ENDOSCOPIC RETROGRADE CHOLANGIOPANCREATOGRAPHY (ERCP)

dokumen-dokumen yang mirip
Stent Gastroduodenal Pada Gastric Outlet Obstruction (GOO) dan Stent Pankreas

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BUKU AJAR GASTROENTEROLOGI

Kolangitis et causa Koledokolitiasis

1.1 Bagan : Proses Penerbitan Sertifikat Kompetensi Endoskopi Gastrointestinal dimulai

TATACARA PENERBITAN SERTIFIKAT KOMPETENSI ULANG

SURAT PENOLAKAN TINDAKAN KEDOKTERAN

KOLEGIUM ILMU PENYAKIT DALAM INDONESIA PERHIMPUNAN DOKTER SPESIALIS PENYAKIT DALAM INDONESIA 2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. varises pada pasien dengan sirosis sekitar 60-80% dan risiko perdarahannya

BAB 4 HASIL. Grafik 4.1. Frekuensi Pasien Berdasarkan Diagnosis. 20 Universitas Indonesia. Karakteristik pasien...,eylin, FK UI.

SIROSIS HEPATIS R E J O

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. 1,2 Kolelitiasis

Sejarah X-Ray. Wilheim Conrad Roentgen

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. dalam saluran empedu atau kedua-duanya. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kandung empedu atau di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. Sebagian

BAB 1 PENDAHULUAN. empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua-duanya (Wibowo et al.,

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

Author : Olva Irwana, S. Ked. Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau Files of DrsMed FK UR (

BAB I KONSEP DASAR TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang kesehatan dan perekonomian dunia. Selama empat dekade terakhir

PENDAHULUAN Latar Belakang

Gambar. Klasifikasi ukuran tonsil

BAB I PENDAHULUAN. bagi manusia, khususnya bidang diagnostik, salah satunya adalah teknik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

a. Cedera akibat terbakar dan benturan b. Reaksi transfusi yang parah c. Agen nefrotoksik d. Antibiotik aminoglikosida

ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. N DENGAN POST OPERASI TONSILEKTOMI DI BANGSAL ANGGREK RSUD SUKOHARJO

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pada pasienpasien

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Mahasiswa mampu: 3. Melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kateterisasi jantung

Kanker Hati. Liver Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

DETEKSI DAN MANAJEMEN PENYAKIT SISTEMIK PADA PASIEN GIGI-MULUT DENGAN KOMPROMIS MEDIS. Harum Sasanti FKG-UI, Departemen Ilmu Penyakit Mulut

ATRESIA BILIARIS RISTA D SOETIKNO

BAB I PENDAHULUAN. systemic inflammatory response syndrome (SIRS) merupakan suatu respons

PROPORSI DAN KARAKTERISTIK PENYEBAB PERDARAHAN SALURAN CERNA BAHAGIAN ATAS BERDASARKAN HASIL PEMERIKSAAN ENDOSKOPI DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam

KONSEP TEORI. 1. Pengertian

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. penyakit idiopatik, yang diperkirakan melibatkan. reaksi imun dalam tubuh terhadap saluran

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PRIMA HUSADA NOMOR : 224/RSPH/I-PER/DIR/VI/2017 TENTANG PEDOMAN REKAM MEDIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. mellitus tipe 2 di dunia sekitar 171 juta jiwa dan diprediksi akan. mencapai 366 juta jiwa tahun Di Asia Tenggara terdapat 46

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

REFERAT PENDEKATAN DIAGNOSIS IKTERUS

Hepatology. dr. Prasetio Kirmawanto, M. Kes

Etiology dan Faktor Resiko

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Obat Anti-Inflamasi Nonsteroid (OAINS) adalah suatu golongan obat

Sosialisasi Kaidah Koding sesuai Permenkes 76 tahun RIRIS DIAN HARDIANI Tim Teknis Ina CBG Kementerian Kesehatan

Gambar 1. Atresia Pulmonal Sumber : (

Mola Hidatidosa. Matrikulasi Calon Peserta Didik PPDS Obstetri dan Ginekologi

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMEGALI

LAPORAN PENDAHULUAN ASKEP PADA KLIEN DENGAN PERDARAHAN SALURAN CERNA

EKSTRAKSI GIGI PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER DAN GAGAL GINJAL KRONIK VITA NIRMALA ARDANARI,DR, SP.PROS, SP.KG

BAB 1 PENDAHULUAN. Intensive Care Unit (ICU) dengan rerata lima unit per pasien. Packed red cell

EMBOLI CAIRAN KETUBAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. (40 60%), bakteri (5 40%), alergi, trauma, iritan, dan lain-lain. Setiap. (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).

KOLELITIASIS A. PENGERTIAN

Penyakit Leukimia TUGAS 1. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Browsing Informasi Ilmiah. Editor : LUPIYANAH G1C D4 ANALIS KESEHATAN

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT

TRANSFUSI DARAH. Maimun ZA. Laboratorium Patologi Klinik FKUB-RSSA Malang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. praktek sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada praktek umum

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. A DENGAN POST APPENDIKTOMI HARI KE II DI RUANG CEMPAKA RSUD PANDANARAN BOYOLALI

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mortalitas pascaoperasi (postoperative mortality) adalah kematian yang

Profil endoskopi gastrointestinal di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Januari 2016 Agustus 2016

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada

BAB 1 PENDAHULUAN. mengobati kondisi dan penyakit terkait dengan proses menua (Setiati dkk, 2009).

Asuhan Keperawatan Hepatitis D

BAB III PANKREATITIS. Pankreatitis adalah suatu penyakit inflamasi pankreas yang identik

Panduan Pasien: Terapi Radiasi Selektif Internal (SIRT) untuk tumor hati menggunakan mikrosfer SIR-Spheres

LAPORAN PENDAHULUAN ANEMIA

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. kumpulan gejala yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah,

Gambar 1. Faktor utama yang mempengaruhi pembentukan batu kolesterol. 3

BAB V PEMBAHASAN. infark miokard dilaksanakan dari 29 Januari - 4 Februari Penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. letak insisi. Antara lain seksio sesaria servikal (insisi pada segmen bawah), seksio

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup keilmuan penelitian ini meliputi Ilmu Penyakit Gigi dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Diabetic foot merupakan salah satu komplikasi Diabetes Mellitus (DM).

I. PENDAHULUAN. pada wanita dengan penyakit payudara. Insidensi benjolan payudara yang

Obat Penyakit Diabetes Metformin Biguanide

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik dua atau lebih gejala berupa nasal. nasal drip) disertai facial pain/pressure and reduction or loss of

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penelitian tentang perdarahan yang disebabkan Stress Related Mucosal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Evidence Based Case Report: Efikasi Somatostatin dan Analognya pada Pencegahan dan Pengobatan Pankreatitis Akut

BAB I PENDAHULUAN. 1 P a g e

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 1, April 2016 ISSN DIAGNOSIS KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN PENCERNAAN

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA ARTRITIS GOUT DI RUMAH SAKIT IMMANUEL PERIODE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2.1. Anatomi kandung empedu dan saluran bilier (sumber:

BAB 1 PENDAHULUAN. napas bagian bawah (tumor primer) atau dapat berupa penyebaran tumor dari

BAB I PENDAHULUAN. Kanker kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak dari seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. Keberhasilan suatu pengobatan tidak hanya dipengaruh i oleh. kesehatan, sikap dan pola hidup pasien dan keluarga pasien, tetapi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. apendisitis akut (Lee et al., 2010; Shrestha et al., 2012). Data dari WHO (World Health Organization) menyebutkan bahwa insiden

BAB V KESIMPULAN. Diajukan pada Laporan Akhir Kasus Longitudinal MS-PPDS I IKA FK-UGM Yogyakarta 1

Transkripsi:

ENDOSCOPIC RETROGRADE CHOLANGIOPANCREATOGRAPHY (ERCP) PENDAHULUAN Pemeriksaan penunjang dilakukan dalam rangka penegakan diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan salah satunya adalah pemeriksaan radiologi. Pemeriksaan Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) mulai dikenal sejak tahun 1968 dan saat ini menjadi salah satu tindakan endoskopi yang umum dilakukan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk memberikan gambaran sistem bilier dan kelenjar pankreas kepada klinisi. 1 Pemeriksaan ERCP memiliki kelebihan karena dapat digunakan sebagai modalitas diagnostik dan sekaligus terapi dalam manajemen penyakit sistem bilier. Pemeriksaan ERCP merupakan salah satu tindakan yang berisiko dan dapat menyebabkan berbagai komplikasi, seperti pankreatitis akut dan perdarahan. Berdasarkan uraian sebelumnya, artikel ini akan membahas tentang definisi, tujuan, indikasi, kontraindikasi, prosedur, dan komplikasi pemeriksaan ERCP. 1,2 DEFINISI ERCP Pemeriksaan ERCP merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk memeriksa kondisi sistem bilier dan kelenjar pankreas dengan menggunakan endoskop dan media kontras. 3 TUJUAN PEMERIKSAAN ERCP Pemeriksaan ERCP bertujuan untuk memberikan gambaran anatomi dari sistem bilier dan kelenjar pankreas dengan bantuan endoskopi dan media kontras. Pemeriksaan ini dapat digunakan sebagai modalitas diagnostik dan juga terapi dalam manajemen penyakit sistem bilier dan kelenjar pankreas. 1,2 Gambar 1 Anatomi sistem bilier dan kelenjar pankreas 3 1 fajarbp.wordpress.com

INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI PEMERIKSAAN ERCP Pemeriksaan ERCP secara umum diindikasikan untuk evaluasi dan tatalaksana batu pada sistem pankreatobilier (jaundice, kolik bilier, kolangitis, pankreatitis bilier), abnormalitas pada ampula/papila (disfungsi sfingter Oddi, kanker ampula), dan abnormalitas duktus bilier dan pankreas (striktur, keganasan, kebocoran). Indikasi ERCP dapat dilihat pada tabel 1. 1,4 Tabel 1 Indikasi ERCP 1 Ampula Bilier Pankreas Polip ampula (ampulektomi) Koledokolithiasis Kebocoran duktus bilier Striktur bilier - Ganas - Kanker pankreas - Kolangiokarsinoma - Adenokarsinoma ampula - Jinak - Primary sclerosing cholangitis - Striktur post transplantasi - Pankreatitis kronis Pankreatitis akut rekuren Pankreatitis kronis Kebocoran duktus pankreas Disfungsi sfingter Oddi Pemeriksaan ERCP relatif dikontraindikasikan pada pasien dengan kondisi sebagai berikut: 4,5 a. Hipertensi portal dengan varises esofagus dan/atau gaster b. Pankreatitis akut, kecuali pankreatitis akibat batu empedu c. Terkena serangan jantung (infark miokard) dalam waktu dekat dan/atau memiliki penyakit kardiopulmonal berat, kecuali prosedur ERCP merupakan tindakan life saving d. Berulang kali gagal melakukan terapi dengan ERCP dan alternatif terapi lainnya tersedia e. Pasien tidak dapat disedasi secara adekuat f. Alergi terhadap zat kontras ERCP Pemeriksaan ERCP mutlak dikontraindikasikan pada pasien dengan kondisi sebagai berikut: 4,5 a. Obstruksi pada faring dan esofagus, kecuali dapat ditatalaksana langsung saat melakukan ERCP b. Koagulopati berat c. Tidak ada indikasi yang adekuat, seperti nyeri perut tanpa sebab yang jelas d. Tidak mendapat persetujuan dari pasien, kecuali pada keadaan emergensi 2 fajarbp.wordpress.com

PROSEDUR PEMERIKSAAN ERCP 6 Persiapan alat ERCP merupakan pemeriksaan yang dilakukan dengan menggunakan endoskop dan zat kontras. Peralatan endoskopi dan fasilitas radiologi yang diperlukan harus dipersiapkan sebelum prosedur ERCP dilaksanakan. Peralatan endoskopi yang perlu dipersiapkan adalah endoskop, kateter, guidewires, dan monitor. Fasilitas radiologi juga perlu dipersiapkan untuk menampilkan gambaran hasil pemeriksaan nantinya. Sebaiknya digunakan ruangan khusus untuk pemeriksaan ERCP dan gunakan tempat tidur pasien yang dapat dimiringkan hingga 30 o karena perubahan posisi pasien saat prosedur diperlukan untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang lebih baik. Pastikan juga zat kontras telah tersedia dan dipersiapkan sebelum prosedur. Alat pelindung diri untuk pemeriksa juga harus dipersiapkan. Selain itu, pastikan desinfeksi peralatan yang digunakan sudah dilakukan dengan baik karena prosedur ERCP merupakan salah satu prosedur memasukkan peralatan ke dalam tubuh pasien. Prosedur desinfeksi yang baik dilakukan sebelum dan setelah prosedur ERCP. Persiapan pasien Persiapan terhadap pasien juga harus dilakukan sebelum prosedur ERCP. Pemeriksa sebaiknya memastikan kembali indikasi pemeriksaan ERCP pada pasien. Riwayat alergi terhadap zat kontras (iodine) harus ditanyakan untuk mencegah reaksi anafilaksis pada pasien walaupun belum pernah terjadi kasus reaksi anafilaksis terhadap zat kontras ERCP. Pasien diinstruksikan untuk puasa paling sedikit 4 jam sebelum prosedur. Pada pasien dipasang akses intravena. Antibiotik profilaksis diberikan secara intravena 1 jam sebelum prosedur pada pasien yang terbukti atau curiga obstruksi duktus atau pseudokista. Pasien dapat pulang setelah prosedur ERCP selesai, namun pasien harus diobservasi terlebih dahulu untuk melihat apakah terdapat gejala dan tanda dari komplikasi jangka pendek ERCP. Prosedur pemeriksaan 1. Pasien berbaring di meja X-ray dalam posisi prone. Kemudian pasien diberikan obat sedatif (diazepam/midazolam ditambah dengan petidin). Anestesi umum dapat dilakukan bila pasien adalah anak-anak atau pasien tidak kooperatif. Mouthpiece dipasang pada mulut pasien untuk menjaga mulut pasien tetap terbuka. Posisi awal pasien ERCP dapat dilihat pada gambar 2. 3 fajarbp.wordpress.com

Gambar 2 Posisi awal pasien ERCP 6 2. Pemeriksa memasukkan endoskop melalui mulut pasien dan menelusuri saluran cerna bagian atas hingga mencapai duodenum. Saat endoskop mencapai duodenum perlu diberikan buscopan 20 mg atau glukagon 0,25 mg secara intravena dan bertahap untuk menekan motilitas duodenum dan sfingter. 3. Saat endoskop mencapai duodenum, identifikasi papila yang merupakan muara dari duktus bilier dan pankreas di duodenum. Setelah diidentifikasi, lakukan kanulasi dengan menggunakan kateter dan guidewires. Masukkan zat kontras ke dalam duktus bilier dan pankreas untuk mendapatkan gambaran kolangiogram dan pankreatogram. Contoh gambaran kolangiopankreatogram dapat dilihat pada gambar 3 dan 4. (a) (b) Gambar 3 (a) Gambaran kolangiogram normal 1 (b) Gambaran pankreatogram normal 6 4 fajarbp.wordpress.com

(a) (b) Gambar 4 (a) Pankreatitis kronis 1 (b) Batu multipel pada duktus bilier 5 KOMPLIKASI PEMERIKSAAN ERCP 1,2,7 Komplikasi ERCP dibagi menjadi komplikasi jangka pendek (terjadi dalam waktu 3 hari setelah prosedur ERCP) dan komplikasi jangka panjang (terjadi dalam waktu > 3 hari setelah prosedur ERCP). Komplikasi jangka pendek akibat ERCP berhubungan dengan penggunaan endoskopi dan sedasi selama pemeriksaan, meliputi perdarahan, infeksi, perforasi, dan kejadian kardiopulmonal. Komplikasi jangka panjang yang utama adalah infeksi akibat kateter yang tertinggal dan inflamasi akibat manipulasi pada duktus bilier dan pankreas saat prosedur ERCP. Pankreatitis post ERCP Definisi pankreatitis post ERCP meliputi nyeri perut onset baru atau nyeri perut yang memberat, peningkatan serum amilase 3 kali lipat di atas normal dalam waktu 24 jam post prosedur, dan membutuhkan hospitalisasi selama > 2 hari akibat pankreatitis. Insidensi pankreatitis post ERCP sekitar 1-6%. Komplikasi perdarahan Perdarahan terjadi pada 1-2% pasien selama atau setelah prosedur ERCP, terutama berhubungan dengan tindakan sfingterotomi saat prosedur ERCP (sekitar 50% kasus). Perdarahan setelah prosedur ERCP dibagi menjadi: - Perdarahan ringan : penurunan hemoglobin < 3 gr/dl - Perdarahan sedang : membutuhkan transfusi < 4 unit packed red cells (PRC) - Perdarahan berat : membutuhkan transfusi 4 unit PRC 5 fajarbp.wordpress.com

Risiko perdarahan meningkat pada pasien dengan koagulopati, konsumsi obat antikoagulan dalam 72 jam sebelum prosedur ERCP, dan riwayat terjadi perdarahan intraprosedur. Perforasi Perforasi terjadi pada 0,3-0,6% prosedur ERCP. Faktor risiko terjadinya perforasi terkait prosedur ERCP adalah sfingterotomi, injeksi kontras intramural, tindakan dilatasi striktur bilier, disfungsi sfingter Oddi, dan prosedur dengan durasi yang lama. Kolangitis Insidensi kolangitis post ERCP adalah 1-3%. Risiko kolangitis meningkat pada pasien dengan pemasangan stent pada striktur akibat keganasan, kombinasi prosedur endoskopi-perkutaneus, jaundice, dan drainase bilier yang inkomplit. Kolesistitis Insidensi kolesistitis post ERCP adalah sekitar 0,5%. Komplikasi ini berhubungan dengan pengisian kandung empedu dengan zat kontras saat prosedur ERCP untuk melihat batu kandung empedu. Komplikasi pemasangat stent Komplikasi akut terkait pemasangan stent jarang terjadi. Perforasi terjadi pada < 1% kasus dan sering berhubungan dengan tindakan sfingterotomi yang juga dilakukan dalam prosedur ERCP. Komplikasi lainnya akibat pemasangan stent adalah obstruksi stent (sering berlanjut menjadi infeksi), migrasi stent, stenosis duktus rekuren post pencabutan stent, pankreatitis, dan perdarahan. Komplikasi sfingterotomi Komplikasi sfingterotomi dalam prosedur ERCP dilaporkan sekitar 6,9-9,8%. Komplikasi akibat sfingterotomi meliputi komplikasi jangka pendek, yaitu pankreatitis (5,2-5,4%) dan perdarahan (2,0%), serta komplikasi jangka panjang, yaitu stenosis ampula iatrogenik. KESIMPULAN Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) merupakan salah satu pemeriksaan endoskopi yang umum digunakan. Pemeriksaan ERCP dilakukan untuk memeriksa anatomi sistem bilier dan kelenjar pankreas dengan menggunakan endoskop dan zat kontras. ERCP memiliki 6 fajarbp.wordpress.com

kelebihan dapat dijadikan modalitas diagnostik dan juga terapi dalam manajemen penyakit pankreatobilier. Pemeriksaan ERCP diindikasikan untuk evaluasi dan terapi penyakit pankreatobilier. Pemeriksaan ini dikontraindikasikan pada kondisi-kondisi pasien tertentu. Sebelum pemeriksaan ERCP, penting untuk dilakukan persiapan alat meliputi peralatan endoskopi dan peralatan radiologi yang sudah didesinfeksi dengan baik. Persiapan pasien juga dilakukan untuk memastikan kembali indikasi pemeriksaan ERCP pada pasien dan memastikan pasien sudah siap untuk menjalani pemeriksaan. Pasien dipastikan sudah puasa sedikitnya 4 jam sebelum pemeriksaan, dipasang akses intravena, dan diberikan antibiotik profilaksis. Pasien diberi sedasi yang adekuat dan pemeriksaan dimulai. Saat pemeriksaan selesai dapat dilihat gambaran kolangiogram dan pankreatogram pasien tersebut. Komplikasi pemeriksaan ERCP dapat dibagi menjadi komplikasi jangka pendek yang meliputi perdarahan, infeksi, perforasi, dan kejadian kardiopulmonal, serta komplikasi jangka panjang, terutama infeksi akibat kateter yang tertinggal dan inflamasi akibat manipulasi pada duktus bilier dan pankreas saat prosedur ERCP. REFERENSI 1. Singla S, Piraka C. Endoscopic retrograde cholangiopancreatography. Clinical Liver Disease 2014; 6(4):133-7. 2. Silviera ML, Seamon MJ, Porshinsky B, Prosciak MP, Doraiswamy VA, Wang CF, et al. Complications related to endoscopic retrograde cholangiopancreatography: a comprehensive clinical review. J Gastrointestin Liver Dis 2009; 18(1):73-82. 3. The Hillingdon Hospital. Endoscopic retrograde cholangiopancreatography. Hillingdon: The Hillingdon Hospital; 2013. 4. Atamanalp SS, Yildirgan MI, Kantarci A. Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP): outcomes of 3136 cases over 10 years. Turk J Med Sci 2011; 41(4):615-21. 5. Kim JK, Carr-Locke DL. Indications for ERCP [cited on July 24 th, 2016]. Available from: www.springer.com/cda/content/document/cda_downloaddocument/9781493923199-c1.pdf 6. Tabriz University of Medical Science. ERCP-diagnostic technique: endoscopic retrograde cholangiopancreatography [cited on July 24th, 2016]. Available from: lgdrc.tbzmed.ac.ir/uploads/19/cms/user/file/36/ebook/6-diagnostic%20ercp.pdf 7. American Society for Gastrointestinal Endoscopy. Complications of ERCP. Gastrointestinal Endoscopy 2012; 75(3):467-73. 7 fajarbp.wordpress.com