis dan kualitas hidup, maka pertanyaan penelitian ini adalah: apakah terdapat hubungan antara penambahan berat badan interdialisis terhadap kualitas hidup pasien hemodialisis. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum menggambarkan tujuan menyeluruh dari penelitian ini. Tujuan khusus merupakan penjabaran dari tujuan umum. 1.3.1 Tujuan Umum Menganalisis hubungan penambahan berat badan interdialisis dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan penambahan berat badan interdialisis pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. b. Mendeskripsikan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. c. Menganalisis hubungan penambahan berat badan interdialisis dengan kualitas hidup pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. 1.4 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan penambahan berat badan interdialisis dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis (Ha).

26 1.5 Manfaat penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi praktek keperawatan di unit hemodialisa, bagi pasien hemodialisis, bagi pendidikan keperawatan dan penelitian selanjutnya. a. Praktek keperawatan di unit hemodialisa Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi praktek keperawatan di unit hemodialisa dalam memberikan asuhan keperawatan. Penelitian ini akan memberi informasi kepada perawat dampak dari penambahan berat badan interdialisis terhadap kualitas hidup pasien sehingga perawat akan meningkatkan pemantauan diet pada pasien. Penelitian ini juga akan memberikan informasi tentang kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisis, sehingga perawat lebih memperhatikan dan mengevaluasi kualitas hidup pasien secara berkelanjutan dan dapat memberikan asuhan keperawatan secara holistik yang meliputi kesehatan fisik, mental, hambatan akibat penyakit ginjal, gejala dan masalah yang muncul, dampak penyakit ginjal dalam kehidupan sehari-hari, serta masalah sosial dan spiritual. b. Pasien Hemodialisis Memberikan informasi kepada pasien tentang dampak penambahan berat badan interdialisis, sehingga pasien dapat menyadari pentingnya pembatasan cairan dan meningkatkan kepatuhan diet pada pasien hemodialisis. c. Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian ini akan menjadi masukan bagi pendidikan keperawatan dalam proses pembelajaran mahasiswa dan bisa menjadi masukan

27 bagi pengembangan kurikulum keperawatan khususnya keperawatan medikal bedah yaitu pemberian asuhan keperawatan berdasarkan holistic nursing sehingga mahasiswa diharapkan mampu memberi asuhan keperawatan secara keseluruhan mulai dari masalah fisik, psikologis, lingkungan dan spiritual sehingga kualitas hidup pasien dapat ditingkatkan. d. Penelitian selanjutnya Hasil penelitian ini dapat menjadi evidence based untuk penelitian yang terkait dengan penambahan berat badan interdialisis dan kualitas hidup selanjutnya. Penelitian ini juga bisa dijadikan dasar untuk mengembangkan penelitian mengenai terapi komplementer untuk mengurangi rasa haus pada pasien penyakit ginjal kronik sehingga penambahan berat badan interdialisis dapat terkontrol.