BAB I PENDAHULUAN. ini tidak hanya lembaga keuangan perbankan, namun juga dijalankan oleh lembaga

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. usahanya berdasarkan prinsip syariah, yaitu aturan perjanjian (akad) antara

BAB I PENDAHULUAN. penghubung antara pihak yang kelebihan dana dan pihak yang membutuhkan dana.

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 6/18/PBI/2004 TENTANG GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN. bagi hasil, bahkan memungkinkan bank untuk menggunakan dual system,

BAB V PEMBAHASAN. Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tulungagung. sebagai barang yang digunakan untuk menjamin jumlah nilai pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembiayaan jangka pendek dengan margin yang rendah. Salah. satunya pegadaian syariah yang saat ini semakin berkembang.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan banknote dengan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Tatanan serta operasionalisasi ekonomi yang berprinsip syariah di

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi. Oleh karena itu, Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) PADA PT. BANK

PENDAHULUAN. 7% dari total UMKM berhasil meningkatkan statusnya, baik dari mikro menjadi

GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB IV ANALISIS PENETAPAN MARGIN PADA PEMBIAYAAN MURA>BAH{AH DI BSM LUMAJANG DALAM TINJAUAN FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL-MUI

BAB I PENDAHULUAN. sekunder, maupun tersier dalam kehidupan sehari-hari. Adakalanya masyarakat tidak

BAB I PENDAHULUAN. Di samping itu, bank juga dikenal sebagai tempat untuk menukarkan uang,

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. A. Mekanisme Pembiayaan Konsumtif di KOPSIM NU Batang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan industri perbankan syariah di Indonesia saat ini sudah

BAB III LUMAJANG. berbeda beda untuk jangka waktu cicilan yang berbeda. Penerapan keuntungan transaksi pembiayaan mura>bah{ah ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan yang cukup signifikan. Menurut outlook perbankan syariah 2012 yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB I PENDAHULUAN. Perbankan Syari ah menjelaskan, praktik perbankan syari ah di masa sekarang

Hak Tanggungan. Oleh: Agus S. Primasta 2

BAB I PENDAHULUAN. hal Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Wa Tamwil, Bandung: Pustaka Setia, 2013,

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. sangat besar. Sektor sektor ekonomi yang menopang perekonomian di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. atas tanah berikut atau tidak berikut benda- benda lain yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. segala kebutuhannya tersebut, bank mempunyai fungsi yang beragam dalam

BAB I PENDAHULUAN. dengan tingkat modal yang mencukupi, sehingga untuk menambah modal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Adapun salah satu ukuran keberhasilan suatu bank adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Terhadap Obyek Studi Gambaran Umum Bank BNI dan Unit Usaha Syariah

DOKUMENTASI WAWANCARA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Penerapan Akad Pembiayaan Musyarakah pada BMT Surya Asa Artha

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah dalam bentuk lembaga keuangan syari ah, yang sudah

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk menjalankan bisnis dengan izin operasional sebagai

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV ANALISIS PEMBIAYAAN BERMASALAH DAN PENANGANANNYA DI KOSPIN JASA LAYANAN SYARIAH PEMALANG

A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan adalah mekanisme pembagian keuntungannya. Pada bank syariah,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pentingnya akuntansi dalam pengelolaan keuangan usaha. Mereka hanya

BAB I PENDAHULUAN. disertai oleh kebutuhan manusia yang semakin meningkat,sehingga. Nasional merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Kendala yang sering dipermasalahkan dan merupakan kendala utama adalah

BAB III PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pembiayaan Murabahah dengan Jaminan Hak. Tanggungan di BPRS Suriyah Semarang

BAB I BAB V PENUTUP PENDAHULUAN. Bab ini merupakan bab penutup yang berisi. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali dana. tersebut ke masyarakat serta memberikan jasa bank lainnya (Kasmir,

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Kebijakan BMT Citra Keuangan Syariah Cabang Pekalongan Dalam. Upaya Menyelesaikan Pembiayaan Bermasalah.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Muhammad, Manajemen Dana Bank Syari ah, Depok : Rajagrafindo Persada, 2014, h. 24

BAB I PENDAHULUAN. Diterbitkannya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tahunn 2003 yang

BAB I PENDAHULUAN. modal, reksa dana, dana pensiun dan lain-lain). Pengertian bank menurut UU No.

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR: 10/18/PBI/2008 TENTANG RESTRUKTURISASI PEMBIAYAAN BAGI BANK SYARIAH DAN UNIT USAHA SYARIAH.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Bank merupakan salah satu lembaga keuangan yang berfungsi sebagai financial

Bank Konvensional dan Syariah. Arum H. Primandari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perkembangan bank syariah di Indonesia dewasa ini berjalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. beragama Islam, bank juga telah mengeluarkan sejumlah produk yang

FATWA DSN MUI. Fatwa DSN 01/DSN-MUI/IV/2000: Giro. 1. Giro yang tidak dibenarkan secara syari'ah, yaitu giro yang berdasarkan perhitungan bunga.

BAB I PENDAHULUAN. ini telah ditetapkan dan diterangkan secara jelas di dalam kitab suci Al-Quran

ANALISIS PEMBIAYAAN MURABAHAH, MUDHARABAH, DAN MUSYARAKAH PADA BANK KALTIM SYARIAH DI SAMARINDA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV DI BANK BNI SYARIAH KANTOR CABANG SURABAYA. A. Analisis tentang Prosedur-Prosedur Pemberian Pembiayaan Mura>bah}ah di

BAB I PENDAHULUAN. dengan perkembangan perdagangan. Bila ditelusuri asal mula timbulnya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi Islam belakangan ini mulai menunjukkan. peningkatan yang berarti di Indonesia maupun dunia. Ekonomi Islam juga

Created by Simpo PDF Creator Pro (unregistered version) BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN BAGI HASIL SIMPANAN BERJANGKA PADA KJKS BMT BINA UMAT MANDIRI (BUM) CABANG ADIWERNA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia modern sekarang ini, peranan perbankan dalam. memajukan perekonomian suatu negara sangatlah besar. Hampir semua sektor

BAB I PENDAHULUAN. Arthaloka Gf, 2006 ), hlm M. Nadratuzzaman Hosen, Ekonomi Syariah Lembaga Bisnis Syariah,(Jakarta: Gd

GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

RESCHEDULING PEMBIAYAAN MURA<BAHAH MUSIMAN

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017

BAB I PENDAHULUAN. mempercepat kemajuan ekonomi masyarakat. yang diharamkan, proyek yang menimbulkan kemudharatan bagi

BAB I PENDAHULUAN. syariah membawa konsekuensi adanya penghapusan bunga secara mutlak. 1. Firman Allah swt. dalam surah Ali Imran ayat 130:

BAB 1 PENDAHULUAN. keuangan atau biasa disebut financial intermediary. Sebagai lembaga keuangan,

BAB I PENDAHULUAN. Bank Syariah adalah Bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada

BAB IV PENUTUP. 1. Latar belakang pihak kreditur membuat perjanjian kredit dalam bentuk akta

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini hampir semua kegiatan perekonomian. dilakukan oleh lembaga keuangan, misalnya bank, lembaga keuangan non bank,

BAB I PENDAHULUAN. Sistem ekonomi Islam menghendaki terjadinya transaksi-transaksi yang

BAB V PENUTUP. Yogyakarta secara umum telah memenuhi ketentuan hukum syariah baik. rukun-rukun maupun syarat-syarat dari pembiayaan murabahah dan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pelaksanaan Pemberian Pembiayaan Jaminan Fidusia di Bank Syariah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANK INDONESIA,

ANALISIS PENERAPAN PSAK 102 ATAS MURABAHAH PADA PT. BANK BRI SYARIAH, TBK.

BAB IV. Analisa Hukum Islam Terhadap Penentuan Margin Pembiayaan Mud{a>rabah Mikro (Study Kasus Di BMT As-Syifa Taman Sidoarjo).

BAB 1 PENDAHULUAN. Unit Usaha Syariah (UUS) dengan total Aset sebesar Rp. 57 triliun (Republika :

BAB I PENDAHULUAN. makmur berdasaarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, maka

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah masalah perekonomian. Dengan sempitnya lapangan

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan Al-Qur an dan Hadist Nabi Muhammad SAW. Al-Qur an dan

BAB I PENDAHULUAN. intermediasi yang menghubungkan antara pihak-pihak yang kelebihan (surplus) dana

BAB 1 PENDAHULUAN. Semakin berkembangnya perekonomian suatu negara, semakin meningkat pula

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,

Sistem Pembukuan Dan, Erida Ayu Asmarani, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UMP, 2017

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh UU No.10 tahun 1998 dan undang-undang terbaru mengenai perbankan

BAB IV. IMPLEMENTASI FATWA DSN-MUI No.23/DSN-MUI/III/2002 PADA POTONGAN PELUNASAN DALAM MURABAHAH DI BNI SYRIAH CABANG PEKALONGAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. ANALISIS PENERAPAN SISTEM BAGI HASIL PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI KJKS CEMERLANG WELERI

BAB I PENDAHULUAN. kelebihan dana dengan masyarakat yang kekurangan dana, sedangkan bank

BAB I PENDAHULUAN. diakui eksistensinya dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Pokok-

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul maal wat tamwil

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi Islam di Indonsia ditandai dengan perkembangan Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Lembaga Keuangan di Indonesia sekarang ini tidak hanya lembaga keuangan perbankan, namun juga dijalankan oleh lembaga non perbankan. Lembaga keuangan perbankan dibina dan diawasi oleh Bank Indonesia sebagai Bank Sentral di Indonesia. Sedangkan lembaga keuangan non perbankan biasanya memiliki ciri tersendiri dan dibina oleh Dewan Syariah Nasional (DSN). (Suwiknyo, 2010) Pertumbuhan lembaga keuangan non bank yang berbasis syariah akhir-akhir ini memang semakin pesat. Munculnya Lembaga keuangan syariah merupakan perwujudan ekonomi Islam yang bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi jangka panjang dan memaksimalkan kesejahteraan manusia. Kesejahteraan berarti terpenuhinya kebutuhan individu masyarakat dengan tidak mengabaikan keseimbangan makro ekonomi (kepentingan sosial), keseimbangan ekologi dan tetap memperhatikan nilai-nilai keluarga dan norma-norma. (Nuansa, 2014) Sistem keuangan Islam yang bebas bunga menjadi alternatif terbaik untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Penghapusan prinsip bunga dalam berbagai jenis investasi memiliki dampak makro yang cukup signifikan. Investasi dilihat dari sumber dana ada dua jenis yaitu investasi langsung dan investasi secara tidak langsung, perbedaan investasi ini menjadi perbedaan yang cukup signifikan, dimana investasi langsung sering kali dikaitkan dengan keterlibatan pemilik modal 1

2 secara langsung dalam kegiataan pengelolaan modal, sedangkan investasi tidak langsung pada umumnya merupakan investasi jangka pendek yang mencakup kegiatan transaksi di pasar modal dan di pasar uang. (Johanes, 2010) Dalam realitanya, lembaga keuangan formal seperti Bank Syariah tidak sanggup menjangkau permodalan dan pembiayaan terhadap usaha mikro karena terkendala dengan tingginya resiko. Motif komersial yang selalu dijadikan tujuan utama pada lembaga keuangan formal tidak mampu mengatasi masalah-masalah sosial masyarakat pedesaan yang relatif lebih membutuhkan akses pembiayaan yang mudah, adil dan menyejahterakan untuk masyarakat atas maupun menengah. (Nugraha, 2012) Langkah untuk mewadahi kepentingan masyarakat yang belum tersentuh oleh jasa perbankan Islam maka dibentuklah institusi keuangan non bank dalam lingkup mikro dengan prinsip yang dibenarkan oleh syariah Islam, diantaranya adalah Baitul Maal Wattamwil atau BMT. BMT pada dasarnya dalam melakukan operasional usahanya hampir setara dengan perbankan yaitu dengan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk pembiayaan, serta memberikan jasajasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. (Sudarsono, 2003) BMT merupakan lembaga keuangan Islam yang hadir ditengah-tengah masyarakat, dengan menawarkan sistem dan produk yang bebas dari riba. Secara garis besar, hubungan ekonomi berdasarkan syariah Islam ditentukan oleh hubungan akad yang terdiri dari 5 konsep dasar akad. Bersumber dari kelima akad inilah dapat ditemukan produk-produk Bank Syariah. Kelima konsep tersebut yaitu

3 sistem simpanan, bagi hasil, margin keuntungan, sewa dan fee (jasa). Pada prinsip operasi BMT didasarkan atas prinsip bagi hasil, jual beli (murabahah), sewa (ijarah) dan titipan (wadiah). Dalam menjalankan kegiatannya BMT mengeluarkan produk pembiayaan diantaranya adalah Al-musyarakah dan Al-mudharabah yang merupakan produk pembiayaan yang berprinsip bagi hasil. (Suwiknyo, 2010) Secara nasional dari total pembiayaan sebesar Rp. 5,47 triliun, porsi pembiayaan murabahah (jual beli) mencapai 71.2 % sementara pembiayaan Almusyarakah dan Al- mudharabah hanya sekitar 20,3%. Hal demikian menunjukkan bahwa pembiayaan murabahah jauh lebih sering digunakan. Alasan mendasar lebih banyaknya prinsip murabahah digunakan dalam hal ini adalah karena pembiayaan tersebut mengandung resiko yang lebih kecil dan secara teoritis akan memberikan tingkat pendapatan yang tetap bagi pihak lembaga keuangan yang memberikan pembiayaan dibanding Al-musyarakah dan Al-mudharabah. (Sudarsono, 2003) Penggunaan prinsip murabahah (jual beli) dalam ekonomi syariah tentu tidaklah salah, hanya saja bentuk pembiayaan yang paling tepat adalah pembiayaan bagi hasil lebih menyentuh sisi kesyariatan dari pada model pembiayaan lain. Oleh sebab itu, pelaksanaan prinsip bagi hasil seperti Al-musyarakah dan Almudharabah dalam kegiatan ekonomi syariah seharusnya diutamakan sehingga dapat tercapai kegiatan ekonomi yang lebih adil. Meskipun Al-musyarakah dan Al-mudharabah sama-sama menggunakan prinsip bagi hasil tetapi memiliki perbedaan mendasar antara keduanya. Almusyarakah pada dasarnya merupakan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan

4 bahwa keuntungan berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana. Sedangkan Al-mudharabah merupakan akad kerjasama antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan modal dan pihak kedua mengelola dan keuntungan dibagi di antara mereka sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal sepanjang kerugian itu tidak diakibatkan oleh kelalaian pengelola. (Siti Nurhayati et.al, 2013) Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat dilihat bahwa Al-musyarakah lebih menuntut keaktifan kedua belah pihak terkait dengan operasional kegiatan usaha yang dijalankan. Selain itu, melalui pelaksanaan prinsip bagi hasil Almusyarakah akan tercipta kerjasama antara aspek kerja dan aspek modal untuk produksi kegiatan usaha yang bermanfaat bagi masyarakat. Oleh sebab itu, International Islamic Bank for Investment and Development (IIBID) menjelaskan bahwa musyarakah merupakan salah satu cara pembiayaan yang terbaik yang dimiliki bank-bank Islam. Prinsip ini dijalankan berdasarkan partisipasi antara pihak bank dengan pencari biaya (patner yang potensial) untuk diberikan dalam bentuk proyek usaha dan partisipasi ini dijalankan berdasarkan sistem bagi hasil baik keuntungan maupun kerugian dibagi bersama. (Abdullah, 2004) Baitul Maal Wattamwil (BMT) yang menjalankan prinsip bagi hasil Almusyarakah, salah satunya adalah BMT Beringharjo. BMT Beringharjo yang telah berdiri sejak 31 Desember 1994 dan tumbuh berkembang menjadi pilar sebagai lembaga keuangan syariah untuk menopang kebutuhan masyarakat sebagai pembiayaan untuk masyarakat atas dan menengah yang membutuhkan dana untuk melakukan kegiatan usaha. BMT Beringharjo merupakan lembaga keuangan Islam

5 dengan pembiayaan bagi hasil yang telah berdiri selama 21 tahun dan telah memiliki 16 cabang yaitu di DIY Yogyakarta, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. (Website, BMT Beringharjo, 2013) BMT Beringharjo menggunakan beberapa produk pembiayaan dalam kegiatan usahanya, salah satu produk pembiayaan yang menarik bagi penulis untuk meneliti adalah pembiayaan Al-musyarakah. Pada pelaksanaannya Al-musyarakah adalah kerjasama antara pihak I (BMT Beringharjo) sebagai pemodal dan pihak II (Mitra/nasabah) sebagai pengelola, dimana pihak I menyertakan modalnya pada usaha milik pihak II, antara pihak I dan II sama-sama mempunyai modal, untuk pembagian hasilnya ditentukan atas kesepakatan bersama. Dalam kerjasama ini grace-periodenya selama 2 tahun dengan pengembalian modal diangsur setiap bulan. Dalam musyarakah mitra dan bank sama-sama menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha tertentu, baik yang sudah berjalan maupun yang baru. Selanjutnya mitra dapat mengembalikann modal tersebut berikut bagi hasil yang telah disepakati secara bertahap sekaligus kepada bank. (Website, BMT Beringharjo, 2013) Penulis mewawancarai Bey Arifin, Research Development BMT Beringharjo, 2015. Nasabah/mitra yang akan melakukan pinjaman modal untuk pembiayaan Al-musyarakah ke BMT Beringharjo, harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan oleh BMT Berigharjo dan dilampirkan nasabah pada saat mengajukan permohonan peminjaman, salah satunya adalah jaminan APHT, APHT merupakan akta pembebanan hak tanggungan berupa benda yang tidak bergerak seperti tanah dan rumah, yang menjadi jaminannya adalah sertifikat tanah dan

6 rumah tersebut. Jaminan tersebut dijadikan syarat untuk nasabah yang ingin melakukan pengajuan pembiayaan di BMT Beringharjo diatas Rp. 25.000.000-, Pembiayaan APHT ini disetujui oleh pengurus BMT Beringharjo yaitu Direktur Utama dan Credit Remedial and Legal (CRD), hal itu dikarenakan apabila terjadi masalah atau kendala pada saat nasabah melakukan pengembalian modal, BMT Beringharjo mempunyai jaminan yang sesuai dengan jumlah modal yang dipinjamkan oleh nasabah. Penulis mewawancarai Bey Arifin, Research Development BMT Beringharjo, 2015. Setiap nasabah/mitra BMT Beringharjo memiliki kebutuhan yang berbeda-beda dalam melakukan pengajuan pembiayaan. Oleh sebab itu, pada pembiayaan Al-musyarakah ini BMT Beringharjo menerapkan dua metode pembiayaan untuk nasabah yang ingin melakukan peminjaman yaitu metode peminjaman dengan hak tanggungan berupa Akta Pembebanan Hak Tangungan (APHT) dan peminjaman dengan hak tanggungan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT). SKMHT merupakan surat kuasa membebankan hak tanggungan yang dijadikan syarat BMT Beringharjo kepada nasabah yang melakukan peminjaman dibawah Rp. 25.000.000-, dengan jaminan yang didaftarkan atau diikat seperti Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) dan kios kecil. Pembiayaan SKMHT ini disetujui oleh Manajer Kantor Cabang, Account Officer, dan Credit Remedial and Legal (CRD). Dilihat dari resiko, kedua metode tersebut memiliki perbedaan yang cukup signifikan, karena keduanya memiliki resiko yang berbeda. Pada metode hak tanggungan APHT tingkat resiko lebih tinggi dikarenakan jika terjadi pembiayaan

7 bermasalah BMT Beringharjo akan mengalami kerugian yang cukup besar karena pembiayaan tersebut dilakukan diatas Rp. 25.000.000-, sementara pada metode SKMHT tingkat resiko lebih rendah dikarenakan pembiayaan yang dilakukan dibawah Rp. 25.000.000-, dari kedua pembiayaan ini, pembiayaan dengan jaminan APHT yang menjadi beban terberat BMT Beringharjo apabila pembiayaan tersebut bermasalah. Resiko ini adalah mewajibkan pihak lain memikul kerugian yang diakibatkan oleh satu pihak dan wanprestasi pun terjadi pada perjanjian pembiayaan itu sendiri. Wanprestasi merupakan kelalaian yang dilakukan oleh salah satu pihak sehingga menyebabkan kerugian. Penulis mewawancarai Bey Arifin, Research Development BMT Beringharjo, 2015. Permasalahan atau kendala yang kerap dihadapi BMT Beringharjo pada produk pembiayaan Al-musyarakah ini adalah terjadi penunggakan pengembalian modal di setiap bulannya oleh nasabah. Pengembalian modal pada pembiayaan Al-musyarakah yaitu dilakukan dengan mengangsur setiap bulan. Jika pembayaran angsuran tidak dilakukan nasabah pada saat jatuh tempo maka BMT Beringharjo akan menindaklanjuti perkara tersebut. Misalkan penunggakan pembayaran nasabah pada pembiayaan Al-musyarakah dengan jaminan APHT, BMT Beringharjo akan menindaklanjuti jaminan tersebut yaitu dengan melakukan lelang di Kantor Pelayanan Kekayaaan dan Lelang Negara (KPKLN), itu adalah cara terakhir yang dilakukan BMT Beringharjo jika nasabah sudah tidak bersedia melakukan pelunasan pembiayaan.

8 Penulis mewawancarai Bey Arifin, Research Development BMT Beringharjo, 2015. Dalam hal ini, pada pembiayaan Al-musyarakah banyak kasuskasus nasabah yang ingkar janji atau wanprestasi yang dihadapi oleh BMT Beringharjo. Hal ini merupakan tugas BMT Beringharjo untuk menyelesaikannya, agar tidak terjadi kerugian yang mengakibatkan BMT menjadi terpuruk. Oleh sebab itu, BMT Beringharjo harus memiliki mekanisme dan langkah yang tepat dan sesuai dengan hukum dan syariah Islam untuk menyelesaikan permasalahannya agar terus menjadi BMT Beringharjo yang selalu terpercaya oleh masyarakat. Demikian juga seperti lembaga keuangan lainnya di Indonesia, BMT Beringharjo harusnya menyelesaikan pembiayaan bermasalah sesuai dengan hukum yang berlaku. Pada dasarnya menurut fatwa DSN MUI No. 08/DSN- MUI/IV/2000 pada Bank Syariah maupun Lembaga Keuangan Syariah lainnya harus didasarkan pada syariah Islam, untuk penyelesaian pembiayaan bermasalah dapat dilakukan oleh para pihak melalui musyawarah mufakat dengan cara penjadwalan kembali (rescheduling), penambahan syarat baru (reconditioning), maupun penggunaan struktur baru (restructuring). Bank Syariah/LKS dapat melakukan penyelesaian (settlement) pembiayaan bagi nasabah yang tidak menyelesaikan atau melunasi pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, dengan ketentuan: 1. Aset atau jaminan lainnya dijual oleh nasabah melalui Bank Syariah/LKS dengan harga yang disepakati. 2. Nasabah melunasi sisa kewajibannya kepada Bank Syariah/LKS dari hasil penjualan.

9 3. Apabila hasil penjualan melebihi sisa utang, maka Bank Syariah/LKS mengembalikan sisanya kepada nasabah. 4. Apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa utang maka sisa utang tetap menjadi utang nasabah. 5. Apabila nasabah tidak mampu membayar sisa utangnya, maka Bank Syariah/LKS dapat membebaskannya berdasarkan kebijakan Bank Syariah/LKS. (Fatwa DSN MUI, 2000) Adapun menurut hukum republik Indonesia, penyelesaian bermasalah atas Hak Tanggungan atau APHT yaitu dilakukan di Kantor pengadilan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah pasal 20 menyatakan apabila debitur cedera janji maka Hak Tanggungan akan di eksekusi dengan cara: 1. Apabila debitur cedera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. 2. Titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), obyek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahulu dari pada kreditur-kreditur lainnya. 3. Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan

10 demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak. 4. Pelaksanaan penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu 1(satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan atau pemegang Hak Tanggungan kepada pihakpihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan atau media massa setempat, serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan. 5. Sampai saat pengumuman untuk lelang dikeluarkan, penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dihindarkan dengan pelunasan utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan itu beserta biaya-biaya eksekusi yang telah dikeluarkan. (UU Republik Indonesia, 1996) Dari penjelasan hukum diatas jelas bahwa BMT Beringharjo maupun lembaga pembiayaan syariah lainnya memerlukan peradilan dalam menyelesaikan permasalahan yang terjadi di instansi mereka, supaya mempermudah sekaligus menciptakan keadilan dalam penyelesaian masalah tersebut di BMT Beringharjo maupun Lembaga Kuangan Syariah. Dari latar belakang diatas, penulis merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang pembiayaan Al-musyarakah serta APHT yang dijaminkan di BMT Beringharjo. Maka dari itu penulis akan mengambil judul Tugas Akhir MEKANISME PENYELESAIAN PEMBIAYAAN AL-MUSYARAKAH BERMASALAH DENGAN JAMINAN APHT DIDAFTARKAN. (Studi Kasus di BMT Beringharjo Yogyakarta).

11 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan yang akan diteliti dan hendak dijawab adalah 1. Bagaimana mekanisme BMT Beringharjo dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi pada pembiayaan Al-musyarakah dengan jaminan APHT? 2. Apakah BMT Beringharjo dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah sesuai dengan hukum fatwa DSN MUI No. 8/DSN-MUI/IV/2000 tentang Al-musyarakah dan hukum UU Republik Indonesia No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan APHT yang berlaku di Indonesia? 3. Apakah terdapat perbedaan antara ketentuan penyelesaian pembiayaan bermasalah BMT Beringharjo dengan ketentuan hukum fatwa DSN MUI No. 8/DSN-MUI/IV/2000 tentang Al-musyarakah dan hukum UU Republik Indonesia No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan APHT yang telah ditetapkan di Indonesia? C. Batasan Masalah Batasan masalah dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah penulis tetap berpacu pada latar belakang yaitu mekanisme penyelesaian pembiayaan Almusyarakah bermasalah dengan APHT didaftarkan. Dan penelitian ini dilakukan dengan meneliti langsung ke BMT Beringharjo. D. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah penelitian ini bertujuan untuk:

12 1. Untuk meneliti bagaimana mekanisme BMT Beringharjo dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi pada pembiayaan Al-musyarakah dengan jaminan APHT. 2. Untuk meneliti apakah BMT Beringharjo dalam penyelesaian pembiayaan bermasalah sesuai dengan hukum fatwa DSN MUI No. 8/DSN- MUI/IV/2000 tentang Al-musyarakah dan hukum UU Republik Indonesia No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan APHT yang berlaku di Indonesia. 3. Untuk meneliti apakah terdapat perbedaan antara ketentuan penyelesaian pembiayaan bermasalah BMT Beringharjo dengan ketentuan hukum fatwa DSN MUI No. 8/DSN-MUI/IV/2000 tentang Al-musyarakah dan hukum UU Republik Indonesia No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan APHT yang telah ditetapkan di Indonesia E. Manfaat Penelitian Dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat bermanfaat bagi semua, adapun manfaat yang dapat diperoleh antara lain: 1. Manfaat bagi penulis Selain untuk syarat menyelesaikan Tugas Akhir, penelitian ini juga bermanfaat untuk memperdalam ilmu pengetahuan tentang pembiayaan Almusyarakah dan mengetahui tentang jaminan APHT pada lembaga keuangan sekaligus mengetahui gambaran umum tentang pembiayaan Almusyarakah di BMT Beringharjo juga berguna untuk menambah khazanah ilmu akuntansi syariah.

13 2. Manfaat bagi BMT Beringharjo Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu penyempurnaan akad Al-musyarakah di BMT Beringharjo sekaligus dapat dijadikan referensi pembiayaan Al-musyarakah di BMT Beringharjo. 3. Manfaat untuk program Vokasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Dengan penelitian ini dapat menambah referensi perpustakaan program Vokasi UMY yang dapat dijadikan sebagai topik atau bahasan yang bermanfaat bagi program Vokasi UMY. 4. Manfaat bagi pembaca Dengan adanya penelitian ini, semoga dapat dijadikan referensi untuk mahasiswa yang ingin meneliti selanjutnya atau bagi yang membutuhkan penelitian tentang pembiayaan Al-musyarakah diharapkan dapat berguna dan bermanfaat. F. Metode Penulisan 1. Tempat penelitian Penelitian ini dilakukan di BMT Beringharjo yang beralamat di Ringroad Barat Gamping Sleman, Yogyakarta. 2. Sumber Data Adapun sumber data yang diperoleh adalah: a. Data primer (Primary Data) yaitu data yang dikumpulkan sendiri oleh perorangan/suatu organisasi secara langsung dari objek yang diteliti dan untuk kepentingan studi yang bersangkutan yang dapat berupa interview

14 dan observasi. Dalam penelitian ini penulis akan melakukan penelitian, observasi dan interview secara langsung ke BMT Beringharjo. b. Data sekunder (Secondary Data) yaitu data yang diperoleh/dikumpulkan dan disatukan oleh studi-studi sebelumnya atau yang diterbitkan oleh berbagai instansi lain. Biasanya sumber tidak langsung berupa dokumentasi dan arsip-arsip resmi. Dalam penelitian pengumpulan data dilakukan di buku-buku perpustakaan, internet, jurnal dan artikelartikel. 3. Metode pengumpulan data Untuk mendapatkan data-data yang terkait pada penelitian ini, maka dalam pengumpulan data dilakukan dengan tiga metode yaitu: a. Metode dokumentasi tekhnik pengumpulan data dengan cara mengambil data dari sumbersumber yang terkait, pada penelitian ini pengambilan data dilakukan di BMT Beringharjo. b. Metode wawancara/interview Pada metode ini wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaanpertanyaan yang berkaitan dengan penelitian secara langsung pada BMT Beringharjo. c. Metode Observasi Dalam penelitian ini penulis mengobservasi hasil data yang diperoleh selama penelitian.

15 4. Metode analisis data Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis deskriptif yaitu analisis data yang akan memberikan gambaran umum tentang pembiayaan Al-musyarakah bermasalah dengan jaminan APHT didaftarkan dan kemudian menyimpulkan hasil analisis data tersebut. G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan merupakan susunan tugas akhir agar memudahkan seseorang didalamnya untuk melihat sekaligus membacanya. Sistematika untuk penulisan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II DASAR TEORI Bab II berisi tentang penjelasan singkat BMT secara umum, perkembangan BMT, azaz dan badan hukum BMT, prinsip operasional BMT, Peran BMT, fungsi BMT sebagai pembiayaan syariah, dan uraian tentang pembiayaan Al-musyarakah, perlakuan akuntansi musyarakah PSAK 06, penjelasan singkat Dewan Syariah Nasional (DSN), contoh penjurnalan akuntansi atas transaksi musyarakah dan penjelasan singkat Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT). BAB III DATA PENELITIAN PEMBIAYAAN BERMASALAH DI BMT BERINGHARJO Bab III berisi berisi tentang gambaran umum BMT Beringharjo, sejarah berdirinya, visi dan misi, struktur organisasi, diskripsi jabatan, produk-produk pembiayaan di

16 BMT Beringharjo dan langkah-langkah pelaksanaan pembiayaan Al-musyarakah di BMT Beringharjo. Pada bab ini juga akan berisi analisis penelitian pada kasus nasabah pembiayaan Al-musyarakah bermasalah dengan jaminan APHT. BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN Bab IV berisi tentang hasil dan pembahasan penyelesaian pembiayaan Al musyarakah bermasalah dengan jaminan APHT. BAB V PENUTUP Pada bab V ini berisi kesimpulan dan saran atas penelitian yang dilakukan.