MANAJEMEN EMOSI PADA SISWA KORBAN KEKERASAN FISIK OLEH GURU DI SEKOLAH (SCHOOL BULLYING)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena sifatsifat

I. PENDAHULUAN. bullying. Prinsipnya fenomena ini merujuk pada perilaku agresi berulang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. lingkungan sekolah, banyak siswa yang melakukan bullying kepada siswa lainnya

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB I PENDAHULUAN. tumpuan harapan yang akan bisa melanjutkan cita-cita bangsa Indonesia. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

BAB I. Pendahuluan. I.A Latar Belakang. Remaja seringkali diartikan sebagai masa perubahan. dari masa anak-anak ke masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja dikenal dengan masa yang penuh dengan pergolakan emosi yang diiringi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja (Hurlock, 2003). Di dalam masa remaja juga terdapat tahapan perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. batas kewajaran. Kekerasan yang mereka lakukan cukup mengerikan, baik di

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakangMasalah. dalam mengantarkan peserta didik sehingga dapat tercapai tujuan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Maraknya kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tempat yang terdekat dari remaja untuk bersosialisasi sehingga remaja banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang. individu khususnya dibidang pendidikan. Bentuk kekerasan yang sering dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. peserta didik. Banyak yang beranggapan bahwa masa-masa sekolah adalah masa

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan Kontrol..., Agam, Fakultas Psikologi 2016

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar di sekolah. Hal ini sesuai pendapat Ahmadi (2005) yang menyebutkan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan

HUBUNGAN ANTARA CITRA RAGA DAN INTERAKSI TEMAN SEBAYA DENGAN MOTIVASI MENGIKUTI SENAM PADA REMAJA PUTRI DI SANGGAR SENAM 97 SUKOHARJO.

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibicarakan, karena akibat negatif yang sangat mengkhawatirkan yang akan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. yang mampu mengatasi berbagai permasalahan dalam hidupnya. Sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat, misal di sekolah, kantor, ataupun instansi lain yang masih

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. karena remaja akan berpindah dari anak-anak menuju individu dewasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang

INTENSITAS TERKENA BULLYING DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyenangkan dan muncul dalam bermacam-macam bentuk dan tingkat kesulitan,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN. penuh dengan kenangan yang tidak mungkin akan terlupakan. Menurut. dari masa anak ke masa dewasa yang mengalami perkembangan semua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. remaja yaitu perubahan perubahan yang sangat nyata dan cepat. Anak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

PENDAHULUAN. Kelamin, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, [terhubung berkala]. [3 April 2009]. 2

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

Bab 5. Ringkasan. Dalam bab pertama yang berisi latar belakang penulisan skripsi ini, saya menjabarkan

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. ukuran fisik, tapi bisa kuat secara mental (Anonim, 2008). Bullying di

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa di Indonesia sebagian besar masih berusia remaja yaitu sekitar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. belajar, membahas soal bersama-sama, atau bahkan ada yang berbuat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.

BAB V PENUTUP. A. KESIMPULAN 1. Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) pada Mantan Pekerja Seks Komersial

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah yang sering terjadi pada masa remaja yaitu kasus pengeroyokan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang ringan seperti mencontek saat ujian, sampai pada perkelahian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

STRATEGI COPING IBU DALAM MENJALANI PERAN SEBAGAI ORANG TUA TUNGGAL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sekolah merupakan lembaga formal yang dirancang untuk

BAB I PENDAHULUAN. alkohol, napza, seks bebas) berkembang selama masa remaja. (Sakdiyah, 2013). Bahwa masa remaja dianggap sebagai suatu masa dimana

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Aspek biopsikososial higiene...irmatri Ariyani, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bereproduksi. Masa ini berkisar antara usia 12/13 hingga 21 tahun, dimana 13-14

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN INTENSI ALTRUISME PADA SISWA SMA N 1 TAHUNAN JEPARA

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

2015 PENGARUH PENGGUNAAN TEKNIK TOKEN EKONOMI DALAM MENGURANGI PERILAKU KEKERASAN PADA SISWA KELAS VI DI MADRASAH IBTIDAIYAH AISYAH KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menyajikan hal-hal yang menjadi latar belakang penelitian,

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN OPTIMISME MASA DEPAN PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. siswa sendiri. Bahkan kekerasan tidak hanya terjadi di jenjang pendidikan tinggi

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. hidup di zaman yang serba sulit masa kini. Pendidikan dapat dimulai dari

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya layanan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Perubahan dari bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya ke

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan mental adalah keadaan dimana seseorang mampu menyadari

BAB III RUANG LINGKUP ANAK JALANAN DI KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

Transkripsi:

MANAJEMEN EMOSI PADA SISWA KORBAN KEKERASAN FISIK OLEH GURU DI SEKOLAH (SCHOOL BULLYING) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S 1 Psikologi Diajukan oleh : TIYAS MAWI HIDAYATI F 100 050 276 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa dimana terjadi pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan secara psikis yang bervariasi. Pada masa remaja (usia 12 sampai dengan 21 tahun) terdapat beberapa fase, yaitu fase remaja awal (usia 12 tahun sampai dengan 15 tahun), remaja pertengahan (usia 15 tahun sampai dengan 18 tahun), masa remaja akhir (usia 18 sampai de ngan 21 tahun), dan diantaranya juga terdapat fase pubertas yang merupakan fase yang sangat singkat dan terkadang menjadi masalah tersendiri bagi remaja dalam menghadapinya (Monks, 1985). Fase pubertas ini berkisar dari usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 16 tahun dan setiap individu memiliki variasi tersendiri. Masa pubertas sendiri berada tumpang tindih antara masa anak dan masa remaja, sehingga kesulitan pada masa tersebut dapat menyebabkan remaja mengalami kesulitan menghadapi fase-fase perkembangan selanjutnya. Pada fase ini remaja mengalami perubahan dalam sistem kerja hormon dalam tubuhnya sehingga hal tersebut memberi dampak tertentu baik pada bentuk fisik (terutama organ-organ seksual) dan psikis terutama emosi. Pergolakan emosi yang terjadi pada masa remaja tidak terlepas dari bermacam pengaruh, seperti dari lingkungan tempat tinggal, keluarga, sekolah dan teman-teman sebaya serta aktivitas -aktivitas yang dilakukannya dalam kehidupan sehari-hari. Masa remaja yang identik dengan lingkungan sosial tempat

berinteraksi, membuat mereka dituntut untuk dapat menyesuaikan diri secara efektif. Bila aktivitas-aktivitas yang dijalani di sekolah (pada umumnya masa remaja lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah) tidak memadai untuk memenuhi tuntutan gejolak energinya, maka remaja seringkali meluapkan kelebihan energinya ke arah yang tidak positif, misalnya tawuran dan kekerasankekerasan lain di lingkungan sekolahnya. Tapi tidak jarang juga anak menjadi korban luapan emosi orang yang lebih di atasnya, misalnya orang tua, guru, atau senior di sekolahnya yang akhir-akhir ini menjadi masalah yang paling menghebohkan di lingkungan sekolah. Sekolah sebagai sebuah institusi pendidikan, idealnya menjadi tempat ramah bagi anak didik, dalam arti dapat memberi jamina n untuk melangsungkan proses pembelajaran. Tempat ramah dan kondusif berarti harus dapat memberikan kesenangan, keleluasaan atau kebebasan kepada anak untuk melakukan pengembangan diri secara optimal, karena hal ini akan melahirkan rasa suka dan anak akan termotivasi untuk berkreasi sesuai dengan bakat dan minatnya, sehingga bisa membangun kesadaran kritis sebagai jalan menuju terciptanya kemandirian anak. Selain itu, sekolah yang ramah juga harus diartikan sebagai suatu kondisi institusi pendidikan yang ja uh dari berbagai tindakan kekerasan terhadap anak, baik fisik maupun non fisik. Namun akhir-akhir ini kita sering mendengar perlakuan guru yang menampar atau menyiksa siswa karena emosi atau apapun alasannya, padahal perlakuan tersebut merupakan bentuk kekerasan dalam dunia pendidikan.

Kekerasan dalam dunia pendidikan yaitu tindakan kekerasan yang dilakukan oleh orang tertentu pada orang lain atas nama pendisiplinan anak dengan menggunakan hukuman fisik, meskipun sebenarnya hukuman atau kekerasan fisik tersebut tidak diperlukan (Anshori, 2007). Yang perlu digarisbawahi bahwa unsur terpenting dari kekerasan tersebut adalah pelakunya merupakan seseorang atau sejumlah orang terdekat seperti guru, orangtua, ustadz dan lain-lainnya yang seharusnya memiliki kewena ngan, kewajiban dan kesempatan untuk melindungi anak. Seorang guru yang seharusnya menjadi teladan dan pemberi bekal ilmu bagi masa depan anak-anak didiknya, saat ini justru menjadi sosok yang paling ditakuti oleh anak didiknya karena adanya berbagai kasus penganiayaan yang sering melibatkan guru dan murid di sekolah. Sebagai contoh di Pacitan, seorang siswa meninggal dunia karena dihukum oleh gurunya dengan cara lari mengelilingi lapangan sebanyak 20 kali. Siswa yang dihukum lari itu terjatuh karena dipukul dengan tongkat oleh gurunya gara-gara kelelahan dan tidak lagi kuat berlari, kepalanya membentur batu hingga kemudian tewas (Za, 2007). Kasus lain misalnya terjadi pada hari senin, 21 Juli 2008 adalah fakta baru kekerasan guru terhadap murid yang terjadi di Kota Solo. Seorang guru yang sekaligus menjabat sebagai Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan di sebuah SMA Negeri di Kota Solo telah menganiaya muridnya. Oleh tindakannya itu, siswa bersangkutan mengalami sakit di beberapa bagian tubuhnya dan harus menjalani rawat ina p di Puskesmas. Sebelumnya, tanggal 8 April 2008, seorang siswi sebuah SMP Negeri di Kabupaten Sukoharjo pingsan gara-gara ditampar

oleh guru, hanya karena masalah yang terbilang sepele. Masih di Sukoharjo, pernah terjadi pula seorang siswa di SMP Negeri Sukoharjo mengalami pendarahan otak gara-gara kekerasan yang dilakukan oleh gurunya. Di Jumantono, Karanganyar, pernah juga ada seorang siswa sebuah SMPK menderita luka di bagian muka karena penganiayaan oleh gurunya. Tanggal 31 Oktober 2007 di sebuah SD Negeri di kota Solo juga pernah terjadi penganiayaan murid oleh guru Olahraga nya. Lalu tanggal 18 April 2008, seorang guru agama di sebuah SD Negeri di Wonogiri juga melakukan kekerasan fisik terhadap tiga orang siswa kelas VI. Di Sragen, seorang guru juga tega memukul anak didiknya sendiri hingga pingsan. Semua siswa yang menjadi korban kekerasan tersebut akhirnya mengalami gangguan emosi yang ditandai dengan tidak mau sekolah ke tempat itu lagi, ketakutan yang luar biasa terhadap gurunya, kecemasan yang berlebihan akan mendapat perlakuan kekerasan seperti sebelumnya lagi, menaruh dendam pada gurunya dan ada yang hendak membalas perlakuan gurunya. Namun ada juga yang bisa mengontrol emosinya untuk tetap berpikir positif (Gading, 2008). Kasus diatas adalah contoh kecil dari kekerasan fisik yang terjadi dalam dunia pendidikan kita dan masih banyak kasus serupa terjadi, namun tidak terekspos oleh media massa. Seperti dari data yang diperoleh dari KPAI berikut ini, dari tahun 2005 sampai 2008 kemarin, jumlah kasus kekerasan fisik terhadap anak didik oleh guru di sekolah setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 kasus kekerasan fisik mencapai 233 kasus, tahun 2006 terdapat 289

kasus kekerasan fisik, tahun 2007 mencapai 313 kasus keke rasan fisik, dan pada tahun 2008 jumlah kasus kekerasan fisik mencapai 413 kasus (Sirait, 2008). Fakta lain dari kasus serupa berikut ini terjadi di wilayah Wonogiri. Di beberapa SMP Negeri di Wonogiri dijumpai adanya kasus kekerasan fisik terhadap anak didik oleh guru di sekolah yang berulang-ulang sehingga menyebabkan anak didik tersebut selain mengalami luka fisik juga mengalami trauma pada sekolah dan guru. Beberapa kali mereka tidak mau lagi melanjutkan sekolah di tempat tersebut, tapi dengan bujukan dari orang tua dan orang-orang terdekat anak didik tersebut akhirnya mau untuk sekolah di tempat itu lagi. Penganiayaan pada masa anak menyebabkan anak berpotensi memiliki gangguan kepribadian sehingga kelak anak juga berpotensi menderita depresi pada masa dewasanya. Selain itu kekerasan yang terjadi pada anak dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak, sehingga kreativitas dan produktivitas anak menjadi terpasung, yang pada akhirnya mengakibatkan self development yang optimal pada diri anak tidak tercapai. Lebih jauh, jika kekerasan tersebut terjadi di sekolah maka peserta didik akan menaruh kebencian terhadap sekolah dan jika kekerasan tersebut terjadi dalam keluarga maka anak akan tidak betah dirumah (Anshori, 2007). Mengingat bahwa masa remaja merupakan masa yang paling banyak dipengaruhi oleh lingkungan dan teman-teman sebaya, serta dalam rangka menghindari hal-hal negatif yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain, remaja hendaknya memahami dan memiliki apa yang disebut manajemen emosi. Manajemen emosi ini terlihat dalam hal-hal seperti bagaimana remaja mampu

mengendalikan emosinya setelah menjadi korban kekerasan di sekolah, apakah dapat mengelola menjadi emosi yang positif atau malah menjadi emosi negatif. Berbagai kasus yang telah diuraikan di atas menggambarkan bahwa adanya kekerasan dalam dunia pendidikan terutama pada anak yang disebabkan oleh berbagai faktor akan membawa dampak buruk bagi korbannya baik secara fisik maupun psikis, sehingga anak yang menjadi korban kekerasan tersebut memerlukan dukungan untuk dapat mengelola emosinya dengan baik agar dapat terus menjalani hidupnya. Maka dari itu penulis ingin mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai: Bagaimana manajemen emosi pada siswa korban kekerasan fisik oleh guru di sekolah (school bullying )?. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki tujuan utama, yaitu untuk memahami manajemen emosi pada siswa korban kekerasan fisik oleh guru di sekolah (school bullying). C. Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan ada manfaat yang bisa diambil, seperti: 1. Bagi siswa korban kekerasan fisik oleh guru di sekolah khususnya, dan juga bagi orang tua atau masyarakat umumnya, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kekerasan dalam dunia pendidikan serta membe rikan referensi manajemen emosi yang mungkin bisa dilakukan dalam menghadapi kekerasan ini.

2. Bagi para pendidik di seluruh Indonesia diharapkan menyadari tugas dan kewajibannya dalam mendidik tunas-tunas bangsa dengan baik dan benar tanpa adanya kekerasan yang dapat mengakibatkan terhambatnya proses kemajuan bangsa. 3. Bagi disiplin ilmu Psikologi dan ilmuwan Psikologi, diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan teoritik khususnya dalam studi tentang manajemen emosi yang berupa pengayaan teori atau pa ndangan baru.