BAB I PENDAHULUAN. dengan pembelajaran kewirausahaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PEDAHULUAN. pendidikan nasional di Indonesia menyatakan bahwa: Pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses dengan metode-metode tertentu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu cara untuk membenahi dan

BAB I PENDAHULUAN. melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi peranannya dimasa

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 1 PENDAHULUAN. permasalahan yang akan dihadapi. Selama ini proses pembelajaran PKn di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1. PENDAHULUAN. dibahas dalam bab ini yaitu rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia. Banyak permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Kejuruan (SMK). Posisi SMK menurut UU Sistem Pendidikan. SMK yang berkarakter, terampil, dan cerdas.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tingkah laku pada diri pribadinya. Perubahan tingkah laku inilah yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang. Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi untuk:

BAB 1 PENDAHULUAN. terpenting dalam bidang pendidikan. Pendidikan yang berkualitas adalah yang. Pasal 3 tentang fungsi dan tujuan pendidikan adalah:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan salah satu lembaga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu aspek masalah pembelajaran dalam

BAB I PENDAHULUAN. kecerdasan, pengendalian diri dan keterampilan untuk membuat dirinya berguna di

BAB I PENDAHULUAN. Guru memegang peranan penting dalam membentuk watak bangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 yang berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan ilmu yang mempelajari alam dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan cara untuk memenuhi dan meningkatkan mutu

I. PENDAHULUAN. Bagian ini akan dibahas beberapa hal yang berkaitan dengan latar belakang

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PKn MATERI GLOBALISASI MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TALKING CHIPS LILIK SUPRAPTI

BAB I PENDAHULUAN. membangun sebuah peradaban suatu bangsa. Menurut Kamus Besar Bahasa

BAB I PENDAHULUAN alinea ke 4 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Mencerdaskan kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. potensi siswa dengan cara mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tugas utama guru adalah bertanggung jawab membantu anak didik dalam

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Apriyanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pelaku pembangunan pendidikan berupaya untuk menaikkan derajat mutu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tingkat kemajuan dari suatu bangsa dapat dilihat dari sektor pendidikannya.

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. baik oleh pemerintah, masyarakat dan pengelola pendidikan pada umumnya.

I. PENDAHULUAN. Peningkatan sumber daya manusia yang berkualitas, pendidikan memegang

BAB I. aktivitas guru sebagai pengajar. Siswa dapat dikatakan belajar dengan aktif

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI PENERAPAN TIPE KANCING GEMERINCING

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan yang penting dalam upaya mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. mengharuskan mampu melahirkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang

BAB I PENDAHULUAN. Pengangguran masih menjadi masalah serius di Indonesia karena sampai

I. PENDAHULUAN. prasarana pendidikan, pengangkatan tenaga kependidikan sampai pengesahan

Siti Suci Winarni, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa Indonesia mulai diajarkan sejak usia dini di sekolahsekolah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pada peradaban yang semakin maju dan mengharuskan individu-individu untuk terus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sekarang ini, SMK menjadi alternatif untuk melanjutkan pendidikan tingkat

Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika ISBN:

BAB I PENDAHULUAN. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan

. BAB I PENDAHULUAN. terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan pada akhirnya hasil belajar siswa dapat meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Menurut Muhaimin (2008: 333), kurikulum adalah seperangkat

BAB I PENDAHULUAN. demi kelangsungan hidup dan kemajuan bangsa tersebut khususnya bagi negara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses dengan metode-metode tertentu

BAB I PENDAHULUAN. pada model pembelajaran yang di lakukan secara masal dan klasikal, dengan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan perilaku siswa meliputi tiga ranah yaitu kognitif,

BAB I PENDAHULUAN. karena belajar merupakan kunci untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Tanpa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan proses pengembangan daya nalar, keterampilan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Syamsuddin Abin (2007, h. 22) mengatakan bahwa pendidikan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kualitas pendidikan di Indonesia masih tergolong rendah. Indikator paling nyata

BAB I PENDAHULUAN. didik sebagai manusia yang berkepribadian luhur dan berakhlak mulia. mendengarkan ketika proses pembelajaran berlangsung.

BAB I PENDAHULUAN. teknologi diperlukan sumber daya manusia yang tangguh. Pendidikan merupakan

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dari luar siswa atau faktor dari lingkungan (Sudjana, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses belajar mengajar merupakan suatu proses interaksi atau hubungan timbal

I. PENDAHULUAN. berfungsi secara kuat dalam kehidupan masyarakat (Hamalik, 2008: 79).

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dari Sekolah Dasar sampai pada Sekolah Lanjutan Tingkat Atas.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memikirkan dan membuat perencanaan secara seksama dalam meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Proses belajar mengajar merupakan suatu kegiatan interaksi yang dinamis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan belajarnya dalam menempuh pendidikan yang lebih tinggi.

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAWUNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATA PELAJARAN SOSIOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, sekolah,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. IPS adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis gejala

PENINGKATAN AKTIVITAS SISWA KELAS VII A DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PENDEKATAN SCIENTIFIC DI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENGANTAR. mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan menengah kejuruan yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

I. PENDAHULUAN. kreatif, terampil, bertanggung jawab, produktif, dan berakhlak. Fungsi lain dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi seorang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian RESTU NURPUSPA, 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan, diantaranya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Nasional Pendidikan pasal 6 ayat (1) dikemukakan bahwa kurikulum untuk jenis

BAB I PENDAHULUAN. sarana untuk pengembangan diri. Dalam Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003

I. PENDAHULUAN. sekolah. Proses pembelajaran yang terjadi selama ini kurang mampu. mengembangkan kemampuan berfikir anak, karena keberhasilan proses

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap kegiatan disadari atau tidak tentu mempunyai tujuan, begitupun dengan pembelajaran kewirausahaan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991, h. 1077) tujuan berarti arah atau maksud. Sementara itu maksud diartikan sebagai sesuatu yang dikehendaki. Arah proses kewirausahaan dimulai dari imitasi dan duplikasi, sedangkan hasil akhir yang ingin dicapai dari pembelajaran kewirausahaan ialah tertanam atau terbentuknya jiwa wirausaha pada diri seseorang sehingga yang bersangkutan menjadi seorang wirausaha dengan kompetensinya. Inti dari kompetensi seorang wirausaha ialah kreatif dan inovatif. Sementara itu, menurut Bygrave dalam Alma (2004, h. 7) salah satu pendorong inovasi adalah kreatifitas. Dengan demikian tujuan pembelajaran kewirausahaan pada prinsipnya ialah mencetak wirausaha yang kreatif dalam artian individu yang memiliki kreatifitas yang tinggi dalam melaksanakan kegiatan hidupnya kelak serta bermanfaat bagi masyarakat luas. Khususnya di dunia usaha atau profesi lainnya. Dalam konteks yang relatif lebih luas, Astim (2000, h. 5-6) mengemukakan: Pendidikan kewirausahaan merupakan pendidikan yang mengajarkan agar orang mampu menciptakan kegiatan usaha sendiri. Pendidikan semacam itu ditempuh dengan cara: (a). membangun keimanan, jiwa, dan semangat, (b). membangun dan mengembangkan sikap mental dan watak wirausaha, (c). mengembangkan daya pikir dan cara berwirausaha, (d). memajukan dan 1

2 mengembangkan daya penggerak diri, (e). mengerti dan menguasai teknikteknik dalam menghadapi resiko, persaingan dan suatu proses kerjasama, (f). mengerti dan menguasai kemampuan menjual ide, (g). memiliki kemampuan kepengurusan atau pengelolaan, serta (h). mempunyai keahlian tertentu termasuk penguasaan bahasa asing tertentu untuk keperluan komunikasi. Bertitik tolak pada penjelasan rincian tujuan pembelajaran yang telah dikemukakan oleh para pakar, dapatlah diutarakan bahwa pada dasarnya tujuan pembelajaran kewirausahaan diantaranya harus memuat hal-hal yang berhubungan dengan: 1. Pemahaman konsep kewirausahaan 2. Pembentukan jiwa wirausaha 3. Pengembangan diri 4. Teknik-teknik berwirausaha 5. Aspek menajemen bisnis (usaha) 6. Pemasaran, penjualan, dan teknik optimalisasi resiko 7. Kreatifitas, inovasi, kepemimpinan dan komunikasi 8. Langkah-langkah memasuki dunia usaha 9. Dasar-dasar ilmu ekonomi 10. Pengembangan usaha 11. Studi kelayakan 12. Etika bisnis Kegiatan pembelajaran kewirausahaan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) seharusnya menjadi langkah awal bagi para peserta didik untuk menumbuhkan jiwa wirausaha, sehingga lulusan SMK dapat menciptakan lapangan pekerjaan atau berwirausaha setelah lulusnya. Sesuai dengan UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 18 dan pasal 15 yang menyebutkan bahwa satuan pendidikan menengah kejuruan sebagai lanjutan adari pendidikan dasar yang bertujuan mempersiapkan peserta didik terutama dalam bidang pekerjaan tertentu. Dengan kata lain, SMK dirancang untuk menyiapkan peserta

3 didik atau lulusan yang siap pakai di lapangan kerja dan mudah terserap ke dunia kerja. Pendidikan menengah kejuruan merupakan jalur pendidikan formal yang mempersiapkan lulusannya untuk menjadi tenaga kerja yang terampil, kreatif, produktif, dan berkompetisi untuk memasuki dunia usaha dan industri. Selain itu, lulusan SMK juga dipersiapkan untuk mampu membuka usaha dan berwirausaha. Untuk mencapai hal tersebut dalam proses belajar mengajar di kelas perlu di desain sedemikian rupa sehingga siswa mendapat kesempatan untuk saling berinteraksi. Dalam interaksi ini siswa akan membentuk komunitaas yang memungkinkan mereka memahami proses pembelajaran dan memahami perilaku siswa satu dan lainnya. Suasana belajar yang penuh dengan persaingan dan pengisolasian akan membentuk hubungan yang negative dan mematikan semangat siswa, hal ini akan menghambat pembentukan pengetahuan secarta aktif. Oleh karena itu, pengajar perlu menciptakan suasana belajar sedemikian rupa sehingga siswa perlu bekerja sama secara bergotong royong. Proses belajar yang baik tentunya akan berpengaruh pada pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan oleh guru. Sasaran utama dari proses pembelajaran terletak pada proses belajar siswa. Pembelajaran adalah suatu usaha untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi belajar siswa. Dalam kegiatan belajar siswa dituntut aktif dalam pembelajaran. Dengan kata lain, bahwa dalam belajar sangat diperlukan aktivitas. Tanpa aktivitas, proses belajar tidak mungkin berlangsung dengan baik. Oleh sebab itu aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting didalam interaksi belajar mengajar. Seharusnya dalam proses

4 pembelajaran yang memiliki peran aktif adalah siswa. Guru hanya sebagai fasilitator yang berperan untuk menciptakan suasana dan lingkungan sekitar yang dapat menunjang belajar siswa sesuai dengan minat, bakat dan kebutuhannya. Persoalan ini tentu tidak mudah karena guru harus bisa memilih metode dan strategi yang tepat dalam proses pembelajaran. Guru merupakan komponen dalam belajar mengajar yang berinteraksi langsung dengan siswa. Guru mempunyai peranan sangat penting terhadap terciptanya proses pembelajaran yang dapat mengantarkan siswa ketujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Selama ini dalam pelaksanaan pembelajaran disekolah masih banyak guru yang mendesain siswa untuk menghafal seperangkat fakta yang diberikan oleh guru. Seolah-olah guru sebagai sumber utama pengetahuan. Tidak adanya semangat siswa dalam proses pembelajaran ini dapat menyebabkan aktivitas belajar siswa juga menjadi berkurang, padahal aktivitas belajar siswa ini sangatlah penting karena pada prinsipnya belajar itu adalah berbuat (learning by doing) seperti yang diungkapkan oleh Sardiman (2006, h. 95). Aktivitas belajar siswa yang rendah seringkali juga menyebabkan pemahaman dan penguasaan materi pembelajaran menjadi berkurang. Jika hal ini dibiarkan terjadi secara terus-menerus maka tidak bisa dipungkiri akan berpengaruh terhadap hasil belajar. Dalam hal ini sebenarnya para guru dituntut untuk memiliki kemampuan untuk memilih dan mendesain program atau metode mengajar sehingga bisa diterapkan menjadi sistem pembelajaran yang efektif. Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas sendiri. Agar siswa berperan sebagai

5 pelaku dalam kegiatan belajar, maka guru hendaknya merencanakan proses pembelajaran yang menuntut siswa banyak melakukan aktivitas belajar sehingga siswa mampu dalam mempelajari suatu pelajaran dan tercermin dari hasil belajarnya. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran. Pada saat observasi penulis melakukan wawancara dengan siswa kelas X SMKN 4 Bandung tentang pembelajaran prakarya dan kewirausahaan, bahwa menurut siswa kelas X SMKN 4 Bandung, proses belajar mengajar di sekolah masih menggunakan model pembelajaran yang monoton, sehingga siswa cenderung merasa bosan dalam pembelajaran. Pada pembelajaran prakarya dan kewirausahaan siswa cenderung hanya mendengarkan penjelasan dari guru saja. Sehingga potensi siswa kurang terasah dan mengakibatkan kurangnya aktivitas belajar karena siswa kurang biasa berperan aktif pada pembelajaran prakarya dan kewirausahaan. Untuk menggali potensi dan meningkatkan aktivitas belajar siswa pada proses belajar mengajar khusunya pada mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan dibutuhkan suatu model pembelajaran yang dapat melibatkan siswa lebih aktif dalam proses belajar mengajar sehingga siswa merasa lebih tertarik dalam pembelajaran. Pembelajaran kooperatif adalah salah satu jenis khusus dari aktivitas kelompok yang berusaha untuk memajukan pembelajaran dan keterampilan sosial dengan kerjasama, tiga konsep ke dalam pengajaran, yaitu penghargaan kelompok, pertanggungjawaban pribadi dan peluang yang sama untuk berhasil. Pada pembelajaran koorperatif ditekankan bahwa untuk dapat menguasai struktur kognitif yang mendasari mata pelajaran tertentu, maka siswa harus bekerja.

6 Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah tipe talking chips. Bahwa tipe talking chips ini menjadikan siswa aktif dan semua anggota mempunyai kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota lain. Keunggulan lain dari tekhnik ini adalah untuk mengatasi hambatan pemerataan kesempatan yang sering mewarnai kerja kelompok. Dalam banyak kelompok, sering ada anggota yang terlalu dominan dan banyak bicara. Sebaliknya, juga ada anggota yang hanya diam dan menggantungkan diri pada rekannya yang dominan (Lie, 2004, h. 60). Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Chips Terhadap Aktivitas Belajar Siswa DI SMKN 4 Bandung. (Studi Kasus Pada Kelas X MM Mata Pelajaran Prakarya dan Kewirausahaan Pokok Bahasan Negosiasi). 1.2. Identifikasi Masalah Dari uraian latar belakang di atas penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut: 1. Suasana dalam proses belajar mengajar di kelas pada mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan kurang kondusif. 2. Pemahaman teori yang tidak maksimal berakibat tidak maksimalnya siswa dalam hasil belajar dan pelaksanaan prakteknya. 3. Metode pembelajaran yang digunakan guru hanya ceramah, sehingga siswa pasif dalam mengikuti proses kegiatan belajar.

7 4. Siswa kurang aktif dalam pembelajaran mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan yang biasa dilakukan, siswa cenderung tidak mempergunakan kesempatan untuk bertanya tentang kesulitan yang mereka hadapi. 5. Pada mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan di kelas X MM SMKN 4 Bandung Model Pembelajaran Kooperatif Talking Chips belum pernah diterapkan. 1.3. Rumusan dan Batasan Masalah 1.3.1. Rumusan Masalah Untuk memudahkan penelitian diperlukan rumusan masalah yang jelas. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini: 1. Apakah terdapat perbedaan aktivitas belajar anatra siswa kelas eksperimen yang proses pembelajran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe talking chips dengan siswa kelas kontrol sebelum perlakuan pada saat pretest kelas X MM di SMKN 4 Bandung? 2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan aktivitas belajar anatra siswa kelas eksperimen yang proses pembelajran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe talking chips dengan siswa kelas kontrol sesudah perlakuan pada saat postest kelas X MM di SMKN 4 Bandung?

8 1.3.2. Batasan Masalah Untuk mempermudah penelitian, penulis hanya membatasi penelitian sebagai berikut: 1. Model pembelajaran yang digunakan, dibatasi pada model Talking Chips. 2. Materi yang dibahas yaitu prakarya dan kewirausahaan kelas X MM tentang negosiasi. 3. Objek dalam penelitian ini siswa kelas X MM di SMKN 4 Bandung. 1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat, maka penellitian ini bertujuan untuk mengetahui: 1. Perbedaan aktivitas belajar anatra siswa kelas eksperimen yang proses pembelajran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe talking chips dengan siswa kelas kontrol sebelum perlakuan pada saat pretest kelas X MM di SMKN 4 Bandung. 2. Perbedaan peningkatan aktivitas belajar anatra siswa kelas eksperimen yang proses pembelajran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe talking chips dengan siswa kelas kontrol sesudah perlakuan pada saat postest kelas X MM di SMKN 4 Bandung?

9 1.5. Manfaat Penelitian Penulis mengharapkan agar hasil penelitian yang dituangkan dalam proposal penelitian ini mampu memberikan manfaat sebagai berikut: a) Secara Teoritis 1. Menambah pengetahuan dan pengalaman serta sebagai pembanding antara teori dalam perkuliahan dan memberikan sumbangan pemikiran atau bahan kajian terhadap hasil pentingnya aktivitas belajar siswa. 2. Sebagai bahan pemikiran untuk penelitian yang lebih mendalam tentang aktivitas belajar siswa. b) Secara Prakis 1. Bagi Guru Sebagai bahan pertimbangan dan sumber data dalam merumuskan teknik pembelajaran terbaik untuk siswanya agar lebih aktif dalam aktivitas belajar. 2. Bagi siswa Diharapkan siswa mampu meningkatkan kemampuan pemahaman pembelajaran prakarya dan kewirausahaan dan siswa juga dapat merasakan pembelajaran yang berbeda dari biasanya. 3. Bagi sekolah Dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk mengadakan variasi model pembelajaran guna meningkatkan minat aktivitas belajar siswa.

10 1.6. Definisi Operasional Definisi operasional adalah definisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal yang didefinisikan yang dapat diamati. Secara tidak langsung definisi operasional itu akan menunjuk alat pengambil data yang cocok digunakan atau mengacu pada bagaimana mengukur suatu variabel. Definisi operasional ini di maksudkan untuk memberikan kejelasan makna serta penegasan istilah yang berhubungan dengan konsep-konsep pokok yang terkandung dalam penelitian. Definisi operasional terhadap judul penelitian sebagai berikut: 1. Pengaruh Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005, h. 849), Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu. Dalam penelitian ini dapat diartikan bahwa daya yang timbul dari penerapan pembelajaran kooperatif tipe talking chips dalam meningkatkan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan. 2. Penerapan Penerapan diartikan penggunaan suatu hal yang lain (Adbullah, 2004, h. 484). Dalam penelitian ini diartikan suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dan interaksi dengan lingkungannya. 3. Model Pembelajaran Kooperatif Nurhadi (2004, h. 112) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil

11 siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. 4. Talking Chips (Kancing Gemerincing) Menurut Lie (2008, h. 63) mengatakan bahwa talking chips adalah suatu tipe model pembelajaran kooperatif yang masing-masing anggota kelompoknya mendapat kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan pandangan serta pemikiran anggota kelompok lain. 5. Aktivitas Belajar Sardiman (2001, h. 93) mengemukakan bahwa aktivitas belajar adalah seluruh aktivitas siswa dalam proses belajar, mulai dari kegiatan fisik sampai kegiatan psikis. Pada prinsipnya belajar adalah berbuat, tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas. Itulah mengapa aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting dalam interaksi belajar mengajar. Berdasarkan pengertian istilah diatas, maka yang dimaksud dengan Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Chips Dalam Meningkatkan Aktivitas Belajar Siswa DI SMKN 4 Banudng dalam penelitian ini adalah Suatu daya yang timbul atas penggunaan pendekatan pembelajaran secara berkelompok dimana masing-masing anggota kelompoknya mendapat kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi dan mendengarkan serta pemikiran anggota kelompok lain dari suatu aktivitas dalam proses belajar pada mata pelajaran prakarya dan kewirausahaan mulai dari kegiatan fisik sampai kegiatan psikis.