BAB I PENDAHULUAN. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. generasi penerus bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan. memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN. hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan. diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa ke arah yang lebih baik yaitu arah yang menunjukkan kemakmuran

BAB I PENDAHULUAN. hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945 Pasal 28B ayat (2) yang menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial, untuk. mewujudkannya diperlukan upaya perlindungan terhadap anak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hukum berkembang mengikuti perubahan zaman dan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

13 ayat (1) yang menentukan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan pengarahan dalam rangka menjamin

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan kasus bullying (tindak kekerasan) di sekolah-sekolah

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

JURNAL ILMIAH PENGUMPULAN ALAT BUKTI DAN BARANG BUKTI DALAM PENYIDIKAN TERHADAP ANAK KORBAN KEKERASAN PSIKIS YANG DILAKUKAN OLEH ORANG TUA KANDUNG

LEMBARAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 2 TAHUN TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Agar hukum dapat berjalan dengan baik pelaksanaan hukum

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemerintah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. secara utuh dilindungi hak asasinya termasuk yang masih dalam kandungan. Setiap anak

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan hak asasi bagi setiap orang, oleh karena itu bagi suatu Negara dan

BUPATI PATI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tindak kejahatan yang menjadi fenomena akhir-akhir ini

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda. Itu sebabnya dalam keseharian kita dapat menangkap berbagai komentar

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. martabat serta hak-hak asasi yang harus dijunjung tinggi. 1 Hak-hak asasi yang

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. potensi dan generasi penerus cita-cita perjuangan bangsa. 1 Anak adalah bagian

BAB I PENDAHULUAN. lingkungannyalah yang akan membentuk karakter anak. Dalam bukunya yang berjudul Children Are From Heaven, John Gray

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkembangnya arus modernisasi serta cepatnya perkembangan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

BAB I PENDAHULUAN. pribadi maupun makhluk sosial. Dalam kaitannya dengan Sistem Peradilan Pidana

BAB III PENUTUP. Lembaga Perlindungan Anak Pada Perkara Anak Korban Tindak Kekerasan

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh seorang anak, lebih lagi korban dari komentar anak-anak tersebut adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses peradilan yang sesuai dengan prosedur menjadi penentu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang khususnya berkaitan dengan hukum, moralitas serta ketidakadilan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

BAB III DESKRIPSI PASAL 44 AYAT 4 UU NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG KETENTUAN PIDANA KEKERASAN SUAMI KEPADA ISTERI DALAM RUMAH TANGGA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BUPATI BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 13 TAHUN 2013 PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK KORBAN KEKERASAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DEMAK,

BAB I PENDAHULUAN. yang didukung oleh umat beragama mustahil bisa terbentuk rumah tangga tanpa. berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. tersebut belum mempunyai kemampuan untuk melengkapi serta. kepentingan pribadi mereka masing-masing.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. pengadilan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. pemeriksaan di sidang pengadilan ada pada hakim. Kewenangan-kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam hubungan antara manusia satu dengan yang lain sering kali

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak bukanlah untuk dihukum tetapi harus diberikan bimbingan dan

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan. Meskipun pengaturan tentang kejahatan di Indonesia sudah sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. merupakan wujud penegakan hak asasi manusia yang melekat pada diri. agar mendapatkan hukuman yang setimpal.

WALIKOTA BLITAR PROVINSI JAWA TIMUR

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. hukum tidak berdasar kekuasaan belaka. 1 Permasalahan besar dalam. perkembangan psikologi dan masa depan pada anak.

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan tindak pidana dalam kehidupan masyarakat di

BAB I PENDAHULUAN. sudah memberikan perlindungan yang dimasukkan dalam peraturan-peraturan yang telah

BAB I PENDAHULUAN. maupun anak. Penangannanya melalui kepolisian kejaksaan Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Perkawinan merupakan hal yang sakral bagi manusia, tujuan

BAB I PENDAHULUAN. pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban orang tua.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin meningkatnya perkembangan kehidupan masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang belum tercukupi kebutuhan hidupnya. Hambatan-hambatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan genersi penerus bangsa di masa yang akan datang,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Anak merupakan amanah dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang- Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak- Hak Anak. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dari kebebasan. 1 Pengertian anak ditinjau secara sosial adalah makhluk sosial seperti juga orang dewasa. Anak membutuhkan orang lain untuk dapat membantu mengembangkan kemampuannya, karena anak lahir dengan segala kelemahan sehingga tanpa orang lain anak tidak mungkin dapat mencapai taraf kemanusiaan yang normal. Menurut John Locke, anak adalah pribadi yang 1 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dalam Redaksi Sinar Grafika, Sinar Grafika, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, 2004, hlm. 34. 1

2 masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan. 2 Orang tua, keluarga, dan masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum. Penyelenggaraan perlindungan anak, Negara dan Pemerintah bertanggung jawab menyediakan fasilitas dan aksesbilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangan secara optimal dan terarah. 3 Anak juga merupakan makhluk yang membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang, dan tempat bagi perkembangannya. Selain itu anak merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga memberi kesempatan bagi anak untuk belajar tingkah laku yang penting untuk perkembangan yang cukup baik dalam kehidupan bersama. Untuk itu perlindungan bagi anak dianggap perlu terhadap segala bentuk kekerasan yang dialami oleh anak dan yang dapat mempengaruhi perkembangan anak, salah satunya adalah kekerasan psikis terhadap anak yang dilakukan oleh orang tua kandungnya. Saat ini banyak ditemui peristiwa kekerasan fisik maupun psikis yang dilakukan oleh orang tua kandung kepada anaknya. Kekerasan pada anak-anak tidak hanya dalam bentuk fisik saja. Kekerasan psikis juga merupakan bentuk kekerasan pada anak. Kekerasan secara psikis termasuk membentak, berteriak keras, dan memaki. Banyak dari kalangan orang dewasa baik orang tua kandung maupun orang-orang terdekat juga melakukan kekerasan secara psikis. Banyak dari mereka tidak sadar melakukan itu. Mereka kadang 2 John Locke dalam http://duniapsikologi.com/,pengertian Anak Sebagai Makhluk Sosial,4 Februari 2012. 3 Ibid., hlm. 36.

3 memerintah anak dengan nada suara yang tinggi dan disertai dengan ancaman bahkan hukuman bila tidak dilaksanakan. Ketidakpahaman orang tua kandung tentang jenis kekerasan anak membuat mereka sering melakukan kekerasan anak membuat mereka sering melakukan kekerasan psikis pada proses pola asuh. Di Indonesia belum tersedia data kekerasan terhadap anak yang terbaru, data yang digunakan saat ini masih data Susenas 2006, menunjukan bahwa secara nasional selama tahun 2006 telah terjadi sekitar 2,81 juta tindak kekerasan dan sekitar 2,29 juta anak pernah menjadi korbannya. Jumlah tersebut apabila dibandingkan dengan jumlah anak menunjukan besarnya angka korban kekerasan terhadap anak pada tahun 2006 mencapai 3 persen, yang berarti setiap 1000 anak terdapat sekitar 30 anak berpeluang menjadi korban tindak kekerasan. Tabel 1. 1 Angka Korban Kekerasan Terhadap Anak ( % ) Tahun 2006 Jenis kelamin Perkotaan Perdesaan Total Laki-laki 3.01 3.24 3.14 Perempuan 2.60 3.08 2.88 Total 2.81 3.16 3.02 Sumber: Komnas Perlindungan Anak Jenis kekerasan yang dialami anak memiliki pola yang sama, baik diperkotaan maupun perdesaaan. Jenis tindak kekerasan yang paling tinggi ialah penganiayan, diikuti penghinaan (kekerasan psikis), kemudian jenis

4 kekerasan lainnya, penelantaran, dan pelecehan seksual.data tentang jenis kekerasan terhadap anak tergambar dalam tabel berikut. Tabel 1.2 Anak Korban Kekerasan Menurut Jenis Kekerasan (%) Tahun 2006 Jenis kekerasan Perkotaan Perdesaan Penganiayaan 48,0 57,3 Penghinaan 38,7 35,5 Pelecehan seksual 4,4 3,6 Penelantaraan 11,0 9,9 Lainnya 18,4 13,1 Sumber: Komnas Perlindungan Anak Dari tabel tersebut dapat pula dikatakan bahwa sekitar 1 dari 5 anak korban kekerasan pernah mengalami kekerasan penganiayaan. Kekerasan penganiayaan yang lebih tinggi di perdesaan dari pada diperkotaan, yaitu 57,3 persen berbanding 48,0 persen. Sebaliknya jenis tindak kekerasan katagori lainnya lebih tinggi diperkotaan dari pada diperdesaaan. Tindak kekerasan penghinanan, pekecehan seksual, dan penelantaran relatif sama antara daerah perkotaan dan perdesaan. Data tentang pelaku tindak kekerasan dapat tergambar dalam tabel berikut. Tabel 1.3 Tindak Kekerasan Terhadap Anak Menurut Pelaku (%) Tahun 2006 Pelaku Perkotaan Perdesaan Total

5 Orang tua 56.5 64.6 61.4 Family 4.1 3.6 3.8 Tetangga 8.0 5.8 6.7 Atasan/ majikan 0.8 0.1 0.4 Rekan kerja 0.9 0.7 0.8 Guru 2.8 3.1 3.0 Lainnya 26.8 21.9 23.9 Sumber: Komnas Perlindungan Anak Dari data tersebut bahwa pelaku tindak kekerasan terhadap anak adalah orang tua (61,4%). Di wilayah pedesaan angka ini mencapai 64,6 persen. Ini artinya dan hampir dua dan tiga kasus tindak kekerasan terhadap anak diperdesaan dilakukan oleh orang tua. Pelaku terbanyak berikutnya adalah pelaku lainnya yaitu mencapai 23,9 persen, kemudian diikuti tetangga 6,7 persen. 4 Hukum positif yang mengatur tentang perlindungan terhadap anak korban kekerasan adalah sebagai berikut: Pasal 28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang menentukan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. BAB II Pasal 2 sampai dengan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Lembaran Negara Tahun 1979 Nomor 3143 tentang Hak-Hak Anak. Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) 4 http://www.mengpp.go.id/anak Korban Kekerasan, hlm.1 dan 2.

6 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76 terutama BAB IV Pasal 7 ayat (2) mengenai Kewenangan Penyidik. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Bagian Kesepuluh mengatur tentang Hak-Hak Anak Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 165; Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 109 mengatur tentang pertanggung jawaban orang tua, keluarga, masyarakat, Pemerintah dan Negara demi melindungi hak-hak anak dan mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak sebagai penerus bangsa. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasa Dalam Rumah Tangga terutama BAB III dan IV Pasal 10 sampai dengan Pasal 15 mengenai Hak-hak Korban dan Kewajiban Pemerintah dan Masyarakat. Pengumpulan alat bukti dan barang bukti dalam kasus kekerasan psikis terhadap anak sangatlah penting, sebagai bukti yang memberatkan pelaku tindak kekerasaan terutama yang dilakukan oleh orang tua kandungnya. Hal ini dilakukan agar anak terlindungi hak-haknya sebagai anak yang seharusnya mendapatkan kasih sayang dan perlindungan dari orang tua kandungnya. B. Rumusan Masalah Berdasarkan Latar Belakang Masalah yang dipaparkan, maka dapat dirumuskan rumusan sebagai berikut: 1. Berupa apa saja kekerasan psikis yang dilakukan oleh orang tua kandung terhadap anaknya?

7 2. Bagaimanakah pengumpulan alat bukti dan barang bukti dalam penyidikan terhadap anak korban kekerasan psikis oleh orang tua kandung? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui berupa apa sajakah kekerasan psikis yang dilakukan oleh orang tua kandung terhadap anaknya. 2. Untuk mengetahui bagaimanakah pengumpulan alat bukti dan barang bukti dalam penyidikan terhadap anak korban kekerasan psikis oleh orang tua kandung. D. Manfaat Penelitian Manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Objektif a. Bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya, untuk lebih meningkatkan Sistem Peradilan di Indonesia agar dapat berjalan sesuai dengan harapan dan cita-cita bangsa. b. Bermanfaat bagi perkembangan hukum pidana di Indonesia, agar lebih memperhatikan masalah kekerasan psikis terhadap anak dan 2. Subjektif memberikan sanksi yang berat bagi pelaku kekerasan anak. a. Bermanfaat bagi penulis sendiri sebagai bahan syarat kelulusan.

8 b. Bermanfaat bagi masyarakat sehingga dapat mengetahui apa saja halhal dilakukan oleh penyidik dalam membuktikan kekerasan psikis yang dilakukan oleh orang tua kandung terhadap anaknya. c. Bermanfaat bagi penulis, masyarakat dan aparat penegak hukum untuk dapat menambah pengetahuan, serta meningkatkan perlindungan di dalam sebuah keluarga, yang dalam hal ini korban kekerasan tersebut adalah anak. E. Keaslian Penulisan Penulisan dengan judul Pengumpulan Alat Bukti dan Barang Bukti Dalam Penyidikan Terhadap Anak Korban Kekerasan Psikis Oleh Orang Tua Kandung, merupakan karya asli penulis bukan merupakan duplikasi. Dalam skripsi Alice Beatrice Candrawati yang berjudul Peran Lembaga Perlindungan Anak Terhadap Anak Sebagai Korban Kekerasan Psikis Oleh Guru Di Sekolah, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, tahun 2012, yang tujuannya adalah untuk mengetahui dan memperoleh data mengenai bentuk perlindungan yang diberikan oleh Lembaga Perlindungan Anak terhadap anak sebagai korban kekerasan Psikis oleh guru di sekolah serta untuk mengetahui apa saja kendala yang dihadapi oleh Lembaga Perlidungan Anak dalam memberikan perlindungan terhadap anak sebagai korban kekerasan psikis oleh guru di sekolah. Hasil dari penelitian tersebut adalah:

9 1. Bentuk perlindungan Lembaga Perlindungan Anak terhadap anak sebagai korban kekerasan psikis oleh guru di sekolah adalah: a. Perlindungan psikologis, yang tahapannya adalah: Konsultasi, Identifikasi, Motivasi, Pendampingan. b. Perlindungan yuridis yaitu melakukan langkah-langkah hukum terhadap oknum yang diduga melakukan kekerasan psikis. 2. Kendala-kendala yang dihadapi oleh Lembaga Perlindungan Anak dalam memberikan perlindungan terhadap anak sebagai korban kekerasan psikis oleh guru di sekolah adalah: a. Sulit untuk membedakan anak yang mengalami kekerasan psikis yang dilakukan oleh guru dengan anak yang sedang mempunyai masalah pribadi. b. Tidak banyak orang yang menjadi korban kekerasan melaporkan kekerasan yang menimpanya kepada Lembaga Perlindungan Anak ataupun kekepolisian. Kekerasan terhadap anak juga sudah pernah diteliti oleh Kartika Maryaningtyas dengan judul Peran Lembaga Perlindungan Anak Pada Perkara Anak Korban Tindak Kekerasan Dalam Keluarga, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, tahun 2009, yang tujuannya adalah untuk mengetahui dan memperoleh data mengenai bentuk perlindungan yang diberikan oleh Lembaga Perlindungan Anak pada perkara anak korban tindak kekerasan dalam keluarga serta untuk mengetahui dan memperoleh data mengenai kendala-kendala yang dihadapi oleh Lembaga Perlindungan Anak

10 dalam memberikan perlindungan terhadap anak korban tindak kekerasan dalam keluarga. Hasil dari penelitian tersebut adalah bentuk perlindungan yang diberikan oleh Lembaga Perlindungan Anak pada perkara anak korban tindak kekerasan adalah : 1. Bahwa pada ketentuan menimbang huruf e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, untuk mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak diperlukan dukungan kelembagaan dan peraturan perundang-undangan, kelembagaan tersebut salah satunya adalah LPA (Lembaga Perlindungan Anak), dan bentuk perlindungan yang diberikan antara lain: a. Aspek Yuridis, LPA memberikan perlindungan kepada anak sebagai korban maupun sebagai pelaku pidana, dengan cara memberikan fasilitas penasehat hukum demi terciptanya keadilan. b. Aspek Psikologi, ada trauma pada anak tersebut, LPA selaku lembaga yang memberikan perlindungan membantu dengan peran seorang psikolog, yang bertujuan memulihkan trauma yang terjadi pada anak dan melakukan rehabilitasi. c. Aspek Medis, LPA bekerja sama dengan Rumah Sakit agar penanganan korban kekerasan tidak berbelit-belit. Perlindungan Khusus yang diberikan oleh Undang-Undang Perlindungan Anak dalam Pasal 64 ayat (3) adalah anak sebagai korban kekerasan diberikan upaya rehabilitas, upaya perlindungan untuk

11 menghindari lebelisasi, memberikan jaminan keselamatan, pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi. 2. Kendala yang dihadapi oleh Lembaga Perlindungan Anak dalm memberikan perlindungan terhadap anak korban tindak kekerasan dalam keluarga adalah: a. Implementasi Undang-Undang Perlindungan Anak di Indonesia dirasa masih sangan sulit. b. Minimnya sarana dan prasarana penunjang Undang-Undang. c. Sosialisai Undang-Undang Perlindunga Anak dari pemerintah masih sangat kurang. d. Pemerintah terkesan setangah hati, karena perhatiannya masih kurang dalam menyikapi kekerasan yang terjadi pada anak, khususnya kekerasan yang menyangkut eksloitasi anak dibawah umur. e. Kurangnya kecekatan pemerintah dalam mengatasi krisis ekonomi yang diharapkan dapat membantu menekan angka kekerasan pada anak. Kekerasa terhadap anak juga sudah pernah diteliti oleh Reinhard Romulo Silaban dengan judul Penyelesaian Perselisihan Kekerasan Fisik yang Dilakukan Oleh Guru Terhadap Anak Sebagai Peserta Didik, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta, tahun 2007, yang tujuannya adalah untuk memperoleh data tentang penyelesaian perselisihan terhadap anak sebagai perserta didik korban kekerasan fisik yang dilakukan oleh guru serta untuk memperoleh data tentang adanya sebagian korban yang

12 menyelesaikan kasusnya tidak menurut hukum. Hasil dari penelitian tersebut adalah penyelesaian tindakan kekerasan fisik yang dilakukan oleh guru terhadap anak sebagai peserta didik yaitu: 1. Penyelesaian menurut hukum, yaitu berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sampai adanya suatu putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap. 2. Penyelesaian tidak menurut hukum, yaitu tidak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak melainkan melalui musyawarah. Alasan korban menyelesaikan kasusnya tidak menurut hukum, yaitu: 1. Karena faktor psikis, yaitu berdasarkan asas terbaik bagi anak sehingga korban menyelesaikan kasusnya dengan musyawarah. 2. Karena faktor kemanusiaan, yaitu korban sudah menerima permohonan maaf dari pelaku. 3. Korban dan keluarga korban beranggapan bahwa proses hukum merupakan suatu urusan yang berat dan sulit. 4. Korban dan keluarga korban beranggapan bahwa dengan berperkaara di pengadilan akan memakan waktu dan tenaga yang banyak. 5. Korban dan keluarga korban beranggapan bahwa kekerasan yang dilakukan oleh pelaku kepada korban masih bisa ditolelir karena tidak menyebabkan luka yang serius, sehingga tidak perlu adanya proses hukum.

13 F. Batasan Konsep 1. Alat bukti Alat bukti yang sah yang dapat diajukan di depan persidangan adalah alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 Undang-Undang Nomor.8 Tahun 1981 Tentang KUHAP yaitu: a. Keterangan Saksi. b. Keterangan Ahli. c. Surat. d. Petunjuk. e. Keterangan Terdakwa. 2. Barang bukti Barang bukti adalah benda yang digunakan untuk meyakinkan atas kesalahan terdakwa terhadap perkara pidana yang dituduhkan kepadanya, barang bukti yang dijadikan sebagai bukti dalam suatu perkara. 3. Penyidikan Menurut Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yang dimaksud penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut caara yang diatur dalam Undang-Undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya. 4. Anak

14 Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 5. Korban Menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang dimaksud dengan korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana. 6. Kekerasan Psikis Menurut Pasal 8 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, yang dimaksud dengan kekerasan psikis adalah suatu tindakan penyiksaan secara verbal (seperti: menghina, berkata kasar dan kotor) yang mengakibatkan menurunnya rasa percaya diri, meningkatkan rasa takut, hilangnya kemampuan untuk bertindak dan tidak berdaya. 7. Orang Tua Kandung Mennurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan orang tua kandung adalah komponen keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan yang sah yang dapat membentuk sebuah keluarga. G. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian

15 Jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang berfokus pada norma, hukum positif yang berupa perundang-undangan, penelitian itu memerlukan data sekunder sebagai data utama. 2. Sumber data Data yang digunakan dalam penelitian hukum normatif yaitu berupa data sekunder yang dipakai sebagai data utama, meliputi: a. Bahan hukum primer meliputi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, yaitu: 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28 B ayat (2), menentukan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. 2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Pasal 2 ayat (3) dan (4) mengatur tentang Hak Anak. 3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 165, Bagian Kesepuluh Pasal 52 66 mengatur tentang Hak-Hak Anak 4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 109, Pasal 4 mengatur tentang hak dan kewajiban anak serta Pasal 13 mengatur tentang hak anak.

16 b. Bahan hukum sekunder adalah pendapat hukum yang diperoleh dari buku-buku, hasil penelitian yang berkaitan dengan kekerasan psikis terhadap anak. 3. Metode Pengumpulan Data a. Wawancara Mengadakan wawancara langsung dengan narasumber untuk memperoleh data yang diperlukan untuk penulisan hukum ini, yaitu dengan: 1) Aiptu. Nukamit, Kepala Unit Bagian Penyidikan di Polres Sleman. 2) DR. Idria Laksmi Gamayanti, M.Si, Psikolog pada Lembaga Perlindungan Anak Daerah Istimewa Yogyakarta. b. Studi Kepustakaan Melakukan penelitian dari buku-buku, majalah, dan Surat kabar. 4. Analisis Data Bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan dianalisis berdasarkan lima tugas oleh ilmu hukum dogmatik, yaitu: a. Deskripsi hukum positif, yang meliputi isi maupun struktur hukum positif mengenai uraian tentang Pengumpulan Alat Bukti dan Barang Bukti Dalam Penyidikan Terhadap Anak Korban Kekerasan Psikis Oleh Orang Tua Kandung dari hukum primer. b. Sistematika hukum positif secara vertikal yang meliputi Undang- Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 28B ayat (2) dengan Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Lembaran

17 Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, khususnya Bab II Pasal 2 sampai dengan Pasal 8 tentang Hak-Hak Anak terjadi sinkronisasi. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, khususnya Bab III Bagian ke-10 (kesepuluh) Pasal 52 ayat (2) tentang Hak-Hak Anak dengan Undang-Undang Dasar 1945, khususnya Bab X A Pasal 2b ayat (2), juga terjadi sinkronisasi. Maka prinsip Penalaran Hukumnya adalah ekslusi yaitu tiap sistem hukum diidenfikasikan oleh sejumlah peraturan perundang-undangan. Secara horisontal, meliputi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang memberikan pengertian mengenai anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga merumuskan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Kedua peraturan perundang-undangan di atas merupakan peraturan yang harmonisasi atau mempunyai hubungan yang logis antara undang-undang yang satu dengan undang-undang yang lain, sehingga tidak diperlukan asas berlakunya peraturan perundang-undangan. c. Melakukan interpretasi hukum, dengan menggunakan metode:

18 1) Interpretasi gramatikal, yaitu mengartikan suatu bagian kalimat dalam bahan-bahan hukum primer menurut bahasa sehari-hari atau bahasa hukum. 2) Interpretasi sistematis, secara horisontal yaitu dengan titik tolak dari sistem aturan mengartikan suatu ketentuan hukum. 3) Interpretasi teleologis, yakni mendasarkan pada maksud atau tujuan tertentu suatu peraturan. d. Menilai hukum positif, peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan anak korban kekerasan psikis oleh orang tua kandung mengandung beberapa penilaian yang mana hal tersebut menyangkut nilai perlindungan yang dapat mempengaruhi perkembangan anak, nilai kemanusiaan, dan nilai kepastian hukum. Bahan hukum sekunder yang berupa pendapat hukum yang diperoleh dari buku-buku, hasil penelitian, artikel dan majalah yang berkaitan atau berhubungan dengan masalah anak dan psikologi anak yang kemudian dideskripsikan untuk dapat diperolehnya suatu pengertian atau pemahaman serta pandangan tentang pengumpulan alat bukri dan barang bukti dalam penyidikan terhadap anak korban kekerasan psikis oleh orang tua kandung. Bahan hukum primer yang berkaitan dengan pembuktian dalam penyidikan terhadap anak korban kekerasan psikis oleh orang tua kandung yang berupa peraturan perundang-undangan kemudian dilakukan perbandingan dengan bahan hukum sekunder yang berupa

19 pendapat hukum yang diperoleh dari buku-buku, hasil penelitian, artikel, dan majalah. e. Proses penalaran yang digunakan untuk menarik kesimpulan adalah proses penalaran deduktif, yaitu berangkat dari hal-hal yang bersifat umum berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pembuktian dalam penyidikan terhadap anak korban kekerasan psikis oleh orang tua kandung dan berakhir pada suatu kesimpulan (pengetahuan baru) yang bersifat khusus. H. Sistematika Penelitian BAB I Pendahuluan Dalam bab ini menguraiakan tentang Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Keaslian Penulisan, Batasan Konsep, Metode Penelitian, serta Sistematika Penulisan. BAB II Pembahasan Bab ini mengenai pembahasan, yang menguraikan tentang: A. Tinjauan umum tentang pembuktian dalam penyidikan, yang meliputi: pengertian pembuktian, sistem pembuktian, pengertian penyidikan, tujuan penyidikan. B. Tinjauan umum tentang anak korban kekerasan psikis oleh orang tua kandung, yang meliputi: pengertian anak, hak-hak anak,

20 perngertian korban, hak-hak saksi dan korban, kekerasan psikis, jenis-jenis kekerasan, bentuk-bentuk kekerasan, sanksi-sanksi, pengertian orang tua kandung, fungsi orang tua. C. Hasil penelitian ini sesuai dengan tujuan penelitian yang dilakukan oleh penulis yakni mengenai pembuktian dalam pentidikan terhadap anak korban kekerasan psikis oleh orang tua kandung. BAB III Penutup Bab ini merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran.