BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. telah melakukan berbagai macam upaya dalam meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendapat (Sabandar, 2010: 168) bahwa matematika adalah sebagai human

Circle either yes or no for each design to indicate whether the garden bed can be made with 32 centimeters timber?

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tidak dapat berjalan baik, tanpa adanya kerja sama dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Matematika adalah salah satu ilmu dasar, yang sangat berperan penting

BAB I PENDAHULUAN. Komala Dewi Ainun, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. solving), penalaran (reasoning), komunikasi (communication), koneksi

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan daya pikir manusia. Perkembangan teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang pesat tidak bisa. dipungkiri berdampak pada pendidikan,khususnya terhadap kualitas

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang. Tujuan pembelajaran matematika dinyatakan dalam National Council

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

2014 PENERAPAN PENDEKATAN COLLABORATIVE PROBLEM SOLVING DALAMPEMBELAJARAN MATEMATIKA UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUANKONEKSI MATEMATIS SISWA SMP

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

I. PENDAHULUAN. serta bertanggung jawab. Salah satu cara memperoleh sumber daya manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pengembangan kemampuan matematis peserta didik. Matematika

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Penerapan Metode Inkuiri Untuk Meningkatkan Disposisi Matematis Siswa SMA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diana Utami, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bekerja sama dalam suatu kelompok. matematika yaitu pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan

BAB II KAJIAN TEORI. A. Efektivitas Pembelajaran. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 284) efektivitas

BAB I PENDAHULUAN. yang dilakukan oleh seorang guru. Dewasa ini, telah banyak model pembelajaran

2014 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN SIKLUS BELAJAR (LEARNING CYCLE) 5E UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN GENERALISASI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. yang mendasari perkembangan sains dan teknologi, mempunyai peran

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan bagian terpenting di dalam kehidupan.

P. S. PENGARUH PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS DAN KECEMASAN MATEMATIS SISWA KELAS VII

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi yang harus dimiliki individu dan tujuan yang akan dicapai dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Mata pelajaran matematika dalam kurikulum pendidikan nasional selalu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari- hari maupun dalam ilmu pengetahuan.

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu pengetahuan memerlukan kecakapan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. lebih baik dalam hal pengetahuan maupun sikap. Salah satu pembelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Kehidupan yang semakin meng-global ini memberikan tantangan yang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi siswa yaitu Sekolah. Melalui pendidikan di

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari anak-anak sampai dengan orang

BAB I PENDAHULUAN. sosial, teknologi, maupun ekonomi (United Nations:1997). Marzano, et al (1988)

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. 1 Departemen Pendidikan Nasional RI. Undang-undang RI no 20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. memahami apa yang terjadi di lingkungan sekitar (Sirhan, 2007:1). Ilmu kimia

BAB I PENDAHULUAN. Fisika merupakan bagian dari Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. Elly Susanti, Proses koneksi produktif dalam penyelesaian mmasalah matematika. (surabaya: pendidikan tinggi islam, 2013), hal 1 2

BAB I PENDAHULUAN. yaitu membekali diri dengan pendidikan. Terdapat pengertian pendidikan menurut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu cabang ilmu yang membuat peserta didik dapat mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

2014 PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN STRATEGI THINK TALK WRITE (TTW) DI SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. menumbuhkembangkan kemampuan dan pribadi siswa yang sejalan dengan tuntutan

2016 PENERAPAN PENDEKATAN CREATIVE PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KONEKSI DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah AgusPrasetyo, 2015

BAB I PENDAHULUAN. tidak lagi terbatas oleh jarak dan waktu. Perkembangan ini menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ilmu matematika sampai saat ini, seperti Pythagoras, Plato,

BAB I PENDAHULUAN. Pada bab pendahuluan ini akan membahas tentang: (A) konteks penelitian,

I. PENDAHULUAN. menjadi kebutuhan mendasar yang diperlukan oleh setiap manusia. Menurut UU

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2014 PEMBELAJARAN BERMOD EL SIKLUS BELAJAR 7E UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS D AN PENGUASAAN KONSEP SISWA PAD A MATERI HID ROKARBON

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Dalam menghadapi era globalisasi itu diperlukan sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan berbagai kompetensi tersebut belum tercapai secara optimal.

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya merupakan proses untuk membantu manusia

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pembelajaran adalah suatu proses yang tidak hanya sekedar menyerap

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini dunia pendidikan di negara kita semakin mendapat tantangan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizky Fauziah Nurrochman, 2015

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas maka dari itu sudah sejak lama pemerintah telah melakukan berbagai macam uapaya dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia tak terkecuali bagi pendidikan matematika, upaya tersebut dilakukan dengan cara, antara lain melalui pembaharuan kurikulum dan penyediaan perangkat pendukungnya seperti silabus, buku siswa, buku pedoman untuk guru, penyedian alat peraga, dan memberikan pelatihan bagi guru-guru matematika. Upaya nyata lainnya yaitu pada kurikulum 2013 pemerintah menggolongkan matematika sebagai mata pelajaran wajib yang harus diikuti oleh setiap siswa yang duduk di bangku sekolah dasar maupun menengah. Pembelajaran adalah seperangkat peristiwa yang dirancang untuk menghasilkan belajar. Pembelajaran juga dapat didefinisikan sebagai kegiatan memilih, menetapkan dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah peristiwa memilih, menetapkan, dan mengembangkan metode untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai. Pembelajaran memiliki tujuan diantaranya: (1) Agar siswa dapat mengatur waktu dan memusatkan perhatian pada tujuan yang ingin dicapai; (2) Guru dapat mengatur kegiatan instruksional, metode, strategi untuk mencapai tujuan tersebut; (3) Guru sebagai evaluator yang dapat menyusun tes sesuai apa yang harus dicapai oleh anak didik. Uraian mengenai pembelajaran diatas, mempengaruhi proses pembelajaran matematika disekolah. Pembelajaran matematika di sekolah tidak dapat dipisahkan dari definisi matematika. Berdasarkan Lampiran Permendikbud nomor 59 tahun 2014 matematika adalah ilmu universal yang berguna bagi kehidupan manusia, mendasari perkembangan teknologi modern, berperan dalam berbagai ilmu, dan memajukan daya piker manusia. Menurut Ruseffendi (2006) matematika diajarkan disekolah karena matematika berguna dalam memecahkan persoalan kehidupan sehari-hari dan 1

2 persoalan lain. Saat guru memberikan soal cerita kepada siswa yang sederhana dan dirancang sedemikian rupa, membuat siswa dapat mengembangkan strategi dalam menyelesaikan masalah. Dalam Permendikbud nomor 59 tahun 2014 terdapat bebrerapa karakteristik matematika dalam proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah sebagai berikut : 1. Objek yang dipelajari abstrak, yaitu sebagian besar yang dipelajari dalam matematika adalah angka atau bilangan yang secara nyata tidak ada atau merupakan hasil pemikiran otak manusia. 2. Kebenarannya berdasarkan logika, yaitu kebenaran dalam matematika adalah kebenaran secara logika bukan empiris. Kebenaran matematika tidak dapat dibuktikan melalui eksperimen seperti dalam ilmu fisika 3. Ada keterkaitan antara materi yang satu dengan yang lainnnya, yaitu materi yang akan dipeljari harus memenuhi atau menguasai materi sebelumnya 4. Pembelajaran secara bertingkat dan kontinu, yaitu penyajian materi matematika disesuaikan dengan tingkat Pendidikan dan dilakukan secara terusmenerus. 5. Menggunakan bahasa, symbol, yaitu penyampaian materi menggunakan simbol-simbol yang telah disepakati dan dipahami secara umum. 6. Diaplikasikan dibidang ilmu lain, maksudnya materi matematika banyak digunakan atau diaplikasikan dalam bidang ilmu lain. Berdasarkan karakteristik tersebut, matematika dapat membantu siswa untuk berpikir secara sistematis, melalui urutan-urutan yang teratur dan tertentu. Matematika merupakan suatu ilmu yang terintegritas dengan baik antara konsepnya, dengan ilmu lain, maupun dengan kehidupan sehari-hari. Sebagai seorang pendidik, guru haruslah berperan untuk membimbing peserta didik dalam menerapkan konsep-konsep matematika dan kemampuan berpikir matematika yang telah mereka pelajari ke dalam masalah-masalah yang berkaitan atau dikenal dengan kemampuan koneksi matematis. Bruner (dalam Ruseffendi, 2006:152) berpendapat, Dalam matematika setiap konsep itu berkaitan dengan konsep lain, begitu pula antara yang lainnya misalnya antara dalil dan dalil, antara

teori dan teori, antara topik dengan topik, antara cabang matematika (aljabar dan geometri misalnya). Oleh karena itu agar siswa dalam belajar matematika lebih berhasil siswa harus lebih banyak diberi kesempatan untuk melihat kaitan-kaitan itu. sedangkan NCTM (dalam Sugiharti, 2008:2) berpendapat, melalui koneksi matematika maka siswa akan memandang matematika sebagai suatu kesatuan yang utuh bukan sebagai materi yang berdiri sendiri, serta siswa akan menyadari kegunaan dan manfaat matematika baik di sekolah maupun diluar sekolah. Dari dua pernyataan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kemampua koneksi matematis mempunyai peranan tersendiri yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melihat bahwa matematika adalah suatu ilmu yang terintegrasi dengan baik antara topiknya yang memiliki hubungan dengan disiplin ilmu lain maupun dengan kehidupan sehari-hari. Akan tetapi nyatanya kemampuna koneksi matematis siswa di Indonesia masih rendah, Ruspiani (dalam Sholihah, 2012:3) mengemukakan bahwa, rerata kemampuan koneksi matematis siswa sekolah menengah masih rendah, nilai reratanya kurang dari 60 pada skor 100, yaitu sekitar 22,2% untuk koneksi matematika pada pokok bahasan lain, 44% untuk koneksi pada bidang studi lain dan 67,3% untuk koneksi pada kehidupan sehari-hari. Selain itu Fauzi (2011:113) menyimpulkan dalam penelitiannya, kemampuan koneksi matematis ketiga kelompok siswa masih rendah. Siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif Grup (PPMG) peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa dalam kategori sedang, siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan Pendekatan Metakognitif Klasikal (PPMK) peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa dalam kategori rendah, sisswa yang mendapatkan pendekatan konvensional peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa dalam kategori rendah. memperhatikan dua hasil penelitian diatas setidaknya dapat memberikan gambaran bahwa kemungkinan yang menjadi masalah adalah kemampuan koneksi matematis siswa yang masih rendah. Hal ini terjadi dikarenakan masih adanya anggapan bahwa matematika hanya sebatas hapalan yang cukup dihapal saja tanpa memandang adanya kaitan dari materi tersebut dengan materi lainnya, ketika materi-materi matematika hanya di pandang sebagai sekumpulan keterampilan yang tidak berhubungan satu sama lain, maka pembelajaran matematika hanya 3

4 sebagai sebuah pengembangan keterampilan belaka dan sudah pasti hasil belajar matematika akan menurun. Matematika seharusnya dipandang secara fleksibel dan dapat memahami hubungan serta keterkaitan antara ide atau gagasan-gagasan matematika yang satu dengan yang lainnya. Tingkat penguasaan siswa dalam mata pelajaran matematika sangat rendah dan cenderung konstan, salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya prestasi siswa adalah tinggi rendahnya proses pembelajaran matematika yang diterapkan di kelas. Pada saat ini sebagian besar guru dalam mengajar masih menggunakan komunikasi satu arah (one way traffic communication). Dengan cara mengajar seperti ini, guru bertindak sebagai pemberi ilmu pengetahuan, sedangkan siswa dianggap sebagai penerima pengetahuan yang pasif. Siswa lebih banyak mendengar dan menulis apa yang diinformasikan oleh guru. Dari kenyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa hanya belajar dari apa yang diberikan guru tanpa berusaha membangun pemahamannya sendiri. Sehingga kemampuan koneksi matematis siswa rendah, hal ini bertentangan dengan hakekat guru matematika yang seharusnya membantu siswa agar menghayati prinsip serta nilai matematika, sehingga tumbuh daya nalar, berpikir logis, sistematik, kreatif, cerdas, memiliki sikap terbuka dan rasa ingin tahu. Kemampuan bernalar yang merupakan salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah salah satu modal untuk menghadapi tantangan kehidupan. Karena dengan kemampuan koneksi kita dapat lebih mengembangkan ide-ide atau pengetahuan yang telah dimiliki untuk mengatasi permasalahan. Selain kemampuan kognitif yang penting yang harus dimiliki siswa, kemampuan afektif juga penting untuk dimiliki siswa. Karena kemampuan afektif merupakan kemampuan penunjang agar pendidikan Indonesia dapat lebih baik. Kemampuan mengaplikasikan konsep sangat penting untuk dimilki siswa. Seperti yang diungkapkan, manfaat dari masalah aplikasi matematika secara utuh adalah dapat meningkatkan tujuan untuk menghubungkan permasalahan matematika dengan permasalahan dunia nyata Kualitas sumber daya manusia tidak hanya berasal dari kemampuan, tetapi juga juga kepribadian yang unggul. Dalam membentuk pribadi siswa yang unggul,

5 Farida (2013:4) berpendapat bahwa keberhasilan belajar siswa dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu : 1. Faktor internal (faktor dari dalam siswa) yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa yang meliputi self-efficacy, dll. 2. Faktor eksternal (faktor luar siswa) yakni kondisi lingkungan sekitar siswa 3. Faktor pendekatan belajar adalah jenis upaya belajar siswa meliputi strategi dan metode yang akan digunakan siswa untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran. Berdasarkankan pernyataan diatas, diketahui bahwa salah satu factor keberhasilan siswa adalah factor internal dan salah satunya adalah self-efficacy. Keyakinan akan kemampuan didalam diri sangat diperlukan agar dapat bersaing dalam era globalisasi dan dunia kerja. Kualitas proses pengajaran hendaknya selalu ditingkatkan. Salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa dan self-efficacy adalah dengan melakukan perubahan dalam proses pembelajaran, dari pembelajaran konvensional (biasa) ke pembelajaran model inovatif. Menyadari pentingnya suatu model pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematik, maka diperlukan adanyab pembelajaran yang menekankan pada siswa aktif. Salah satu model pembelajaran yang efektif dan efisien yang dapat diterapkan oleh guru matematika adalah model pembelajaran Learning Cycle 7E. Pembelajaran matematika yang menggunakan model Learning Cycle 7E adalah merupakan salah satu model pembelajaran yang dipandang dapat memecahkan masalah tersebut, karena pada dasarnya pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran Learning Cycle 7E menganggap bahwa suatu pembelajaran akan efektif jika memperhatikan tujuh hal, elicit, engage, explore, explain, elaborate, elaborate, evaluate dan extend. penggunaan model learning cycle di atas, dapat diketahui bahwa selain mengembangkan sikap ilmiah siswa, model ini juga bias meningkatkan motivasi serta aktifitas siswa dalam proses pembelajaran sehingga siswa akan lebih mudah memahami materi yang sedang dibahas dan prestasi belajar matematika siswapun meningkat. Pembelajaran secara aktif menyebabkan ingatan yang dipelajari lebih lama dan pengetahuan yang terbentuk lebih luas daripada belajar pasif. Dengan kata lain

6 pembelajaran yang melibatkan siswa memiliki peluang yang sangat besar dalam keberhasilan belajar. Sehingga, siswa yang diberi model pembelajaran Learning Cycle 7E diharapkan memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah kehidupan sehari-hari yang diformulasikan ke dalam bentuk matematika serta mampu mempresentasikan hasil pemecahan masalahnya tersebut. Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul Penerapan Model Learning Cycle 7E (Elicit, Engange, Explore, Explain, Elaborate, Evaluate, and Extend) untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis dan Self-Efficacy Siswa SMA B. Indentifikasi Masalah Berdasarkan hasil observasi kepada 171 siswa kelas XI IPS SMA Angkasa dan guru mata pelajaran matematika di SMA Angkasa Lanud Husein Sastranegara. Dapat di identifikasi permasalahan sebagai berikut : 1. Kegiatan pembelajaran matematika masih monoton yang disebabkan oleh terlalu dominannya guru dalam proses pembelajaran matematika sehingga pembelajaran berpusat kepada guru dan cenderung membosankan. 2. Selama pembelajaran berlangsung siswa kurang aktif dikelas, mereka belum terbiasa dengan pembelajaran kelompok atau berpasangan dalam menyelesaikan masalah yang diberikan. 3. Kemampuan koneksi matematis siswa masih rendah hal ini dapat dilihat dari hasil pekerjaan siswa dalam mengerjakan permasalahan matematika kebanyakn siswa belum mampu mengaitkan antar konsep-konsep matematika yang satu dengan yang lainnya. Serta siswa masih memandang bahwa matematika itu bukan suatu kesatuan utuh yang saling berhubungan satu sama lain antar topik lainnya maupun dengan disiplin ilmu lain. 4. Dari 171 siswa hampir 80% siswa masih menganggap matematika sulit dan menyeramkan.

7 C. Rumusan Masalah dan Batasan Masalah 1. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah : a. Apakah peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang mendapatkan model Learning Cycle 7E (Elicit, Engange, Explore, Explain, Elaborate, Evaluate, and Extend) lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional? b. Apakah peningkatan Self-Efficacy siswa yang mendapatkan model Learning Cycle 7E (Elicit, Engange, Explore, Explain, Elaborate, Evaluate, and Extend) lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional? c. Apakah terdapat korelasi antara kemampuan koneksi matematis dan selfefficacy siswa yang memperoleh pembelajaran Learning Cycle 7E (Elicit, Engange, Explore, Explain, Elaborate, Evaluate, and Extend)? d. Apakah terdapat korelasi antara kemampuan koneksi matematis dan selfefficacy siswa yang memperoleh pembelajaran konvensional? 2. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah dan rumusan masalah sebagai mana dibahas di atas maka yang menjadi batasan masalah dalam penelitian ini adalah: a. Model pembelajaran yang digunakan adalah model Learning Cycle 7E (Elicit, Engange, Explore, Explain, Elaborate, Evaluate, and Extend) b. Self-Efficacy dibatasi pada Self-Efficacy terhadap pembelajaran matematika D. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa SMA yang memperoleh model Learning Cycle 7E (Elicit, Engange, Explore, Explain, Elaborate, Evaluate, and Extend) dengan kemampuan koneksi matematis siswa SMA yang memperoleh pembelajaran konvensional.

8 2. Mengetahui peningkatan Self Efficacy siswa SMA yang memperoleh model Learning Cycle 7E (Elicit, Engange, Explore, Explain, Elaborate, Evaluate, and Extend) dengan Self-Efficacy siswa SMA yang memperoleh pembelajaran konvensional. 3. Mengetahui apakah terdapat korelasi antara kemampuan koneksi matematis dan self-efficacy yang memperoleh model Learning Cycle 7E (Elicit, Engange, Explore, Explain, Elaborate, Evaluate, and Extend)? 4. Mengetahui apakah terdapat korelasi antara kemampuan koneksi matematis dan self-efficacy yang memperoleh model konvensional? E. Manfaat Penelit Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh manfaat sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Jika penelitian ini dengan model pembelajaran Learning Cycle 7E (Elicit, Engange, Explore, Explain, Elaborate, Evaluate, and Extend) untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematis dan self-efficacy maka hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi dunia pendidikan, khususnya dalam pembelajaran matematika. Selain itu penelitian ini dapat diajukan sebagai bahan kajian teori yang dapat digunakan sebagai sumber referensi untuk mengembangkan pembelajaran matematika di tanah air. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait dalam penelitian ini diantaranya : a) Bagi Guru Jika penelitian ini dapat menambahkan wawasan guru dalam penerapan model Learning Cycle 7E (Elicit, Engange, Explore, Explain, Elaborate, Evaluate, and Extend) dalam meningkatkan kemampuan koneksi matematis dan selfefficacy siswa, maka diharapkan dapat dijadikan alternatif dalam pelaksanaan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa dan kemampuan Self-Efficacy siswa dan dapat memudahkan guru dalam menyampaikan materi pembelajaran melalui model pembelajaran Learning

9 Cycle 7E (Elicit, Engange, Explore, Explain, Elaborate, Evaluate, and Extend). b) Bagi sekolah, diberikan kesempatan untuk dilibatkan dalam pembelajaran secara aktif dan menyenangkan, sehingga tanpa disadari kapasitasnya dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan meningkat dikarenakan terbiasa dengan pola pembelajaran bersiklus yang terorganisir dengan baik. c) Bagi siswa, dengan dilaksanakan model Learning Cycle 7E (Elicit, Engange, Explore, Explain, Elaborate, Evaluate, and Extend) diharapkan dapat meningkatkan aktivitas, kreatifitas dan interaksi antara siswa dan guru di kelas sehingga tercipta suasana belajar yang kondusif saat proses belajar mengajar berlangsung, serta dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam menerapkan model pembelajaran di sekolah untuk meningkatkan kemampuan koneksi matematis dan Self-Efficacy siswa. F. Definisi Operasional Sebagai pembatasan pembahasan dengan tujuan memfokuskan pembahasan yang terkait dengan judul penelitian berikut adalah yang akan dibahas dalam penelitian ini : 1. Model pembelajaran Learning Cycle 7E (Elicit, Engage, Explore, Explain, Elaborate, Evaluate, and Extend), merupakan pembelajaran berdasarkan pada rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif. Model belajar ini menyarankan agar proses pembelajaran dapat melibatkan siswa dalam kegiatan belajar yang aktif sehingga proses asimilasi, akomodasi dan organisasi dalam struktur kognitif siswa tercapai. Bila terjadi proses konstruksi pengetahuan dengan baik maka siswa akan dapat meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang dipelajari. 2. Model Pembelajaran Konvensional adalah model pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran sehari-hari, biasanya model pembelajaran ini berpusat pada guru sehingga siswa menjadi pasif dan hanya aktif dalam hal mencatat hasil dari transformasi informasi yang dilakukan oleh

10 guru. Pembelajaran ini dapat disebut juga dengan istilah pembelajaran teacher centered. 3. Koneksi Matematika merupakan salah satu kemampuan matematika yang menjadi kemampuan dasar hal ini sejalan dengan NCTM (2000) di Amerika disebutkan bahwa, terdapat lima kemampuan dasar matematika yang merupakan standar yakni pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan bukti (reasoning and proof), komunikasi (communication), koneksi (connections), dan representasi (representation). Secara garis besar Kemampuan koneksi matematis secara operasional dapat didefinisikan sebagai kemampuan melakukan koneksi antara topik matematika, antara matematika dengan disiplin ilmu lain dan antara matematika dengan dunia nyata 4. Self-Efficacy (efikasi diri) merupakan salah satu aspek pengetahuan tentang diri atau self knowwledge yang paling berpengaruh dalam kehudupan maanusia sehari-hari. Hal ini disebabkan efikasi diri yang dimiliki ikut memengaruhi individu dalam menentukan tindakan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan termasuk di dalamnya perkiraan berbagai kejadian yang akan dihadapi. Bandura adalah tokoh yang memperkenalkan istilah efikasi diri (selfefficacy). Ia mendefenisikan bahwa efikasi dirii adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu. Sementara itu, Baron dan Byrne (dalam sahar: 2013) mendefenisikanan efikasi diri sebagai evaluasi seseorang mengenai kemampuan atau kompetensi dirinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai tujuan, dan mengatasi hambatan. Bandura dan Woods menjelaskan bahwa efikasi diri mengacu pada keyakinan akan kemampuan individu untuk menggerakkan motivasi, kemampuan kognitif, dan tindakan yang diperlukan untuk memenuhi tuntutan situasi. G. Sistematika Skripsi Sistematika skripsi berisi tentang urutan penulisan dari setiap nan dan bagian bab dalam skripsi, mulai dari bab I hingga bab V.

11 Bab I berisi uraian tentang pendahuluan dan merupakan bagian awal dari skripsi yang terdiri dari : 1. Latar Belakang Masalah 2. Identifikasi Masalah 3. Rumusan Masalah dan Batasan Masalah 4. Tujuan Penelitian 5. Manfaat Penelitian 6. Definisi Operasional 7. Sistematika Skripsi Bab II berisi tentang kajian teori dan hipotesis penelitian yang terdiri dari : 1. Kajian Teori 2. Hasil Penelitian Terdahulu 3. Kerangka Penelitian 4. Asumsi dan Hipotesis Bab III berisi penjabaran yang rinci mengenai metode penelitian yang terdiri dari : 1. Metode Penelitian 2. Desain Penelitian 3. Subjek dan Objek Penelitian 4. Pengumpulan data dan Instrumen Penelitian 5. Teknik Analisis Data 6. Prosedur Penelitian Bab IV berisikan hasil penelitian dan pembahasan yang terdiri dari : 1. Hasil Penelitian dan Temuan 2. Pembahasan Penelitian Bab V menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian. Bab V terdiri dari : 1. Kesimpulan 2. Saran