19 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang racun dan produk sisa dari darah, ditandai adanya protein dalam urin serta penurunan laju filtrasi glomerulus, berlangsung lebih dari 3 bulan (Black & Hawks, 2009). Penyakit ginjal kronik juga ditandai dengan penurunan fungsi ginjal dengan cepat sehingga mengakibatkan ketidakseimbangan hydroelectrolytic dan akumulasi produk katabolisme nitrogen seperti urea dan kreatinin. Penyakit ini dapat didefinisikan sebagai sindrom kompleks, secara lambat, progresif, dan irreversibel akan menghilangkan fungsi ginjal (Mansjoer, 2000). Penderita penyakit ginjal kronik di dunia semakin meningkat, di Amerika Serikat pada tahun 2009 sebanyak 570.000 orang menjalani terapi dialisis atau transplantasi ginjal, sementara di Inggris diperkirakan sekitar 50.000 orang (Wyld, Morton, Hayen, &Andrew, 2012). Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita penyakit ginjal kronik yang cukup tinggi, data dari ASKES tahun 2010 tercatat 17.507 pasien, tahun berikutnya tercatat 23.261 dan data terakhir tahun 2013 tercatat 24.141 orang pasien (Namawi, 2013). Data yang diperoleh dari RSUP H. Adam Malik Medan, jumlah pasien yang menjalani hemodialisa rutin pada tahun 2009 adalah 166 orang, dan meningkat pada tahun 2013 menjadi 191 pasien. Data dirumah sakit dr. Pirngadi Medan pada tahun 2011 tercatat sebanyak 123 pasien,
20 meningkat menjadi 126 orang pada tahun berikutnya, dan terakhir tahun 2013 tercatat 184 orang yang rutin menjalani hemodialisa, dan diperkirakan semakin meningkat setiap tahunnya. Hemodialisis merupakan suatu proses terapi pengganti ginjal dengan menggunakan selaput membran semi permeabel yang berfungsi seperti nefron sehingga dapat mengeluarkan produk sisa metabolisme dan mengoreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal ginjal (Ignatavicius & Workman, 2009). Proses hemodialisis ini dapat dilakukan dua sampai tiga kali seminggu yang memakan waktu tiga sampai lima jam setiap kali hemodialisis (Smeltzer & Bare, 2008). Hasil Konsensus Dialisis Pernefri (2003) menyatakan bahwa adekuasi hemodialisis dapat dicapai dengan jumlah dosis hemodialisis 10-12 jam perminggu. Hemodialisis yang dilakukan pasien penyakit ginjal kronik tidak akan mengubah perjalanan penyakit ginjal dan mengembalikan fungsi ginjal. Pasien tetap akan mengalami sejumlah permasalahan dan komplikasi (Smeltzer & Bare, 2008). Hemodialisis dilakukan bertujuan untuk membantu memperbaiki komposisi cairan tubuh sehingga mencapai keseimbangan cairan yang diharapkan. Pasien yang menjalani hemodialisis harus tetap melakukan pembatasan atau pengelolaan cairan dan diet. Asupan cairan harian pasien yang menjalani hemodialisis dibatasi hanya sebanyak insensible water losses ditambah jumlah urin (Smeltzer & Bare, 2008). Masalah kelebihan cairan tidak hanya diperoleh dari masukan cairan akan tetapi juga dapat berasal dari makanan yang mengandung kadar air tinggi, oleh karena itu secara keseluruhan diet pasien yang
21 menjalani hemodialisis harus dikontrol (Welch, Perkins, Johnson, &Kraus, 2006). Penambahan berat badan interdialisis merupakan peningkatan volume cairan yang dimanifestasikan dengan peningkatan berat badan sebagai dasar untuk mengetahui jumlah cairan yang masuk selama periode interdialisis (Arnold, 2008). Beberapa penelitian menunjukkan 60-80% pasien meninggal akibat kelebihan masukan cairan dan makanan pada periode interdialitik (Kaplan De- Nour, &Czaczkes, 1972 dalam Sonnier, 2000). Di Amerika Serikat sekitar 17% pasien mengalami penambahan berat badan lebih dari 3Kg dalam satu periode dialisis. Resiko komplikasi akibat penyakit ginjal kronik dapat dikurangi dengan membatasi penambahan berat badan interdialisis tidak boleh lebih dari 2,5-3Kg atau 3,5-4% dari berat badan kering (Lopez-Gomez, 2005). Menurut Abuelo (1998) untuk meminimalkan penambahan berat badan tersebut pasien harus menjalani diet pembatasan cairan yang ketat yaitu masukan cairan dibatasi 1 liter perhari. Penambahan berat badan interdialisis dipengaruhi oleh kemampuan fungsi ginjal, kebiasaan mengkonsumsi makanan, faktor lingkungan, self carecompliance, dan faktor dialisis (Sarkar, Kotanko, &Levin, 2006). Menurut Sonnier (2000) ada beberapa faktor spesifik yang mempengaruhi penambahan berat badan interdialisis antara lain faktor dari pasien itu sendiri dan juga keluarga serta ada beberapa faktor psikososial antara lain faktor demografi, masukan cairan, rasa haus, social support, self efficacy dan stress.
22 Menurut Pace (2007), peningkatan berat badan interdialisis melebihi 4.8% akan meningkatkan mortalitas meskipun tidak dinyatakan besarannya. Peningkatan berat badan lebih dari 5,7% juga menyebabkan resiko kematian dan kerusakan kardiovaskuler (Sarkar et al., 2006). Penambahan berat badan interdialisis yang terlalu tinggi dapat menimbulkan efek negatif terhadap keadaan pasien, diantaranya hipotensi, kram otot, hipertensi, sesak nafas, mual dan muntah, dan banyak gejala lainnya (Smeltzer & Bare, 2008). Gangguan fisik yang bisa ditimbulkan akibat penambahan berat badan yang terlalu tinggi pada saat intra-dialisis adalah besarnya volume cairan pada saat ultrafikasi, hipotensi, sakit kepala, sedangkan pada saat interdialisis menyebabkan hipertensi, hipertropi ventrikel kiri, dan edema paru (Veerapan, Arvind & Ilayabharthi, 2012). Penambahan berat badan interdialisis dapat menyebabkan komplikasi ke semua organ tubuh, kelebihan cairan yang dialami oleh pasien sangat erat kaitannya dengan morbiditas dan kematian (Linberg, Magnus, Karl, Wikstrom, 2009). Acute pulmonry edema adalah gejala yang paling sering terjadi pada pasien akibat penambahan berat badan sehingga menyebabkan pasien dirawat diruangan emergency (Abuelo, 1998). Beberapa gejala yang menunjukkan adanya kelebihan cairan pada tubuh pasien seperti tekanan darah naik, peningkatan nadi dan frekuensi pernafasan, peningkatan vena sentral, dispnea, batuk, edema, peningkatan berat badan yang berlebihan sejak dialisis terakhir (Hudak & Gallo, 1996). Penelitian lain juga menyebutkan bahwa penambahan berat badan interdialisis yang berlebihan dapat menimbulkan komplikasi dan masalah bagi
23 pasien diantaranya yaitu: hipertensi yang semakin berat, gangguan fungsi fisik, sesak nafas, edema pulmonal yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kegawat daruratan hemodialisis, meningkatnya resiko hipertropy ventrikuler dan gagal jantung (Welch et al., 2006). Penambahan berat badan interdialisis juga merupakan salah satu indikator kualitas hidup bagi pasien hemodialisa yang perlu dikaji sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan perawatan berkelanjutan dalam pengaturan hemodialisis pasien, dan meningkatkan kepatuhan terhadap pembatasan cairan (Linberg et al., 2009). Menurut Sathvik, parthasarathi, Narahari & Gurudev (2008), kualitas hidup menjadi ukuran penting setelah pasien menjalani terapi penggantian ginjal seperti hemodialisis atau transplantasi ginjal. Cleary & Drennan (2005) dalam penelitian menunjukkan pasien hemodialisis mengalami kualitas hidup yang lebih buruk dari pada individu pada umumnya. Secara khusus, pasien akan mengalami penderitaan fisik, keterbatasan dalam beraktivitas sehari-hari. Kualitas hidup juga berhubungan dengan penyakit dan terapi yang dijalani. Kualitas hidup dapat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti karakteristik demografi, faktor kesehatan, ekonomi, lingkungan, keamanan, dukungan keluarga, depresi dan lainnya (Stigelman et al., 2006). Banyak peneliti juga berpendapat bahwa masalah spiritual merupakan masalah yang sangat penting bagi pasien yang menderita penyakit kronik yang mengancam jiwa, untuk itu perlu pendekatan dengan model biopsikososialspiritual dalam merawat pasien. Spiritualitas merupakan dimensi penting yang harus diperhatikan dalam penilaian kualitas hidup karena gangguan spiritualitas
24 akan menyebabkan gangguan berat secara psikologis termasuk keinginan bunuh diri (Bele, Bodhare, Mudgalkan, Saraf, & Valsangkar, 2012). Perawat hemodialisis mempunyai peran penting sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokasi, konsultan dan pemberi edukasi untuk membantu pasien mencapai kualitas hidup yang baik. Perawat hemodialisis harus mempunyai kemampuan secara profesional untuk mempersiapkan pasien sebelum hemodialisis, memantau kondisi pasien selama hemodialisis dan memberi edukasi diet dan pembatasan cairan yang tepat serta memberikan dukungan untuk kemampuan self care serta melakukan pemantauan secara menyeluruh (Kallenbach et al., 2005). Asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat secara komprehensif terhadap pasien hemodialisis diharapkan dapat mengurangi dan mencegah komplikasi yang dialami pasien selama menjalankan terapi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien hemodialisis. Berdasarkan fenomena bahwa penambahan berat badan interdialisis sering terjadi pada pasien hemodialisis, dan akan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan pasien, maka sangat penting dilakukan penelitian ini. Selain itu, penelitian mengenai hubungan penambahan berat badan interdialisis dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis juga belum pernah dilakukan di RS. H. Adam Malik dan RS. Dr. Pirngadi Medan.
25 1.2 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang diatas dan berbagai fenomena yang muncul tentang penambahan berat badan interdialisis dan kualitas hidup, maka pertanyaan penelitian ini adalah: apakah terdapat hubungan antara penambahan berat badan interdialisis terhadap kualitas hidup pasien hemodialisis. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum menggambarkan tujuan menyeluruh dari penelitian ini. Tujuan khusus merupakan penjabaran dari tujuan umum. 1.3.1 Tujuan Umum Menganalisis hubungan penambahan berat badan interdialisis dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan penambahan berat badan interdialisis pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. b. Mendeskripsikan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. c. Menganalisis hubungan penambahan berat badan interdialisis dengan kualitas hidup pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. 1.4 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan penambahan berat badan interdialisis dengan kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis (Ha).
26 1.5 Manfaat penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi praktek keperawatan di unit hemodialisa, bagi pasien hemodialisis, bagi pendidikan keperawatan dan penelitian selanjutnya. a. Praktek keperawatan di unit hemodialisa Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi praktek keperawatan di unit hemodialisa dalam memberikan asuhan keperawatan. Penelitian ini akan memberi informasi kepada perawat dampak dari penambahan berat badan interdialisis terhadap kualitas hidup pasien sehingga perawat akan meningkatkan pemantauan diet pada pasien. Penelitian ini juga akan memberikan informasi tentang kualitas hidup pasien yang menjalani hemodialisis, sehingga perawat lebih memperhatikan dan mengevaluasi kualitas hidup pasien secara berkelanjutan dan dapat memberikan asuhan keperawatan secara holistik yang meliputi kesehatan fisik, mental, hambatan akibat penyakit ginjal, gejala dan masalah yang muncul, dampak penyakit ginjal dalam kehidupan sehari-hari, serta masalah sosial dan spiritual. b. Pasien Hemodialisis Memberikan informasi kepada pasien tentang dampak penambahan berat badan interdialisis, sehingga pasien dapat menyadari pentingnya pembatasan cairan dan meningkatkan kepatuhan diet pada pasien hemodialisis. c. Pendidikan Keperawatan Hasil penelitian ini akan menjadi masukan bagi pendidikan keperawatan dalam proses pembelajaran mahasiswa dan bisa menjadi masukan
27 bagi pengembangan kurikulum keperawatan khususnya keperawatan medikal bedah yaitu pemberian asuhan keperawatan berdasarkan holistic nursing sehingga mahasiswa diharapkan mampu memberi asuhan keperawatan secara keseluruhan mulai dari masalah fisik, psikologis, lingkungan dan spiritual sehingga kualitas hidup pasien dapat ditingkatkan. d. Penelitian selanjutnya Hasil penelitian ini dapat menjadi evidence based untuk penelitian yang terkait dengan penambahan berat badan interdialisis dan kualitas hidup selanjutnya. Penelitian ini juga bisa dijadikan dasar untuk mengembangkan penelitian mengenai terapi komplementer untuk mengurangi rasa haus pada pasien penyakit ginjal kronik sehingga penambahan berat badan interdialisis dapat terkontrol.