BAB II LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

Definisi akuntansi biaya dikemukakan oleh Supriyono (2011:12) sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 pasal 1 ayat 1, 2,

BAB II KERANGKA TEORISTIS PEMIKIRAN. Harga pokok produksi sering juga disebut biaya produksi. Biaya produksi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. selalu mengupayakan agar perusahaan tetap dapat menghasilkan pendapatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI. mendefinisikan, Biaya adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Menurut pasal 1 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha. Mikro, Kecil dan Menengah bahwa usaha mikro adalah usaha

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

commit to user 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian, Klasifikasi Kos (Cost) dan Biaya (Expense) 1. Kos (Cost) a. Pengertian Kos

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. UMKM memiliki peran yang cukup penting dalam hal penyedia lapangan. mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat.

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. Definisi akuntansi manajemen menurut Abdul Halim (2012:5) adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Biaya Pengertian Biaya

BAB II LANDASAN TEORI. mengukur pengorbanan ekonomis yang dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi.

Bab 1. Konsep Biaya dan Sistem Informasi Akuntansi Biaya Hubungan Akuntansi Biaya dengan Akuntansi Keuangan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORI. Biaya menurut Rayburn yang diterjemahkan oleh Sugyarto (1999), Biaya (cost)

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang, untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN RUJUKAN. 2.1 Akuntansi Biaya

TIN 4112 AKUNTANSI BIAYA

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pengertian Biaya dan Beban Masiyah Kholmi dan Yuningsih biaya (cost)

PENENTUAN BIAYA PRODUK BERDASARKAN AKTIVITAS (ACTIVITY-BASED COSTING)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II PENENTUAN BIAYA OVERHEAD PABRIK (BOP) BERDASARKAN ACTIVITY BASED COSTING (ABC) 2.1. Sistem Akuntansi Biaya Tradisional

PENENTUAN HARGA POKOK PRODUK YANG AKURAT DENGAN ACTIVITY BASED COSTING. I Putu Edy Arizona,SE.,M.Si

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENERAPAN METODE ACTIVITY BASED COSTING SYSTEM DALAM PENENTUAN HARGA POKOK KAMAR HOTEL PADA HOTEL GRAND KARTIKA PONTIANAK

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. semacam ini sering disebut juga unit based system. Pada sistem ini biaya-biaya yang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menerapkan metode Activity Based Costing dalam perhitungan di perusahan. metode yang di teteapkan dalam perusahaan.

BAB II LANDASAN TEORI. dari biaya. Carter dan Usry yang diterjemahkan oleh Krista (2006:29) mendefinisikan

BIAYA BERDASARKAN AKTIVITAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. a. Pengertian Mutu Pelayanan Kesehatan

BAB II BAHAN RUJUKAN. 2.1 Akuntansi Biaya

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB I PENDAHULUAN. untuk menghasilkan produk. Sistem akuntansi biaya tradisional yang selama ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II LANDASAN TEORI. merupakan suatu pengorbanan yang dapat mengurangi kas atau harta lainnya untuk mencapai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORITIS. A. Pengertian dan Fungsi Akuntansi Biaya. 1. Pengertian Akuntansi Biaya

BAB II KERANGKA TEORI

METODE PEMBEBANAN BOP

BAB II LANDASAN TEORITIS. maupun variable. Menurut Garrison dan Nooren (2006:51), mengemukakan

2.1.2 Tujuan Akuntansi Biaya Menurut Mulyadi (2007:7) akuntansi biaya mempunyai tiga tujuan pokok yaitu:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II ANALISIS PROFITABILITAS PELANGGAN DAN PELAPORAN SEGMEN

BAB II LANDASAN TEORI

Pertemuan 3 Activity Based Costing

Akuntansi Biaya. Manajemen, kontroler, dan Akuntansi Biaya. Yulis Diana Alfia, SE., MSA., Ak., CPAI. Modul ke: Fakultas Fakultas Ekonomi dan BIsnis

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Akuntansi Biaya dan Konsep Biaya. dan pengambilan keputusan yang lain.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. organisasi (Mulyadi, 2003;4). Atau lebih singkatnya dapat dikatakan bahwa kos

BAB II LANDASAN TEORI. Hansen dan Mowen (2004:40) mendefinisikan biaya sebagai:

Bab II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. klasifikasi dari biaya sangat penting. Biaya-biaya yang terjadi di dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSAKA

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. pada posisi , 02 sampai ,40 Bujur Timur, ,67

Transkripsi:

BAB II LANDASAN TEORI A. Akuntansi Biaya 1. Pengertian Akuntansi Biaya Musyidi (2008 : 10) berpendapat tentang pengertian akuntansi biaya yaitu: Akuntansi biaya adalah proses pencatatan, penggolongan, peringkasan dan pelaporan biaya pabrikasi, dan penjualan produk dan jasa, dengan cara tertentu, serta penafsiran terhadap hasil-hasilnya. Pengertian ini memberikan panduan, yaitu mempunyai objek biaya, dan akuntansi manajemen. Menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2006 : 2) pengertian akuntansi biaya: Suatu bidang akuntansi yang mempelajari bagaimana mencatat, mengukur dan melaporkan tentang informasi biaya yang digunakan. Disamping itu, akuntansi biaya juga membahas tentang penentuan harga pokok produk dari suatu produk yang diproduksi dan dijual dipasar baik guna memenuhi keinginan maupun menjadi persediaan barang dagangan yang akan dijual. Jadi, akuntansi biaya adalah proses pencatatan, penggolongan, peringkasan dan pelaporan tentang informasi biaya yang digunakan, selain itu juga sebagai penentuan harga pokok produksi dari suatu produk yang dihasilkan atau diproduksi. 5

6 2. Tujuan Akuntansi Biaya Menurut Musyidi (2008 : 11) tujuan akuntansi biaya : Akuntansi biaya merupakan suatu sistem dalam rangka mencapai tiga tujuan utama, yaitu: a. Menentukan harga pokok produk atau jasa b. Mengendalikan biaya c. Memberikan informasi sebagai dasar pengambilan keputusan tertentu. Untuk membuat suatu produk atau memberikan jasa diperlukan pengorbanan sumber ekonomis, yang dapat diperhitungkan dengan nilai uang. Pada saat menghitung komulasi biaya secara sistematis dan hasilnya dapat dipertanggung jawabkan diperlukan ilmu pengetahuan. Akuntansi biaya menyediakan cara-cara tersebut. Harga pokok atau jasa yang dihitung secara akurat, dicatat dan disajikan dalam laporan baik untuk tujuan internal maupun tujuan eksternal dapat dijadikan panduan apakah biaya yang dikeluarkan dan diperhitungkan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Penentuan harga pokok produk atau jasa dan pengendalian biaya dibutuhkan data yang akurat dan dapat dipercaya, sehingga keputusan yang diambil lebih menguntungkan. Data yang diperlukan antara lain berasal dari informasi yang dihasilkan akuntansi biaya. Akuntansi biaya memberikan informasi kepada pihak manajemen khususnya dalam rangka pengambilan keputusan dalam bidang penentuan harga jual,

7 perencanaan pengembangan produk, pasar, penerimaan dari segi efektifitas dan efisiensi biaya bagian atau divisi yang bersangkutan. Kesalahan dalam memberikan informasi tentang biaya ini akan berakibat fatal, misalnya produk atau jasa tidak dapat bersaing. Akuntansi biaya memberikan beberapa hasil akuntansi untuk perencanaan dan pengendalian, khususnya pengumpulan, penyajian dan analisis biaya yang dapat membantu manajemen menyelesaikan tugastugas sebagai berikut: 1) Penyusunan dan pelaksanaan perencanaan dan anggaran untuk operasi pada kondisi ekonomi dan persaingan tertentu. 2) Menentukan metode dan prosedur kalkulasi harga pokok. 3) Menentukan nilai persediaan sebagai dasar yang akan mengurangi atau meningkatkan biaya. 4) Memilih beberapa alternatif yang dapat meningkatkan pendapatan atau penurunan biaya. Oleh karena itu, akuntansi biaya akan menyajikan informasi biaya, baik secara rinci maupun berbentuk rekapitulasi, berdasarkan produk, segmen, unit organisasi atau berdasarkan aktivitas. B. Biaya 1. Pengertian Umum Biaya Pengertian biaya menurut Darsono & Ari (2009:19) adalah kas dan setara kas yang dikorbankan untuk memproduksi atau memperoleh

8 barang atau jasa yang diharapkan akan memperoleh manfaat atau keuntungan di masa mendatang. Definisi yang diberikan oleh Mulyadi (2009:23) dalam arti luas sebagai pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk keinginan tertentu. Berdasarkan dua dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa biaya merupakan pengeluaran kas atau setara kas untuk mendapatkan barang atau jasa dimana memiliki manfaat bagi penggunanya (organisasi ataupun individu) untuk diolah atau dimanfaatkan dalam meningkatkan laba di masa mendatang. 2. Klasifikasi Umum Biaya Menurut Mursyidi (2008 : 15) Pembagian klasifikasi biaya dapat dihubungkan dengan sutau proses produksi dalam perusahaan industri baik yang mempunyai hubungan langsung maupun tidak langsung, yaitu berhubungan dengan produk, volume produksi, departemen manufaktur, periode akuntansi. Biaya juga dapat diklasifikasikan dalam hubungannya dengan perusahaan,yaitu biaya operasional (biaya penjualan dan biaya administrasi umum) dan biaya non operasional, artinya biaya yang telah dikeluarkan dan diperhitungkan namun tidak mempunyai hubungan

9 langsung dengan usaha pokok perusahaan, misalnya biaya bunga untuk perusahaan industri manufaktur. Sedangkan Bastian Bustami dan Nurlela (2006:9-13) mengatakan klasifikasi biaya atau penggolongan biaya adalah suatu proses pengelompokkan biaya secara sistematis atas keseluruhan elemen biaya yang ada ke dalam golongan-golongan tertentu yang lebih ringkas untuk dapat memberikan informasi yang lebih ringkas dan penting. Biaya dalam hubungan dengan produk dapat dikelompokan menjadi biaya produksi dan biaya non produksi. a. Biaya produksi Adalah biaya yang digunakan dalam proses produksi yang terdiri dari bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik. Biaya produksi ini disebut juga dengan biaya produk yaitu biaya-biaya yang dapat dihubungkan dengan suatu produk, dimana biaya ini merupakan bagian dari persediaan. 1) Biaya bahan baku langsung / Direct Material Biaya bahan baku langsung merupakan salah satu elemen dari biaya manufaktur. Carter dan Usry yang dialihbahasakan oleh Krista (2006:40) mendefinisikan bahan baku sebagai berikut: Bahan baku langsung adalah semua bahan baku yang membentuk bagian integral dari produk jadi dan dimasukkan secara eksplisit dalam perhitungan biaya produk.

10 Sedangkan menurut Garisson, Noreen, dan Brewer yang dialihkan bahasakan oleh Hinduan (2006:51) adalah: Bahan langsung (direct material) adalah semua bahan yang menjadi bagian terpisahkan dari produk jadi, dan dapat ditelusuri secara fisik dan mudah ke produk tersebut. Jadi, dapat disimpulkan bahwa bahan baku langsung adalah harga perolehan dari bahan baku yang menjadi bagian terpisahkan dari produk jadi dan yang dapat dimasukkan langsung ke dalam perhitungan biaya produk. Pertimbangan utama dalam mengelompokkan bahan baku ke dalam kategori bahan baku adalah kemudahan penelusuran proses pengubahan bahan tersebut sampai menjadi produk jadi. 2) Tenaga Kerja langsung / Direct Labor Biaya manufaktur yang kedua adalah tenaga kerja langsung. Carter dan Usry yang dialihbahasakan oleh Krista (2006:40) mendefinisikan Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang melakukan konversi bahan baku langsung menjadi produk jadi dan dapat dibebankan secara layak ke produk tertentu. Sedangkan menurut Garisson, Noreen, dan Brewer yang di alihbahasakan oleh Hinduan (2006:51) menyatakan bahwa: Tenaga kerja langsung (direct labor) digunakan

11 untuk biaya tenaga kerja yang dapat ditelusuri dengan mudah ke produk jadi. Jadi, dapat disimpulkan biaya tenaga kerja langsung adalah balas jasa yang diberikan oleh perusahaan kepada para tenaga kerja (karyawan) yang manfaatnya dapat ditelusuri dengan mudah ke produk tertentu yang dihasilan oleh perusahaan. 3) Biaya overhead pabrik / Manufacturing Overhead pabrik. Biaya manufaktur yang terakhir adalah biaya overhead Menurut Carter dan Usry yang dialihbasahakan oleh Krista (2006:40), overhead pabrik adalah sebagai berikut: Overhead pabrik juga disebut overhead manufaktur, beban manufaktur, atau beban pabrik yang terdiri atas semua biaya manufaktur yang tidak ditelusuri secara langsung ke output tertentu. Overhead pabrik biasanya memasukkan semua biaya manufaktur kecuali bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung. Definisi lain dari pengertian biaya overhead menurut Garisson, Noreen, dan Brewer yang dialihbahasakan oleh Hinduan (2006:52) adalah: overhead pabrik (manufacturing overhead) merupakan elemen ketiga biaya produksi yang mencakup seluruh biaya produksi yang tidak termasuk dalam bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung.

12 Jadi, biaya overhead pabrik merupakan salah satu biaya manufaktur yang tidak termasuk ke dalam biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung. Contohnya dalam perusahaan furniture, bahan penolong yang digunakan adalah cat, paku, mur, tiner, dan lain-lain. b. Biaya Non Produksi Menurut Bastian Bustami dan Nurlela (2009:14), Biaya Non Produksi adalah biaya yang tidak berhubungan dengan proses produksi. Biaya non produksi ini disebut dengan biaya komersial atau biaya operasi dan digololngkan sebagai biaya periode (biaya yang dihubungkan dengan interval waktu). Biaya non produksi dapat dikelompokkan menjadi elemen: 1) Beban Pemasaran Beban pemasaran atau biaya penjualan adalah biaya yang dikeluarkan apabila produk selesai dan siap dipasarkan ke tangan konsumen. Contoh : beban iklan, promosi, biaya alat tulis, biaya penjualan, dan biaya lain-lain. 2) Beban administrasi Beban administrasi adalah biaya yanang dikeluarkan dalam hubungan dengan kegiatan penentu kebijakan, pengarahan,

13 pengawasan kegiatan perusahaan secara keseluruhan agar dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Contoh : gaji adminitrasi kantor, sewa kantor, penyusutan kantor, piutang tak tertagih, biaya urusan kantor dan lain-lain. 3) Beban keuangan adalah biaya muncul pada dalam melaksanakan fungsi-fungsi keuangan. Contoh : beban bunga. C. Harga Pokok Produksi 1. Pengertian Harga Pokok Produksi Menurut Hansen dan Mowen (2006 : 49) pengertian harga pokok produksi yaitu total biaya barang yang diselesaikan selama periode berjalan. Biaya yang hanya dibebankan ke barang yang diselesaikan adalah biaya manufaktur, bahan langsung, tenaga kerja langsung dan biaya overhead. Sedangkan menurut Bastian dan Nurlela (2006:60) pengertian harga pokok produksi sebagai berikut: Kumpulan biaya produksi yang terdiri dari bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik ditambah persediaan produk dalam proses awal dan dikurang persediaan produk dalam proses akhir. Harga pokok produksi terikat pada periode waktu tertentu. Harga pokok produksi akan sama dengan biaya produksi apabila tidak ada persediaan dalam proses awal dan akhir. Jadi, dapat disimpulkan bahwa harga pokok produksi adalah kumpulan biaya produksi yang terdiri dari biaya bahan baku langsung,

14 biaya tenaga kerja langsung dan biaya ovehead ditambah persediaan produk dalam proses awal dan dikurang persediaan produk dalam proses akhir yang dilaksanakan atau diselesaikan dalam periode tertentu. 2. Metode Penentuan Harga Pokok Produksi Carter dan Usry (2006:162) menjelaskan bahwa ada dua metode penentuan harga pokok produksi: a. Full Costing Full Costing juga disebut dengan perhitungan biaya penyerapan penuh, bisa dikatakan mengaitkan sebagian atau semua biaya produksi tetap pada unit produk dan kemudian membebankan biaya ini sebagai bagian dari angka harga pokok penjualan dalam laporan laba rugi saat unit yang terkait dijual. b. Variable Costing Variable Costing juga disebut dengan perhitugan biaya langsung yaitu suatu metode perhitungan biaya dimana biaya dialokasikan ke unit produksi hanya meliputi biaya produksi variacle saja. Overhead tetap diperlukan sebagai beban periodik.

15 Sementara menurut Darsono (2005:98) Pengertian Metode Full Costing dan Variable Costing adalah sebagai berikut: a. Metode Full Costing memungkinkan kita untuk menilai kinerja menejemen berdasarkan fungsinya karena penyajian laporan Laba- Rugi didasarkan pada fungsi pokok yang ada pada perusahaan. b. Metode Variabel Costing adalah pengorbanan sumber daya untuk menghasilkan barang atau jasa di mana hanya memperhitungkan biaya variabel saja, yang terdiri dari biaya bahan langsung, upah langsung, dan biaya overhead pabrik variabel. Dari dua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa metode Full Costing adalah metode perhitungan harga pokok produksi dengan memperhitungkan seluruh biaya baik yang berhubungan langsung (biaya variabel) maupun berhubungan tidak langsung (biaya tetap) ke dalam suatu barang atau jasa. Penentuan harga pokok berdasarkan variable costing pada umumnya ditunjukkan untuk pihak manajemen dalam rangka pengambilan kebijakan harga, sedangkan berdasarkan full costing pada umumnya ditunjukkan untuk kepentingan penyusunan laporan keuangan untuk pihak eksternal. 3. Manfaat Informasi Harga Pokok Produksi Laporan biaya yang disusun dari proses produksi akuntansi biaya. Salah satunya adalah berupa laporan harga pokok produksi.

16 Penyajian laporan harga pokok produksi berkaitan dengan penyusunan laporan rugi laba perusahaan untuk keperluan pertanggungjawaban manajemen kepada pihak eksernal. Dalam perusahaan yang memproduksi masa, informasi harga pokok produksi yang dihitung untuk jangka waktu tertentu bermanfaat bagi manajemen untuk: a. Menentukan harga jual pokok b. Memantau realisasi biaya produksi c. Menghitung laba atau rugi periodik d. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam neraca. Laporan Harga Pokok Produksi Biaya bahan baku Persediaan bahan baku awal xxx Pembelian bahan baku xxx (-) Potongan pembelian xxx Retur pembelian xxx (+) Biaya angkut pembelian xxx Pembelian bersih Bahan baku tersedia untuk digunakan Persediaan bahan baku akhir xxx xxx xxx

17 Biaya pemakaian bahan baku Biaya tenaga kerja langsung xxx xxx Biaya overhead pabrik Tenaga kerja tidak langsung Listrik dan air Reparasi dan pemeliharaan mesin Pemakaian perlengkapan pabrik Penyusutan mesin dan peralatan pabrik Asuransi pabrik xxx xxx xxx xxx xxx xxx Total biaya overhead pabrik xxx Total Biaya Produksi xxx (+) Persediaan barang dalam produksi awal xxx Jumlah barang dalam produksi selama tahun ini xxx (-) Persediaan barang dalam produksi akhir xxx Harga Pokok Produksi xxx Sumber : Mulyadi, 2005:37 D. Metode Tradisional dan Metode Activity Based Costing (ABC) 1. Metode Traditional a. Pengertian Metode Tradisonal Menurut Carter dan Usry (2004:500) menyatakan bahwa sistem perhitungan biaya dengan metode tradisional memiliki karakter khusus, yaitu dalam penggunaan ukuran yang berkaitan dengan

18 volume atau ukuran tingkat unit secara eksklusif sebagai dasar untuk mengalokasikan overhead ke output. Dengan kata lain, sistem tradisional disebut juga dengan sistem berdasarkan unit. Menurut Hansen dan Mowen (2006:142), pembebanan biaya overhead metode tradisional melibatkan dua tahap yaitu: 1) Biaya overhead dibebankan ke unit organisasi (pabrik atau departemen) 2) Biaya overhead kemudian dibebankan ke produk Dalam metode tradisional, hanya penggerak aktivitas tingkat unit digunakan untuk membebankan biaya kepada produk. Penggerak aktivitas tingkat unit (unit-level activity drivers) adalah faktor-faktor yang menyebabkan perubahan biaya sebagai akibat perubahan unit yang diproduksi. Penggunaan penggerak hanya berdasarkan unit untuk membebankan biaya overhead ke produk yang berkorelasi tinggi dengan jumlah unit yang diproduksi. Penggerak aktivitas berdasarkan unit membebankan overhead kepada produk melalui penggunaan tarif pabrik secara menyeluruh dan departemental. b. Kelemahan Metode Tradisional 1) Menimbulkan penyimpangan dalam perhitungan biaya produk. Terjadinya distorsi karena beberapa alasan yaitu: a) Biaya overhead pabrik tidak ditelusuri ke produk individual

19 b) Total biaya overhead dalam suatu produk senantiasa terus meningkat. Pada saat persentase biaya oerhead pabrik semakin besar, maka distorsi biaya produk pun semakin besar. 2) Dalam sistem metode tradisional berorientasi fungsional. Biaya diakumulasikan berdasarkan item lini, seperti gaji dan berdasarkan fungsi seperti perekayasaan dalam setiap item lini, sedangkan fungsional tidak sesuai lagi dengan manufaktur modern. 3) Dalam sistem metode tradisional, biaya dialokasikan ke produk berdasarkan ke volume produksi, misalnya dengan jumlah jam tenaga kerja langsung. Dengan cara demikian maka informasi biaya menjadi terdistorsi, produk dengan volume produksi yang besar akan menyerap biaya yang lebih besar pula, yang mungkin saja justru sebaliknya hanya menyerap biaya yang relatif lebih kecil. Sebaliknya pada biaya overhead memiliki masalah yang berbeda. Hubungan antara masukan-keluaran ataupun inputoutput yang diobservasi secara fisik bahan aku dan tenaga kerja langsung, tidak tersedia pada biaya overhead. Oleh sebab itu, penelusuran biaya overhead bergantung pada penggerakan dan alokasi.

20 c. Kelebihan Sistem Tradisional Adapun kelebihan sistem tradisional adalah: 1) Mudah diterapkan 2) Mudah diaudit 3) Sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. 2. Metode Activity Based Costing (ABC) a. Pengertian Activity Based Costing (ABC) Metode Activity Based Costing (ABC) menurut William dan Carter (2009:528) adalah: suatu sistem perhitungan biaya di mana tempat penampungan biaya overhead yang jumlahnya lebih dari satu dialokasikan menggunakan dasar mencakup satu atau lebih faktor yang tidak berkaitan dengan volume (non-volume-related factor). Menurut Menurut Amin (2009:2) Activity-Based Costing (ABC) adalah: Metode costing yang mendasarkan pada aktivitas yang didesain untuk memberikan informasi biaya kepada para manajer untuk pembuatan keputusan stratejik dan keputusan lain yang mempengaruhi kapasitas dan biaya tetap. Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa ABC (Activity-Based Costing) adalah sistem akumulasi biaya dan pembebanan biaya ke produk dengan menggunakan berbagai cost

21 driver, dilakukan dengan menelusuri biaya dari aktivitas dan setelah itu menelusuri biaya dari aktivitas kepada produk berdasarkan konsumsi masing-masing aktivitas tersebut. Dengan Activity Based Costing biaya overhead pabrik dibebankan ke objek biaya seperti produk atau jasa dengan mengidentifikasikan sumber daya, aktivitas dan biayanya serta kuantitas aktivitas dan sumber daya yang dibutuhkan untuk memproduksi output. Cost driver digunakan untuk menghitung biaya sumber daya dari setiap unit aktivitas. b. Konsep Dasar Activity Based Costing Menurut Bastian dan Nurlela (2009:25), komponen utama yang membentuk Activity Based Costing adalah sumber daya (resources), pemicu konsumsi sumber daya (resources drive), aktivitas (activity), pemicu aktivitas (activity driver), dan objek biaya (cost objects). Penjelasannya adalah sebagai berikut: 1) Sumber daya (resources) adalah segala unit ekonomi yang digunakan perusahaan untuk mengadakan aktivitas, seperti: bahan baku, tenaga kerja, perlengkapan yang diunkan dan faktor produksi lainnya. 2) Pemicu konsumsi sumber daya (resources driver), dasar yang digunakan untuk melacak sumber daya yang digunakan di dalam setiap aktivitas, atau ukuran kuantitas dari sumber daya yang

22 dikonsumsi oleh suatu aktivitas, contoh luas ruangan yang disewa untuk setiap aktivitas, jumlah jam kerja yang dihabiskan untuk setiap aktivitas. 3) Aktivitas (activity), suatu unit dasar pekerjaan yang dilakukan oleh perusahaan dengan tujuan membantu perecencanaan, pengendalian, dan pengambilan keputusan bagi manajemen. Jumlah biaya aktivitas ditentukan dengan melacak sumber daya yang dipakai oleh aktivitas dengan pemicu konsumsi sumber daya. Aktivitas sangat dibutuhkan untuk membebankan biaya ke objek biaya, dikenal dengan aktivitas biaya yang dihubungkan dengan faktor pemicu biaya (cost driver). 4) Pemicu aktivitas (activity driver), suatu ukuran frekuensi dan intensitas dari permintaan akan suatu aaktivitas oleh suatu produk atau jasa layanan. Pemicu aktivitas ini sama seperti pemicu sumber daya guna melacak biaya aktivitas ke objek biaya, yag dipakai untuk membebankan biaya ke produk atau jasa layanan. 5) Objek biaya (cost objects), adalah tempat biaya dimana biaya atau aktivitas diakumulasikan atau diukur. Objek biaya dapat berupa pelanggan, produk, jasa layanan, kontrak, proyek, atau unit kerja lain yang memerlukan pengukuran biaya tersendiri

23 c. Pembebanan Biaya Overhead Pada Activity Based Costing Metode Activity Based Costing akan dihasilkan perhitungan yang lebih akurat karena metode ini dapat mengidentifikasi secara teliti aktivitas-aktivitas yang dilakukan manusia, mesin dan peralatan dalam menghasilkan suatu produk maupun jasa. Menurut Bastian dan Nurlela (2009:26) ada beberapa tahapan penerapan Activity Based Costing, yaitu: 1) Mengidentifikasi, mendefinisikan aktivitas dan pool aktivitas. Tahapan utama dan pertama dalam menerapkan activity based costing (ABC) adalah mengidentifikasi aktivitas yang menjadi dasar sistem tersebut. Tahapan ini mungkin sulit dilakukan, karena memakan waktu dan membutuhkan pertimbangan yang cukup rumit. Prosedur umum yang dilakukan pada tahap ini, dengan melakukan wawancara terhadap semua orang yang terlibat atau semua tingkat supervisi atau semua manajer yang menimbulkan overhead dan meminta mereka untuk menggambarkan aktivitas utama yang mereka lakukan, biasanya akan diperoleh catatan aktivitas yang cukup beragam dan rumit. Adapun aktivitas yang cukup beragam tersebut, dapat digabungkan menjadi lima tingkat aktivitas, yaitu aktivitas tingkat unit, batch, produk, pelanggan, dan pemeliharaan organisasi.

24 a) Aktivitas tingkat unit Dilakukan oleh setiap unit produksi. Biaya aktivitas unit bersifat proporsional dengan jumlah unit yang diproduksi. Contoh: biaya pekerja untuk operator peralatan produksi, ini menjadi aktivitas tingkat unit, karena pekerja tersebut cenderung dikonsumsi secara proporsional dengan jumlah unit produksi. b) Aktivitas tingkat batch Dilakukan setiap batch yang diproses, tanpa memperhatikan berapa unit yang terdapat dalam batch tersebut. Contoh: membuat pesanan pelanggan, penataan peralatan, pengaturan pengiriman pesanan pelanggan, ini merupakan aktivitas tingkat batch. Biaya tingkat batch lebih tergantung pada jumlah batch yang dihasilkan, bukan jumlah unit yang diproduksi, jumlah unit yang dijual atau ukuran lainnya. c) Aktivitas tingkat produk Aktivitas ini berkaitan dengan produk yang spesifik dan umumnya dikerjakan tanpa memperhatikan berapapun unit yang diproduksi atau berapapun batch yang dihasilkan atau dijual. Contoh: biaya perancangan produk, biaya untuk mengiklankan produk, biaya gaji staff dan manajer produksi. d) Aktivitas tingkat pelanggan

25 Aktivitas ini berkaitan dengan pelanggan yang spesifik meliputi aktivitas menelpon pelanggan dalam rangka penjualan, pengiriman katalog, dukungan teknis purna jual yang untuk semua produk. e) Aktivitas pemeliharaan organisasi. Aktivitas ini dilakukan tanpa memperhatikan produk apa yang diproduksi, berapa unit yang dibuat, berapa batch yang dihasilkan dan pelanggan mana yang dilayani. Contohnya adalah aktivitas kebersihan kantor, pengadaan jaringan komputer, pengaturan pinjaman dan penyusunan laporan keuangan untuk internal maupun eksternal. Penggabungan aktivitas dalam activity based costing, setiap aktivitas harus dikelompokkan dalam tingkatan yang sesuai, dengan memperhatikan aktivitas-aktivitas yangg mempunyai korelasi yang tinggi dalam satu tingkat. Contoh: jumlah pesanan pelanggan yang diterima akan memiliki korelasi yang tinggi dengan jumlah pengiriman berdasarkan pesanan pelanggan, sehingga kedua aktivitas tingkat batch ini dapat digabung, tanpa mengurangi keakuratannya. Gabungan dari biaya overhead yang berhubungan dengan aktivitas yang sama dikenal dengan cost pool, yang akan digunakan untuk menghitung tarif pembebanan ke setiap aktivitas.

26 2) Menelusuri biaya overhead secara langsung ke aktivitas dan objek biaya. Tahap kedua dalam menerapkan activity based costing adalah sejauh mungkin menelusuri biaya overhead secara langsung ke objek biaya, yang menyebabkan timbulnya biaya, kemudian menentukan pemicu biayanya, seperti produk, pesanan pelanggan, dan pelanggan.. 3) Membebankan biaya ke pool biaya aktivitas. Pada umumnya biaya overhead diklasifikasikan dalam sistem akuntansi perusahaan berdasarkan departemen atau divisi, dimana biaya tersebut terjadi. Tetapi pada eberapa kasus ada beberapa atau semua biaya bisa ditelusuri langsung ke pool biaya aktivitas, seperti: pemrosesan pesanan, dimana semua departemen pembelian dapat ditelusuri ke aktivitas ini. Dalam activity based costing sangat umum overhead terkait dengan beberapa aktivitas. Untuk kondisi seperti tersebut, biaya departemen dapat dibagi ke beberapa kelompok atau pool aktivitas dengan menggunakan proses alokasi tahap pertama, yaitu membebankan overhead ke pool biaya aktivitas. 4) Menghitung tarif aktivitas. Tarif aktivitas yang akan digunakan untuk pembebanan biaya overhead ke produk dihitung, dengan menentukan total aktivitas sesungguhnya yang diperlukan untuk memproduksi bauran produk

27 dan untuk melayani pelanggan yang saat ini. Kemudian memerlukan tarif aktivitas dengan membagi total biaya pool aktivitas masingmasing aktivitas dengan total pemicu aktivitas. Tarif pembebanan / pool rate = Total biaya pool aktivitas Total pemicu aktivitas 5) Membebankan biaya ke objek biaya dengan menggunakan tarif aktivitas dan ukuran aktivitas. Langkah berikut dalam penerapan activity based costing disebut alokasi tahap kedua, di mana tarif aktivitas digunakan untuk membebankan biaya ke produk atau pelanggan dengan cara mengalihkan tarif pool aktivitas dengan uukuran aktivitas yang dikonsumsi masing-masing produk atau jasa layanan. Pembebanan = pool rate x jumlah aktivitas yang dikonsumsi 6) Menyiapkan laporan untuk manajemen. Tahap ini adalah tahap laporan yang disusun, dengan menggabungkan bahan baku langsung, tenaga kerja langsung dan overhead yang ke produk atau jasa layanan berdasarkan aktivitas. Activity based costing merupakan suatu sistem perhitungan biaya dengan penjumlahan seluruh biaya akuntansi yang memproduksi barang dan jasa yang jumlahnya lebih dari satu biaya overhead untuk menyediakan informasi biaya manajer dalam pengambilan keputusan. ABC dapat dijadikan salah satu alternatif referensi oleh pengelola perusahaan untuk dapat mengidentifikasi berbagai biaya

28 yang terserap pada produk. Sistem ABC berusaha menelusuri seluruh biaya yang terserap dalam pelaksanaan produksi sampai produk dapat dipasarkan. Pada intinya sistem ABC menguraikan berbagai biaya yang belum jelas pengalokasiannya yang dalam hal ini penekanannya dan dengan terindentifikasinnya seluruh biaya maka diharapkan biaya per produk telah dapat mencerminkan seluruh biaya yang terserap pada produk tersebut. d. Manfaat Activity Based Costing Manfaat yang diperoleh dalam penerapan activity based costing menurut Bastian dan Nurlela (2009:29) adalah sebagai berikut: 1) Activity Based Costing (ABC) menyajikan pengukuran yang lebih akurat tentang biaya yang timbul karena dipicu oleh aktivitas, membantu manajemen untuk meningkatkan nilai produk dan nilai proses dengan membuat keputusan yang lebih baik tentang desain produk, mengendalikan biaya secara lebih akurat dan membantu perkembangan proyek-proyek yang meningkatkan nilai. 2) Memperbaiki kualitas pengambilan keputusan. 3) Para manajemen puncak yang telah menerapkan activity based costing, percaya bahwa semakin akurat perhitungan biaya atau jasa layanan yang digunakan activity based costing, akan mengurangi kemungkinan kesalahan dalam penggambilan keputusan.

29 4) Memungkinkan manajemen melakukan perbaikan secara terus menerus. Banyak perusahaan berusaha untuk mengurangi biaya, guna menawarkan produk atau jasa layanan beraneka ragam akan meningkatkan biaya. Dengan menggunakan activity based costing, biaya yang dikeluarkan akan terlihat dengan jelas pada setiap aktivitas di mana biaya yang tidak mempunyai nilai tambah bagi pelanggan dapat dieliminasi lebih cepat. e. Kelebihan dan Kelemahan Activity Based Costing Walaupun Activity Based Costing (ABC) terlihat lebih unggul dari sistem biaya tradisional, ABC tetap memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan sistem ABC menurut Blocher (2006:232) adalah sebagai berikut: 1) Pengukuran profitabilitas yang lebih baik. Activity based costing menyajikan baiya produk yang lebih akurat dan informatif, mengarahkan pada pengukuran profitabilitas dengan lebih akurat dan keputusan strategis yang diinformasikan dengan lebih baik tentang penetapan harga jual, lini produk, dan segmen pasar. 2) Keputusan dan kendali yang lebih baik. Activity based costing menyajikan pengukuran yang lebih akurat tentang biaya yang timbul karena dipicu oleh aktivitas.

30 3) Informasi yang lebih baik untuk mengendalikan biaya kapasitas. Activity based costing membantu manajer mengidentifikasi dan mengendalikan biaya kapasitas yang tidak tepakai. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas mengenai kelebihan Activity Based Costing (ABC), maka didapat bahwa perusahaan yang menerapkan ABC akan mampu memperbaiki mutu pengambilan keputusan, memugkinkan manajemen melakukan perbaikan secara terus menerus terhadap aktivitas untuk mengurangi biaya overhead, menyajikan pengukuran yang lebih akurat dan relevan. Pada akhirnya, ABC mampu menyediakan informasi biaya berdasarkan aktivitas untuk memungkinkan manajemen dan karyawan melakukan manajemen berbasis aktivitas. Kelemahan Activity Based Costing (ABC) menurut Bastian dan Nurlela (2009:30), adalah sebagai berikut: 1) Dibandingkan sistem biaya tradisional yang hanya membebankan biaya cukup satu pemicu biaya seperti jam kerja langsung, ABC membutuhkan berbagai ukuran aktivitas yang harus dikumpulkan, diperiksa, dan dimasukkan dalam sistem, mungkin kurang sebanding dengan tingkat keakuratan yang didapat yang pada akhirnya mengakibatkan biaya yang tinggi. 2) Sulitnya merubah pola kebiasaan manajer. Merubah pola kebiasaann manajer membutuhkan waktu penyesuaian, karena para manajer sudah terbiasa menggunakan

31 sistem biaya tradisional dalam operasinya dan juga digunakan sebagai evaluasi kinerja, maka dengan perubahan pola ini kadangkala mendapat perlawanan dari para karyawan. Jika hal ini terjadi maka penerapan sistem ABC akan mengalami kegagalan. 3) Mudahnya data Activity Based Costing disalah artikan. Dalam praktek, data ABC dengna mudah disalah artikan dan harus digunakan secara hati-hati, ketika pengambilan keputusan, biaya yang dibebankan ke produk, pelanggan dan objek biaya lainnya hanya dilakukan bilamana secara potensial relevan. Sebelum mengambil keputusan yang signifikan dengan menggunakan data ABC, para pengambil keputusan harus dapat mengidentifikasi biaya mana yang betul-betul relevan dengan keputusan saat itu. 4) Bentuk laporan kurang sesuai. Umumnya laporan yang disusun dengan menggunakan ABC tidak sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku secara umum. Konsekuensi perusahaan yang menetapkan ABC harus menyusun laporan biaya yang berlainan satu untuk internal dan satu lagi untuk pelaporan eksternal, hal ini membutuhkan waktu biaya tambahan. Kelemahan activity based costing menurut Blocher (2006:233), adalah sebagai berikut: 1) Tidak semua biaya memiliki penggerak biaya konsumsi sumber daya atau aktivitas yang tepat atau tidak ganda. Beberapa biaya

32 mungkin membutuhkan alokasi ke departemen atau produk berdasarkan ukuran volume yang arbitrer sebab secara praktis tidak dapat ditemukan aktivitas yang dapat menyebabkan biaya tersebut. Contohnya adalah biaya pendukung fasilitas seperti biaya sistem informasi, gaji manajer pabrik, asuransi pabrik, dan pajak bumi dan bangunan untuk pabrik. 2) Mengabaikan biaya. Biaya produk atau jasa yang diidentifikasi sistem ABC cenderung tidak mencakup seluruh biaya yang berhubungan dengan produk atau jasa tersebut. Biaya produk atau jasa biasanya tidak termasuk biaya untuk aktivitas seperti pemasaran, pengiklanan, penelitian, pengembangan, dan rekayasa produk, meski sebagian dari biayabiaya ini dapat diteusuri ke suatu produk atau jasa. Biaya produk tidak termasuk biaya-biaya ini karena prinsip akuntansi yang berlaku umum untuk pelaporan keuangan mengharuskan biayabiaya tersebut diperlakukan sebagai biaya periodik. 3) Mahal dan menghabiskan waktu. Perhitungan biaya berdasar aktivitas tidak murah dan membutuhkan waktu yang banyak untuk dikembangkan dan dilaksanakan. Untuk perusahaan dan organisasi yang telah menggunakan sistem perhitungan biaya tradisional berdasarkan volume, pelaksanaan suatu sistem baru cenderung sangat mahal. Lagipula, seperti sebagian besar sistem akuntansi dan manajemen yang inovatif,

33 biasanya diperluka watu setahun atau lebih untuk mengembangkan dan melaksanakan activity based costing dengan sukses. 4) Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan sistema ABC memerlukan biaya yang relatif mahal dan banyak menghabiskan waktu, oleh karena itu perusahaan yang ingin mengembangkan dan menerapkan sistem ini perlu mempertimbangkan biaya dan manfaatnya (cost and benefit). Selain itu ABC juga lebih rumit karena membutuhkan berbagai ukuran aktivitas yang harus dikumpulkan, diperiksa, dan dimasukkan dalam sistem, mungkin kurang sebanding dengan tingkat keakuratan yang didapat yang pada akhirnya mengakibatkan biaya yang tinggi. f. Perbedaan Metode Tradisional dengan Activity Based Costing Menurut Musyidi (2008 : 285) perbedaan metode tradisional dengan Activity Based Costing (ABC): Perhitungan harga pokok yang berkembang dalam dunia industri dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu kalkulasi harga pokok konvensional atau tradisional dimana biaya overhead pabrik yang menggunkan tarif ditentukan dimuka berdasarkan sistem plantt-wide dan departemenalisasi; dan kalkulasi harga pokok berdasarkan aktivitas (activity-based costing/abc), dimana biaya overhead pabrik atau biaya konversi dibebankan berdasarkan tarif ditentukan dimuka.

34 Terdapat perbedaan mendasar antara metode tradisional dengan activity based costing menurut Amin (2009:100) antara lain: 1) Activity based costing (ABC) menggunakan penggerak biaya berdasarkan aktivias (termasuk yang berdasarkan volume maupun yang tidak berdasarkan volume), sedangkan metode tradisional menggunakan penggerak biaya berdasarkan volume. 2) Activity based costing (ABC) membebankan biaya overhead pertama ke pusat biaya aktivitas dan kedua ke sebelum produk atau jasa, sedangkan metode tradisional membebankan biaya overhead pertama ke departemen dan kedua ke produk atau jasa. 3) ABC fokus pada pengelolaan proses dan aktivitas serta pemecahan masalah lintas fungsional, sedangkan metode tradisional fokus pada pengelolaan biaya departemen fungsional atau pusat pertanggungjawaban. Sedangkan menurut Carter & Usry (2006:499), perbedaan metode tradisional dengan activity based costing, adalah sebagai berikut: 1) Activity based costing (ABC) menggunkan cost driver lebih banyak dibandingkan metode tradisional yang hanya menggunkan satu atau dua cost driver berdasarkan unit, sehingga ABC mempunyai tingkat ketelitian lebih tinggi

35 dalam penentuan harga pokok produk bila dibandingkan dengan sistem tradisional. 2) Activity based costing (ABC) menggunkan aktivitas-aktivitas sebagai pemacu untuk menentukan berapa besar overhead pabrik yang akan dialokasikan pada suatu produk tertentu. Metode tradisional mengalokasikan biaya overhead berdasarkan satu atau dua basis alokasi saja. 3) Fokus ABC adalah pada biaya, mutu, dan faktor waktu, sedangkan konsep metode tradisional lebih mengutamakan pada kinerja keuangan jangka pendek, seperti laba. Sistem tradisional dapat mengukurnya dengan cukup akurat. Tetapi apabila metode tradisional digunkaan untuk penetapan harga pokok dan untuk mengidentifikasikan produk yang menguntungkan, angka-angkanya tidak dapat dipercaya dan diandalkan. 4) ABC membagi konsumsi overhead dalam 4 (empat) kategori yaitu: unit, batch, produk dan fasilitas. Metode tradisional membagi biaya overhead dalam unit yang lain. Dari beberapa pendapat ahli mengenai perbedaan metode tradisional dengan activity based costing (ABC) maka dapat disimpulkan bahwa ABC membutuhkan tingkat ketelitian yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode tradisional, beberapa keunggulan dari metode ABC yaitu ABC membagi konsumsi

36 overhead ke dalam empat kategori yaitu unit, batch, produk dan fasilitas, selain itu fokus ABC juga pada biaya, mutu, dan faktor waktu, sedangkan tradisional lebih mengutamakan pada kinerja keuangan jangka pendek, seperti laba. g. Prosedur Pembebanan Biaya Dua Tahap Pembebanan biaya dua tahap (two stage cost assigment) membebankan biaya sumber daya seperti biaya overhead pabrik ke pusat biaya aktivitas atau tempat penampungan biaya dan kemudian ke objek biaya untuk menentukan jumlah biaya sumber daya bagi setiap objek biaya. Sistem perhitungan biaya berdasarkan tradisional membebankan biaya overhead pabrik pertama, ke tempat penampungan biaya departemen atau pabrik, dan kedua ke produk atau jasa. Meskipun demikian, prosedur pembebanan biaya tradisional kemungkinan mendistorsi biaya produk atau jasa. Distorsi akan semakin serius khususnya ketika bagian yang pening dari biaya overhead pabrik tidak terkait dengan volume output dan perusahaan memproduksi produk dengan kombinasi yang beragam dengan perbedaan pada volume, ukuran, atas kompleksitas. Prosedur dua tahap metode tradisional dapat di lihat dalam gambar 2.1 berikut ini:

37 Resources Direct aterials and Direct Labor Inderect Cost (Overhead) First Stage : Direct materials and labor assigned to cost object; overhead costs assigned to departement directly or aggregated to plant Costs Pools: The plant or the department in the plant Second stage : Plant level departement costs assigned to costs objects using volumebased costs drivers. Sumber : Blocher, 2008:123 Cost Object Gambar 2.1 The Volume-Based Two-Stage Procedure Sistem Activity Based Costing (ABC) berbeda dari sistem perhitungan biaya tradisional dalam hal menelusuri penggunaan sumber daya pada aktivitas dan mengaitkan biaya aktivitas pada produk, jasa, atau pelanggan (Blocher, 2006:224). Tahap pertama, membebankan biaya overhead pabrik ke aktivitas atau pusat biaya aktivitas. Tahap kedua, membebankan biaya dari aktivitas atau tempat penampungan biaya ke objek biaya dengan menggunakan penggerak biaya konsumsi aktivitas yang tepat yang mengukur permintaan objek biaya yang ditempatkan pada aktivitas atau

38 tempat penampungan aktivitas. Prosedur alokasi dua tahap dalam ABC mengidentifikasi dengan jelas biaya-biaya dari aktivitas suatu perusahaan. Pembebanan biaya aktivitas ke objek biaya menggunakan satu ukuran atau ukuran ukuran yang mencerminkan permintaan objek biaya atas aktivitas perusahaan. Dengan demikian, ABC melaporkan biaya produk atau jasa dengan lebih akurat dibandingkan dengan sistem biaya tradisional. Prosedur dua tahap ABC dapat dilihat dalam gambar 2.2 dibawah ini: Resources Direct Materials and Direct Labor Indirect Cost (Overhead) First Stage: Direct materials and labor assigned to cost object; overhead costs assigned to activities using resources consumption cost drivers Costs Pools:The activitiees in Second stage: Activity cost pools assigned to cost objects using activity consumption cost drivers Costs Object Sumber: Blocher, 2008:123 Gambar 2.2 The Activity-Based Two-Stage Procedure

39 E. Ilustrasi Perhitungan Harga Pokok Menggunakan Metode Activity Based Costing (ABC) Ilustrasi untuk contoh perhitungan harga pokok produksi dalam metode tradisional dan metode activity based costing menggunakan perusahaan fiktif. PT. Sejahtera adalah sebuah perusahaan manufaktur yang memproduksi dua jenis barang, yaitu A dan B. Kedua produk tersebut harus melalui dua departemen, yaitu departemen 1 dan departemen 2. Dengan asumsi bahwa departemen 1 beorientasi pada jam kerja langsung, sedangkan departemen 2 berorientasi pada jam kerja mesin. Detail data berkenaan dengan PT. Sejahtera adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Data Biaya Produksi Barang A Barang B Total Produksi / tahun 120.000 40.000 160.000 Biaya utama (bahan baku 600.000 200.000 800.000 & tenaga kerja langsung) Jumlah set-up 80 50 130 Jam inspeksi 2.800 2.000 4.800

40 Tabel 2.2 Data Departemen Dept 1 Dept 2 Total Jam Kerja Langsung Barang A 38.000 10.000 48.000 Barang B 62.000 170.000 232.000 Total 100.000 180.000 280.000 Jam Mesin Barang A 16.000 10.000 26.000 Barang B 84.000 50.000 134.000 Total 100.000 60.000 160.000 Biaya Overhead Biaya Utama 220.000 56.000 276.000 Biaya set-up mesin 130.000 130.000 260.000 Biaya Pemeliharaan Mesin 190.000 48.000 238.000 Biaya Pengendalian Mutu 90.000 90.000 180.000 Total 630.000 324.000 954.000 1. Perhitungan Biaya Prroduksi Berdasarkan Sistem Tradisional Tarif biaya overhead dept 1 = Rp 630.000 = Rp 6,3 / JKL 100.000 JKL Tarif biaya overhead dept 2 = Rp 324.000 = Rp 1,8 / JKL 180.000 JKL

41 Perhitungan biaya produksi per unit adalah sebagai berikut: a. Barang A Biaya Utama Rp 600.000 Biaya Overhead Dept 1 : 170.000 x Rp 1,8 = Rp 306.000 Dept 2 : 84.000 x Rp 6,3 = Rp 529.200 Rp 835.200 Harga Pokok Produksi Rp 1.435.200 Harga Pokok Produksi per Unit = Rp 1.435.200 = Rp 11,96 120.000 unit b. Barang B Biaya Utama Rp 200.000 Biaya Overhead Dept 1 : 10.000 x Rp 1,8 = Rp 18.000 Dept 2 : 16.000 x Rp 6,3 = Rp 100.800 Rp 118.800 Harga Pokok Produksi Rp 318.000 Harga Pokok Produksi per Unit = Rp 318.800 = Rp 7,97 40.000 unit 2. Perhitungan Biaya Produksi Berdasarkan Metode Activity Based Costing (ABC) Prosedur tahap pertama Activity Based Costing : Aktivitas overhead dan biaya Aktivtas berlevel unit :

42 Biaya Utama Rp 276.000 Aktivitas berlevel batch : Biaya set-up Rp 260.000 Aktivitas berlevel fasilitas : Baya pemeliharaan mesin Rp 238.000 Aktivitas berlevel produk : Biaya pengendalian mutu Rp 180.000 Jumlah biaya overhead mesin Rp 954.000 Tabel 2.3 Perhitungan Data Cost Driver Cost Driver Barang A Barang B Total Produksi / tahun 120.000 40.000 160.000 Biaya Utama 600.000 200.000 800.000 Jam inspeksi 2.800 2.000 4.800 Jumlah set-up 80 50 130

43 Tabel 2.4 Perhitungan Tarif Biaya Overhead / Kelompok Biaya Total Cost Driver Tarif FOH Kel. Berlevel unit FOH By. Utama Kel. Berlevel batch 276.000 800.000 34,5 % dari by.utama 260.000 130 Rp 2000 / set up FOH set-up Kel. Berlevel fasilitas FOH pemeliharaan mesin Kel. Berlevel Produk 238.000 800.000 29,75 % dari by.utama 180.000 4.800 Rp 37,5 / jam FOH pengendalian Mutu Tabel 2.5 Perhitungan Pembebanan FOH ke Setiap Jenis Produk Barang A Barang B Total Kel. Berlevel unit FOH By Utama 34,5 % x Rp 600.000 207.000 34,5 % x Rp 200.000 69.000 260.000 Kel. Berlevel batch FOH set-up Rp 2000 x 80 160.000

44 Rp 2000 x 50 100.000 260.000 Kel. Berlevel fasilitas FOH Pemeliharaan Mesin 29,75 % x 600.000 178.000 29,75 % x 200.000 59.500 238.000 Kel. Berlevel produk FOH Pengendalian Mutu Rp 37,5 x 2.800 105.000 Rp 37,5 x 2000 75.000 180.000 Tarif FOH yang dibebankan 650.500 303.500 954.000 Dari pengalokasian dengan activity based costing diatas diperoleh harga produk setiap jenis produk sebagai berikut : Barang A Biaya Utama Rp 600.000 Biaya Overhead Rp 650.500 Harga Pokok Produksi Rp 1.250.500 Harga Pokok Produk / unit = Rp 1.250.500 = RRp 10,42 120.000 unit arang B Biaya Utama Rp 200.000 Biaya Overhead Rp 303.500

45 Harga Pokok Produksi Rp 503.500 Harga Pokok Produk / unit = Rp 503.000 = Rp 12,58 40.000 unit Jadi, dapat disimpulkan bahwa perhitungan biaya produksi berdasarkan metode activity based costing merefleksikan pola konsumsi FOH secara akurat dan spesifik, dimana perhitungan berdasarkan metode tradisional terlalu tinggi dalam mengkalkulasikan biaya produk barang A sebesar 14,77 % danterlalu rendah dalam mengkalkulasi biaya produk B sebesar 36,68 %. Metode ABC juga mampu memberikan informasi kepada manajemen mengenai aktivitas produksi yang tidak atau kurang produktif atau tidak menambah nilai produk. Sehingga aktivitas produksi yang tidak menambah nilai produk tersebut bila tidak mungkin dihilangkan, dapat dipikirkan untuk diminimalkan, dan hal ini tentu saja metode ABC lebih akurat apabila dibandingkan dengan metode tradisional dalam penentuan harga pokok produksi. F. Penelitian Terdahulu Tabel 2.6 Penelitian Terdahulu No Nama Pemilik Judul Hasil Penelitian 1 Jajang Safaat 43206110104 (2009) Analisa Perbandingan Penerapan Tradisional Costing dan Activity Based Costing dalam Dari penelitian yang dilakukan penulis terhadap perhitungan biaya produksi PT. Cipta Kridatama yang bergerak dalam bidang jasa, maka penulis menyimpulkan:

46 2 Yati Nurhayati 43206110228 (2010) Penetapan Harga Pokok Oleh PT. CIPTA KRIDATAMA Analisis Perbandingan Alokasi Biaya Overhead Pabrik Antara Tradisional dan Activity Based Costing (ABC) Pada PT. Galih Estetika Konsep pehitungan harga pokok produksi yang diterapkan oleh PT. Cipta Kridatama menggunakan metode harga pokook tradisional dengan tarif overhead. Biaya disajikan terbagi dalam tiga klasifikasi yaitu Cost of Sales, Directing Operating Expense, dan Biaya Overhead. Cost of Sales adalah biaya langsung yang dapat diidentifikasi kepada jasa ang dijual. Direct Operating Expense adalah biaya langsung yang tidak dapat diidentifikasi kepada jasa yang dijual. Overhead Cost adalah biaya penduung dalam produksi. PT. Galih Estetika selama ini mengalokasikan biaya overheadnya masih menggunakan sistem tradisional, dengan dasar pembebanan yaitu menggunakan dasar jam kerja langsung. Dalam sistem biaya ttradisional, dasar pembebanan biaya overhead pabrik ke produk hanya memakai satu alokasi. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan biaya per unit untuk produk pasta adalah sebesar RP 9,111 & produk tepung adalah sebesar Rp 6,074.

47 3 Intan Qona ah (2012) Penentuan Harga Pokok Produksi Berdasarka Activiity Based Costing Pada Pabrik Kerupuk Langgeng Sedangkan perhitungan biaya menurut Activity Based Costing untuk produk pasta adalah sebesar Rp 8,716 & untuk produk tepung sebesar Rp 6,645. Dari ketiga cost pool kerupuk rambak rambakan dan kerupuk terung, hal ini berakibat keuntungan menggunakan activity based costing lebih besar sehingga produk lebih bersaing dan dapat terhindar dari kerugian. Sedangkan yang mengalami overcost kerupuk keledai, sehingga proporsi peembebanan overhead sesuai sehingga produk lebih bersaing dan dapat terhindar dari kerugian.