BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT MELAYU BATANG KUIS 2.1 Identifikasi Kecamatan Batang Kuis, termasuk di dalamnya Desa Bintang Meriah, merupakan sebuah kecamatan yang termasuk ke dalam bagian Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Kecamatan Batang Kuis terdiri atas 11 Desa, dan 72 Dusun. Mayoritas penduduk di kecamatan ini adalah etnis Melayu. Menurut Tengku Lukman Sinar dalam bukunya Pengantar Etnomusikologi dan Tari Melayu mengatakan bahwa kebudayaan Melayu secara historis telah terbentuk sejak keberadaan ras Melayu yang berasal dari daratan benua Asia berabad-abad sebelum Masehi. Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, kebudayaan Melayu mengalami perubahan dan penyesuaian akibat adanya pengaruh besar dari tata kehidupan manusia pada zamannya (1990:45). Sistem kehidupan masyarakat Melayu Batang Kuis, menyerap semua nilai-nilai Islam yang bersumber dari ajaran-ajaran agama Islam. Nilai-nilai Islam diwujudkan dalam segala aspek budaya Melayu Batang Kuis, mulai dari ide-ide, konsep, gagasan, sampai kepada aktivitas, dan perwujudannya. Termasuk juga Dendang Siti Fatimah yang menjadi fokus kajian penulis ini adalah berakar dari ajaran-ajaran Islam. Secara khusus temanya adalah penyambutan bayi yang baru lahir, yang diharapkan akan berguna bagi agama, bangsa, dan negara, yang dalam peradaban Islam menjadi bahagian dari upacara penyambutan bayi yang disempurnakan dengan cara memotong rambut bayi dan mencukurnya. Kemudian mengayunkannya, dan mendendangkan Dendang Siti Fatimah. 21
Berdasarkan administrasi pemerintahan, Kecamtana Batang Kuis mempunyai luas wilayah 40,34 km² dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Pantai Labu, 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Morawa, 3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Beringin dan Pantai Labu, 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Percut Sei Tuan. Berdasarkan data yang di dapat dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Deli Serdang, Kecamatan Batang Kuis memiliki jumlah penduduk sebesar 59.989 Jiwa dan 10.837 Rumah Tangga yang tersebar di 11 Desa, dan 72 Dusun. Perincian jumlah rumah tangga dan jumlah penduduk di setiap desa dapat dilihat melalui tabel sebagai berikut. 22
Tabel 2.1 Nama-nama Desa, Luas, Jumlah Rumah Tangga, dan Penduduk Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang NO NAMA DESA LUAS DESA JUMLAH R.TANGG JUMLAH PENDUDUK ( KM 2 ) A 1. TANJUNG SARI 7,34 2.027 12.596 2. BATANG KUIS 0,75 1.115 5.779 PEKAN 3. SENA 6,40 1.593 7.079 4. BARU 4,32 1.001 6.047 5. TUMPATAN 3,70 1.100 6.898 NIBUNG 6. PAYA GAMBAR 3,03 432 3.138 7. BINTANG MERIAH 0,65 899 6.073 8. MESJID 2,67 328 1.292 9. SIDODADI 9,50 850 3.822 10. SUGIHARJO 1,53 1.040 4.644 11. BAKARAN BATU 0,45 487 2.757 Sumber: Kantor Kepala Desa Bintang Meriah, 2014 Dari Tabel 2.1 tersebut, dapat dilihat bahwa, luas, jumlah rumah tangga, dan persebaran penduduk Kecamatan Batang Kuis tidaklah begitu merata. Desa yang paling luas adalah Desa Sugiharjo, disusul, Tanjung Sari, Sena, Baru, dan seetrusnya. Desa yang paling kecil wilayahnya adalah Bakaranbatu dan Bintang Meriah. Namun jumlah rumah tangga yang paling banyak adalah di Tanjungsari. 23
Fokus penelitian penulis adalah Desa Bintang Meriah, yang luas desanya adalah 0,65 kilometer persegi, dengan jumlah rumah tangga sebanyak 899, dan jumlah penduduknya 6.073 jiwa. Di desa inilah terdapat kelompok Dendang Siti Fatimah, yang pusat latihannya berada di rumah Ibu Aisyah. 2.2 Mata Pencarian Penduduk Kecamatan Batang Kuis kebanyakan hidup dari pekerjaan bertani, pegawai negeri, pegawai perusahaan, nelayan, dan juga wiraswasta. Di Desa Bintang meriah mayoritas penduduknya adalah petani, khususnya petani sawah dan ladang, yang bercocok tanam padi dan palawija. Daerah Kecamatan Batang Kuis pada umumnya adalah dataran rendah yang subur. Tanahnya banyak mengandung zat-zat hara yang dibutuhkan oleh tumbuhtumbuhan yang khas dataran rendah seperti pohon kelapa, kelapa sawit, bakau, padi, dan lain-lain. Oleh karena itu, daerah ini sangat cocok dijadikan lahan pertanian (perkebunan). Oleh sebab itu, di Kecamatan Batang Kuis ini banyak dijumpai perkebunan yang bergerak di bidang agroindustri sawit dan coklat. 2.3 Agama Masyarakat Melayu pada awalnya menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Kemudian setelah masuknya kepercayaan monotheisme (agama Islam dan Kristen) maka sebagian besar anggota masyarakat sudah memeluk agama Islam. Sesuai dengan dasar falsafah negara dan dengan ketentuan pemerintah, setiap warga negara Indonesia bebas memilih agamanya. Religi yang dikategorikan sebagai agama di Indonesia ialah: Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Budha, Hindhu, 24
dan Konghuchu. Selain itu religi yang dikategorikan pemerintah Indonesia sebagai aliran kepercayaan contohnya adalah: Parmalim, Sipelebegu, Kejawen, dan lain-lain. Mayoritas pemeluk agama di Batang Kuis merupakan agama pemeluk agama Islam, yakni kira-kira 80% dari jumlah penduduknya, sedangkan pemeluk agama Kristen, Hindu dan Budha berkisar lebih kurang 20% dari jumlah penduduk di Batang Kuis. Masuknya agama Islam merupakan lebih dahulu dari agama lainnya yaitu sewaktu pedagang-pedagang Gujarat dan Semenanjung Malaysia datang ke Pesisir Sumatera bagian Timur. Demikian juga karena Sultan sebagai kepala pemerintahan di Batang Kuis memeluk agama Islam turut menambah cepatnya perkembangan agama Islam sampai ke pelosok-pelosok desa. 2.4 Upacara-upacara Tradisional Dalam kebudayaan Etnis Melayu di Batang Kuis terdapat berbagai upacara tradisional. Dalam pelaksanaannya masih terdapat perbedaan-perbedaan antara satu tempat dengan tempat lainnya pada upacara yang sejenis. Upacara tersebut masih ada yang dilaksanakan sampai saat ini dan konsep dasarnya telah disesuaikan dengan ajaran-ajaran agama Islam. Hal itu berlangsung dalam masyarakat karena upacara dari tradisi lama itu merupakan salah satu identitas kebudayaan mereka dan dapat disesuaikan konsep dasarnya dengan ajaran agama Islam dan dipergunakan untuk kemajuan kebudayaan mereka. Mereka meyakini adanya hari-hari baik dan buruk untuk pelaksanaan upacara tradisional. Upacara tersebut antara lain adalah upacara kelahiran, upacara perkawinan, upacara kematian, upacara turun ke sawah, upacara menjamu laut, dan sebagainya. 25
2.4.1 Upacara Kelahiran Semasa seorang hamil tujuh bulan dilakukan satu upacara yang disebut upacara kebo. Upacara ini adalah suatu pertanda syukur kepada Allah. Pelaksanaan upacara ini telah disesuaikan dengan agama Islam dengan membaca ayat-ayat Al- Qur an. Setelah 40 hari bayi lahir maka diadakanlah upacara turun ke sawah. Pelaksanaannya tergantung pula kepada kemampuan orang tua. Jika belum mampu waktunya dapat diundurkan. Kemudian barulah dilanjutkan dengan upacara penabalan anak dan menidurkan anak. Upacara ini juga sudah disesuaikan dengan agama Islam. Anak yang mau ditidurkan dengan cara diayun diiringi dengan nyanyian berupa nasyid yang isinya adalah nasehat-nasehat dan petuah dan juga ayat-ayat Al-Qur an oleh ibunya. Pelaksanaannya tetap bergantung kepada kemampuan orang tua. Berikut ini dideskripsikan secara umum beberapa upacara tradisional melayu di Batang Kuis yang tetap dilakukan hingga sekarang ini. Deskripsi upacara ini, merupakan informasi yang diberikan oleh para informan kunci. 2.4.2 Upacara Perkawinan Setiap perkawinan yang dilaksanakan dengan baik akan terikat oleh janji tentang jumlah biaya yang ditanggung oleh pihak laki-laki. Sesuai dengan adat yang berlaku, biaya perkawinan tersebut disampaikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan, yang sering disebut dengan istilah mas kawin. Selain mas kawin ini, masih ada lagi apa yang disebut dengan: uang hangus, ikat tanda, pakaian, uang buka kipas, dan sebagainya. Besarnya mas kawin itu tergantung pada kemampuan pihak laki-laki dan kesepakatan antara kedua belah pihak. Namun pada saat ini 26
perkawinan yang membutuhkan biaya seperti di atas sudah semakin jarang terjadi, pelaksanaan perkawinan sudah semakin bebas dari ikatan biaya yang mahal. Kebiasaan perkawinan antar turuna bangsawan-bangsawan tidak begitu berlaku lagi, karena dasar utama perkawinan sekarang ini adalah saling mencintai dan suka sama suka. 2.4.3 Upacara Turun ke Sawah atau Ladang Upacara ini dilaksanakan untuk menjamu sawah atau ladang sebagai ucapan permintaan kepada Tuhan agar hasil panen padi tetap membaik. Kegiatan ini juga adalah pertanda syukur atas panen padi pada musim tanam sebelumnya yang berbuah baik. Upacara dilakukan saat akan memulai musim tanam di atas lahan yang akan ditanam. Upacara ini dimulai dengan tepung tawar, yaitu merinjis-rinjiskan beras kunyit, dan daun-daunan di atas tanah itu. 2.4.4 Upacara Menjamu Laut Biasanya upacara ini berlangsung dan dilaksanakan oleh anggota masyarakat yang bertempat tinggal di tepi laut. Upacara menjamu laut ini biasanya diadakan sekali setahun. Bahan-bahan yang diperlukan untuk upacara ini adalah: pulut kuning, bertih, beras, tepung tawar (yang terdiri dari sedingin, pulut-pulut, dan buah-buahan). Semua bahan-bahan tersebut dimasukkan ke dalam sebuah wadah yang disebut talam. Bahan-bahan inilah yang dibawa oleh pawang ke tepi laut atau kuala. Di tempat tersebut dibangun sebuah pancang bertiang empat. Talam yang berisi bahan-bahan tadi diletakkan di atas altar tersebut. Dengan dihadiri oleh anggota-anggota masyarakat yang ada, dukun atau pawang mengucapkan mantera 27
yang berbunyi sebagai berikut: Mambang diajid datuk setinggi yang menguasai laut, lindungilah kami anak-anak nelayan dari segala marabahaya. Sehabis mengucapkan mantera di atas, maka ditaburkanlah bahan-bahan upacara tadi ke laut. Sehabis upacara tersebut maka seluruh anggota masyarakat desa pantai selama tiga hari tidak boleh turun ke laut. Sehabis upacara menaburkan bahan-bahan tadi maka sang dukun atau seorang pawang segera melepas sampan kecil ke lepas pantai lalu sampan tersebut bergerak ditiup angin. Bila acara menjamu laut itu berlangsung di lepas pantai, maka altar tempat talam tadi didirikan di atas sampan. Sampan itu diiringi oleh sampan lainnya yang berisi anggota masyarakat dibawah pimpinan datuk atau pawang. Pada puncak acara, datuk penghulu segera menaburkan bahan-bahan upacara tadi ke laut. Kemudian mereka kembali ke darat dengan penuh harapan bahwa kehidupan mereka akan bertambah baik dari tahun-tahun sebelumnya. Menjamu laut ini terdapat di semua kebudayaan Melayu. 28