1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pondok Pesantren atau biasa disebut pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaan Islam yang diselenggarakan oleh masyarakat yang menyelenggarakan satuan pendidikan pesantren dan/atau secara terpadu menyelenggarakan pendidikan lainnya (Peraturan Menteri Agama RI Nomor 13 Tahun 2014 Tentang Pendidikan Keagamaan Islam). Zamakhsyari Dhofier (2015) dalam bukunya yang berjudul Tradisi Pesantren, mendefinisikan pesantren sebagai lembaga pendidikan tradisional Islam untuk mempelajari, memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral keagamaan sebagai pedoman perilaku sehari-hari. Imam Zarkasyi (dalam Wirosukarto, 1996) secara definitif mengartikan pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam dengan sistem asrama atau pondok, di mana kyai sebagai figur sentralnya, masjid sebagai pusat kegiatan yang menjiwainya, dan pengajaran agama Islam di bawah bimbingan kyai yang diikuti santri sebagai kegiatan utamanya. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pesantren diartikan sebagai asrama, tempat santri, atau tempat murid-murid belajar mengaji. Sedangkan secara istilah pesantren adalah lembaga pendidikan Islam, di mana para santri biasanya tinggal di pondok (asrama) dengan materi pengajaran kitab-kitab klasik dan kitab-kitab umum. Penyelenggaraan pendidikan keagamaan Islam (pesantren) bertujuan untuk: (1) Menanamkan peserta didik untuk memiliki keimanan dan ketaqwaan
2 kepada Allah SWT. (2) Mengembangkan kemampuan, pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta didik untuk menjadi ahli ilmu agama Islam dan/atau menjadi muslim yang dapat mengamalkan ajaran agama Islam dalam kehidupannya sehari-hari, dan (3) Mengembangkan pribadi akhlakul karimah bagi peserta didik yang memiliki kesalehan individual dan sosial dengan menjunjung tinggi jiwa keikhlasan, kesederhanaan, kemandirian, persaudaraan sesama umat Islam (ukuwah islamiyah), rendah hati (tawadhu), toleran (tasamuh), keseimbangan (tawazun), moderat (tawasuth), keteladanan (uswah), pola hidup sehat dan cinta tanah air (Peraturan Menteri Agama RI Nomer 13 Tahun 2014 Tentang Pendidikan Keagamaan Islam). Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia, memiliki peran besar dalam kemajuan pendidikan Islam maupun pendidikan bangsa Indonesia secara umum. Sampai saat ini, pesantren telah melahirkan banyak tokoh besar yang telah berperan dalam memajukan bangsa. Diakuinya pesantren sebagai salah satu bentuk pendidikan keagamaan Islam merupakan pengakuan tersendiri terhadap eksistensi pesantren sebagai satuan pendidikan yang tidak lapuk oleh gerusan zaman. Hal ini ditandai dengan telah dimasukannya nomenklatur pesantren dalam Undang-Undang Nomer 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 30 Ayat 4 berbunyi Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasmaran, pabhaja, samanera, dan bentuk lain yang sejenis. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa pesantren berfungsi sebagai satuan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami
3 dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama. Bahkan, eksistensi pesantren dikukuhkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan. Serta telah diterbitkan Peraturan Menteri Agama Nomer 13 Tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam yang berbicara khusus diantaranya tentang nomenklatur pondok pesantren. Bahkan pondok pesantren mendapatkan penegasan lebih lanjut melalui Peraturan Menteri Agama Nomor 18 Tahun 2014 tentang Satuan Pendidikan Muadalah pada Pondok Pesantren (Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 5877 Tahun 2014 tentang Pedoman Izin Operasional Pondok Pesantren). Dengan mengamati perkembangan pendidikan pesantren yang jelas tergambar tersebut, menegaskan bahwa pesantren merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional bangsa Indonesia. Data statistik Kementerian Agama tahun 2012-2013 menunjukkan terdapat 27.230 Pesantren di Indonesia dengan jumlah santri 3.759.198 jiwa. Dari tahun ke tahun jumlah pesantren di Indonesia terus meningkat dengan signifikan, prestasi tersebut terlihat pada data yang ditulis di Lampiran Keputusan Dirjen Pendidikan Islam nomor 5877 tahun 2014 bahwa tahun 2013/2014 jumlah pesantren meningkat menjadi 29.535 lembaga, dengan santri 3.876.696 Jiwa. Artinya, pesantren memiliki kontribusi yang besar dalam mencerdaskan anak bangsa, mencetak generasi penerus yang kompeten dan berkualitas dengan memenuhi kriteria standar nasional pendidikan. Peningkatan kuantitas (pesantren) tersebut tidak terlepas dari permasalahan.
4 Tidak hanya di pesantren, permasalahan pendidikan terjadi secara global di Indonesia, baik mengenai sistem maupun kualitas pendidikan yang masih rendah. Disampaikan oleh Anis Baswedan sebagai Menteri Kebudayaan dan Pendidikan Dasar dan Menengah dalam sambutanya pada acara Silaturahmi serta Sosialisasi Program Prioritas Bidang Pendidikan dan Kebudayaan Kabinet Kerja di Plaza Insan Pendidikan Berprestasi Gedung Kemendikbud (1/12/14) yang dilansir oleh metronews.com menyatakan bahwa Potret pendidikan tanah air saat ini gawat darurat, karena data Kemendikbud mencatat bahwa pendidikan di Indonesia menunjukan hasil buruk Anis melanjutkan, Menurut lembaga Programme for International Study Assessment (PISA), tren kinerja pendidikan Indonesia pada tahun 2000, 2003, 2006, 2009, dan 2012, cenderung stagnan sehingga menempatkan pendidikan Indonesia masuk dalam peringkat 64 dari 65 negara. Sedangkan minat membaca di Indonesia hanya 0,001 persen menurut data UNESCO pada 2012. Artikel pada website BBC 2012 menulis bahwa menurut Tabel Liga Global yang diterbitkan oleh survei firma pendidikan Pearson menunjukkan sistem pendidikan Indonesia terendah di dunia bersama Brasil dan Meksiko pada 2013 atau berada diurutan 39 dari 40 negara. Namun pada tahun 2014, posisi Indonesia berada di urutan 40 dari 40 negara, survei tersebut juga menunjukan bahwa negara Asia dengan pendidikan terbaik yaitu Singapura, Hongkong dan Jepang. Tidak selesai sampai disitu, permasalahan pendidikan di Indonesia semakin dikerucutkan semakin kompleks. Dari ketujuh unsur-
5 unsur pendidikan (Pendidik, Peserta didik, komunikasi edukatif, tujuan pendidikan, materi ajar, alat dan metode, serta lingkungan pendidikan), permasalahan pendidik (guru) merupakan hal yang paling banyak disoroti. Salah satu permasalahan guru yang banyak diperbincangkan adalah kualitas guru. Rendahnya kualitas guru Indonesia dibuktikan melalui penelitian yang dirilis oleh World Bank pada 2011, penelitian ini dilakukan di kelas-kelas para guru yang menjadi responden dengan cara direkam atau divideokan. World Bank mengambil sampel di 12 negara Asia dan hasilnya guru Indonesia berada diurutan ke-12 (www.worldbank.org). Selain itu, hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) yang diselenggarakan Kemdikbud pada 2012 juga menunjukkan hasil yang rendah, dimana nilai rata-rata guru yang ditetapkan minimal 7,00 ternyata para guru hanya mencapai nilai rata-rata 4,30. Pernyataan lain yang dilansir oleh news.okezone.com "Isu terpenting pendidikan di tanah air adalah guru, guru, guru," ungkap Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Dr. Hafid Abbaf dalam Peluncuran Buku dan Dikusi Studi Latar Belakang Penyusunan RPJMN Bidang Pendidikan 2015-2019 di Hotel Sangrila, Jakarta, Jumat (25/9/2015). Permasalahan guru tersebut terjadi di banyak lembaga pendidikan di Indonesia, begitupula di Pesantren. Hal tersebut dapat dilihat dari data statistik Kemenag (Analisis Statistik Pendidikan Islam 2011/2012) yang menyebutkan bahwa tenaga pengajar atau guru pesantren seluruhnya berjumlah 153.276 orang guru. Berdasarkan status kepegawaian, tenaga
6 pengajar dengan status pegawai negeri sipil (PNS) berjumlah 5,59% dari seluruh jumlah guru, jumlah guru dengan status Non PNS tidak sebanding dengan jumlah guru PNS. Jumlah guru jika dilihat berdasarkan kualifikasi pendidikan, berpendidikan <S1 108.816 orang (70,99%), berkualifikasi pendidikan S1 sebanyak 42.418 orang (27,42%), dan berkualifikasi >S2 sejumlah 2.441 orang (1,59%). Dari data tersebut, kualifikasi pendidikan pengajar di pesantren masih sangat rendah, yang padahal kualifikasi akademik atau latar belakang pendidikan guru akan berpengaruh pada mutu pendidikan. Seperti hasil temuan Pudyastuti (2010) menunjukan bahwa ada hubungan latar belakang pendidikan guru dengan prestasi belajar siswa. Widodo (2009) dalam penelitiannya dengan judul Pengaruh Latar Belakang Pendidikan Dan Kemampuan Mengajar Guru IPS Sejarah Terhadap Hasil Belajar Siswa Di SMP Negeri Se-kecamatan Temanggung menunjukan bahwa latar belakang pendidikan berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa. Ahmad Ghazali (2012) menunjukan bahwa latar belakang pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap profesionalisme guru. Penelitian World Bank pada tahun 2011 mengenai guru di Indonesia menunjukan bahwa latar belakang pendidikan berpengaruh pada pencapaian belajar siswa di sekolah. Guru merupakan unsur utama dalam keseluruhan proses pendidikan pada setiap jenjang pendidikan, khususnya di tingkat institusional dan instruksional. Tanpa guru, pendidikan hanya akan menjadi slogan muluk karena segala bentuk kebijakan dan program pada akhirnya akan ditentukan
7 oleh kinerja pihak yang berada di garis terdepan yaitu guru. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik, dan guru memiliki fungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional (Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen). Seorang guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru). Guru menjadi titik sentral dan awal dari semua pembangunan pendidikan. Dalam konteks pendidikan formal, Sidi (dalam Mustafa, 2005) menunjukkan bahwa berdasarkan hasil studi di negara-negara berkembang, guru memberikan sumbangan dalam prestasi belajar siswa (36%), selanjutnya manajemen (23%), waktu belajar (22%), dan sarana fisik (19%). Usman, (dalam Orasi Pengukuhan Jabatan Guru Besar yang disampaikan oleh Prof. Drs. Ida Bagus Alit Ana, SH. 1994) Guru yang berkualitas melaksanakan proses belajar mengajar yang berkualitas pula. Proses belajar yang berkualitas meningkatkan mutu pendidikan. Mutu pendidikan dapat dilihat dari perubahan tingkah laku. Masih dalam Orasi yang sama, dalam kegiatan proses belajar mengajar secara integral guru memiliki peranan sebagai demonstrator, menajer kelas, mediator dan fasilitator serta evaluator. Guru berperan membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir kritis reflektif, tanggap dan mampu mengantisipasi perkembangan keadaan sekitarnya, termasuk perkembangan sains dan
8 teknologi (Prabowo, 1992). Melihat betapa berpengaruhnya peran guru terhadap kemajuan pendidikan, maka guru harus turut meningkatkan kualitas sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi agar terus bisa berinovasi dan mampu mengembangkan potensi peserta didik secara optimal mengantisipasi masa depan. Pentingnya kualitas guru juga terlihat dari hasil penelitian Novauli (2015) yang menyatakan bahwa kompetensi guru (kompetensi sosial, profesional, pedagogik dan kepribadian) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, semakin baik kompetensi guru dipandang semakin baik prestasi belajar siswa. Prestasi belajar siswa akan berdampak jauh kedepan. Temuan World Bank dengan judul Mentransformasi Tenaga Pendidikan di Indonesia pada 2011 menyimpulkan bahwa untuk ukuran negara yang berpenghasilan menengah, hasil pembelajaran siswa di Indonesia relatif masih rendah. Bukti menunjukkan bahwa kualitas pengajaran adalah penyebab utama terjadinya variasi dalam hasil pembelajaran siswa, kualitas pengajaran dipengaruhi oleh kualitas guru. Berdasarkan penelitian tersebut, terlihat bahwa guru memiliki peran yang sangat besar dalam proses pembelajaran, membantu siswa untuk mengoptimalkan potensinya. Begitu pula dengan Pesantren Qothrotul Falah, di pesantren ini seluruh siswa tinggal dan menetap di asrama yang telah disediakan oleh pesantren. Kegiatan siswa berpusat dilingkungan pesantren dengan dibimbing oleh guru yang lebih dikenal dengan sebutan ustad (guru laki-laki) dan ustadzah (guru perempuan). Guru memiliki peran yang sangat
9 penting dalam mendampingi calon penerus bangsa (siswa) agar menjadi manusia berkualitas yang akan berjasa kepada kehidupan, masyarakat dan kemanusiaan. Seperti yang disampaikan Suharto (dalam Ana, 1994) peningkatan kualitas SDM ini dapat dicapai melalui pendidikan. Pendidikan yang bermutu dan tepat mampu melahirkan SDM berkualitas dan mampu menghasilkan karya yang berkualitas pula. Hanya bangsa yang dapat menghasilkan produk-produk yang memiliki mutu yang unggul dengan teknologi yang canggih akan memenangkan persaingan dan dapat hidup lebih makmur. Pesantren Qothrotul Falah yang semula merupakan pesantren salafiyah yang khusus mengkaji kitab-kitab agama menyesuaikan dengan perubahan zaman, teknologi dan kebutuhan, kini menjadi pesantren khalaf yaitu lembaga pesantren yang memasukkan pelajaran umum dalam kurikulum madrasah yang dikembangkan atau pesantren yang menyelenggarakan tipe sekolah-sekolah umum seperti: MI/SD, MTs/SMP, MA/SMA/SMK dan bahkan PT dalam lingkungannya (Depag, 2003). Pesantren Qothrotul Falah berpola semi modern, dilengkapi dengan sekolah umum seperti Madrasah Ibtidaiah, Madrasah Diniyah, Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) tanpa meninggalkan kekhasan pesantren yaitu pengajian kitab kuning untuk memperdalam ilmu-ilmu agama. Dengan dipadukannya pendidikan pesantren dengan pendidikan umum (kurikulum pesantren dengan kurikulum nasional), diharapkan menghasilkan peserta didik yang tidak hanya memiliki pengetahuan dan keterampilan tetapi juga
10 memiliki sikap dan nilai-nilai yang baik yang dapat diaplikasikan dalam kehidupannya. Untuk dapat memenuhi tujuan tersebut, guru sebagai orang terdepan dalam pelaksanaan pendidikan harus terus meningkatkan kualitasnya. Pesantren diibaratkan seperti perguruan tinggi tempat guru belajar sepanjang hayat (lifelong learning: UNESCO dalam Hasbullah, 1999), beraktivitas bersama dengan murid sepanjang hari dan dengan mengajar guru seperti belajar karena terus mengulang dan memperbaiki pengetahuan sebelum melakukan pengajaran. Seperti kegiatan pesantren yang telah terstruktur mulai bangun tidur samapi kembali beristirahat. Memberikan bimbingan, melatih dan mengarahkan siswa sepanjang waktu setiap harinya. Dalam interaksi proses belajar mengajar, seorang guru di pesantren diharapkan mengikuti acuan yang diajarkan oleh KI Hajar Dewantara (dalam Ana 1994) yang merupakan Bapak Pendidikan Nasional, yaitu: Ing Ngarsa Sung Tulada, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani. Arti dari semboyan ini adalah: Tut Wuri Handayani (dari belakang seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan), Ing Madya Mangun Karsa (di tengah atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide), dan Ing Ngarsa Sung Tulada (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau contoh tindakan yang baik). Menteri Agama RI dalam peraturan nomor 13 tahun 2014 tentang Pendidikan Keagamaan Islam menyebutkan bahwa Pesantren terdiri dari 5 unsur, antara lain: (1) Kyai atau pimpinan, (2) Santri (siswa), (3) Pondok atau
11 asrama pesantren, (4) Masjid atau mushola, dan (5) Pengajian dan kajian kitab kuning atau dirasah islamiyah. Dhofier (2015) menyatakan bahwa kyai sendiri adalah gelar yang diberikan masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang menjadi pimpinan pesantren dan mengajarkan kitab-kitab klasik. Dhofier melanjutkan, unsur kyai ditempatkan pada posisi sentral dalam komunitas pesantren, karena kyai dianggap sebagai pemilik, pengelola (pemimpin) dan pengajar. Sedangkan unsur-unsur lainnya, santri, masjid, asrama dan pengajian kitab kuning bersifat subsider yang keberadaannya dibawah kontrol dan pengawasan kyai. Keberdayaan kyai dalam pondok pesantren dijadikan sebagai figur, teladan, dan /atau sekaligus pengasuh yang membimbing santri dan stakeholder pesantrennya. Kyai merupakan pimpinan pondok pesantren yang memiliki otonomi penuh dalam pelaksanaan kegiatan di pesantren, termasuk di dalamnya peningkatan kualitas SDM pesantren (Guru). Guru sebagai orang yang sangat berperan dalam pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di pesantren, seorang guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru). Untuk dapat melaksanakan tugas dan fungsi guru dengan baik, pemimpin pesantren memiliki peran besar dalam memonitor pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di pesantren, termasuk diantaranya peningkatan kualitas guru yang harus terus ditingkatkan menyesuaikan
12 dengan kebutuhan siswa dan tujuan lembaga. Peran pemimpin di suatu pesantren dalam peningkatan kualitas guru akan sangat berpengaruh, karena pemimpin merupakan pembuat kebijakan dan keputusan atas segala program di pesantren. Seperti hasil penelitian Anung (2013) dalam melaksanakan manajemen kepemimpinan di suatu organisasi harus memiliki pemimpin dan mempunyai karakter kepemimpinan yang kuat serta dapat melaksanakan prinsip-prinsip kepemimpinan dalam menjalankan tugasnya dalam organisasi. Dengan manajemen kepemimpinan yang baik maka tujuan organisasi akan dapat tercapai dengan lebih baik. Penelitian Handayani bahwa pemimpin yang efektif berpengaruh terhadap pencapaian tujuan organisasi dan menurut Ramli dkk (2014) menyatakan bahwa kualitas SDM dipengaruhi oleh peran pemimpin dalam memimpin organisasi. Oyon Saryono (2011) dalam penelitiannya yang berjudul Peran Pemimpin Pengaruhnya terhadap Motivasi dan Peningkatan Kualitas Kerja Pegawai (Studi pada Dinas Pekerjaan Umum, Pertambangan, dan Energi Kota Banjar) menemukan bahwa motivasi dan kualitas kerja pegawai dipengaruhi oleh pemimpin sehingga semakin baik sikap pimpinan dalam memimpin maka motivasi kerja dan kualitas kerja pegawai akan semakin baik. Ada beberapa karakteristik pemimpin yang efektif. Karakteristik pemimpin merupakan ciri-ciri atau sifat yang dimiliki oleh setiap pemimpin dalam melaksanakan tugas-tugas kepemimpinannya. Ada empat karakteristik atau syarat pokok yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, Sunindhia dan Widiyanti (dalam Hakiem, 2003): (1) Pemimpin harus peka terhadap lingkungannya, harus mendengarkan saran-saran dan
13 nasehat dari orang-orang di sekitarnya. (2) Pemimpin harus menjadi teladan dalam lingkungannya. (3) Pemimpin harus bersikap dan bersifat setia kepada janjinya, kepada organisasinya. (4) Pemimpin harus mampu mengambil keputusan, harus pandai, cakap dan berani setelah semua faktor yang relevan diperhitungkan. Berdasarkan uraian tersebut, maka dipandang penting untuk melakukan penelitian mengenai peran kepemimpinan pesantren dalam meningkatkan kualitas guru. Oleh karena itu peneliti menentukan judul penelitian Peran Kepemimpinan Pesantren Qothrotul Falah dalam Meningkatkan Kualitas Guru. 1.2 Permasalahan Penelitian Rendahnya kualitas guru Indonesia dibuktikan melalui penelitian yang dirilis oleh World Bank pada 2011, penelitian ini dilakukan di kelas-kelas para guru yang menjadi responden dengan cara direkam atau divideokan. World Bank mengambil sampel di 12 negara Asia dan hasilnya guru Indonesia berada diurutan ke-12 (www.worldbank.org). Selain itu, hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) yang diselenggarakan Kemdikbud pada 2012 juga menunjukkan hasil yang rendah, dimana nilai rata-rata guru yang ditetapkan minimal 7,00 ternyata para guru hanya mencapai nilai rata-rata 4,30. Permasalahan guru tersebut terjadi di banyak lembaga pendidikan di Indonesia, begitupula di Pesantren. Hal tersebut dapat dilihat dari data statistik Kemenag (Analisis Statistik Pendidikan Islam 2011/2012) yang menyebutkan bahwa tenaga pengajar atau guru pesantren seluruhnya
14 berjumlah 153.276 orang. Berdasarkan status kepegawaian, tenaga pengajar dengan status Pegawai Negeri Sipil (PNS) berjumlah 5,59% dari seluruh jumlah guru, jumlah guru dengan status Non PNS tidak sebanding dengan jumlah guru PNS. Jumlah guru jika dilihat berdasarkan kualifikasi pendidikan, berpendidikan <S1 108.816 orang (70,99%), berkualifikasi pendidikan S1 sebanyak 42.418 orang (27,42%), dan berkualifikasi >S2 sejumlah 2.441 orang (1,59%). Dari data tersebut, kualifikasi pendidikan pengajar di pesantren masih sangat rendah, yang padahal kualifikasi akademik atau latar belakang pendidikan guru memberikan peran besar pada mutu pendidikan. Seperti hasil temuan (Pudyastuti, 2010) menunjukan bahwa ada hubungan latar belakang pendidikan guru dengan prestasi belajar siswa. Widodo (2009) dalam penelitiannya dengan judul Pengaruh Latar Belakang Pendidikan Dan Kemampuan Mengajar Guru IPS Sejarah Terhadap Hasil Belajar Siswa Di SMP Negeri Se-kecamatan Temanggung menunjukkan bahwa latar belakang pendidikan berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa. Ahmad Ghazali (2012) menunjukan bahwa latar belakang pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap profesionalisme guru. Penelitian World Bank pada tahun 2011 mengenai guru di Indonesia menunjukan bahwa latar belakang pendidikan berpengaruh pada pencapaian belajar siswa di sekolah. Latar belakang pendidikan guru berkaitan dengan kualitas guru, dan kualitas guru berkaitan dengan kualitas siswa. Oleh karenanya, untuk menghasilkan siswa yang berkualitas harus dimulai dengan guru yang berkualitas. Pentingnya kualitas guru juga terlihat dari hasil penelitian
15 Novauli (2015) menyatakan bahwa kompetensi guru (kompetensi sosial, profesional, pedagogik dan kepribadian) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, semakin baik kompetensi guru dipandang semakin baik prestasi belajar siswa. Prestasi belajar siswa akan berdampak jauh kedepan. Temuan World Bank dengan judul Mentransformasi Tenaga Pendidikan di Indonesia pada 2011 menyimpulkan bahwa Untuk ukuran negara yang berpenghasilan menengah, hasil pembelajaran siswa di Indonesia relatif masih rendah. Bukti menunjukkan bahwa kualitas pengajaran adalah penyebab utama terjadinya variasi dalam hasil pembelajaran siswa, kualitas pengajaran dipengaruhi oleh kualitas guru. Untuk dapat melaksanakan tugas dan fungsi guru dengan baik pemimpin pesantren memiliki peran besar dalam memonitor pelaksanaan pendidikan dan pengajaran di pesantren, termasuk diantaranya peningkatan kualitas guru yang harus terus ditingkatkan menyesuaikan dengan kebutuhan siswa dan tujuan lembaga. Peran kepemimpinan di suatu pesantren dalam peningkatan kualitas guru akan sangat berpengaruh, karena pemimpin merupakan pembuat kebijakan dan keputusan atas segala perogram di pesantren. Seperti hasil penelitian Handayani bahwa pemimpin yang efektif berpengaruh terhadap pencapaian tujuan organisasi dan menurut Ramli dkk, (2014) menyatakan bahwa kualitas pegawai dipengaruhi oleh peran pemimpin dalam memimpin organisasi. Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang menjadi fokus penelitian ini adalah:
16 1. Bagaimana pengelolaan kualitas guru Pesantren Qothrotul Falah? 2. Bagaimana peran kepemimpinan dalam meningkatkan kualitas guru? 3. Apakah kekuatan dan kelemahan yang terdapat pada pemimpin Pesantren Qothrotul Falah dalam meningkatkan kualitas guru? 4. Apakah latar belakang pendidikan dapat meningkatkan kualitas guru? 1.3 Keaslian Penelitian Penelitian tentang peran kepemimpinan di suatu lembaga pendidikan dalam meningkatkan kualitas guru telah banyak dilakukan. Namun berdasarkan penelusuran data dan berbagai sumber informasi yang secara khusus meneliti dan menganalisis peran kepemimpinan Pesantren Qothrotul Falah dalam meningkatkan kualitas guru belum pernah dilakukan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya terletak pada tempat subyek dan objek penelitian, yaitu bertempat di Pesantren Qothrotul Falah dengan informan pimpinan pesantren, kepala sekolah dan guru. 1.4 Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan permasalahan, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui dan mendeskripsikan pengelolaan kualitas guru Pesantren Qothrotul Falah. 2. Mengetahui dan mendeskripsikan peran kepemimpinan dalam meningkatkan kualitas guru. 3. Mengetahui kekuatan dan kelemahan pemimpin Pesantren Qothrotul Falah dalam meningkatkan kualitas guru.
17 4. Mengetahui latar belakang pendidikan dapat meningkatkan kualitas guru. 1.5 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis dan praktis. Secara teoritis penelitian ini akan bermanfaat: 1. Mengungkapkan beberapa hal yang spesifik mengenai manajemen pendidikan khususnya dalam bidang kepemimpinan dan peningkatan kualitas guru di pesantren. Adapun secara praktis penelitian ini akan bermanfaat: 1. Memberikan wawasan/masukan bagi pimpinan pesantren untuk menentukan kebijakan dan peran kepemimpinan secara efektif dalam meningkatkan kualitas guru. 2. Memberikan tambahan acuan pengetahuan yang berharga dalam meningkatkan kualitas guru sesuai dengan tuntutan kebutuhan pesantren. 3. Memberikan masukan bagi manajemen pesantren dalam membuat kebijakan dan menyusun suatu program leadership training dan program peningkatan kualitas guru di pesantren.