BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesehatan. Kandungan rokok adalah zat-zat kimiawi beracun seperti mikrobiologikal

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut WHO, jumlah perokok di dunia pada tahun 2009 mencapai 1,1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan politik (Depkes, 2006). Rokok merupakan salah satu zat adiktif yang bila

BAB I PENDAHULUAN. sampai saat ini telah dikenal lebih dari 25 penyakit berbahaya disebabkan oleh rokok.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meskipun terdapat larangan untuk merokok di tempat umum, namun perokok

BAB 1 PENDAHULUAN. dikeluarkan oleh asap rokok orang lain (Harbi, 2013). Gerakan anti rokok

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menganggap merokok sebuah perilaku yang bisa membuat. ditentukan tidak boleh merokok/ kawasan tanpa rokok.

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. gangguan kesehatan. Beberapa masyarakat sudah mengetahui mengenai bahaya

TINGKAT PENGETAHUAN DAN SIKAP PENGUNJUNG DI LINGKUNGAN RSUP Dr. KARIADI TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Rokok sudah dikenal manusia sejak tahun sebelum Masehi. Sejak

BAB I PENDAHULUAN. kecenderungan yang semakin meningkat dari waktu ke waktu (Kemenkes RI,

BAB I PENDAHULUAN. Merokok tidak hanya berdampak pada orang yang merokok (perokok aktif)

BAB I PENDAHULUAN. degeneratif seperti kanker, memperlambat pertumbuhan anak, kanker rahim dan

BAB 1: PENDAHULUAN. ketergantungan) dan tar yang bersifat karsinogenik. (1)

BAB I PENDAHULUAN. Health Organization (WHO) pada tahun 2011 jumlah perokok laki-laki di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica, dan spesies lainnya atau sintesis

BAB I PENDAHULUAN. dikonsumsi mulai dari usia remaja hingga orang tua baik laki-laki maupun

BAB 1 : PENDAHULUAN. kehidupan anak sekolah mulai dari SMA, SMP dan bahkan sebagian anak SD sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. merokok namun kurangnya kesadaran masyarakat untuk berhenti merokok masih

BAB I BAB 1 : PENDAHULUAN PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan tembakau bertanggungjawab terhadap sebagian besar kematian di seluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. baik orang dewasa, remaja, bahkan anak anak. Peningkatan konsumsi rokok

BAB I PENDAHULUAN. dihirup asapnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica

hari berdampak negatif bagi lingkungan adalah merokok (Palutturi, 2010).

BAB 1 : PENDAHULUAN. tidak menular salah satunya adalah kebiasaan mengkonsumsi tembakau yaitu. dan adanya kecenderungan meningkat penggunaanya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dalam terbitan Kementerian Kesehatan RI 2010).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PENGARUH PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP KAWASAN TANPA ROKOK (KTR) DAN DUKUNGAN PENERAPANNYA DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latarbelakang. merokok merupakan faktor risiko dari berbagai macam penyakit, antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Bahaya merokok terhadap remaja yang utama adalah terhadap fisiknya.

BAB 1 PENDAHULUAN. sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA SISWA SLTP DI KECAMATAN BENDOSARI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN. pembuluh darah, kanker paru-paru, kanker rongga mulut, kanker laring,

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat menyebabkan kematian baik bagi perokok dan orang yang ada

BAB I PENDAHULUAN. tambahan (Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, 2009). Masalah utama. yang menjadi semakin tinggi tiap tahunnya.

BAB 1 : PENDAHULUAN. kualitas hidup manusia dan kesejahteraan masyarakat. (1)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rokok sudah menjadi suatu barang konsumsi yang sudah familiar kita

BAB 1 : PENDAHULUAN. negara yang perlu dididik untuk menjadi manusia yang berkualitas. Remaja nantinya diharapkan

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya terjadi di negara-negara berkembang. Sekitar 5 juta orang mati

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. koroner, stroke, kanker, penyakit paru kronik dan diabetes militus yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. karena membunuh 6 juta orang setiap tahunnya (1). Sekitar 21% dari populasi dunia

BAB I PENDAHULUAN. impotensi, emfisema, dan gangguan kehamilan (Pergub DIY, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang dapat merugikan. kesehatan baik si perokok itu sendiri maupun orang lain di sekelilingnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU

BAB 1 : PENDAHULUAN. Penyakit Tidak Menular (PTM) merupakan silent disease yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular (PTM), yang merupakan penyakit akibat gaya hidup serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berdasarkan analisis data dari Centers of Disease Control and

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kemungkinan sebelas kali mengidap penyakit paru-paru yang akan menyebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambaran pengetahuan..., Rowella Octaviani, FKM UI, 2009

Kuesioner Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Merokok merupakan salah suatu kebiasaan penduduk Indonesia. Kebiasaan

BAB I PENDAHULUAN. Merokok dapat mengganggu kesehatan bagi tubuh, karena banyak. sudah tercantum dalam bungkus rokok. Merokok juga yang menyebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. 600 ribu kematian dikarenakaan terpapar asap yang ditimbulkan. Hampir 80%

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang laki-laki, sehingga proporsi kematian terkait dengan akibat dari rokok

BAB 1 : PENDAHULUAN. membuktikan secara tuntas bahwa konsumsi rokok dan paparan terhadap asap rokok berbahaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. salah satu negara konsumen tembakau terbesar di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

- 1 - WALIKOTA MADIUN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DAN KAWASAN TERBATAS MEROKOK

Bab 1 PENDAHULUAN. Rokok adalah salah satu permasalahan kesehatan terbesar yang dialami

BAB I PENDAHULUAN. namun juga dapat menimbulkan kematian (Kementrian Kesehatan. Republik Indonesia, 2011). World Health Organization (WHO)

BAB 1 : PENDAHULUAN. Perilaku merokok merupakan suatu hal yang fenomenal. Hal ini ditandai dengan

Deni Wahyudi Kurniawan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan. World Health Organization (WHO) memperkirakan pada tahun 2030

Dukungan Masyarakat Terhadap Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

BAB 1 PENDAHULUAN. Global Adult Tobacco survey (GATS) pada tahun 2011 menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung ( perokok aktif ), sedangkan 600 ribu orang lebih meninggal

BAB I PENDAHULUAN. sebagai berat saat lahir kurang dari 2500 gram. Prevalensi global berat badan lahir

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN SOSIAL DENGAN PERILAKU MEROKOK SISWA LAKI-LAKI DI SMA X KABUPATEN KUDUS

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan produk barang atau jasa yaitu sebuah iklan. atau suara, dan simbol simbol agar masyarakat sadar dan mengetahuinya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perkembangan dalam kehidupan manusia.remaja mulai memusatkan diri pada

BAB I PENDAHULUAN. lain-lain, bahkan merokok dapat menyebabkan kematian. Laporan dari World

I. PENDAHULUAN. Rokok merupakan salah satu produk yang cukup unik (terutama cara

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Global Adults Tobacco Survey (GATS) Indonesia, Indonesia merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perilaku merokok dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, sangat

I. PENDAHULUAN. diantaranya penyakit pada sistem kardiovaskular, penyakit pada sistem

BAB I PENDAHULUAN. penyakit yang di akibatkan karena merokok berakhir dengan kematian. World

BAB I PENDAHULUAN. dimana-mana, baik instansi pemerintah, tempat umum, seperti ; pasar, rumah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah i

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku merokok tampaknya telah menjadi kebiasaan banyak. seperti Indonesia bermunculan rokok-rokok terbaru yang setiap produk

BAB I PENDAHULUAN. Rokok merupakan benda kecil yang paling banyak digemari dan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. dari TCSC (Tobacco Control Support Center) IAKMI (Ikatan Ahli. penyakit tidak menular antara lain kebiasaan merokok.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat masih sulit untuk dihentikan (Imasar, 2008 cit Puryanto,

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. tempat seperti di lingkungan keluarga, kantor, fasilitas kesehatan, cafe, kendaraan

BAB 1 : PENDAHULUAN. menimbulkan banyak kerugian, baik dari segi sosial, ekonomi, kesehatan bahkan

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, Indonesia menghadapi tantangan dalam meyelesaikan UKDW

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rista Mardian,2013

BAB I PENDAHULUAN. disebelah ibu yang sedang menggendong bayi sekalipun, orang tersebut tetap. sekelilingnya sering kali tidak peduli.

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG BAHAYA MEROKOK DENGAN TINDAKAN MEROKOK REMAJA DI PASAR BERSEHATI KOTA MANADO

BAB 1 PENDAHULUAN. Bahkam teradi kecenderungan usia mullai merokok yang semakin muda.

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi tembakau tertinggi di dunia setelah RRC, Amerika Serikat, Rusia

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rokok merupakan benda yang terbuat dari tembakau yang berbahaya untuk kesehatan. Kandungan rokok adalah zat-zat kimiawi beracun seperti mikrobiologikal (bakteri dan jamur berbahaya), nikotin dan tar. Zat tar merupakan zat racun yang bersifat karsinogen yang memicu kanker. Sedangkan nikotin adalah racun yang menyebabkan seseorang menjadi ketagihan untuk mengkonsumsi rokok. Kandungan berbahaya tersebut menjadi faktor pemicu munculnya penyakit terkait rokok seperti kanker, serangan jantung, impotensi, stroke, gangguan kehamilan dan janin (MENKES RI, 2012). Konsumsi rokok menyebabkan hampir 6 juta orang meninggal setiap tahun. Lima juta diantaranya merupakan perokok aktif, sedangkan sisanya sekitar 600.000 orang merupakan perokok pasif. Setidaknya ada satu orang meninggal setiap 6 detik dikarenakan mengkonsumsi rokok. Satu dari dua orang perokok meninggal dikarenakan penyakit terkait dengan konsumsi rokok. Selain kematian, tembakau juga penyebab utama penyakit dan kemiskinan (WHO, 2014). Di Indonesia konsumsi rokok mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Di tahun 2007, WHO mencatat Indonesia menempati peringkat kelima untuk konsumsi rokok terbesar di dunia. Di tahun selanjutnya, Indonesia naik peringkat ketiga setelah negara China dan India. Pada tahun 2011 menurut WHO data prevalensi perokok di Indonesia adalah sebesar 36.1 % dari total penduduk Indonesia setara dengan 61.4 1

juta orang. Perokok tersebut terdiri dari perokok laki-laki sebesar 67.4% dan perokok perempuan 4.5% (WHO, 2011). Asap rokok yang keluar dari pembakaran rokok mengadung 4000 macam racun yang merusak tubuh jika dihirup. Kandungan tersebut merugikan kesehatan bagi perokok sendiri dan orang lain di sekitarnya yang ikut menghirup asapnya. Orang yang tidak merokok namun terpapar asap rokok (perokok pasif) memiliki resiko terkena penyakit jantung koroner 2-4 kali lipat dan beresiko lebih tinggi terjadi kematian mendadak (MENKES RI, 2012). Sebuah penelitian dari WHO Global Adult Tobacco Survey pada tahun 2011 tentang perokok pasif, menemukan hasil bahwa di Indonesia setidaknya 51.3% (14.6 juta orang dewasa) terpapar asap rokok di kantor, 78.4% (133.3 juta orang) terpapar asap rokok di rumah dan 85.4% (44.0 juta orang dewasa) terpapar asap rokok di warung makan. Angka tersebut ikut meningkatkan jumlah masyarakat yang beresiko terkena dampak bahaya rokok (WHO, 2011). Prevalensi perokok yang meningkat membuat generasi muda yang perokok juga semakin meningkat. Hal itu terlihat dari hasil Riset Kesehatan Dasar yang menunjukkan peningkatan konsumsi rokok penduduk usia di atas 15 tahun dalam rentang 2007-2013. Hasil riset menunjukkan terjadi peningkatan konsumsi rokok dari angka 34,7 % menjadi 36,3 % di tahun 2013. Sedangkan di Daerah Istimewa Yogyakarta data menunjukkan penduduk dengan usia diatas 10 tahun sebesar 21.2% merokok setiap hari, dan 5.7% merokok kadang-kadang. Rata-rata mereka 2

menghabiskan 10 batang rokok setiap harinya (KEMENKES RI, 2013). Prevalensi tersebut mengikutkan usia anak-anak usia pelajar. Tingginya angka prevalensi perokok di Indonesia menciptakan lingkungan tidak sehat dan mendidik perilaku hidup tidak sehat kepada generasi muda. Berdasarkan survei pada tahun 1990 oleh Yayasan Jantung Indonesia menunjukkan data pada anak-anak usia 10-16 tahun sudah mulai merokok. Pada usia kurang dari 10 tahun angka perokok sebesar 9%, usia 12 tahun sebesar 18%, usia 13 tahun sebesar 23%, dan usia 15-16 tahun sebesar 28%. Mereka menjadi perokok karena terpengaruh oleh teman-temannya atau sekedar coba-coba (ct. Azwar, 1997). Angka tersebut besar kemungkinan ikut meningkat seiring dengan naiknya angka prevalensi perokok Indonesia setiap tahunnya. Paparan asap rokok perlu dikendalikan karena selain membahayakan kesehatan individu, masyarakat, dan lingkungan, juga perlu sebagai langkah menekan angka perokok pemula. Langkah pemerintah untuk melindungi masyarakat dari bahaya asap rokok adalah dengan menyediakan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat bebas asap rokok. Upaya tersebut tertuang di dalam peraturan bersama oleh Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 188/MENKES/PB/I/2011 Nomor 7 tentang pedoman pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Di dalam peraturan tersebut perokok tidak boleh merokok sembarangan, karena telah diatur dalam Kawasan Tanpa Rokok. Kawasan Tanpa Rokok meliputi fasilitas pelayanan 3

kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, tempat umum, dan tempat lain yang ditetapkan. Sejak peraturan KTR dikeluarkan, berbagai kota di Indonesia mulai bertahap menerapkan KTR. Beberapa penelitian mengukur persepsi masyarakat tentang KTR. Penelitian yang dilakukan di Sumatera Barat meliputi 3 kota, Padang Panjang, Padang, dan Payakumbuh. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa sebagian besar (60%) masyarakat kurang mendukung penerapan KTR, meskipun ada tanggapan positif dari 51% masyarakat yang menyatakan KTR cukup efektif untuk mengurangi jumlah perokok aktif. Keberhasilan KTR tergantung dari komitmen Kepala Daerah, DPR, Dinas Kesehatan, dan dinas terkait lainnya serta adanya pemberdayaan ke masyarakat. Penerapan KTR tanpa adanya dukungan dan komitmen dari semua pihak akan sulit untuk diterapkan (Azkha, 2013). Penelitian lain, di Dinas Kesehatan Kabupaten Langkat menyatakan setuju untuk dijadikan sebagai kawasan tanpa rokok karena memiliki dampak positif terutama dalam bidang kesehatan (Khairi, 2014). Di Kota Yogyakarta kebijakan pengendalian rokok sudah dibuat sejak tahun 2009. Peraturan tersebut tertuang dalam Peraturan Gubernur No 42 Tahun 2009 tentang Kawasan Dilarang Merokok. Kawasan dilarang merokok termasuk diantaranya meliputi tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja, dan tempat spesifik sebagai tempat belajar mengajar, area kegiatan anak, tempat ibadah, dan 4

angkutan umum. Sampai saat ini belum ada penelitian mengenai kepatuhan terhadap peraturan KTR yang diterapkan di Kota Yogyakarta. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia ikut mengambil langkah terkait upaya menekan perokok pemula yang merupakan usia pelajar dengan mengeluarkan surat edaran perihal Larangan Merokok di Sekolah. Dinas pendidikan yang berada dibawah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan turut membantu menyelenggarakan kebijakan tersebut dengan meneruskan surat edaran Larangan Merokok di Sekolah ke sekolah-sekolah yang berada di bawah naungannya (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2014). Melihat lingkungan pendidikan memberi dukungan terhadap penerapan peraturan merokok. Peneliti tertarik meneliti Dinas Pendidikan di Kota Yogyakarta. Yogyakarta sendiri merupakan kota pelajar yang memiliki prevalensi perokok di atas usia 10 tahun sebesar 21.2 % dari total penduduk. Peneliti tertarik meneliti persepsi Pegawai Dinas Pendidikan terhadap peraturan merokok dan kepatuhannya terhadap peraturan tersebut. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana persepsi pegawai Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta terhadap peraturan merokok dan kepatuhannya. 5

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran persepsi Pegawai Dinas Pendidikan tentang peraturan merokok dan kepatuhan dari kacamata pegawai dinas pendidikan terhadap peraturan merokok di Kota Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk : a. Mengetahui persepsi Pegawai Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta terhadap peraturan rokok. b. Mengetahui persepsi Pegawai Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta terhadap kepatuhan terkait peraturan merokok di Kota Yogyakarta. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan di bidang pendidikan keperawatan dengan mengetahui gambaran persepsi pegawai dinas pendidikan terhadap peraturan rokok dan kepatuhan dari pegawai dinas pendidikan terhadap peraturan rokok di Kota Yogyakarta. 2. Manfaat praktis 6

a. Bagi dinas pendidikan Kota Yogyakarta, hasil penelitian ini dapat berguna sebagai bahan masukan bagi pelaksanaan peraturan merokok di lingkungan pendidikan khususnya di Dinas Pendidikan. b. Bagi perawat, hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan bagi perawat untuk berperan serta dalam pengendalian dampak rokok dan menjadi referensi ilmu pengetahuan tentang peraturan rokok dan kepatuhannya di Kota Yogyakarta. c. Bagi peneliti, diharapkan dapat menambah kontribusi, pemahaman dan wawasan tentang peraturan rokok dan kepatuhannya dalam rangka pengendalian dampak rokok dan dapat menerapkan pengetahuan yang didapatkan. E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai peraturan rokok telah banyak dilakukan, namun belum ada penelitian dengan judul serupa dengan penelitian ini. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengenai peraturan rokok dan kepatuhan adalah sebagai berikut: 1. Suprantio, Agus (2010) melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi, sikap, status merokok dari pejabat pemda dan anggota DPRD dengan intensi terhadap area bebas rokok di tempat kerja. Metode yang digunakan dengan observasional dengan rancangan cross sectional. Variabel bebas yang digunakan adalah persepsi, sikap, status 7

merokok pegawai dan anggota DPRD di tempat kerja. Variabel terikatnya adalah intensi terhadap area bebas rokok. Hasilnya ada hubungan antara persepsi pejabat pemda dan anggota DPRD dengan intensi terhadap area bebas rokok. Tidak ada hubungan antara sikap dan status merokok pejabat pemda dan anggota DPRD dengan intensi terhadap area bebas rokok. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah pada responden yaitu pejabat pemda dan anggota DPRD. Sedangkan persamaan dengan variabel yang diukur yaitu berupa persepsi dan aturan merokok. 2. Ilanchelian, Selvandiran (2012) dengan judul Association between smoking regulation in school and pattern of smoking among teacher s in school compound: A survey in secondary schools of yogyakarta city. Penelitian ini berupa cross-sectional analitik. Data diambil dari data sekunder survey yang dilakukan oleh Quit Tobacco Indonesia kolaborasi dengan Bioetik dan Kesehatan Masyarakat UGM. Penelitian ini dilakukan di 60 SMP dan SMA di Kota Yogyakarta. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner selfadministered Survei Perilaku Guru di Lingkungan sekolah. Analisa data menggunakan Chi Square Test. Hasil penelitian ditemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pelaksanaan peraturan rokok dengan perilaku merokok guru di lingkungan sekolah. 3. Devhy, Ni Luh Putu (2014) dengan judul pengaruh faktor pengelola terhadap kepatuhan pelaksanaan peraturan daerah tentang kawasan tanpa rokok pada 8

hotel berbintang di Kabupaten Badung. Penelitian berupa cross-sectional analitik. Data kepatuhan dikumpulkan melalui observasi menggunakan lembar observasi dan data faktor pengelola melalui wawancara terstruktur menggunakan kuesioner. Data dianalisis secara deskriptif, bivariat menggunakan Chi square test dan multivariat menggunakan Poisson regresi. Hasil penelitian faktor yang meningkatkan kepatuhan adalah pengetahuan yang baik, sikap yang baik, dukungan yang nyata terhadap perda KTR dan adanya himbauan organisasi. Sedangkan perilaku merokok pengelola berpengaruh menghambat kepatuhan. 4. Puswitasari, Amalia (2012) dengan judul faktor kepatuhan mahasiswa dan karyawan terhadap peraturan kawasan tanpa rokok di lingkungan kampus fakultas kedokteran Universitas Diponegoro. Penelitian observasional analitik dengan studi cross-sectional. Sampel didapatkan dengan simple random sampling. Analisa data secara deskriptif menggunakan uji chi-square. Hasil terdapat hubungan bermakna antara latar belakang perilaku merokok, pengetahuan peraturan kawasan tanpa rokok, pengaruh lingkungan terhadap tingkat kepatuhan. 5. Azkha, Nizwardi (2013) dengan judul studi efektifitas penerapan kebijakan perda kota tentang kawasan tanpa rokok (KTR) dalam upaya menurunkan perokok aktif di Sumatera Barat tahun 2013. Penelitian ini dilakukan dengan mix method yaitu berupa penelitian kuantitatif dan kualitatif dengan design 9

explanatory. Pengumpulan data dengan kuesioner dan wawancara mendalam. Analisis data kuantitatif melalui univariat dan kualitatif menggunakan content analysis. Hasilnya ditemukan jumlah perokok di tiga kabupaten di Sumatera Barat masih 59%. Terdapat komitmen dari Walikota dan dukungan dari Dinas Kesehatan berdasarkan Perda KTR No. 15/2011. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan KTR adalah tergantung dari komitmen Kepala Daerah, DPR, Dinas Kesehatan, dan dinas terkait lainya serta adanya pemberdayaan masyarakat. Tanpa adanya komitmen dan dukungan dari semua pihak sulit untuk menerapkan KTR. Di samping Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dapat memberikan perlindungan kepada perokok pasif sekaligus KTR juga mungkin dapat menurunkan perokok aktif. 10