Pengaruh Variasi Temperatur Austenisasi pada Proses Heat Treatment Quenching Terhadap Sifat Mekanik dan Struktur Mikro Friction wedge AISI 1340

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar 1. Standar Friction wedge

Pengaruh Media Pendingin pada Heat Treatment Terhadap Struktur Mikro dan Sifat Mekanik Friction Wedge AISI 1340

Pengaruh Media Pendingin pada Heat Treatment Terhadap Struktur Mikro dan Sifat Mekanik Friction Wedge AISI 1340

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING MATERIAL BAJA S45C

BAB IV PEMBAHASAN Data Pengujian Pengujian Kekerasan.

PENGARUH MEDIA PENDINGIN PADA PROSES HARDENING TERHADAP STRUKTURMIKRO BAJA MANGAN HADFIELD AISI 3401 PT SEMEN GRESIK

ANALISA PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK PADA BAJA AAR-M201 GRADE E

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: ( Print) F 191

Analisa Kegagalan dan Pengaruh Proses Hardening-Tempering AISI 1050 Terhadap Strukturmikro dan Kekuatan Welded Chain Bucket Elevator.

Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

PENGARUH PROSES HARDENING PADA BAJA HQ 7 AISI 4140 DENGAN MEDIA OLI DAN AIR TERHADAP SIFAT MEKANIS DAN STRUKTUR MIKRO

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

METODOLOGI PENELITIAN

HEAT TREATMENT. Pembentukan struktur martensit terjadi melalui proses pendinginan cepat (quench) dari fasa austenit (struktur FCC Face Centered Cubic)

PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310S

ANALISIS PROSES TEMPERING PADA BAJA DENGAN KANDUNGAN KARBON 0,46% HASILSPRAY QUENCH

ANALISA PERUBAHAN DIMENSI BAJA AISI 1045 SETELAH PROSES PERLAKUAN PANAS (HEAT TREATMENT)

PENGARUH PERLAKUAN PANAS DOUBLE TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIK MATERIAL AISI 4340

Analisis Kegagalan pada Shaft Gearbox Mesin Palletizer di PT Holcim Tbk Tuban

BAB IV PEMBAHASAN. BAB IV Pembahasan 69

PROSES QUENCHING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111

Analisa Kekuatan Material Carbon Steel ST41 Pengaruh Preheat dan PWHT Dengan Uji Tarik Dan Micro Etsa

BAB I PENDAHULUAN. BAB I Pendahuluan 1

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bidang material baja karbon sedang AISI 4140 merupakan low alloy steel

ANALISIS STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK BAJA MANGAN AUSTENITIK HASIL PROSES PERLAKUAN PANAS

Karakterisasi Material Sprocket

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2013 sampai dengan selesai.

07: DIAGRAM BESI BESI KARBIDA

HARDENABILITY. VURI AYU SETYOWATI, S.T., M.Sc TEKNIK MESIN - ITATS

Heat Treatment Pada Logam. Posted on 13 Januari 2013 by Andar Kusuma. Proses Perlakuan Panas Pada Baja

PENGARUH PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA AISI 310 S. Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia

PENGARUH TEMPERATUR DAN WAKTU TAHAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO DAN LAJU KOROSI PADA BAJA TAHAN KARAT MARTENSITIK 13Cr3Mo3Ni

Pengaruh Heat Treatment denganvariasi Media Quenching Oli dan Solar terhadap StrukturMikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI 6135

PROSES NORMALIZING DAN TEMPERING PADA SCMnCr2 UNTUK MEMENUHI STANDAR JIS G 5111

Pengaruh Heat Treatment Dengan Variasi Media Quenching Air Garam dan Oli Terhadap Struktur Mikro dan Nilai Kekerasan Baja Pegas Daun AISI 6135

PENGARUH PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DAN STRUKTUR MIKRO BAJA JIS S45C

ANALISIS PENGARUH TEMPERING

ANALISIS PENINGKATKAN KUALITAS SPROKET SEPEDA MOTOR BUATAN LOKAL DENGAN METODE KARBURASI

BAB I PENDAHULUAN. Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS

Karakterisrik Mekanik Proses Hardening Baja Aisi 1045 Media Quenching Untuk Aplikasi Sprochet Rantai

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES PERLAKUAN PANAS BAJA AISI 304 TERHADAP LAJU KOROSI

Pengaruh Temperatur dan Waktu Tahan Aging Presipitasi Hardening terhadap Struktur Mikro dan Sifat Mekanik Paduan Mg-6Zn-1Y

PENGARUH KECEPATAN POTONG PADA TURNING PROCESS TERHADAP KEKERASAN DAN KEDALAMAN PENGERASAN BAJA AISI

PEMBUATAN STRUKTUR DUAL PHASE BAJA AISI 3120H DARI BESI LATERIT

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

09: DIAGRAM TTT DAN CCT

PENGARUH TEMPERATUR DAN HOLDING TIME DENGAN PENDINGIN YAMACOOLANT TERHADAP BAJA ASSAB 760

Baja adalah sebuah paduan dari besi karbon dan unsur lainnya dimana kadar karbonnya jarang melebihi 2%(menurut euronom)

Laporan Praktikum Struktur dan Sifat Material 2013

MATERIAL TEKNIK 5 IWAN PONGO,ST,MT

PENGARUH BAHAN ENERGIZER PADA PROSES PACK CARBURIZING TERHADAP KEKERASAN CANGKUL PRODUKSI PENGRAJIN PANDE BESI

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan akan bahan logam dalam pembuatan alat alat dan sarana. Untuk memenuhi kebutuhan ini, diperlukan upaya pengembangan

BAB IV HASIL PENELITIAN

PERUBAHAN STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN PADUAN Co-Cr-Mo-C-N PADA PERLAKUAN AGING

PENGARUH VARIASI SUHU PADA PROSES SELF TEMPERING DAN VARIASI WAKTU TAHAN PADA PROSES TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIS BAJA AISI 4140

PERBEDAAN STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN, DAN KETANGGUHAN BAJA HQ 705 BILA DIQUENCH DAN DITEMPER PADA MEDIA ES, AIR DAN OLI

PRAKTIKUM METALURGI FISIK LAPORAN AKHIR

PERLAKUAN PANAS MATERIAL AISI 4340 UNTUK MENGHASILKAN DUAL PHASE STEEL FERRIT- BAINIT

Sidang Tugas Akhir (TM091486)

PENGARUH PERBEDAAN KONDISI TEMPERING TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN KEKERASAN DARI BAJA AISI 4140

METODE PENINGKATAN TEGANGAN TARIK DAN KEKERASAN PADA BAJA KARBON RENDAH MELALUI BAJA FASA GANDA

PRAKTIKUM JOMINY HARDENABILITY TEST

PENGARUH PERLAKUAN TEMPERING TERHADAP KEKERASAN DAN KEKUATAN IMPAK BAJA JIS G 4051 S15C SEBAGAI BAHAN KONSTRUKSI. Purnomo *)

I. PENDAHULUAN. Definisi baja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah suatu benda

BAB 1. PERLAKUAN PANAS

Analisis Pengaruh Cooling Rate pada Material ASTM A36 Akibat Kebakaran Kapal Terhadap Nilai Kekuatan, Kekerasan dan Struktur Mikronya

Pengaruh Variasi Media Quenching Air, Oli, dan Angin Kompresor Terhadap Struktur Mikro dan Kekerasan Pada Baja AISI 1045

ANALISA PENGARUH MANIPULASI PROSES TEMPERING TERHADAP PENINGKATAN SIFAT MEKANIS POROS POMPA AIR AISI 1045

MODIFIKASI MESIN FLAME HARDENING SISTEM PENCEKAMAN BENDA KERJA SECARA VERTIKAL PADA BAJA S45C

I. PENDAHULUAN. mengalami pembebanan yang terus berulang. Akibatnya suatu poros sering

STUDI PENGARUH VARIASI KUAT ARUS PENGELASAN PELAT AISI 444 MENGGUNAKAN ELEKTRODA AWS E316L

BAB I PENDAHULUAN. Poros adalah bagian terpenting dari setiap mesin. Peran poros yaitu

KARAKTERISASI MATERIAL BUCKET TEETH PADA EXCAVATOR UNTUK PENINGKATAN KUALITAS DAN PEMBUATAN

PENGARUH JENIS BAHAN DAN PROSES PENGERASAN TERHADAP KEKERASAN DAN KEAUSAN PISAU TEMPA MANUAL

Analisa Deformasi Material 100MnCrW4 (Amutit S) Pada Dimensi Dan Media Quenching Yang Berbeda. Muhammad Subhan

ANALISA PENGARUH WAKTU PENAHANAN TERHADAP NILAI KEKERASAN BAJA AISI 1050 DENGAN METODE PACK CARBURIZING

Karakterisasi Material Bucket Teeth Excavator 2016

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

ANALISA PENGARUH HEAT TREATMENT TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO BESI COR NODULAR (FCD 60)

PENINGKATAN KEKAKUAN PEGAS DAUN DENGAN CARA QUENCHING

PENGARUH MEDIA PENDINGIN MINYAK PELUMAS SAE 40 PADA PROSES QUENCHING DAN TEMPERING TERHADAP KETANGGUHAN BAJA KARBON RENDAH

MENINGKATKAN KETANGGUHAN C-Mn STEEL BUATAN DALAM NEGERI. Jl. Soekarno-Hatta No. 180, Semarang *

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen,

PENGARUH SILIKON (Si) TERHADAP KEKERASAN PERMUKAAN DARI BAJA TUANG PERKAKAS YANG MENGALAMI FLAME HARDENING SKRIPSI

MATERIAL TEKNIK DIAGRAM FASE

Sistem Besi-Karbon. Sistem Besi-Karbon 19/03/2015. Sistem Besi-Karbon. Nurun Nayiroh, M.Si. DIAGRAM FASA BESI BESI CARBIDA (Fe Fe 3 C)

PENGARUH VARIASI TEMPERATUR TERHADAP KEKERASAN, STRUKTUR MIKRO, DAN KETANGGUHAN DENGAN PROSES HEAT TREATMENT PADA BAJA KARBON AISI 4140H

PENGARUH NITROGEN TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PADUAN IMPLAN Co-28Cr-6Mo-0,4Fe-0,2Ni YANG MENGANDUNG KARBON HASIL PROSES HOT ROLLING

KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK PADUAN ALUMINIUM AA.319-T6 AKIBAT PENGARUH VARIASI TEMPERATUR AGING PADA PROSES PRECIPITATION HARDENING

PENGARUH PROSES LAKU PANAS QUENCHING AND PARTITIONING TERHADAP UMUR LELAH BAJA PEGAS DAUN JIS SUP 9A DENGAN METODE REVERSED BENDING

BAB IV DATA. Gambar Grafik kekerasan yang dihasilkan dengan quenching brine water

Pengaruh Variasi Fraksi Volume, Temperatur, Waktu Curing dan Post-Curing Terhadap Karakteristik Tekan Komposit Polyester - Hollow Glass Microspheres

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH TEMPERATUR TEMPERING PADA PROSES QUENCHING TEMPERING TERHADAP SIFAT MEKANIK BAJA AISI 4140

Pengaruh Lama Pemanasan, Pendinginan secara Cepat, dan Tempering 600 o C terhadap Sifat Ketangguhan pada Baja Pegas Daun AISI No.

Laporan Tugas Akhir (MM091381) Pengaruh Kecepatan Potong Pada Turning Process Terhadap Kekerasan dan Kedalaman Pengerasan Baja AISI 4340

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

VARIASI TEMPERATUR PEMANASAN PADA PROSES PERLAKUAN PANAS TERHADAP KEKERASAN DENGAN MATERIAL SS 304L

SEMINAR NASIONAL ke-8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

PEMILIHAN PARAMETER PERLAKUAN PANAS UNTUK MENINGKATKAN KEKERASAN BAJA PEGAS 55 Si 7 YANG DIGUNAKAN SEBAGAI PENAMBAT REL KERETA API

Transkripsi:

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-324 Pengaruh Variasi Temperatur Austenisasi pada Proses Heat Treatment Quenching Terhadap Sifat Mekanik dan Struktur Mikro Friction wedge AISI 1340 Fahmi Aziz Husain, Yuli Setiyorini Jurusan Teknik Material & Metalurgi, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: yulisetiyorini@yahoo.com Abstrak Permasalahan sering timbul dalam pembuatan friction wedge AISI 1340 adalah adanya Crack terjadi setelah proses quenching dalam pembuatan friction wedge. Kemungkinan penyebab kegagalan terjadi yakni kurang tepatnya perlakuan panas dilakukan.oleh karena itu perlu adanya suatu penelitian untuk mencari perlakuan panas tepat.. Metodologi digunakan adalah heat treatment quenching dengan variasi temperatur austenisasi 830 C, 850 C, 870 C dan 920 C dengan waktu penahanan 20 menit, kemudian didinginkan cepat dengan media pendingin oli. Hasil dari penelitian ini adalah semua spesimen hasil treatment memenuhi standar kekerasan friction wedge. Nilai kekerasan naik seiring naiknya temperatur austenisasi. Hasil paling baik didapat dari spesimen heat treatment quenching di media pendingin oli pada temperatur austenisasi 830 o C dengan nilai kekerasan 458 BHN, tidak ada Crack terjadi dan memiliki nilai elongasi paling rendah yaitu 0,43%, sehingga bisa tahan pada temperatur kerja daripada spesimen lain. Struktur mikro dihasilkan berupa martensit dan austenit sisa. Dari pengujian XRD didapatkan fasa Fe1.91 C0.09 (Martensit BCT) dan Fe15.1 C (Austenit FCC). dilanjutkan ke proses tempering. Sehingga perusahaan harus mengulang produksi dari proses casting. hal ini membuat kerugian dari segi biaya dan waktu produksi pada industri manufaktur. Salah satu kemungkinan terjadi adalah terjadinya quench Cracking saat dilakukan proses hardening [1]. Beberapa penyebab quench Cracking, yaitu pemanasan tidak seragam, pemanasan terlalu tinggi, pemilihan media pendingin kurang tepat, dan sebagainya. Oleh karena itu, diperlukan penelitian untuk mencari solusi perlakuan panas tepat pada friction wedge AISI1340 agar bisa memenuhi standar telah ditentukan. II. METODE PENELITIAN A. Preparasi Spesimen Friction wedge 1340 Sampel uji baja AISI 1340 Q&T mengacu pada standard produksi PT Barata Indonesia seperti gambar 1. Kata Kunci AISI 1340, Heat treatment, Quenching, Temperatur, Struktur Mikro, Sifat Mekanik. P I. PENDAHULUAN enggunaan baja di Indonesia sangatlah luas. Banyak perusahaan memproduksi baja untuk berbagai kebutuhan, salah satunya adalah PT Barata Indonesia, sebuah industri memproduksi komponen kereta api, komponen pada industri semen, pabrik gula dan sebagainya. Salah satu komponen kereta api diproduksi oleh PT Barata Indonesia adalah friction wedge. Friction wedge merupakan peredam gesekan antara bolster dan sideframe pada roda kereta api. Material penyusun dari friction wedge ini adalah AISI 1340. Permasalahan sering timbul adalah ketika friction wedge diquench, ada Crack terjadi. Hal ini menyebabkan kerugian bagi perusahaan, karena jika terjadi Crack maka produksi friction wedge tidak dapat Gambar. 1. Standar Friction wedge Kemudian friction wedge tersebut dipotong menjadi 2 bagian. Disiapkan 2 jenis spesimen friction wedge yaitu as cast belum mengalami proses treatment dan as quench hasil dari proses treatment perusahaan sebagai pembanding. Komposisi kimia dari friction wedge ini bisa dilihat pada tabel 1.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-325 Unsur Tabel 1. Komposisi Sampel AISI 1340 Sample as Sample as quench cast (%) (Crack) (%) Standard AISI 1340 (%) dengan beban 187,,5kgf dan diameter bola indentor 2,5mm. Pengujian dilakukan menggunakan alat Wolpert UH930 di Laboratorium Metalurgi Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS. Dari hasil uji akan di dapatkan diameter indentasi. Kemudian kekerasan brinell (BHN) dihitung dengan persamaan berikut : Carbon (C) 0,31 0,46 0,38-0,43 Mangan (Mn) Ferrous (Fe) Posphour (P) Sulphur (S) Silicon (Si) Chromium(Cr) Nickel (Ni) Vanadium (V) 1,61 Balanced 0,024 0,016 0,35 0,13 0,14 0,006 1,76 Balanced 0,016 0,008 0,27 0,13 0,14 0,004 1,60-1,90 Balanced Max 0,035 Max 0,040 0,15-0,35 - - - Kekerasan dilakukan pada 5 titik di permukaan untuk mengetahui kekerasan pada permukaan. Kemudian dilakukan pengujian kekerasan untuk mengetahui distribusi kekerasan pada kedalaman. Dilakukan pengujian kekerasan padaa 3 titik berbeda pada tiap spesimen. Titik pertama padaa tepi spesimen, dilanjutkan titik kedua lebih kedalam dari titik pertama, hingga titik ke tiga. Ilustrasi spesimen dipotong dapat dilihat pada gambar 2. B. Proses Heat Treatment Dipersiapkan dua buah Friction wedge baja AISI 1340 Q&T dengan kondisi belum mengalami heat treatment (as cast). Dipersiapkan juga friction wedge dari proses heat treatment di PT Barata Indonesia mengalami Crack (as quench) sebagai pembanding. Kemudian Friction wedge as cast dipotong menjadi dua bagian simetris padaa masing-masing Friction Wedge. Sehingga didapatkan empat buah spesimen dengan dimensi sama. Kemudian dilakukan prosess heat treatment.kemudiann dilakukan austenitisasi dengan memanaskan baja ke furnace dengan temperatur 830 o C, 850 o C, 870 o C dan 920 o C. Ketika mencapai temperatur austenitisasi, ditahan selama 20 menit pada temperatur tersebut. Kemudian spesimen dikeluarkan dengan cepat dan didinginkann dengan dicelupkan ke dalam oli sampai temperatur kamar. C. Pengujian Non Destructivee Test. NDT digunakan adalah penetrant test untuk melihat kemungkinan adanya Crack setelah proses treatment sesuai standar ASTM E 165. D. Pengujian Metalografi Pengujian metalografi dilakukan untuk mengetahui struktur mikro terdapatt pada spesimen. Pengujiann dilakukan dengan menggunakan mikroskop Olympus GX71 di Laboratorium Metalurgi Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS dengan perbesaran 1000x. Etsa menggunakan 2% nital. E. Pengujian Kekerasan. Uji kekerasan untuk mengetahui kekerasan spesimen, dilakukan dengan metode brinell sesuai standar ASTM E10 Gambar. 2. Ilustrasi tempat pemotongan spesimen untuk uji kekerasan dan titik indentasi untuk distribusi kekerasan. F. Pengujian Thermomechanical Analysis (TMA) Pengujian dilakukan sesuai dengan standar ASTM E831. Pengujian ini menggunakann alat merk Mettler Toledo di Laboratorium Energi Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui sifat mekanik elongation suatu benda terhadap temperatur. Perubahan volume disebabkan oleh proses fisik atau kimia dan berhubungan dengan perubahan temperatur umumnya berkisar 20-1400 C. Dalam penelitian ini dilakukan pemanasan 340 0 C, karena temperatur kondisii real railroad wheel bekerja antara 30 o C sampai 300 o C G. Pengujian XRD Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui fasa terbentuk setelah proses treatment. Pengujian XRD

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-326 menggunakan alat XRD PW 3040/60 X Pert PRO Instrumen Enclosure 10kV di Laboratorium Karakterisasi Jurusan Teknik Material dan Metalurgi FTI-ITS. III. HASIL DAN DISKUSI A. Pengujian Non Destructivee Test. Crack bisa teridentifikasi dari perbedaan warna, biasanya warna merah akan keluar dari dalam crack ketika setelah diangkat oleh developer. Bentuk crack biasanyaa memanjang. Jika penerangann selama pengetesan kurang memadai makaa hal tersebut bisa menyebabkan indikasi crack tidak terbaca [2]. disebut dengan martensit dengan struktur BCT (Body centered tetragonal). Martensitt dihasilkan dari austenit bertransformasi. Pada temperature media pendingin sangat rendah austenite berubah dari FCC menjadi BCCC tetapi karena didalam austenite masih terdapat banyak karbon dan karbon tidak dapat berdifusi lagi akibat waktu pendinginan sangat cepat maka strukturr BCC tidak dapat tercapai. Salah satu sel rusuk satuannya lebih panjang daripada lain. Sehingga membentuk struktur kristal baru menjadi BCT (Body Centered Tetragonal) [3]. Selain fasa martensit, didapatkan fasa Fe15.1 C biasaa disebut dengan austenit. Fasa tersebutt merupakan austenit sisa yaitu austenit tidak bertransformasi menjadi martensit selama prosess quenching. Austenit sisa terjadi ketika bajaa tidak di quench hingga temperatur Mf (martensit finish) sehingga tidak terbentuk 100% martensit. Padaa baja paduan dengan kadar karbon lebih dari 0.3%, temperatur Mf berada di bawah temperatur kamar. Oleh karena itu, terbentuk austenit tidak bertransformasi menjadi martensitt yaitu ausitenit sisa padaa quenching sampai temperatur kamar [4]. Gambar. 3. Hasil NDT pada spesimen treatment quenching dengann temperatur austenisasi (a)830 C, (b)850 C, (c)870 C dan (d)920 C Dari gambar 3.(a), 3.(b) dan 3(c) terlihat bahwa tidak ada penetrant warna merah akan keluar dari dalam crack setelah diberi developer berwarna putih. Hal ini menunjukkan tidak adanya crack setelah proses quenching pada spesimen 830 C, 850 C dan 870 C. Pada gambar 3..(d) terdapat penetrant warna merah terlihat padaa developer berbentuk seperti lingkaran. Namun lingkarann tersebut bukan merupakan sebuah crack terjadi setelah proses heat treatmentt quenching. Penetrant terlihat tersebutt merupakan poros sudah ada saat spesimen belum di quench. Oleh karena itu, bisa dilihat bahwa pada spesimen hasil proses quenching media pendingin oli dengan temperatur austenisasi 920 C juga tidak terjadi crack. B. Pengujian XRD Pengujian XRD dilakukan untuk melihat fasa terbentuk setelah quenching. Hasil dari uji XRD dapat dilihat pada gambar 4. Dari hasil uji (X-Ray Difraction) XRD didapatkan puncak-puncak difraksi kemudian diidentifikasi struktur dan komposisi dengan software Highscore plus. Hasil dari pengujian XRD dapat dilihat pada gambar 4. Dari puncak-puncak difraksi tersebut dapat diidentifikasi bahwa fasa terbentuk adalah Fe1.91 C0.09 biasaa Gambar. 4. Hasil pengujian XRD Keterangan : : Fe1.91 C0.09 (Martensit BCT) : Fe15.1 C (Austenit) C. Pengujian Metalografi Pengujian dilakukan untuk melihat struktur mikro di permukaan dan struktur mikro cross-section. Hasil pengujian metalografi di permukaan dapat dilihat pada gambar 5. Sedangkan hasil pengujian metalografi cross section hasil treatment dapat dilihat pada gambar 6. Pengujian metalografi ini menggunakan etsa nital 2% dengan perbesaran 1000x. Gambar 5(a) dan 6(a) menunjukkan struktur mikro as cast,, pada gambar tersebut terlihat bahwa struktur mikro spesimen as cast di permukaan dan di cross section adalah ferrit dan perlit. Sedangkan bulatan hitam merupakan poros hasil proses pengecoran spesimen. Tidak ada perbedaan struktur mikro pada permukaan dan cross section spesimen as-cast.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-327 Gambar 5(b) dan 6(b) merupakan struktur mikro dari spesimen as quench, pada gambar tersebut terlihat bahwa struktur mikro terbentuk adalah martensit berwarna gelap dan austenit sisa atau retained austenit. Dari gambar tersebut terlihat bahwa ada perbedaan presentase martensit. Pada gambar 5(b) terlihat bahwa warna hitam (martensit) ada lebih banyak daripada warna hitam pada gambar 6(b). Hal ini menunjukkan presentase martensit terbentuk pada permukaan lebih banyak daripada martensit terbentuk di daerah cross section spesimen. Gambar 5(c), 5(d), 5(e) dan 5(f) menunjukkan struktur mikro di permukaan untuk variasi temperatur austenisasi 830 C, 850 C, 870 C dan 920 C. Sedangkan gambar 6(c), 6(d), 6(e) dan 6(f) menunjukkan struktur mikro di cross section untuk variasi temperatur austenisasi 830 C, 850 C, 870 C dan 920 C. Semuanya juga menunjukkan struktur mikro didominasi martensit dan austenit sisa. Sesuai dengan ASM Metal Handbook Volume 4 untuk heat treatment dengan 0.3% karbon struktur mikro permukaan terbentuk pada as quench adalah 99%. Struktur mikro permukaan spesimen hasil perlakuan panas quenching dengan media pendingin oli memiliki 0.4% karbon dengan temperatur austenisasi 830 C adalah 85% martensit sedangkan presentase martensit terbentuk pada struktur mikro cross section spesimen 830 C adalah 83%. Pada temperatur austenisasi 850 C martensit terbentuk pada struktur mikro permukaan juga 85% dan struktur mikro cross section sebanyak 84%. Pada spesimen 870 C terbentuk mendekati 87% martensit di permukaan dan 86% martensit di cross section. Pada temperatur 920 C terbentuk 92% martensit di struktur mikro permukaan dan di cross setion sebanyak 91% martensit. Struktur martensit ini sangat keras merupakan peralihan struktur kristal FCC dari austenit menjadi struktur kristal BCC dari ferrit. Namun karena waktu pendinginan relatif cepat sehingga tidak memberikan kesempatan untuk karbon berdifusi keluar dari struktur kristal BCC, menyebabkan struktur kristal BCC terdistorsi dan mengalami tegangan yaitu menjadi struktur kristal BCT (Body Centered Tetragonal). Austenit tidak sempat berubah menjadi martensit kemudian disebut austenit sisa pada gambar berwarna putih, sedangkan martensit berwarna hitam runcing [5]. Retained austenit merupakan austenit tidak bertransformasi menjadi martensit selama proses pendinginan cepat [4]. Gambar. 5. Struktur mikro permukaan (a) as cast, (b) as quench (Crack), (c) oil quench 830 C, (d) oil quench 850 C, (e) oil quench 870 C, (f) oil quench 920 C. Gambar. 6. Struktur mikro cross-section (a) oil quench 830 C, (b) oil quench 850 C, (c) oil quench 870 C, (d) oil quench 920 C D. Pengujian Kekerasan Pengujian kekerasan menggunakan metode brinell dengan beban 187,5 Kgf dan diameter bola indentor 2,5 mm sesuai dengan standard uji kekerasan Brinell ASTM E 10 2004.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-328 Gambar. 7. Grafik nilai kekerasan pada permukaan spesimen Pada gambar 4 garis hijau mendatar merupakan garis batas standar kekerasan friction wedge (300 BHN). Dari gambar 4 dapat dilihat bahwa spesimen as quench merupakan standar perusahaan memiliki kekerasan 495 BHN pada permukaan. Spesimen as quench sebelumnya mengalami pemanasan padaa temperatur 920 C dan didinginkan cepat dengan air. Angka ini sudah memenuhi standard ditetapkan yaitu 300 BHN akan tetapi terjadi Crack pada spesimen tersebut. Spesimen uji tanpaa perlakuan (As Cast) memiliki kekerasan 245 BHN padaa permukaan, jauh dibawah standar kelayakan produksi. Pada spesimen diberi perlakuan panas quenching dengan variasi temperatur berbeda dapat dilihat bahwa kekerasan meningkat seiring dengan naiknyaa temperatur. Nilai kekerasan terendah didapat dari hasil quencing dari temperatur austenisasi 830 C dan nilai kekerasan tertinggi dari temperatur austenisasi 920 C. Pada spesimen diberikan perlakuan panas berupa hardening dengan didinginkan cepat memiliki nilai kekerasan tinggi. Martensit berperan penting dalam meningkatkan nilai kekerasan. Adanya tegangan akibat dari karbon terperangkap ke dalam struktur kristal BCT [6]. Selama pendinginan, terjadi perpindahan panas antaraa spesimen dengan media pendingin. Ketika di quench padaa temperatur rendah, mungkinn ada sedikit karbon terlarut dalam austenit. Karbon jenuh dan unsur paduan dalam martensitt juga kurang. Hal inilah mnyebabkann kekerasan material menjadi rendah pada temperatur quench rendah [7]. Untuk melihat distribusi kekerasan dilakukan pengujian kekerasan dari tepi spesimen ke bagian tengah spesimen. Pengujian distribusi kekerasan hanya dilakukan pada spesimen diberi perlakuan panas quenching dengan variasi temperatur. Hasil dari distribusi kekerasan dapat dilihat pada gambar 5 dimana titik 1 merupakan titik dekat dengan permukaan, titik 3 merupakan titink paling jauh dari permukaan. Gambar. 8. Grafik nilai distribusi kekerasan pada spesimen hasil quenching. Pada gambar memperlihatkan bahwa pada spesimen dengan temperaturr austenisasi 830 C, 850 C, 870 C dan 920 C terjadi penurunan kekerasan dari tepi ke tengah spesimen relatif kecil. Perbedaan kekerasan pada spesimen tersebutt tidak terlalu signifikan. Dari data kekerasan tersebut terlihat bahwaa kekerasan spesimen sama di semua titik. Hal ini dikarenakan adanyaa perbedaan presentase martensit terbentuk, selain itu bentuk spesimen mempunyai rongga di dalam sehingga laju pendinginan di bagian tengah tidak terlalu berbeda dengan laju pendinginan di permukaan. Selain itu berdasarkan hasil perhitungan diameter kritis ideal dengan komposisi kimia friction wedge didapatkan 66 mm. Dengan bentuk dan ukuran dimensi Friction wedge mempunyai kedalaman kurang dari 71mmm karena ada rongga di dalamnya, tidak akan membuat distribusi kekerasan pada seluruh sisi spesimen berbeda jauh [8]. E. Pengujian Thermomechanical Analysis (TMA) Pengujian inii dimaksudkan untuk membandingkan kemampuan baja setelah treatment terhadap stress thermal bekerja. Hasil pengujian TMA dapat dilihat pada gambar kurva dalam bentuk kurva elongation seperti Gambar 9. Dari Gambar 9 dapat diperoleh hasil elongation berdasarkan kenaikan temperatur, dengan heat rate 30 o C/menit. Nilai elongation semua spesimen bertambah seiring dengan kenaikan temperatur. Spesimen 920 C memiliki nilai elongasi paling tinggi dan spesimen 830 C memiliki nilai elongasi paling rendah. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan struktur mikro yaitu presentase martensit terbentuk padaa spesimen tersebut. Dari gambar 9 dapat ditransformasikan menjadi tabel 2. Sehingga dapat dilihat detail nilai elongasi pada rate 30 C/menit Dari Tabel 2 diperoleh nilai elongation paling tinggi diperoleh pada spesimen oil quench dengan temperatur austenisasi 920 C yaitu sebesar 0.96%, sedangkan elongation paling rendah diperoleh pada spesimen oil quench dengan temperatur austenisasi 830 C yaitu sebesar 0.43% %.

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-329 Gambar. 9. Kurva elongation dengan temperatur 25 C -300 C. Keterangan : : 920 C : 870 C : 850 C : 830 C Tabel 2. Nilai elongation hasil pengujian TMA Gambar. 10. Grafik nilai koefisien ekspansi termal (ppm/ o C) berdasar temperatur ( o C). Keterangan : : 920 C : 870 C : 850 C : 830 C Elongasi ini berpengaruh terhadap ketahanan spesimen pada temperatur kerja (300 C). Semakin tinggi elongasi maka spesimen tersebut mudah mengalami perubahan dimensi, hal ini menyebabkan spesimen dengan nilai elongasi tinggi memiliki ketahanan rendah pada temperatur kerja. Sehingga spesimen baik dan tahan temperatur kerja friction wedge adalah spesimen dengan nilai elongasi rendah. Selain hasil di atas pada pengujian TMA juga didapatkan grafik nilai koefisien ekspansi termal (ppm/ o C) berdasar temperatur ( o C), grafik tersebut dapat dilihat pada gambar 10. Dari gambar 10 dapat dilihat bahwa nilai koefisien ekspansi paling tinggi adalah spesimen dengan temperatur austenisasi 920 C, sedangkan nilai koefisien ekspansi termal paling rendah adalah spesimen dengan temperatur austenisasi 830 C. Dari grafik tersebut ekspansi termal mencapai peak pada temperatur 200-220 0 C. Hal ini tentu karena pengaruh struktur metastabil, yaitu martensit. Puncak terjadi pada range 200-220 o C ini adalah temperatur dimana martensit mulai berdekomposisi, atau batas pembentukan awal martensit (Ms). Apabila digunakan dalam aplikasi friction wedge membutuhkan temperatur lebih dari 200 o C bisa terjadi dekomposisi martensit [9]. IV. KESIMPULAN Dari pengujian telah dilakukan dapat disimpulakan bahwa Semua spesimen hasil treatment memenuhi standar kekerasan friction wedge. Nilai kekerasan naik seiring naiknya temperatur austenisasi. Hasil paling baik didapat dari spesimen heat treatment quenching di media pendingin oli pada temperatur austenisasi 830 o C dengan nilai kekerasan 458 BHN, tidak ada Crack terjadi dan memiliki nilai elongasi paling rendah yaitu 0,43%, sehingga bisa tahan pada temperatur kerja. Struktur mikro dihasilkan berupa martensit dan austenit sisa. Dari pengujian XRD didapatkan fasa Fe1.91 C0.09 merupakan Martensit dengan struktur BCT dan Fe15.1 C merupakan Austenit dengan struktur FCC. DAFTAR PUSTAKA [1] Herring, Daniel.2012. Quench Cracking. Industrial Heating. [2] ASM. 1997. ASM handbook vol 17 Non Destructive Evaluation and Quality Control. ASM International [3] Calister, William D. 2000. Materials Science and Engineering. Departement of Mettalurgical Engginering The University of Utah [4] Herring, Daniel.2005. Retained Austenite. Industrial Heating [5] Agustianto, Arief. 2011. Analisa Kegagalan dan Pengaruh Proses Hardening-Tempering AISI 1050 Terhadap Strukturmikro dan Kekuatan Sebagai Langkah Peningkatan Kualitas Marine Chains Bucket Elevator 02-m-308 PT. Petrokimia Gresik Jurnal Institut Teknologi Sepuluh Nopember. [6] Totten, G. E. 2007.Steel Heat Treatment. Boca raton,fl. CRC Press [7] Hanguang, Fu. 2009. Effect of quenching temperature on structure and properties of centrifugal casting high speed steel roll. Jurnal China Foundry [8] ASM. 1991. ASM handbook vol 4 Heat Treating. ASM International. [9] Thelning, Karl-Erik.1975. Steel and Its Heat Treatment. London: Butterworths.