BAB III METODOLOGI PENELITIAN. pembangunan bangunan rumah susun sewa. Adapun data-data yang diketahui. 1. Nama Proyek : Rusunawa Jatinegara Jakarta

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV PERENCANAAN PONDASI. Dalam perencanaan pondasi ini akan dihitung menggunakan dua tipe pondasi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyiapkan pembangunan rumah susun

Output Program GRL WEAP87 Untuk Lokasi BH 21

EVALUASI DAYA DUKUNG PONDASI BORED PILE TERHADAP UJI PEMBEBANAN LANGSUNG PADA PROYEK PEMBANGUNAN AEON MALL MIXED USE SENTUL CITY BOGOR

ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI KELOMPOK TIANG TEKAN HIDROLIS PADA PROYEK PEMBANGUNAN KONDOMINIUM NORTHCOTE GRAHA METROPOLITAN, HELVETIA, MEDAN

Nurmaidah Dosen Pengajar Fakultas Teknik Universitas Medan Area

ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI TIANG PANCANG PADA PROYEK PEMBANGUNAN SWITCHYARD DI KAWASAN PLTU PANGKALAN SUSU SUMATERA UTARA

DAFTAR ISI. Judul DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN RUMUSAN MASALAH TUJUAN PENELITIAN 2

BAB III DATA DAN TINJAUAN DESAIN AWAL

BAB XI PERENCANAAN PONDASI TIANG PANCANG

TUGAS AKHIR. Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Tugas dan. Memenuhi Syarat Untuk Menempuh Ujian. Sarjana Teknik Sipil. Disusun Oleh AHMAD RIVALDI NOVRIL

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV PERENCANAAN PONDASI. Berdasarkan hasil data pengujian di lapangan dan di laboratorium, maka

ABSTRAK. Kata kunci : pondasi, daya dukung, Florida Pier.

ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI TIANG PANCANG KELOMPOK PADA PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG DPRD SUMATERA UTARA MEDAN

ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI KELOMPOK TIANG TEKAN HIDROLIS PADA PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG LABORATORIUM AKADEMI TEKNIK KESELAMATAN PENERBANGAN MEDAN

DESAIN DINDING DIAFRAGMA PADA BASEMENT APARTEMEN THE EAST TOWER ESSENCE ON DARMAWANGSA JAKARTA OLEH : NURFRIDA NASHIRA R.

ANALISA DAYA DUKUNG PONDASI TIANG PANCANG SECARA ANALITIS PADA PROYEK GBI BETHEL MEDAN

ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI TIANG BOR KELOMPOK PADA PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG PENDIDIKAN FAK. MIPA UNIVERSITAS NEGERI MEDAN (UNIMED) TUGAS AKHIR

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS

BAB III METODOLOGI. pondasi tiang mencangkup beberapa tahapan pekerjaan, sebagai tahapan awal

PENGARUH BENTUK, KEDALAMAN, DAN RASIO KELANGSINGAN TERHADAP KAPASITAS BEBAN LATERAL TIANG PANCANG BETON ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang sedang dihadapi masyarakat di Provinsi Sumatera

BAB 3 DATA TANAH DAN DESAIN AWAL

BAB I PENDAHULUAN. Semua bangunan yang didesain bertumpu pada tanah harus didukung oleh suatu

BAB III DATA PERENCANAAN

ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI TIANG PANCANG SERTA PERHITUNGAN PENURUNAN PONDASI TIANG TUNGAL PADA PROYEK PEMBANGUNAN CARGO BANDARA KUALANAMU MEDAN

BAB 4 PERHITUNGAN DAN ANALISIS

ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI BORED PILE TUNGGAL DIAMETER 100 cm PADA PROYEK PEMBANGUNAN HOTEL GRANDHIKA, MEDAN TUGAS AKHIR

STUDI PERILAKU TIANG PANCANG KELOMPOK MENGGUNAKAN PLAXIS 2D PADA TANAH LUNAK ( VERY SOFT SOIL SOFT SOIL )

TUGAS AKHIR ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI KELOMPOK MINI PILE PABRIK PKO PTPN III SEI MANGKEI DISUSUN OLEH DEBORA NAINGGOLAN

PERNYATAAN KEASLIAN...

BAB III LANDASAN TEORI

Indra Pardamean Parinduri 1, Ir.Rudi Iskandar,MT 2

STUDI STABILITAS SISTEM PONDASI BORED PILE PADA JEMBATAN KERETA API CIREBON KROYA

Laporan Tugas Akhir Analisis Pondasi Jembatan dengan Permodelan Metoda Elemen Hingga dan Beda Hingga BAB III METODOLOGI

BAB 4 ANALISA DATA DAN HASIL

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Proyek pembangunan gedung berlantai banyak ini adalah pembangunan gedung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA DAYA DUKUNG PONDASI TIANG PANCANG SECARA ANALITIS PADA PROYEK GBI BETHEL MEDAN

ANALISIS DAYA DUKUNG SISTEM PONDASI KELOMPOK TIANG TEKAN HIDROLIS (STUDI KASUS PADA PROYEK PEMBANGUNAN ITC POLONIA MEDAN)

ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI TIANG PANCANG TUNGGAL PADA PROYEK PEMBANGUNAN PLTU 2 SUMATERA UTARA 2 X 200 MW PANGKALAN SUSU SUMATERA UTARA TUGAS AKHIR

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. penambangan batu bara dengan luas tanah sebesar hektar. Penelitian ini

ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI TIANG PANCANG DENGAN SISTEM HIDROLIS PADA PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

ANALISA DAYA DUKUNG TIANG PANCANG HOTEL SANTIKA PREMIERE PALEMBANG (STUDI KASUS : KEL. TALANG JAMBE, KEC. SUKARAME)

PERBANDINGAN DAYA DUKUNG AKSIAL TIANG PANCANG TUNGGAL BERDASARKAN DATA SONDIR DAN DATA STANDARD PENETRATION TEST

PENGARUH BENTUK DAN RASIO KELANGSINGAN PADA TIANG PANCANG YANG DIBEBANI LATERAL

FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG

TUGAS AKHIR. Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Disusun Oleh : Maulana Abidin ( )

Soal Geomekanik Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) Desain Dermaga General Cargo dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pulau Kalukalukuang Provinsi Sulawesi Selatan

TUGAS AKHIR. Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat penyelesaian pendidikan sarjana teknik sipil.

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2008

ANALISIS KAPASITAS DAYA DUKUNG PONDASI TIANG PANCANG DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALITIS DAN ELEMEN HINGGA

ANALISIS SISTEM PONDASI PILE RAFT PADA PEMBANGUNAN PROYEK SILOAM HOSPITAL MEDAN

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... BERITA ACARA TUGAS AKHIR... MOTO DAN LEMBAR PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

BAB I PENDAHULUAN. serta penurunan pondasi yang berlebihan. Dengan demikian, perencanaan pondasi

ANALISA DAYA DUKUNG TIANG SPUNPILE DENGAN METODE UJI PEMBEBANAN STATIK (LOADING TEST)

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR KONSULTASI MAGANG... iv. PERNYATAAN... v. PERSEMBAHAN... vi. KATA PENGANTAR...

BAB I PENDAHULUAN. alternatif ruas jalan dengan melakukan pembukaan jalan lingkar luar (outer ring road).

BAB III METODOLOGI PRA RENCANA STRUKTUR BAWAH

JUDUL HALAMAN PENGESAHAN BERITA ACARA MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

PRE-DRIVING ANALYSIS MENGGUNAKAN TEORI GELOMBANG UNTUK PEMANCANGAN OPTIMAL. David E. Pasaribu, ST Ir. Herry Vaza, M.Eng.Sc

BAB IV ALTERNATIF DESAIN DAN ANALISIS PERKUATAN FONDASI

PERENCANAAN PONDASI SILO SEMEN CURAH DAN LOADING PLANT PADA LOKASI PACKING PLANT PT SEMEN INDONESIA DI BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

USU Medan ABSTRAK

BAB III ANALISIS KAPASITAS FONDASI TIANG BERDASARKAN DATA SPT DAN INTERPRETASI KAPASITAS HASIL TES PEMBEBANAN

Perilaku Tiang Pancang Tunggal pada Tanah Lempung Lunak di Gedebage

Angel Refanie NRP : Pembimbing: Andrias Suhendra Nugraha, S.T., M.T. ABSTRAK

MODIFIKASI SILO SEMEN SORONG DENGAN MENGGUNAKAN KOMBINASI STRUKTUR BAJA DAN BETON BERTULANG

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN. lapisan tanah dan menentukan jenis pondasi yang paling memadai untuk mendukung

PENGARUH DIMENSI, KEDALAMAN, DAN RASIO KELANGSINGAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG LATERAL DAN DEFLEKSI PADA TIANG PANCANG SPUN PILE ABSTRAK

STUDI EFEKTIFITAS TIANG PANCANG KELOMPOK MIRING PADA PERKUATAN TANAH LUNAK

ANALISIS DAYA DUKUNG TIANG BOR BERDASARKAN DATA SPT DAN UJI PEMBEBANAN TIANG. Pembimbing : Ir. Asriwiyanti Desiani,M.T

Beby Hardianty 1 dan Rudi Iskandar 2

PERENCANAAN PERKUATAN PONDASI JEMBATAN CABLE STAYED MENADO DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM GROUP 5.0 DAN PLAXIS 3 DIMENSI

BAB V ANALISIS KAPASITAS DUKUNG FONDASI TIANG BOR

ANALISA DEFORMASI PONDASI TIANG BOR DENGAN MODEL ELEMEN HINGGA PADA TANAH STIFF CLAY

JURNAL TEKNIK SIPIL USU ABSTRAK

Analisa Daya Dukung dan Penurunan Elastis Pondasi Tiang. Pancang Proyek Pembangunan Gedung Pasca Sarjana. Universitas Negeri Medan

PENGARUH DIAMETER TERHADAP KAPASITAS DUKUNG LATERAL TIANG TUNGGAL ABSTRAK

ANALISIS DAYA DUKUNG DAN PENURUNAN TIANG TEKAN HIDROLIS PRESTRESSED CONCRETE SQUARE PILE 45X45 CM 2 PADA PROYEK PODOMORO CITY DELI MEDAN TESIS OLEH

III. METODE PENELITIAN. yang berasal dari daerah Karang Anyar, Lampung Selatan yang berada pada

3.4.1 Fondasi Tiang Pancang Menurut Pemakaian Bahan dan Karakteristik Strukturnya Alat Pancang Tiang Tiang Pancang dalam Tanah

Evaluasi Data Uji Lapangan dan Laboratorium Terhadap Daya Dukung Fondasi Tiang Bor

PERENCANAAN PONDASI TIANG BOR PADA PROYEK CIKINI GOLD CENTER

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Lateral tiang pancang.

ANALISA PONDASI PILE RAFT PADA TANAH LUNAK DENGAN PLAXIS 2D

ANALISIS DAYA DUKUNG DAN PENURUNAN PONDASI DALAM DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM KOMPUTER MATHCAD 12

2.5.1 Pengujian Lapangan Pengujian Laboratorium... 24

ANALISA DAYA DUKUNG PONDASI TIANG PANCANG KELOMPOK PADA PEMBANGUNAN GEDUNG KOLEZA 9 RESIDENCE MEDAN (STUDI KASUS)

Oleh : DWI DEDY ARIYANTO ( ) Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Djoko Untung

EVALUASI PERKIRAAN DAYA DUKUNG TEORITIS TERHADAP DAYA DUKUNG AKTUAL TIANG BERDASARKAN DATA SONDIR DAN LOADING TEST

ANALISIS DAYA DUKUNG PONDASI STROUS PILE PADA PEMBANGUNAN GEDUNG MINI HOSPITAL UNIVERSITAS KADIRI

PENGARUH BENTUK, KEDALAMAN, DAN RASIO KELANGSINGAN TERHADAP KAPASITAS DUKUNG LATERAL DAN DEFLEKSI PADA TIANG PANCANG BAJA ABSTRAK

Pasir (dia. 30 cm) Ujung bebas Lempung sedang. Lempung Beton (dia. 40 cm) sedang. sedang

SOAL A: PERENCANAAN PANGKAL JEMBATAN DENGAN PONDASI TIANG. 6.5 m

Transkripsi:

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.8. Deskripsi Proyek Proyek Rusunawa Jatinegara Barat Kampung Melayu, Jakarta Timur adalah pembangunan bangunan rumah susun sewa. Adapun data-data yang diketahui dalam proyek ini sebagai berikut: 1. Nama Proyek : Rusunawa Jatinegara Jakarta 2. Lokasi Proyek : Jatinegara Barat - Jakarta 3. Sumber Dana : APBN 4. Pemilik proyek : Pemprov. DKI Jakarta 5. Konsultan Perencana : PT. Perentjana Djaja 6. Penyelidikan Tanah : PT. Perentjana Djaja 7. Loadig Test : PT. Berdikari Pondasi Perkasa 8. Konsultan loading Test : PT. AKK 9. Pelasana/Kontraktor : PT. Widya Karya (WIKA)/ PT. HK 3.9. Data Teknis Tiang pancang Dalam proyek ini dipergunakan pondasi tiang pancang dengan spesifikasi sebagai berikut: 1. Jenis pondasi : Square Pile Produksi Wika Beton 2. Kedalaman Pondasi : 15,4 m 3. Ukuran pondasi tiang pancang : 40 x 40 cm 4. Beban rencana : 140 Ton 91

92 5. Beban pengujian : 280 Ton 6. Mutu Beton : K-450 7. Metode Pembebanan : Beban langsung (Kentledge System) 8. Prosedur Pembebanan : Slow Maintened Loading 9. Standar pengujian : ASTM D 1143-81 10. Jenis pembebanan : Siklik (cyclic loading procedure) 3.10. Tahap Penelitian a. Tahap Pertama Kegiatan yang dilakukan adalah mengumpulkan berbagai jenis buku, makalah yang mendukung terhadap penilitian sesuai dengan judul yang akan dibahas. b. Tahap kedua Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dokumen data data dari hasil penyelidikan tanah, yang dapat memberikan informasi tentang daerah tersebut. c. Tahap ketiga Pada tahap ini dilakukan analisis antara data lapangan dengan buku yang sesuai dengan penelitian tentang penggunaan dan Persamaan yang sesuai serta pendekatan yang akan digunakan. d. Tahap keempat Pada tahap ini dilakukan perhitungan daya dukung pondasi tiang pancang secara konvensional sesuai dengan teori dan formula yang telah dibahas

93 pada tinjauan pustaka dengan data-data yang diperoleh dari laporan data pengujian tanah di lapangan maupun data dari hasil pengujian di laboratorium serta pemodelan tanah dengan model Mohr Coulomb pada program Finite Element untuk mendapatkan daya dukung pondasi tiang pancangdan penurunan yang terjadi. e. Tahap kelima Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap hasil perhitungan yang dilakukan dan membuat kesimpulan dan saran.

94 3.11. Bagan Alir / Flow Chart Uraian Teori Studi Literatur/Kepustakaan Review kondisi daerah penelitian dan lokasi pengambilan data Data Parameter Tanah Asli Data Loading Test Pengolahan Data Analisis data: 1. Analisis Loading Test 2. Membandingkan dengan analisa daya dukung metode elemen hingga 3. Evaluasi penurunan dan tekanan air pori dengan metode Slow Maintained Load Test dan Quick Load Test Kesimpulan dan Saran Gambar 3.1. Flow chart

95 3.12. Kondisi Umum lokasi Studi Data yang diperoleh pada lokasi ini adalah sebagai berikut : 1. Data sondir sebanyak 3 (tiga) titik 2. Data SPT sebanyak 3 (tiga) titik 3. Data loading test sebanyak 1 (satu) titik tiang pancang 4. Data kalendering sebanyak 3 (tiga) titik 3.13. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada pada proyek pembangunan Rusunawa Jatinegara Barat, Kampung Melayu Jakarta Timur seperti pada Gambar 3.2. Gambar 3.2. Lokasi peta proyek rusunawa di Jatinegara, Jakarta

96 3.14. Lokasi Titik SPT, Sondir, Kalendrin, Laboratorium dan Loading Test SPT yang dilaksanakan pada Pembangunan Rusunawa Jatinegara Barat, Kampung Melayu Jakarta Timur terdiri dari 3 (tiga) titik dan loading test 1 (satu) titik seperti pada Gambar 3.3, pondasi tiang pancang dan borelog (Gambar 3.4) serta detail borelog (Gambar 3.5) Gambar 3.3. Lokasi titik spt, sondir, kalendering, laboratorium dan loading test

97 Gambar 3.4. Pondasi tiang pancang dan borelog proyek rusunawa di Jatinegara, Jakarta Gambar 3.5. Detail borelog proyek rusunawa di Jatinegara, Jakarta.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.5. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada Proyek Rusunawa yang terletak di Jl. Jatinegara Barat, Jakarta. Pada bab ini, penulis akan mengaplikasikan metode perhitungan daya dukung yang telah disampaikan pada Bab II. 4.6. Gambaran Umum Proyek Rusunawa Jenis konstruksi yang digunakan pada Proyek Pembangunan Rusunawa ini ini adalah pondasi tiang pancang. Adapun data yang diperoleh pada Proyek ini antara lain : 1. Data hasil penyelidikan sondir; 2. Data hasil SPT; 3. Kalendering; 4. Data parameter kuat geser tanah 5. Data Loading Test; 4.7. Deskripsi Lapisan Tanah dari Data Borelog Data tanah yang diperoleh dari Proyek Rusunawa merupakan data sekunder berupa data borelog yang terdiri dari 3 titik. Dalam penyajian data borelog sering dijumpai kondisi tanah yang jenis dan konsistensi tanahnya sama dengan kondisi lapisan tanah diatasnya. Oleh sebab itu, cara penulisan jenis tanah 98

99 tersebut disingkatkan dengan istilah ditto. Berikut ini adalah gambaran kondisi tanah dari hasil penyelidikan tanah pada tiga titik borelog yang ditinjau. Deskripsi data tanah untuk titik 1 (BH-1) yaitu pada kedalaman 0,00-5,00 meter berupa jenis tanah lempung kelanauan (silty clay) dengan konsistensi stiff N-SPT =17, kemudian dari kedalaman 5,00 6,70 meter berupa lempung kelanauan (silty clay) dengan konsistensi stiff N-SPT = 14. Dari kedalaman 6,70 11,00 meter jenis berupa tanah lanau kelempungan (clayey silt) dengan konsistensi medium stiff N-SPT = 5. Pada kedalaman 11,00 14,00 meter jenis lapisan tanahnya berupa lanau kepasiran (sandy silt) dengan kondisi tanah stiff N- SPT = 14. Pada kedalaman 14,00 19,20 meter jenis lapisan tanahnya berupa lanau pasir (silty sand) dengan kondisi dense N-SPT = 50. Pada kedalaman 19.20 28,00 meter berupa lanau kepasiran (sandy silt) dengan konsistensi hard N-SPT = 60. Kedalaman 28,00 36,5 meter jenis tanah berupa lanau pasir (silty sand) dengan konsistensi hard N-SPT = 55. Pada kedalaman 36,5 40 meter jenis tanahnya masih sama yaitu pasir padat, dengan kepadatan dense N-SPT = 52. Deskripsi data tanah untuk titik 2 (BH-2) yaitu pada kedalaman 0,00-3,00 meter berupa jenis tanah lempung kelanauan (silty clay) dengan konsistensi medium stiff N-SPT =5, kemudian dari kedalaman 3,00 5,30 meter berupa lempung kelanauan (silty clay) dengan konsistensi stiff N-SPT = 17. Dari kedalaman 5,30 7,00 meter jenis berupa tanah lanau kelempungan (clayey silt) dengan kepadatan medium stiff N-SPT = 5. Pada kedalaman 7,00 9,20 meter jenis lapisan tanahnya berupa lanau (silt) dengan kondisi tanah medium stiff N- SPT = 5. Pada kedalaman 9,20 13,60 meter jenis lapisan tanahnya berupa lanau

100 (silt) dengan kondisi dense N-SPT = 12. Pada kedalaman 13.60 15,00 meter berupa lanau pasir (silty sand) dengan konsistensi hard N-SPT = 39. Kedalaman 15,00 18,4 meter jenis tanah berupa lanau keras (cemented silt) dengan konsistensi hard N-SPT = 46. Pada kedalaman 18.40 24 meter jenis tanahnya lanau kepasiran (sandy silt) dengan konsistensi Hard N-SPT = 60. Dari kedalaman 24,00 31,00 meter jenis berupa tanah lanau kelempungan (clayey silt) dengan konsistensi medium stiff N-SPT = 45. Pada kedalaman 31,00 33,20 meter jenis lapisan tanahnya berupa lanau (silt) dengan kondisi tanah hard N-SPT = 57. Pada kedalaman 33,20 40,00 meter berupa lanau pasir (silty sand) dengan kepadatan hard N-SPT = 60. Deskripsi data tanah untuk titik 3 (BH-3) yaitu pada kedalaman 0,00-4,80 jenis berupa tanah lanau kelempungan (clayey silt) dengan kepadatan stiff N-SPT = 13. Kedalaman 4,80-9,00 jenis berupa tanah lanau kelempungan (clayey silt) dengan konsistensi very soft N-SPT = 2. Pada kedalaman 9,00 13,20 meter jenis lapisan tanahnya berupa lanau (silt) dengan kondisi tanah stiff N-SPT = 17. Pada kedalaman 13,20 15,00 meter berupa lanau pasir (silty sand) dengan konsistensi dense N-SPT = 43. Kedalaman 15,00 20,00 meter jenis tanah berupa lanau keras (cemented silt) dengan konsistensi hard N-SPT = 60. Kedalaman 20,00 24,00 meter jenis tanah berupa lanau kelempungan kepasiran (cemented silt sandy) dengan kepadatan hard N-SPT = 60. Pada kedalaman 24,00 26,00 meter berupa lanau pasir (silty sand) dengan kepadatan dense N-SPT = 60. Pada kedalaman 26,00 36,00 meter berupa lanau pasir (silty sand) dengan

101 kepadatan dense N-SPT = 60. Pada kedalaman 36,00 40,00 meter berupa pasir kaku (coarse sand) dengan kepadatan dense N-SPT = 60. 4.8. Hasil dan Pembahasan 4.4.2. Menghitung kapasitas daya dukung tiang pancang 4.4.2.1. Menghitung kapasitas daya dukung tiang pancang dari data sondir Perhitungan kapasitas daya dukung Tiang Pancang dengan metode Aoki dan De Alencar pada titik S-2. A. Perhitungan di titik S-2 pada kedalaman tiang pancang 15,40 meter : Data Tiang Pancang : Ukuran tiang (D) Keliling Tiang Pancang (p) = 40 cm x 40 cm = 4 x 40 cm Luas Tiang Pancang (A b ) = 40 x 40 = 160 cm = 1,60 m = 1600 cm 2 = 0,16 m 2

102 a. Perhitungan kapasitas dukung ujung tiang (Q p ) Kedalaman Perlawanan konus (meter) (kg/cm 2 ) Tiang Pancang 11,80 40 12,00 45 12,20 45 12,40 50 12,60 50 12,80 68 13,00 90 13,20 145 13,40 225 13,60 225 13,80 225 14,00 225 14,20 225 14,40 225 14,60 225 14,80 225 15,00 225 15,20 225 15,40 225 Gambar 4.1 Perkiraan nilai q ca (base) Nilai q ca diambil rata-rata seperti dalam Gambar 4.1. q ca = 40 45 45 50 50 68 90 145 225 225 225 225 225 225 225 225 225 225 225 19

103 = 158.32 kg/cm 2 Dari Persamaan (2.12), dengan Nilai FK 1 beton precast = 1,75, kapasitas dukung ujung persatuan luas (q p ) yang didapat: q b = 158,32 1,75 = 90,47 kg/cm 2 Daya Persamaan (2.13), daya dukung ujung tiang pondasi tiang pancang (Q b ) adalah sebagai berikut: Q b = 90,47 x 1600 = 144745,60 kg = 144,75 ton b. Perhitungan kapasitas dukung kulit (Q s ) sesuai Gambar 4.2. 0,00 Meter 15,40 Meter Pasir (SW) q ca (side) = 158,32 kg/cm 2-15,4Meter Gambar 4.2. Nilai q c (side) pada titik sondir 1 (S-2)

104 Dari Persamaan (2.12), kapasitas dukung kulit persatuan luas (f) : f = 32,42. 0,04 3,5 = 0,37 kg/cm 2 Dari Persamaan (2.13), kapasitas dukung kulit (Q s ) : = 0,37. 160. 1000 = 59200 kg = 59,20 ton Dari Persamaan (2.14), Kapasitas daya dukung aksial ultimit tiang pancang (Q u ) : = 144,75 + 59,2 = 203.95 ton Dari Persamaan (2.15), Daya dukung ijin pondasi Tiang Pancang (Q ijin ) : = 203.95 2 = 101,98 ton Perhitungan kapasitas daya dukung tiang pancang dengan Metode Meyrehoff pada titik S-2.

105 Perhitungan di titik S-2 pada kedalaman tiang pancang 15,40 meter Data yang diperoleh dari titik 1 kedalaman 1 meter adalah: Perlawanan Penetrasi konus ( PPK ), q c = 20 kg/cm 2 Jumlah Hambatan Lekat ( JHL ) = 200 kg/cm Luas Tiang Pancang ( Ap ) = 40 x 40 = 1600 cm 2 Keliling Tiang Pancang (As) = 4 x 40 cm = 160 cm Dari Persamaan (2.10), kapasitas daya dukung tiang pancang (Q ult ): = ( 28. 1600) + ( 101,33. 160) = 61,01 ton Dari Persamaan (2.11), kapasitas daya dukung ijin pondasi (Q ijin ): = 28 x1600 101,33 x160 3 5 = 18175,89 kg = 181,76 ton Dari Persamaan (2.18), daya dukung terhadap kekuatan tanah untuk tiang tarik : = 101,33. 1600 = 162128 kg = 162,13 ton Dari Persamaan (2.19), daya dukung ijin tarik : = 162,13 3 = 54,04 ton

106 Dari Persamaan (2.20), daya dukung terhadap kekuatan bahan : = 400 kg/cm 2. 1600 = 640000 ton Tabel 4.1. Perhitungan daya dukung tiang pancang dari data sondir pada Titik S-2 Kedalaman ( m ) PPK ( qc ) ( kg/cm 2 ) Ap ( cm 2 ) JHL ( kg/cm ) K ( cm ) Q ult ( Ton)) Q ijin ( Ton ) 0 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 1 28,00 1600,00 101,33 160,00 61,01 18,18 2 30,00 1600,00 182,67 160,00 77,23 21,85 3 47,0 1600,00 306,67 160,00 124,27 34,88 4 55,00 1600,00 441,33 160,00 158,61 43,46 5 32,00 1600,00 538,67 160,00 137,39 34,30 6 25,00 1600,00 585,33 160,00 133,65 32,06 7 21,00 1600,00 632,00 160,00 134,72 31,42 8 27,00 1600,00 694,67 160,00 154,35 36,63 9 40,00 1600,00 792,00 160,00 190,72 46,68 10 26,00 1600,00 897,33 160,00 185,17 42,58 11 40,00 1600,00 1024,00 160,00 227,84 54,10 12 27,00 1600,00 1138,67 160,00 225,39 50,84 13 60,00 160000 1309,33 160,00 305,49 73,90 Dari Tabel 4.1. diperoleh daya dukung izin tiang pada kedalaman 13 m adalah 305,49 ton. Kedalaman 13 m merupakan kedalaman paling dalam yang diuji test sondir. Sebenarnya kedalaman tiang pancang adalah 15,4 m. Berdasarkan data sondir bahwa kedalaman 13 m sudah mencapai daya dukung tanah keras. Dilihat berdasarkan prilaku sondir mendekati perilaku tiang pancang di lapangan. Hasil perhitungan pada Tabel 4.1 selanjutnya digambarkan dalam bentuk kurva atau grafik seperti pada Gambar 4.3.

107 Gambar 4.3. Daya dukung tanah berdasarkan data sondir S-2 Gambar 4.3. menunjukan daya dukung ultimate (Q ult ) tiang pancang dari kedalaman 0 sampai 13 meter sesuai dengan data Sondir S-2. Namun dikarenakan kedalaman tiang pancang mencapai 15,4 meter, maka daya dukung tiang yang diambil adalah daya dukung tiang kedalamannya 13 m sesuai dengan kedalaman yang didapat dari hasil sondir. Jadi besar kapasitas daya dukung ultimate tiang pancang berdasarkan data sondir S-2 pada kedalaman 13 m adalah 305,49 ton.

108 4.4.2.2. Menghitung kapasitas daya dukung tiang pancang dari data SPT Perhitungan kapasitas daya dukung tiang pancang per lapisan dari data SPT memakai metode Meyrehoff dan data diambil pada titik (BH-1). Perhitungan pada titik (BH-1) : Data Tiang Pancang : Ukuran tiang (D) Keliling tiang pancang (p) = 40 cm x 40 cm = 4 x 40 cm = 160 cm Luas tiang pancang (A P ) = 40 cm x 40 cm = 1600 cm 2 Dari Persamaan (2.24), daya dukung ujung tiang pancang pada tanah nonkohesif adalah : Q p = 40. 50. 1. 0,16 0.4 Q p = 800 kn Dari Persamaan (2.25), untuk tahanan geser selimut tiang tanah nonkohesif adalah : Q s = 2. 50. 1,6. 1 Q s = 160 kn Dari Persamaan (2.22), daya dukung ujung tiang pancang tanah kohesif adalah : Q p = 9. 33,33. 0,16 Q p = 48 kn

109 Dari Persamaan (2.25) dan Persamaan (2.26), untuk tahanan geser selimut tiang tanah kohesif adalah : Q s = 0,5. 33,33. 1,6. 1 = 53,33 kn C u = 5. 2/3. 10 = 33,33 kn/m 2 Untuk perhitungan tiang selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 4.2.

110 Tabel 4.2. Perhitungan daya dukung tiang pancang berdasarkan SPT tanah pada titik BH-1 110

111 Hasil perhitungan pada Tabel 4.2. selanjutnya digambarkan dalam bentuk kurva atau grafik seperti pada Gambar 4.4. Gambar 4.4. Daya dukung tanah berdasarkan data SPT borelog BH-1 Gambar 4.4. menunjukan daya dukung ultimate (Q ult ) tiang pancang dari kedalaman 0 sampai 17 meter sesuai dengan data borelog BH-1. Namun dikarenakan kedalaman tiang hanya mencapai 15,4 meter saja. Jadi besar kapasitas daya dukung ultimate tiang pancang berdasarkan data SPT borelog BH-2 pada kedalaman 15,4 meter adalah 208,37 ton. Perhitungan pada titik (BH-2) : Data Tiang Pancang : Ukuran tiang (D) Keliling tiang pancang (p) = 40 cm x 40 cm = 4 x 40 cm = 160 cm Luas tiang pancang (A P ) = 40 cm x 40 cm = 1600 cm 2

112 Dari Persamaan (2.24), daya dukung ujung tiang pancang pada tanah nonkohesif adalah : Q p = 40. 42. 1. 0,16 0,4 Q p = 672 kn Dari Persamaan (2.25), untuk tahanan geser selimut tiang tanah non-kohesif adalah : Q s = 2. 42. 1,6. 1 Q s = 134,4 kn Dari Persamaan (2.22), daya dukung ujung tiang pancang tanah kohesif adalah: Q p = 9. 293,33. 0,16 Q p = 422,39 kn Dari Persamaan (2.25) dan Persamaan (2.26), untuk tahanan geser selimut tiang tanah kohesif adalah : Q s =. 0,5. 293,33. 1,6. 1 = 234,67 kn C u = 44. 2/3. 10 = 293,33 kn/m 2 Untuk perhitungan tiang selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 4.3.

113 Tabel 4.3. Perhitungan daya dukung tiang pancang berdasarkan SPT tanah pada titik BH-2 113

114 Hasil perhitungan pada Tabel 4.3. selanjutnya digambarkan dalam bentuk kurva atau grafik seperti pada Gambar 4.5. Gambar 4.5. Daya dukung tanah berdasarkan data SPT borelog BH-2 Gambar 4.5. menunjukan daya dukung ultimate (Q ult ) tiang pancang dari kedalaman 0 sampai 17 meter sesuai dengan data borelog BH-2. Namun dikarenakan kedalaman tiang hanya mencapai 15,4 meter saja. Jadi besar kapasitas daya dukung ultimate tiang pancang berdasarkan data SPT borelog BH- 2 pada kedalaman 15,4 meter adalah 189,91 ton. Perhitungan pada titik (BH-3) : Data Tiang Pancang : Ukuran tiang (D) Keliling tiang pancang (p) = 40 cm x 40 cm = 4 x 40 cm = 160 cm

115 Luas tiang pancang (A P ) = 40 cm x 40 cm = 1600 cm 2 Dari Persamaan (2.24), daya dukung ujung tiang pancang pada tanah nonkohesif adalah : Q p = 40. 46. 1. 0,16 0.4 Q p = 736 kn Dari Persamaan (2.25), untuk tahanan geser selimut tiang tanah nonkohesif adalah : Q s = 2. 42. 1,6. 1 Q s = 147,2 kn Dari Persamaan (2.22), daya dukung ujung tiang pancang tanah kohesif adalah : Q p = 9. 293,33. 0,16 Q p = 422,39 kn Dari Persamaan (2.25) dan Persamaan (2.26), untuk tahanan geser selimut tiang tanah kohesif adalah : Q s = 0.5. 173,33. 1,6. 1 = 138,67 kn C u = 26. 2/3. 10 = 173,33 kn/m 2 Untuk perhitungan tiang selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 4.4.

116 Tabel 4.4. Perhitungan daya dukung tiang pancang berdasarkan SPT tanah pada titik BH-3 116

117 Hasil perhitungan pada Tabel 4.4. selanjutnya digambarkan dalam bentuk kurva atau grafik seperti pada Gambar 4.6. Gambar 4.6. Daya dukung tanah berdasarkan data SPT borelog BH-3 Gambar 4.6. menunjukan daya dukung ultimate (Q ult ) tiang pancang dari kedalaman 0 sampai 17 meter sesuai dengan data borelog BH-3. Namun dikarenakan kedalaman tiang hanya mencapai 15,4 meter saja. Jadi besar kapasitas daya dukung ultimate tiang pancang berdasarkan data SPT borelog BH- 3 pada kedalaman 15,4 meter adalah 215,84 ton.

118 4.4.2.3. Menghitung kapasitas daya dukung Tiang Pancang berdasarkan parameter kuat geser tanah Perhitungan kapasitas daya dukung Tiang Pancang per lapisan dari data laboratorium pemeriksaan tanah dan data diambil pada titik BH-1, 2 & 3. Perhitungan pada titik (BH-1) : Data tiang pancang : Ukuran Tiang (D) Keliling tiang pancang (p) = 40 cm x 40 cm = 4 x 40 cm = 160 cm = 0,16 m Luas tiang pancang (A P ) = 40 x 40 = 1600 cm 2 = 1,60 m 2 Dari Persamaan (2.29) daya dukung ujung pondasi tiang pancang pada tanah non kohesif adalah : q' = 17,13. 1 = 17,13 kn/m 2 Dengan nilai φ = 38 00 maka berdasarkan grafik korelasi antara φ dan N * q didapat nilai N * q = 100. Q p = 0,16. 17,13. (100 1) = 271,34 kn Dengan nilai tahanan satuan skin friction pada tanah non kohesif : K 0 = 1 sin 27 06 00 = 0,38 L = 15D = 15. 0,4 = 6,16 m ζ v = 17,13. 6,16 = 105,52 kn/m 2

119 δ = 0,8. φ = 30,4 f = 0,9. 105,52. 0,59 = 55,72 kn/m 2 Dari Persamaan (2.30) daya dukung selimut tiang pancang adalah : Qs = 55,72. 1. 1,6 = 89,15 kn Dari Persamaan (2.28), (2.30), dan (2.31) daya dukung ujung pondasi tiang pancang pada tanah kohesif adalah (kedalaman 6 m) : Q p = 1,60. 46,67. 9 = 67,20 kn f = 46,67. 0,83 = 38,73 kn/m 2 Qs = 38,73. 1. 1,6 = 61,973 kn Perhitungan kapasitas daya dukung pondasi tiang pancang berdasarkan parameter kuat geser tanah pada titik 1 (BH-1) pada lapisan tanah lainnya dapat dilihat pada Tabel 4.5.

120 Tabel 4.5. Perhitungan daya dukung tiang pancang berdasarkan parameter kuat geser tanah pada titik BH-1 120

121 Hasil perhitungan pada Tabel 4.5. selanjutnya digambarkan dalam bentuk kurva atau grafik seperti pada Gambar 4.7. 250,000 200,000 150,000 100,000 50,000 0,000 Gambar 4.7. Daya dukung tanah berdasarkan data parameter tanah borelog BH-1 Gambar 4.7. menunjukan daya dukung ultimate (Q ult ) tiang pancang dari kedalaman 0 sampai 17 meter sesuai dengan data borelog BH-1. Namun dikarenakan kedalaman tiang hanya mencapai 15,4 meter saja. Jadi besar kapasitas daya dukung ultimate tiang pancang berdasarkan data SPT borelog BH- 1 pada kedalaman 15,4 meter adalah 194,08 ton. Perhitungan pada titik (BH-2) : Data tiang pancang : Ukuran Tiang (D) Keliling tiang pancang (p) = 40 cm x 40 cm = 4 x 40 cm Luas tiang pancang (A P ) = 40 x 40 = 160 cm = 0,16 m = 1600 cm 2 = 1,60 m 2

122 Dari Persamaan (2.29) daya dukung ujung pondasi tiang pancang pada tanah non kohesif adalah : q' = 12,75. 1 = 12,75 kn/m 2 Dengan nilai φ = 38 00 maka berdasarkan grafik korelasi antara φ dan N * q didapat nilai N * q = 100. Q p = 0,16. 12,75. (100 1) = 201,96 kn Dengan nilai tahanan satuan skin friction pada tanah non kohesif : K 0 = 1 sin 38 00 00 = 0,5 L = 15D = 15. 0,4 = 6,16 m ζ v = 12,75. 6,16 = 78,54 kn/m 2 δ = 0,8. φ = 30,4 f = 0,5. 78,54. 0,59 = 41,47 kn/m 2 Dari Persamaan (2.30) daya dukung selimut tiang pancang adalah : Qs = 41,47. 1. 1,6 = 66,35 kn Dari Persamaan (2.28), (2.30), dan (2.31) daya dukung ujung pondasi tiang pancang pada tanah kohesif adalah (kedalaman 6 m) : Q p = 1,60. 46,67. 9 = 67,20 kn f = 46,67. 0,83 = 38,73 kn/m 2 Qs = 38,73. 1. 1,6 = 61,973 kn Perhitungan kapasitas daya dukung pondasi tiang pancang berdasarkan parameter kuat geser tanah pada titik 1 (BH-2) pada lapisan tanah lainnya dapat dilihat pada Tabel 4.6.

123 Tabel 4.6. Perhitungan daya dukung tiang pancang berdasarkan parameter kuat geser tanah pada titik BH-2 123

124 Hasil perhitungan pada Tabel 4.6. selanjutnya digambarkan dalam bentuk kurva atau grafik seperti pada Gambar 4.8. 250,000 200,000 150,000 100,000 50,000 0,000 Gambar 4.8. Daya dukung tanah berdasarkan data parameter tanah borelog BH-2 Gambar 4.8. menunjukan daya dukung ultimate (Q ult ) tiang pancang dari kedalaman 0 sampai 17 meter sesuai dengan data borelog BH-2. Namun dikarenakan kedalaman tiang hanya mencapai 15,4 meter saja. Jadi besar kapasitas daya dukung ultimate tiang pancang berdasarkan data SPT borelog BH- 2 pada kedalaman 15,4 meter adalah 198,67 ton. Perhitungan pada titik (BH-3) : Data tiang pancang : Ukuran Tiang (D) Keliling tiang pancang (p) = 40 cm x 40 cm = 4 x 40 cm Luas tiang pancang (A P ) = 40 x 40 = 160 cm = 0,16 m = 1600 cm 2 = 1,60 m 2

125 Dari Persamaan (2.29) daya dukung ujung pondasi tiang pancang pada tanah non kohesif adalah : q' = 14,68. 1 = 14,68 kn/m 2 Dengan nilai φ = 39 04 maka berdasarkan grafik korelasi antara φ dan N * q didapat nilai N * q = 100. Q p = 0,16. 14,68. (100 1) = 232,53 kn Dengan nilai tahanan satuan skin friction pada tanah non kohesif : K 0 = 1 sin 39 04 00 = 0,38 L = 15D = 15. 0,4 = 6,16 m ζ v = 14,68. 6,16 = 90,42 kn/m 2 δ = 0,8. φ = 30,4 f = 1,00. 90,42. 0,59 = 53,05 kn/m 2 Dari Persamaan (2.30) daya dukung selimut tiang pancang adalah : Qs = 30,4. 1. 1,6 = 84,88 kn Dari Persamaan (2.28), (2.30), dan (2.31) daya dukung ujung pondasi tiang pancang pada tanah kohesif adalah (kedalaman 6 m) : Q p = 1,60. 46,67. 9 = 67,20 kn f = 46,67. 0,83 = 38,73 kn/m 2 Qs = 38,73. 1. 1,6 = 61,973 Perhitungan kapasitas daya dukung pondasi tiang pancang berdasarkan parameter kuat geser tanah pada titik 1 (BH-3) pada lapisan tanah lainnya dapat dilihat pada Tabel 4.7.

126 Tabel 4.7. Perhitungan daya dukung tiang pancang berdasarkan parameter kuat geser tanah pada titik BH-3 126

127 Hasil perhitungan pada Tabel 4.7. selanjutnya digambarkan dalam bentuk kurva atau grafik seperti pada Gambar 4.9. 250,000 200,000 150,000 100,000 50,000 0,000 Gambar 4.9. Daya Dukung tanah berdasarkan data parameter tanah borelog BH-3 Gambar 4.9. menunjukan daya dukung ultimate (Q ult ) tiang pancang dari kedalaman 0 sampai 17 meter sesuai dengan data borelog BH-3. Namun dikarenakan kedalaman tiang hanya mencapai 15,4 meter saja. Jadi besar kapasitas daya dukung ultimate tiang pancang berdasarkan data SPT borelog BH- 3 pada kedalaman 15,4 meter adalah 175,54 ton. 4.4.2.4. Menghitung kapasitas daya dukung Tiang Pancang berdasarkan Loading Test Data tiang pancang : Ukuran Tiang (D) Panjang tiang Keliling tiang pancang (p) = 40 cm x 40 cm = 15,4 m = 40 cm x 40 cm

128 = 160 cm = 1,60 m Luas tiang pancang (A P ) = 40 cm x 40 cm = 1600 cm 2 = 0,16 m 2 Beban rencana Beban uji Cara kerja Metode pembebanan = 140 Ton = 280 Ton = 4 Cycle loading = Pembebanan langsung (kentledge system) Holding Time Tabel 4.8 Hasil pengujian beban aksial tiang pancang Day Load Ton Kg/cm 2 kn % Of Design Load Settlement Average 0 minutes 0,000 0,000 0,000 0,000 0% 0,000 60 minutes 0,042 35,000 43,541 350,000 25% 1,330 60 minutes 0,042 70,000 87,082 700,000 50% 3,120 20 minutes 0,014 35,000 43,541 350,000 25% 2,230 60 minutes 0,042 0,000 0,000 0,000 0% 0,290 0 minutes 0,000 0,000 0,000 0,000 0% 0,000 20 minutes 0,014 70,000 87,082 700,000 50% 3,030 60 minutes 0,042 105,000 130,623 1050,000 75% 4,750 60 minutes 0,042 140,000 174,164 1400,000 100% 6,560 20 minutes 0,014 105,000 130,623 1050,000 75% 6,020 20 minutes 0,014 70,000 87,082 700,000 50% 4,690 60 minutes 0,042 0,000 0,000 0,000 0% 0,930 0 minutes 0,000 0,000 0,000 0,000 0% 0,000 20 minutes 0,014 70,000 87,082 700,000 50% 3,410 20 minutes 0,014 140,000 174,164 1400,000 100% 6,760 70 minutes 0,049 175,000 217,705 1750,000 125% 9,050 60 minutes 0,042 210,000 261,246 2100,000 150% 11,430 20 minutes 0,014 175,000 217,705 1750,000 125% 10,790 20 minutes 0,014 140,000 174,164 1400,000 100% 9,610 20 minutes 0,014 70,000 87,082 700,000 50% 6,660 60 minutes 0,042 0,000 0,000 0,000 0% 2,220 0 minutes 0,000 0,000 0,000 0,000 0% 0,000 20 minutes 0,014 70,000 87,082 700,000 50% 4,910 20 minutes 0,014 140,000 174,164 1400,000 100% 6,490 20 minutes 0,014 210,000 261,246 2100,000 150% 11,780 90 minutes 0,063 245,000 304,787 2450,000 175% 14,870 720 minutes 0,500 280,000 348,328 2800,000 200% 18,740 60 minutes 0,042 210,000 261,246 2100,000 150% 17,800 60 minutes 0,042 140,000 174,164 1400,000 100% 14,870 60 minutes 0,042 70,000 87,082 700,000 50% 11,690 120 minutes 0,083 0,000 0,000 0,000 0% 6,720

129 Tabel 4.8 adalah hasil penurunan cycle I sampai dengan cycle IV. Loading Test pada lokasi titik P.321 Proyek Rusunawa Jatinegara, Jakarta. a. Menghitung kapasitas daya dukung tiang pancang dari data loading dengan metode Davisson M.T i. Berdasarkan Persamaan, diplotkan pada diagram beban - penurunan sebagai OO` untuk mendapatkan perkiraan terbaik skala diagram kemiringan garis OO` kira-kira 20% ( lihat grafik di bawah). ii. Hitung deformasi sebesar X yang dihitung dengan rumus berikut : X = 0,15 + 12 D (ichi). Dengan D = Ukuran Tiang pancang (inchi). iii. Plotkan garis CC` paralel dengan garis OO` yang berpotongan disumbu penurunan pada harga X inci. iv. Perpotongan garis merupakan besarnya penurunan ujung tiang untuk memperoleh daya dukung. Beban Batas (Q ult ) didefenisikan sebagai beban dimana garis CC` memotong kurva beban penurunan. Perhitungan : X = 0,15 + 12 D (inchi). = 0,15 + 40 / 2,54 120 = 0,281 inchi = 7,1374 mm

130 Gambar 4.10. Daya dukung tanah berdasarkan metode Davisson Dengan menggambarkan garis ini pada kurva beban penurunan diperoleh beban maksimum (Q u ) dengan metode Davisson M.T sebesar = 260 ton seperti pada Gambar 4.10. b. Menghitung kapasitas daya dukung tiang pancang dari data loading dengan metode Mazurkiewicz Prosedur penentuan beban utimate dari pondasi tiang dengan menggunakan Metode Mazurkiewicz adalah sbb : a. Di-plot kurva beban uji yang diberikan terhadap penurunan. b. Menarik garis dari beberapa titik penurunan yang dipilih hingga memotong kurva, kemudian ditarik garis vertikal hingga memotong sumbu beban.

131 c. Dari perpotongan setiap beban tersebut dibuat garis bersudut 45 terhadap garis perpotongan berikutnya dan seterusnya. Menghubungkan titik-titik yang terbentuk ini hingga menghasilkan sebuah garis lurus. Perpotongan garis lurus ini dengan sumbu beban merupakan beban ultimitnya. Gambar 4.11. Daya dukung tanah berdasarkan metode Mazurkiewicz Dengan menggambarkan garis ini pada kurva beban penurunan diperoleh beban maksimum (Q u ) dengan metode Mazurkiewicz sebesar = 270 ton seperti pada Gambar 4.11.

132 c. Menghitung kapasitas daya dukung tiang pancang dari data loading dengan metode Chin Prosedur Penentuan Kuat Dukung Ultimit Metode Chin. Perhitungan kuat dukung ultimit dari fondasi tiang adalah sebagai berikut : 1. Menghitung nilai S/P dari data penurunan (S) dan beban (P) 2. Menggambarkan harga S pada sumbu x dan harga S/P pada sumbu y untuk mendapatkan titik-titik seperti pada Gambar 4.12. 3. Menghubungkan titik-titik yang dibuat pada langkah 2 untuk mendapatkan suatu garis linear 4. Menghitung Persamaan garis linear tersebut dengan analisa regresi 5. Menentukan P ult sebesar (1/b). Gambar 4.12. Persamaan garis linier hubungan S/P versus S

133 Dalam perhitungan tiang pancang melalui data loading test dengan metode Chin terlebih dahulu dilakukan perhitungan rasio penurunan terhadap beban, sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.9 sebagai berikut: Tabel 4.9. Hubungan beban, penurunan, dan perbandingan penurunan dan beban No Load Cycle Settlement Settlement/Load (Ton) % (mm) (mm) 1 0,000 0 0,000 0,000 2 70,000 50 2,830 0,045 3 140,000 100 5,630 0,047 4 210,000 150 9,210 0,054 5 280,000 200 12,020 0,067,,,,,,,,,, Gambar 4.13. Daya dukung tanah berdasarkan metode Chin Dari Persamaan regresi linier pada grafik hubungan perbandingan penurunan dan beban dengan penurunan maka diperoleh Q ult = 250 Ton atau 2451,66 kn seperti pada Gambar 4.13.

134 4.4.2.5. Menghitung daya dukung kelompok tiang berdasarkan efisiensi Untuk menghitung daya dukung kelompok tiang berdasarkan efisiensi tiang pada titik P321 seperti pada Gamber 4.14 dibawah ini: Gambar 4.14. Pondasi tiang pancang tipe P321 a. Converse Labrare Equation Dari Persamaan (2.53), Efisiensi kelompok tiang (Eg) : θ = Arc tg (40/120) = 18,435º n = 3 ; m = 3

135 Eg = 1 18,435. (3 1) 3 (3 1) 3 90 3 3 = 0,73 Dari Persamaan (2.56), Kapasitas kelompok ijin tiang (Qg) : 1. Perhitungan dengan Metode Aoki dan De Alencar Q g = 0,73. (18). 276,421 = 3632,17 ton 2. Perhitungan Sondir dengan Metode Meyrehoff Q g = 0,73. (18). 305,49 = 4014,14 ton 3. Perhitungan SPT dengan Metode Meyrehoff Q g = 0,73. (18). 189,81 = 2494,10 ton 4. Kapasitas Kelompok ijin tiang dari Data Parameter Tanah Q g = 0,73. (18). 198,67 = 2610,52 ton 5. Perhitungan dengan Metode Davisson Q g = 0,73. (18). 260 = 3416,40 ton 6. Perhitungan dengan Metode Mazurkiewicz Q g = 0,73. (18). 270 = 3547,80 ton

136 7. Perhitungan dengan Metode Chin Q g = 0,73. (18). 250 = 3285,00 ton b. Los Angeles Group Action Equation Dari Persamaan (2.54), Efisiensi kelompok tiang (Eg) : 0,4 Eg 1 3 3 1,6 3 3 1 3 3 1 2 3 1 3 1 Eg = 0.59 Dari Persamaan (2.56), Kapasitas kelompok ijin tiang (Q g ) : 1. Perhitungan dengan Metode Aoki dan De Alencar Q g = 0,59. (18). 276,421 = 2926,13 ton 2. Perhitungan Sondir dengan Metode Meyrehoff Q g = 0,59. (18). 305,49 = 3233,85 ton 3. Perhitungan SPT dengan Metode Meyrehoff Q g = 0,59. (18). 189,81 = 2009,29 ton 4. Kapasitas Kelompok ijin tiang dari Data Parameter Tanah Q g = 0,59. (18). 198,67 = 2103,08 ton

137 5. Perhitungan dengan Metode Davisson Q g = 0,59. (18). 260 = 2752,30 ton 6. Perhitungan dengan Metode Mazurkiewicz Q g = 0,59. (18). 270 = 2858,16 ton 7. Perhitungan dengan Metode Chin Q g = 0,59. (18). 250 = 2646,45 ton c. Metode Sheiler - Keeney Dari Persamaan (2.55), Efisiensi kelompok tiang (Eg) : 11x120 Eg = 1 {[ 7((120 x120) 1) ] [ 3 3 2 3 3 1 ]} + 0.3 3 3 Eg = 0,94 Dari Persamaan (2.40), Kapasitas kelompok ijin tiang (Q g ) : 1. Perhitungan dengan Metode Aoki dan De Alencar Q g = 0,94. (18). 276,42 = 4674,67 ton 2. Perhitungan Sondir dengan Metode Meyrehoff Q g = 0,94. (18). 305,49 = 5166,27 ton 3. Perhitungan SPT dengan Metode Meyrehoff Q g = 0,94. (18). 189,81

138 = 3209,96 ton 4. Kapasitas Kelompok ijin tiang dari Data Parameter Tanah Q g = 0,94. (18). 198,67 = 3359,79 ton 5. Perhitungan dengan Metode Davisson Q g = 0,94. (18). 260 = 4396,97 ton 6. Perhitungan dengan Metode Mazurkiewicz Q g = 0,94. (18). 270 = 4566,08 ton 7. Perhitungan dengan Metode Chin Q g = 0,94. (18). 250 = 4227,85 ton 4.4.2.6. Analisis Bentuk Penampang Tiang Pancang Berdasarkan spesifikasi teknis yang dikeluarkan oleh WIKA BETON terkait Square Pile, karateristik Presstressed Concrete Square Pile 40 cm x 40 cm adalah sebagai berikut : 1. Inersia Penampang : 125663,7 cm 4 2. Luas Penampang : 0,160 m 2 3. Unit Weight : 384 kg/m 4. Banding Momen Crack : 7,0 ton.m 5. Banding Momen Ultimate : 14,01 ton 6. Allowable Compression : 208 ton

139 7. Decompression Tension : 64,30 ton 8. Mutu Beton : f c 42 Sedangkan karasteristik Prestressed Concrete Spun Pile dari WIKA BETON yang memiliki spesifikasi teknis yang paling mendekati Prestressed Concrete Spun Pile adalah sebagai berikut : 1. Diameter : Ø 40 cm 2. Luas Penampang : 765,8 cm 2 3. Unit Weight : 159 kg/m 4. Banding Momen Crack : 6,5 ton.m 5. Banding Momen Ultimate : 10,7 ton.m 6. Allowable Compression : 118 ton Berdasarkan kapasitas daya dukung square pile dan spun pile yang dievaluasi menggunakan program Allpile, maka akan diperoleh hasil seperti yang disajikan pada Tabel 4.10.

140 No Tabel 4.10. Hasil analisis perbandingan bentuk penampang square pile dengan spun pile saat diberi beban rencana 140 ton KARAKTERISTIK PRESTRESSED CONCRETE SQUARE PILE PRESTRESSED CONCRETE SPUN PILE 1 Dimensi 40 40 2 Luas Penampang (m 2 ) 0,160 765,8 3 Mutu Beton (f c) f c 42 f c 42 4 Unit Weight (ton) 384 159 5 Bending Momen Crack (t.m) 11,17 6,5 6 Bending Momen Ultimate (t.m) 14,01 10,7 7 Allowable Compression (ton) 208 118 8 Daya Dukung Ultimate Lateral (ton) 70 70 9 Harga Bahan Tiang dari WIKA Rp 500.000,- Rp 400.000,- Tabel 4.10. menunjukan bahwa kapasitas momen ultimate square pile lebih besar dibandingkan spun pile. Demikian pula, momen maksimum crack juga lebih besar dari spun pile. Namun penurunan dan top deflection square pile lebih kecil dari pada spun pile sehingga dalam hal ini secara teknis square pile lebih sesuai digunakan pada proyek Rusunawa Jatinegara daripada spun pile. Sebagai tambahan, berdasarkan harga material tiang pancang Presstressed Concrete Square dari Wika Beton Rp. 500.000/m, sedangkan harga material tiang pancang Prestressed Concrete Spun Pile dari Wika Beton berkisar Rp 400.000/m. Walaupun harga Square Pile lebih mahal 20% dari Spun Pile, namun dikarenakan daya dukung ultimate yang lebih besar dan penurunan yang lebih kecil maka tetap digunakan pada Proyek Rusunawa sebagaimana tertera pada Tabel 4.10.

141 4.4.2.7. Analisis Daya Dukung Berdasarkan Kekuatan Tiang Adapun spesifikasi bahan tiang Prestressed Concrete Square Pile antara antara lain : - Mutu beton (f c) = 42 Mpa = 420 kg/cm 2 - Ukuran pile = 40 cm x 40 cm - Luas Penampang = 0,16 m 2 Dari Persamaan 2.22, diketahui bahwa P Tiang adalah sebagai berikut ; ζb = 0,33. f c = 138,6 kg/cm 2 = 1386 ton/m 2 P Tiang = 1386 x 0,16 = 221,76 Ton Hasil yang diperoleh ini berbeda dengan hasil kekuatan bahan tiang menurut Brosur dari Wika Beton yang nilainya 270,98 Ton. Jadi untuk kekuatan bahan tiang diambil nilai yang lebih kecil yaitu 221,76 Ton. 4.4.2.8. Analisis Daya Dukung Tiang Pancang Berdasarkan Data Kalendering dengan Metode Danish Formula Perhitungan kapasitas daya dukung daripengambilan kalendering di lapangan dengan Metode Danish Formula dilakukan pada satu buah titik pondasi, yaitu pondasi tiang pancang pada titik 321 (titik peninjauan loading test). Perhitungan pada titik 321: Data : Dimensi tiang = 40 cm x 40 cm Luas tiang pancang (Ap) = 160 cm Efisiensi alat pancang = 85 % (diambil dari Tabel 2.4)

142 Energi alat pancang = 979200 kg/cm (diambil dari Tabel 2.5) Banyaknya penetrasi pukulan diambil dari data kalendering pemancangan di lapangan pada 10 (sepuluh) pukulan terakhir = 0,5 cm Panjang tiang pancang (L) Modulus Elastisitas tiang = 15,4 m = 1540 cm = 4700. f c = 4700. 42 = 30459,48 Mpa = 304594,8 kg/cm 2 a. Perhitungan kapasitas daya dukung ultimate tiang pancang dari Persamaan (2.33), Kapasitas daya dukung ultimate tiang (Pu) : Pu = 0,85 979200 0,85 979200 1540 0,5 ( ) 2 160 304594,8 0,5 = 201708,70 kg = 201,71 ton b. Perhitungan kapasitas daya dukung ijin tiang pancang Pa = 201,71 3 = 67,24 ton

143 4.4.2.9. Analisis Daya Dukung Lateral Pondasi Tiang Tunggal Sesuai dengan Metode Broms (1964) yang telah menjelaskan tentang analisa daya dukung pondasi tiang terhadap beban lateral, maka dengan data data berikut ini: 1. Jenis tanah = Lempung 2. Kondisi kepala tiang = Terjepit 3. Ukuran Tiang = 0,4 m 4. Kedalaman tiang = 15,40 m 5. Momen ultimate (M u ) = 111,70 kn.m (crack) = 1.117.000 kg.cm 6. Berat isi tanah = 17,5 kn/m 3 7. Sudut geser dalam tanah = 31 o 8. Kohesi Undrained, c u = 0,18 kn/m 2 Dianggap tiang panjang = D/B = 15,4/0,4 = 38,5. 20 merupakan tiang panjang (D/B > 20 persyaratan tiang panjang), dan dari Gambar 2.18 dan 2.19 diperoleh Persamaan (2.57) dan Persamaan (2.58) Dengan mensubsitusikan nilai-nilai parameter tanah dan tiang yang ada, diperoleh hasil sebagai berikut: Dari Persamaan (2.67), kapasitas momen Ultimate = (1.117.000)/(0,18)(40 3 ) = 96,96

144 45 Gambar 4.15. Kapasitas lateral untuk tiang panjang pada tanah kohesif (Broms, 1964) berikut: (12,96 ton). Dari Gambar 4.15 didapat H u /c u B 2 = 45 Dari Persamaan (2.67), diperoleh daya dukung lateral ultimate sebagai Hu = (40) (0,18) (40 2 ) = 12960 kg = 12,96 ton Jadi diperoleh nilai daya dukung lateral ultimate H u adalah 129,6 kn Daya dukung lateral izin sesuai dengan Persamaan (2.68) ini: H u = 129,6 2 = 64,8 kn = 6,48 ton < M u

145 4.4.2.10. Menghitung penurunan tiang tunggal (single pile) a. Penurunan tiang tunggal (single pile) akibat pemendekan tiang (Gambar 4.16) 0,00 Meter 15,40 Meter Pasir (SW) q c (side) = 43,23 kg/cm 2-15,40 Gambar 4.16. Nilai q c (side) pada titik sondir (S-2) Berdasarkan Tabel 2.6, Modulus elastisitas tanah disekitar tiang (E s ) : E s = 3. 43,23 kg/cm 2 = 129,69 kg/cm 2 = 12,969 Mpa Menentukan modulus elastisitas tanah di dasar tiang : E b = 10. 12,969 Mpa = 129,69 Mpa Menentukan modulus elastisitas dari bahan tiang : E p = 4700. 42 = 30459,48 Mpa

146 Dari Persamaan (2.46), didapatkan nilai R A sebagai berikut: R A = 1600 1.40 4 2 = 1,27 Dari Persamaan (2.45), diperoleh faktor kekakuan tiang : K = 30459,48 1,27 12,969 = 2982,77 db 40 Untuk = = 1, diameter ujung dan atas sama d 40 L 1540 Untuk = = 38.5 d 40 Dari masing-masing grafik didapat : I o = 0,055 (untuk d L = 38.5, d db = 1) Gambar 2.9 R k = 1,20 (untuk d L = 38.5, K = 3087,45) Gambar 2.10 R μ = 0,93 (untuk μ s = 0,3, K = 3087,45) Gambar 2.12 R h = 0,40 (untuk d L = 38.5, L h = 1) Gambar 2.11 R b = 0,50 L Eb (untuk = 38.5, = 10) Gambar 2.13 d Es Maka berdasarkan Persamaan (2.41) penurunan penurunan tiang dapat dihitung sesuai dengan Tabel 4.11 sebagai berikut : S = Q. I Es. d

147 Tabel 4.11. Penurunan akibat pemendekan tiang pancang Test Load (Ton) Penurunan Rata- Rata (mm) Pemendekan Tiang (mm) Penurunan Tanah (mm) 0 0,00 0,00 0,00 35 1,33 0,15 1,18 70 3,12 0,31 2,81 35 2,23 0,15 2,08 0 0,29 0,00 0,29 0 0,00 0,00 0,00 70 3,03 0,31 2,72 105 4,75 0,46 4,29 140 6,56 0,61 5,95 105 6,02 0,46 5,56 70 4,69 0,31 4,38 0 0,93 0,00 0,93 0 0,00 0,00 0,00 70 3,41 0,31 3,10 140 6,76 0,61 6,15 175 9,05 0,77 8,28 210 11,43 0,92 10,51 175 10,79 0,77 10,02 140 9,61 0,61 9,00 70 6,66 0,31 6,35 0 2,22 0,00 2,22 0 0,00 0,00 0,00 70 4,91 0,31 4,60 140 6,49 0,61 5,88 210 11,78 0,92 10,86 245 14,87 1,07 13,80 280 18,74 1,23 17,51 210 17,80 0,92 16,88 140 14,87 0,61 14,26 70 11,69 0,31 11,38 0 6,72 0,00 6,72 b. Analisis Penurunan (displacement) Elastis Kelompok Tiang Berdasarkan Persamaan (2.47), penurunan elastis kelompok tiang dari Vesic (1969) adalah sebagi berikut : S = Penurunan tiang tunggal = 0,1874 cm

148 B g = (3 1). 2,5 + 2. (0,4/2) = 5,4 m = 540 cm D = 0,4 m = 40 cm Maka, S g = 0,1874 540 40 = 0,69 cm < 2,54 cm Dengan demikian penurunan elastis kelompok tiang masih dalam batas aman karena penurunan yang terjadi masih lebih kecil dari batas izin yang telah ditentukan. c. Analisis Penurunan Tiang Akibat Tanah Untuk Cycle I penurunan akibat Tanah sebesar: E1 = 3.12 0.31 = 2.81 mm Untuk Cycle II penurunan akibat Tanah sebesar: E2 = 6.56 0.61 = 5.95 mm Untuk Cycle III penurunan akibat Tanah sebesar: E3 = 11.43 0.92 = 10.51 mm Untuk Cycle IV penurunan akibat Tanah sebesar: E4 = 18.74 1.23 = 17.51 mm 4.4.2.11. Analisis Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Berdasarkan Program AllPile Dalam tesis ini penulis juga menganalisis dengan mengaplikasikan software di komputer untuk menghitung kapasitas tiang, yang mana disini penulis

149 menggunakan program AllPile. Program AllPile merupakan aplikasi perhitungan yang dibuat berdasarkan metode empiris yang telah diproses melalui aplikasi software komputer. Data data yang dimasukan dalam program AllPile antara lain: 1. Jenis tiang yang digunakan adalah driving concrete pile. 2. Unit menggunakan satuan matric. 3. Panjang tiang adalah 15,4 m tanpa adanya kemiringan tiang maupun kemiringan tanah. 4. Pada pile data input pilih jenis tiang yang digunakan kemudian tentukan jumlah tulangan dan jari-jari tiang pancang 5. Masukan gaya vertikal yang bekerja yaitu beban rencana sebesar 140 ton. 6. Masukan parameter tanah berdasarkan data Bore Hole dan SPT. 7. Masukan faktor keamanan untuk side 2, tip 2 dan load faktor 2 Dari hasil penyelidikan tanah dari beberapa lokasi maka diperoleh suatu nilai rata-rata N-SPT dan parameter tanah perlapisan, dari data tersebut akan digunakan dalam software AllPile. Analisis daya dukung tiang tunggal dengan memasukan gaya-gaya yang bekerja pada tiang, seperti pada Gambar 4.17. dengan besar masing-masing yaitu : Veritikal Momen Horizontal = 1400 kn (atau 140 ton) = 0 kn = 0 kn

150 Gambar 4.17. Data gaya vertical, horizontal dan momen Gambar 4.18. Hasil output allpile Dari analisis program Allpile dengan beban kerja 140 ton dan Load Factor = 1, diperoleh (Gambar 4.18): 1. Kapasitas daya dukung tiang = 209,26 ton 2. Penurunan tiang tuggal = 0,16 cm

151 Dengan langkah langkah yang sama dengan analisis single pile, untuk group pile hanya berbeda dalam input beban, keterangan beban dimasukan secara kelompok dan dapat dilihat pada Gambar 4.19. Vertikal Momen Horizontal = 1400 kn (atau 140 ton) = 0 kn = 0 kn Gambar 4.19. Data gaya horizontal dan momen

152 Gambar 4.20. Data gaya horizontal dan momen Sehingga dari analisis daya dukung tiang grup dengan program AllPile (Gambar 4.20) diperoleh hasilnya sebagai berikut : Total Ultimate Capacity (down) Total Ultimate Capacity (up) = 18833,73 kn = 11546,72 kn Total Allowable Capacity (down) = 10004,02 kn Total Allowable Capacity (up) = 5968,63 kn Daya dukung kelompok tiang (pile group) sebesar 18833,73 kn atau 1883,37 ton.

BAB V PEMODELAN ELEMEN HINGGA 5.1. Pendahuluan Dalam bab ini akan dipaparkan korelasi perhitungan beban vertikal dengan perpindahan (displacement) yang terjadi pada tiang pancang melalui bantuan suatu program berbasis numerik. Pemodelan tanah pada program berbasis numerik disini menggunakan model Mohr Coulomb dengan analisis Axisymetris, kemudian pembagian titik nodal pada satu elemen digunakan 15 titik nodal. Dari hasil penyelidikan tanah terdapat beberapa lapisan-lapisan tanah yang memiliki jenis dan juga parameter yang berbeda-beda. Secara umum jenis lapisan tanah yang ada di lapangan terdiri dari : silty clay, clayey silt, silty sand, silt dan cemented silt. Dimana tiang pancang pada program berbasis numerik dimodelkan sebagai elastic. Sedangkan parameter yang dibutuhkan dalam pemodelan tanah dengan menggunakan program berbasis numerik yang mengacu pada model Mohr Coulomb antara lain : modulus elastisitas (E), sudut geser dalam tanah (θ), kohesi (c), poisson s ratio (υ), dan sudut dilantacy (ψ). Berdasarkan perhitungan pada pemodelan Elemen Hingga, data-data yang diperlukan antara lain: deskripsi, parameter tanah, data tiang pancang dan siklus pembebanan Loading Test. 153

154 5.2. Lapisan Tanah, Jenis Tanah, dan Tiang pancang Setiap tiang pancang yang diteliti tertanam dalam tanah yang terdiri dari bebrapa lapisan. Keterangan jenis dan parameter parameter tanah juga berbeda. Secara umum jenis tanah yang terdapat pada lokasi tiang pancang terdiri dari silty clay, clayey silt, silty sand, cemented silt dan silt. Tiang pancang dimodelkan sebagai tiang elastis. 5.3. Deskripsi dan Parameter Lapisan Tanah Deskripsi dan parameter setiap lapisan tanah diambil dari pengujian data tanah di lapangan yang berupa data borelog Proyek Rusunawa Jatinegara Barat, dan untuk melengkapi data-data yang dibutuhkan untuk input data program berbasis numerik diambil dari buku referensi teori mekanika tanah sebagai berikut: a. Jenis dan Konsistensi Lapisan Tanah Pada Proyek Pembangunan Rusunawa ini, tiang pancang yang tertanam dalam tanah yang terdiri dari 7 (tujuh) jenis lapisan tanah, antar lain terdiri dari: silty clay, clayey silt, silty sand, cemented silt dan silt. Secara umum jenis tanah yang terdapat pada lokasi pengeboran terdiri dari: 1. Silty Clay, reddish brown, Keterangan konsistensi tanahnya adalah Medium Stiff 2. Silty Clay, reddish brown, grey, Keterangan konsistensi tanahnya adalah Stiff

155 3. Clayey silt, reddish brown, Keterangan konsistensi tanahnya adalah Medium Stiff 4. Silt, brown, Keterangan konsistensi tanahnya adalah Medium Stiff 5. Silt, brown, Keterangan konsistensi tanahnya adalah Stiff 6. Silty sand, brown, Keterangan konsistensi tanahnya adalah Danse 7. Cemented silt, brown, Keterangan konsistensi tanahnya adalah Hard b. Jumlah N-SPT Pada setiap lapisan tanah memiliki jumlah N-SPT yang berbeda-beda. Sebagai contoh pada jenis lapisan pertama yang berupa silty clay dengan kedalaman 3 (tiga) meter, jumlah N-SPT yang digunakan adalah 7. Untuk jenis kedalaman lainnya dapat dilihat pada Tabel 5.1. c. Modulus Elastisitas (Es) Nilai modulus elastisitas diambil dari korelasi pengujian N-SPT dengan modulus elastisitas tanah lempung dan tanah pasir. Sebagai contoh lapisan pertama dengan jenis silty clay memiliki nilai N-SPT sebesar 7, maka nilai Modulus Elastisitas sebesar: Es = (N-SPT x 2) x 0,6 = (7 x 2) x 0,6 = 840 kn/m 2 d. Permeabilitas K x dan K y Nilai Permeabilitas K x dan K y disini nilainya dianggap sama. Nilai K x dan K y diambil dari korelasi antara jenis tanah dan koefisien rembesan. Nilai

156 tersebut dapat diambil dari korelasi jenis tanah dan permebilitas pada Tabel 2.13 Bab II Tinjauan Pustaka. e. Sudut Geser Dalam (Ø) Nilai sudut geser dalam (Ø) diambil dari studi parameter dengan menggunakan program lain, yaitu program berbasis empiris. f. Nilai Kohesi (c) Nilai kohesi (c) diambil dari studi parameter dengan menggunakan program lain, yaitu program berbasis empiris. g. Sudut Dilantancy (Ψ) Sudut dilantancy (Ψ) adalah sudut yang dibentuk bidang horizontal dengan arah pengembangan butiran pada saat butiran tanah menerima tegangan deviatorik. Nilai sudut dilantancy (Ψ) diperoleh tergantung pada kepadatan relatif (Dr) dan sudut geser dalamnya yang dinyatakan dengan Persamaan: Ψ = Ø 30 0. h. Wet Density (γ wet ) dan Dry Density (γ dry ) Pada setiap lapisan tanah mempunyai dua jenis berat isi tanah yaitu kepadatan basah (wet density) dan kepadatan kering (dry density). nilai dari kedua jenis kepadatan tanah ini diperoleh dari hasil laboraturium penyelidikan tanah. i. Nilai R-interface Fungsi dari nilai elemen interface ini adalah sebagai elemen antara yang memikul kekuatan yang berbeda. Pada kasus ini nilai R-interface yang

157 dipakai sebesar 0,8 1, sedangkan untuk tiang nilai R-interface yang diambil adalah sebesar 0,67. Untuk melengkapi data-data yang kurang dalam perhitungan dengan menggunakan program berbasis numerik, maka dilakukan studi parameter yang lain. Studi parameter ini dilakukan dengan menggunakan program lain, yaitu program berbasis empiris seperti Allpile. 5.4. Data Tiang Pancang Untuk Input Program Berbasis Numerik Tabel 5.1 Menyajikan data Tiang pancang pada lokasi titik S-2/BH-2. Dalam Pemodelan Finite Element dibutuhkan data-data tiang pancang seperti yang dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Data tiang pancang No. Keterangan Nilai 1 Lokasi Bore Hole -2/ S-2 2 Jenis Pondasi Tiang Beton 3 Ukuran Tiang (m) 0,4 4 Panjang Tiang (m) 15,4 5 Luas Penampang Tiang (m 2 ) 0,16 6 Modulus Elastisitas (kn/m 2 ) f c 42 7 Momen Inersia (m 4 ) 2,133 x 10-3 8 EA (kn) 4,874 x 10 6 9 EI (knm 2 ) 6,498 x 10 4 10 Poisson's Ratio 0,2

158 5.5. Siklus Pembebanan Loading Test Sebelum dilakukan perhitungan, terlebih dahulu disajikan data - data masukan yang diperlukan untuk pemodelan elemen hingga, yaitu data siklus pembebanan Loading Test, Tiang pancang, dan deskripsi serta parameter tanah hasil pengujian laboratorium pada lokasi BH-2. Data yang dimasukan di program Finite Element hanya data borelog BH-2 mengingat daya dukung tanahnya adalah yang terdekat dengan pengujian Loading Test. Untuk kapasitas daya dukung tiang pancang dari data loading test, pembebanan dilakukan secara bertahap dan perlahan, sehingga tidak terjadi penurunan yang mendadak terhadap struktur yang dipikul. Siklus uji pembebanan untuk pemodelan elemen hingga Project : Proyek Rusunawa Working load : 140 ton Test Load : 280 ton Jenis Tiang : Beton Panjang Tiang : 15,4 meter a. Cycle I 1. Besar Beban = 25 %, Konsolidasi 1 jam = 350 kn 2. Besar Beban = 50 %, Konsolidasi 1 jam = 700 kn 3. Besar Beban = 25 %, Konsolidasi 20 menit = 350 kn 4. Besar Beban = 0 %, Konsolidasi 1 jam = 0 kn

159 b. Cycle II 1. Besar Beban = 50 %, Konsolidasi 20 menit = 700 kn 2. Besar Beban = 75 %, Konsolidasi 1 jam = 1050 kn 3. Besar Beban = 100 %, Konsolidasi 1 jam = 1400 kn 4. Besar Beban = 75 %, Konsolidasi 20 menit = 1050 kn 5. Besar Beban = 50 %, Konsolidasi 20 menit = 700 kn 6. Besar Beban = 0 %, Konsolidasi 1 jam = 0 ton c. Cycle III 1. Besar Beban = 50 %, Konsolidasi 20 menit = 700 kn 2. Besar Beban = 100 %, Konsolidasi 20 menit = 1400 kn 3. Besar Beban = 125 %, Konsolidasi 1 jam = 1750 kn 4. Besar Beban = 150 %, Konsolidasi 1 jam = 2100 kn 5. Besar Beban = 125 %, Konsolidasi 20 menit = 1750 kn 6. Besar Beban = 100 %, Konsolidasi 20 menit = 1400 kn 7. Besar Beban = 50 %, Konsolidasi 20 menit = 700 Kn 8. Besar Beban = 0 %, Konsolidasi 1 jam = 0 ton d. Cycle IV 1. Besar Beban = 50 %, Konsolidasi 20 menit = 700 kn 2. Besar Beban = 100 %, Konsolidasi 20 menit = 1400 kn 3. Besar Beban = 150 %, Konsolidasi 20 menit = 2100 kn 4. Besar Beban = 175 %, Konsolidasi 1 jam = 2450 kn

160 5. Besar Beban = 200 %, Konsolidasi 12 jam = 2800 kn 6. Besar Beban = 150 %, Konsolidasi 1 jam = 2100 kn 7. Besar Beban = 100 %, Konsolidasi 1 jam = 1400 kn 8. Besar Beban = 50 %, Konsolidasi 1 jam = 700 kn 9. Besar Beban = 0 %, Konsolidasi 1 jam = 0 kn 5.6 Input Parameter Tanah Untuk Pemodelan Elemen Hingga Sebelum melakukan perhitungan dengan Pemodelan Elemen Hingga (Finite Element), dilakukan input parameter tanah ke dalam program komputer, parameter tanah yang dimasukkan bisa diambil dari data laboraturium maupun dengan korelasi N-SPT jika data laboraturium tidak lengkap. Parameter tanah yang dimasukkan ke program Finite Element di komputer dapat dilihat pada Tabel 5.2.

161 No. Lap Jenis Tanah Tabel 5.2. Input parameter tanah untuk pemodelan elemen hingga pada bore hole -2 Subsurface Muka Air Depth ϒ wet ϒ dry N-SPT Condition Tanah (m) (m) (kn/m 3 ) (kn/m 3 ) (m/hari) (m/hari) (kn/m 2 ) ( o ) ( o ) (kn/m 2 ) 0 0 0 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 1 1 7 17,50000 12,75000 0,00084 0,00084 46,66667 13,84000 0,00000 15400,00000 0,50000 Silty Clay, reddish brown medium stiff, 2 2 7 17,50000 12,75000 0,00084 0,00084 46,66667 13,84000 0,00000 15400,00000 0,50000 3 3 11 17,50000 12,75000 0,00084 0,00084 73,33333 13,84000 0,00000 24200,00000 0,50000 4 4 16 17,58000 11,93000 0,00084 0,00084 106,66667 15,14000 0,00000 35200,00000 0,40000 Silty Clay, reddish brown, grey stiff 5 5 14 17,58000 11,93000 0,00084 0,00084 93,33333 15,14000 0,00000 30800,00000 0,40000 6 6 7 6,00 17,58000 11,93000 0,00084 0,00084 46,66667 15,14000 0,00000 15400,00000 0,35000 Clayey silt, reddish brown medium stiff, 7 7 5 17,58000 11,93000 0,00084 0,00084 33,33333 15,14000 0,00000 11000,00000 0,35000 8 8 5 14,55000 8,59000 0,00084 0,00084 33,33333 9,90000 0,00000 11000,00000 0,35000 Silt, brown medium stiff, 9 9 6 14,55000 8,59000 0,00084 0,00084 40,00000 9,90000 0,00000 13200,00000 0,35000 10 10 8 14,55000 8,59000 0,00058 0,00058 53,33333 9,90000 0,00000 17600,00000 0,40000 11 11 9 14,55000 8,59000 0,00058 0,00058 60,00000 9,90000 0,00000 19800,00000 0,40000 12 Silt, brown 12 12 stiff 14,55000 8,59000 0,00058 0,00058 80,00000 9,90000 0,00000 26400,00000 0,40000 13 13 23 14,55000 8,59000 0,00058 0,00058 153,33333 9,90000 0,00000 50600,00000 0,40000 14 14 36 14,55000 8,59000 0,00058 0,00058 240,00000 9,90000 0,00000 79200,00000 0,40000 15 Silty sand,brown 15 42 dense 14,55000 8,59000 0,00440 0,00440 0,00000 38,00000 18,00000 7142,29688 0,30000 16 Cemented silt, brown 15,40 44 Hard 14,55000 8,59000 0,00058 0,00058 293,33333 9,90000 0,00000 96800,00000 0,35000 Kx Ky c Ø ψ Mohr-Coulomb Model Es υ 161

162 5.7 Pemodelan Lapisan Tanah dan Tiang pancang Perhitungan daya dukung tiang yang dilakukan dengan pemodelan Elemen Hingga menggunakan program Finite Element. Pada program berbasis numerik tanah dimodelkan dalam 7 lapisan tanah dan 1 pemodelan tiang pancang dengan pembebanan yang dilakukan secara bertahap. Parameter yang digunakan pada pemodelan tanah disesuaikan dengan parameter tanah yang diperoleh dari lapangan. Pemodelan geometrik yang dilakukan terhadap tanah dan tiang pancang merupakan pemodelan axysimetris, yaitu model tanah yang menggambarkan seperempat dari kondisi yang sebenarnya lalu terdapat 2 pembagian titik nodal yaitu penggunaan 6 titik nodal dan 15 titik nodal maka dipilih 15 titik nodal agar hasil penurunan yang diperoleh mendekati dengan kondisi yang ada di lapangan serta model tanah yang dipilih adalah model Mohr Coloumb dan selanjutnya dapat dilakukan pembentukan mesh, dimana model mesh yang dipilih adalah model elemen segitiga. Struktur tanah yang ingin dihitung harus digambar terlebih dahulu, kemudian posisikan letak dari pembebanan (posisi tiang pancang = beban terpusat) setelah itu pemilihan model material properties yang ingin digunakan, baik dari jenis lapisan tanah (termasuk nilai-nilai parameter tanah), jenis tiang yang digunakan maupun jenis beban yang digunakan dan pemasukan elemen interface. Kemudian pemilihan mesh serta penentuan kondisi batas termasuk muka air tanah sebesar 6,0 m dari muka tanah. Setelah selesai, kemudian dilakukan perhitungan dengan memasukan data-data pembebanan seperti data

163 yang diperoleh pada waktu proses Loading Test. Pemodelan ini secara garis besar dapat dilihat pada Gambar 5.1 di bawah ini: Gambar 5.1. Pemodelan lapisan tanah dan tiang pancang 5.8. Tahapan Pengerjaan Analisis dengan Program Finite Element Setelah gambar geometri pada Program Finite Element selesai dibuat lapis per lapis pada monitor kerja, input data-data yang dibutuhkan program Finite Element telah terpenuhi lalu diakhiri dengan mengklik apply lalu Ok pada kotak dialog soil interface seperti terlihat pada Gambar 5.2. Gambar 5.2. Pemodelan lapisan tanah dan tiang pancang pada lokasi BH-2

164 Dengan masuknya data-data input, yaitu parameter tanah dan tiang pancang, maka langkah selanjutnya adalah generate Mesh dan akan muncul warning dimonitor, yaitu akan muncul hasil connectivity seperti pada Gambar 5.3. Gambar 5.3. Generate mesh pada lokasi BH-2 Langkah selanjutnya adalah mengklik update, initial condition, lalu generate water pressure lalu klik OK, akan muncul active pore pressure seperti Gambar 5.4. Gambar 5.4. Active pore pressure pada lokasi BH-2

165 Langkah berikutnya adalah mengklik update, calculate lalu KO-procedure lalu klik Ok, akan muncul Effective stress (Gambar 5.5). Gambar 5.5. Effctive stresses pada lokasi BH-2 5.9. Hasil Loading Test dengan Pemodelan Finite Element Setelah proses perhitungan selesai seperti pada Gambar 5.6, maka langkah selanjutnya adalah masuk pada kategori kurva dari proses ini akan muncul dialaog pada curve generation yang menghasilkan Gambar seperti pada Gambar 5.9.

166 Gambar 5.6. Pemodelan lapisan tanah dan tiang pada lokasi BH-2 Dengan keluarnya hasil output pada Program Finite Element maka selanjutnya dapat kita munculkan deformasi mesh seperti pada Gambar 5.7 dan Gambar 5.8. Gambar 5.7. Deformasi mesh yang dihasilkan pada lokasi BH-2

167 Gambar 5.8. Perpindahan vertikal pada lokasi BH-2 Hasil hubungan beban dengan penurunan tiang yang terjadi pada program Finite Element, dapat dilihat pada Gambar 5.9 sebagai berikut: Gambar 5.9. Hubungan beban dan penurunan

168 Bahwa pembebanan tiang dilakukan sebanyak 4 siklus sesuai dengan perlakuan pada Loading Test, yaitu pembebanan 50%, 100%, 150% dan 200% dari beban rencana 140 ton. Tampak juga bahwa semakin besar pembebanan, penurunan yang terjadi juga semakin besar. Penurunan yang diambil sebagai hasil perhitungan pada setiap siklus pembebanan ialah penurunan maksimum. Dari Gambar 5.9, diperoleh hasil pemodelan program Finite Element dengan beban maksimum sebesar 280 ton (200% dari beban rencana) adalah sebagai berikut: 1. Besar penurunan kondisi maksimum adalah 21 mm 2. Besar penurunan rebound adalah 8,2 mm 5.10. Kurva Hubungan Beban dan Penurunan 5.10.1 Beban 50% (Cycle I) Kurva dibawah ini menunjukkan hubungan antara beban dan penurunan yang terjadi pada saat pemberian beban 50% dari working load seperti terlihat pada Gambar 5.10.

169 Gambar 5.10. Kurva Hubungan antara beban dan penurunan 50% Tabel 5.3. Perhitungan penurunan maksimum, plastis dan elastis beban 50 % Cycle I Beban 50% Awal Maksimum Penurunan Rebound Plastis Rebound Elastis (70 Ton) (mm) (mm) (mm) (mm) FEM 2,22 4,72 0,83 2,60 Loading Test 1,33 3,12 0,29 2,23 Deviasi 0,89 1,60 0,54 0,37 Dari Gambar 5.10 dan Tabel 5.3 yang menggambarkan hubungan antara beban dan penurunan pada saat beban diberikan 50% dari working load, maka dapat dianalisa sebagai berikut: 1. Besar penurunan maksimum yang terjadi pada saat pemberian beban siklik 50% yaitu sebesar 70 ton, dari hasil output program Finite Element adalah 4,72 mm sedangkan hasil interpretasi uji beban statik (Loading Test)

170 diperoleh sebesar 3,12 mm, terdapat selisih 1,60 mm. Penurunan Finite Element lebih besar dari hasil Loading Test di lapangan. 2. Penurunan permanen atau rebound plastis setelah beban dikurangi kembali maka diperoleh pada hasil output program Finite Element sebesar 0,83 mm, sedangkan pada hasil uji beban statis (Loading Test) sebesar 0,29 mm. Dari hasil ini terlihat bahwa rebound plastis dari output program Finite Element lebih besar dari hasil Loading Test. 3. Rebound elastis pada saat pemberian beban siklik 50% adalah 2,60 mm dari hasil output program Finite Element sedangkan dari uji beban statis (Loading Test) besarnya 2,23 mm. Terlihat bahwa rebound elastis dari hasil program Finite Element lebih besar dibandingkan dari hasil Loading Test di lapangan. 4. Pada pemberian beban 50% dari working load atau pemberian beban 70 ton, menggambarkan kondisi tanah di lapangan memiliki sifat yang mendekati kondisi tanah dalam pemodelan Finite Element. 5.10.2 Beban 100% (Cycle II) Kurva dibawah ini menunjukkan hubungan antara beban dan penurunan yang terjadi pada saat pemberian beban 100% dari working load seperti terlihat pada Gambar 5.11.

171 Gambar 5.11. Kurva hubungan antara beban dan penurunan 100% Tabel 5.4. Perhitungan penurunan maksimum, plastis dan elastis beban 100 % Cycle II Beban 100% Awal Maksimum Penurunan Rebound Plastis Rebound Elastis (140 Ton) (mm) (mm) (mm) (mm) FEM 5,02 12,25 2,00 8,42 Loading Test 3,03 6,56 0,93 6,02 Deviasi 1,99 5,69 1,07 2,40 Dari Gambar 5.11 dan Tabel 5.4 yang menggambarkan hubungan antara beban dan penurunan pada saat beban diberikan 100% dari working load, maka dapat dianalisa sebagai berikut: 1. Besar penurunan maksimum yang terjadi pada saat pemberian beban siklik 100% yaitu sebesar 140 ton, dari hasil output program Finite Element adalah 12,25 mm sedangkan hasil interpretasi uji beban statik (Loading

172 Test) diperoleh sebesar 6,56 mm, terdapat selisih 5,69 mm. Penurunan Finite Element lebih besar dari hasil Loading Test di lapangan. 2. Penurunan permanen atau rebound plastis setelah beban dikurangi kembali maka diperoleh pada hasil output program Finite Element sebesar 2,0 mm, sedangkan pada hasil uji beban statis (Loading Test) sebesar 0,93 mm. Dari hasil ini terlihat bahwa rebound plastis dari output program Finite Element lebih besar dari hasil Loading Test. 3. Rebound elastis pada saat pemberian beban siklik 100% adalah 8,42 mm dari hasil output program Finite Element sedangkan dari uji beban statis (Loading Test) besarnya 6,02 mm. Terlihat bahwa rebound elastis dari hasil program Finite Element lebih besar dibandingkan dari hasil Loading Test di lapangan. 4. Pada pemberian beban 100% dari working load atau pemberian beban 140 ton, menggambarkan kondisi tanah di lapangan memiliki sifat yang mendekati kondisi tanah dalam pemodelan Finite Element. 5.10.3 Beban 150% (Cycle III) Kurva dibawah ini menunjukkan hubungan antara beban dan penurunan yang terjadi pada saat pemberian beban 150% dari working load seperti terlihat pada Gambar 5.12.

173 Gambar 5.12. Kurva hubungan antara heban dan penurunan 150% Tabel 5.5. Perhitungan penurunan paksimum, plastis dan plastis beban 150 % Cycle III Penurunan Beban 150% Awal Maksimum Rebound Plastis Rebound Elastis (210 Ton) (mm) (mm) (mm) (mm) FEM 5,55 18,68 4,30 15,42 Loading Test 3,41 11,43 2,22 10,79 Deviasi 2,14 7,25 2,08 4,63 Dari Gambar 5.12 dan Tabel 5.5 yang menggambarkan hubungan antara beban dan penurunan pada saat beban diberikan 100% dari working load, maka dapat dianalisa sebagai berikut: 1. Besar penurunan maksimum yang terjadi pada saat pemberian beban siklik 150% yaitu sebesar 210 ton, dari hasil output program Finite Element adalah 18,68 mm sedangkan hasil interpretasi uji beban statik (Loading Test) diperoleh sebesar 11,43 mm, keterangan terdapat selisih 7,25 mm.

174 Keterangan penurunan Finite Element lebih besar dari hasil Loading Test di lapangan. 2. Penurunan permanen atau rebound plastis setelah beban dikurangi kembali maka diperoleh pada hasil output program Finite Element sebesar 4,3 mm, sedangkan pada hasil uji beban statis (Loading Test) sebesar 2,22 mm. Dari hasil ini terlihat bahwa rebound plastis dari output program Finite Element lebih besar dari hasil Loading Test. 3. Rebound elastis pada saat pemberian beban siklik 150% adalah 15,42 mm dari hasil output program Finite Element sedangkan dari uji beban statis (Loading Test) besarnya 10,79 mm. Terlihat bahwa rebound elastis dari hasil program Finite Element lebih kecil dibandingkan dari hasil Loading Test di lapangan. 4. Pada pemberian beban 150% dari working load atau pemberian beban 210 ton, menggambarkan kondisi tanah di lapangan memiliki sifat yang mendekati kondisi tanah dalam pemodelan Finite Element. 5.10.4 Beban 200% (Cycle IV) Kurva dibawah ini menunjukkan hubungan antara beban dan penurunan yang terjadi pada saat pemberian beban 200% dari working load seperti terlihat pada Gambar 5.13.

175 Gambar 5.13. Kurva hubungan antara beban dan penurunan 200% Tabel 5.6. Perhitungan penurunan maksimum, plastis dan elastis beban 200 % Cycle IV Penurunan Beban 200% Awal Maximum Reboun Plastis Rebound Elastis (280 Ton) (mm) (mm) (mm) (mm) FEM 4,92 21,00 8,20 21,95 Loading Test 4,91 18,74 6,72 17,80 Deviasi 0,01 2,26 1,48 4,15 Dari Gambar 5.13 dan Tabel 5.6 yang menggambarkan hubungan antara beban dan penurunan pada saat beban diberikan 200% dari working load, maka dapat dianalisa sebagai berikut: 1. Besar penurunan maksimum yang terjadi pada saat pemberian beban siklik 200% yaitu sebesar 280 ton, dari hasil output program Finite Element adalah 21,00 mm sedangkan hasil interpretasi uji beban statik (Loading Test) diperoleh sebesar 18,74 mm, keterangan terdapat selisih 2,26 mm.

176 Keterangan penurunan Finite Element lebih besar dari hasil Loading Test di lapangan. 2. Penurunan permanen atau rebound plastis setelah beban dikurangi kembali maka diperoleh pada hasil output program Finite Element sebesar 8,20 mm, sedangkan pada hasil uji beban statis (Loading Test) sebesar 6.72 mm. Dari hasil ini terlihat bahwa rebound plastis dari output program Finite Element lebih besar dari hasil Loading Test. 3. Rebound elastis pada saat pemberian beban siklik 200% adalah 21,95 mm dari hasil output program Finite Element sedangkan dari uji beban statis (Loading Test) besarnya 17,80 mm. Terlihat bahwa rebound elastis dari hasil program Finite Element lebih kecil dibandingkan dari hasil Loading Test di lapangan. 4. Pada pemberian beban 200% dari working load atau pemberian beban 280 ton, menggambarkan kondisi tanah di lapangan memiliki sifat yang mendekati kondisi tanah dalam pemodelan Finite Element. 5.11. Perbandingan Antara Hasil Loading Test di Lapangan dengan Finite Element. Hasil keseluruhan hubungan antara beban dengan penurunan hasil pemodelan elemn hingga Finite Element, maka akan menghasilkan grafik seperti Gambar 5.14.

177 Gambar 5.14. Grafik hubungan beban dan penurunan antara hasil loading test di lapangan dengan finite element Pada Gambar 5.14 yaitu hubungan beban vs penurunan yang terjadi antara hasil analisi output program Finite Element terhadap hasil uji beban statis (Loading Test), diperoleh bahwa: 1. Semakin besar beban yang diberikan, semakin besar penurunan yang terjadi. 2. Semakin lama waktu pembebanan yang diberikan, maka penurunan yang terjadi juga semakin besar, dan hal ini juga terjadi pada output program Finite Element. 3. Penggunaan parameter-parameter tanah yang tepat dari hasil interpretasi penyelidikan tanah (soil investigasion) yang dilakukan akan memberikan hasil analisis output program Finite Element yang akan mendekati hasil interpretasi uji beban stastis (Loading Test). 4. Dari hasil yang diperoleh terlihat bahwa dari hasil pembebanan yang diberikan secara siklik baik pemodelan program Finite Element maupun uji beban statis menghasilkan penurunan yang masih dalam

178 batas izin, keterangan dari batas izin yang ada sebesar 25,40 mm (ASTM D-1143-81). Pada Tabel 5.7 dapat dilihat perbandingan hubungan penurunan loading test dan finite element. Tabel 5.7. Perbandingan hubungan penurunan loading test dan finite element No Remark Penurunan Beban Loading FEM (Ton) Test (mm) (mm) 1 0% 0 0,00 0,00 2 25% 35 1,33 2,22 3 50% 70 3,12 4,73 4 25% 35 2,23 2,60 5 0% 0 0,29 0,05 6 0% 0 0,00 0,00 7 50% 70 3,03 4,73 8 75% 105 4,75 7,54 9 100% 140 6,56 12,25 10 75% 105 6,02 9,98 11 50% 70 4,69 7,57 12 0% 0 0,93 1,24 13 0% 0 0,00 0,00 14 50% 70 3,41 5,55 15 100% 140 6,76 10,53 16 125% 175 9,05 13,18 17 150% 210 11,43 18,68 18 125% 175 10,79 16,45 19 100% 140 9,61 14,19 20 50% 70 6,66 9,10 21 0% 0 2,22 1,21 22 0% 0 0,00 0,49 23 50% 70 4,91 4,92 24 100% 140 6,49 9,62 25 150% 210 11,78 17,09 26 175% 245 14,87 17,91 27 200% 280 18,74 21,00 28 150% 210 17,80 17,09 29 100% 140 14,87 13,05 30 50% 70 11,69 7,75 31 0% 0 6,72 1,78

179 5.12. Hubungan Beban Dengan Waktu Loading Test dengan Finite Element Gambar 5.15. Grafik hubungan beban dan waktu Dari Gambar 5.15 dapat kita lihat bahwa pembebanan yang diberikan dalam 4 cycle, keterangan pemberian beban diberikan secara bertahap mulai dari 70 ton sampai 280 ton. Dari Gambar 5.15 dapat dilihat juga bahwa semakin besar beban yang diberikan maka semakin besar waktu yang dibutuhkan, dan total untuk satu percobaan tiang pancang ini membutuhkan waktu 140 jam.

180 Gambar 5.16. Grafik hubungan penurunan terhadap waktu Dari Gambar 5.16 terlihat bahwa besar penurunan yang terjadi sebanding dengn besar beban yang diberikan selama waktu tertentu. Besar penurunan maksimum terjadi pada saat uji beban statis sudah berlangsung selama 12 jam dengan beban maksimum 280 ton. 5.13. Daya Dukung Ultimate Akibat Beban Vertikal dengan Finite Element Pada Setiap Meternya Sama halnya dengan analisis daya dukung ultimate akibat beban horizontal dengan Finite Element, cara hampir sama juga dilakukan untuk analisis akiat beban vertikal. Yang berbeda hanya arah pembebanan saja. Oleh karena itu, dalam analisis daya dukung ultimate akibat beban vertikal juga dilakukan dengan mencari nilai ΣMsf terlebih dahulu. Setelah itu, hasilnya dikalikan dengan salah satu nilai daya dukung ultimate akibat beban vertikal dari cara empiris seperti SPT atau Sondir.

181 a. Daya dukung ultimate per 3 meter Gambar 5.17. Input dan output finite element untuk analisis daya dukung vertikal ultimate per 3 meter Berdasarkan Gambar 5.17, hasil analisis keamanan akibat beban vertikal pada Finite Element adalah : ΣMsf = 0,4023 Sehingga daya dukung vertikal ultimate menurut Finite Element adalah = 0,4023 x 1400 kn = 563,22 kn = 56,322 ton Dari hasil perhitungan menunjukan bahwa daya dukung vertikal ultimate pada Finite Element lebih besar kapasitas daya dukung dari metode analitis dari data SPT yaitu 304,53 kn = 30,453 ton.

182 b. Daya dukung ultimate 5 meter Gambar 5.18. Input dan output finite element untuk analisis daya dukung vertikal ultimate per 5 meter Berdasarkan Gambar 5.18, hasil analisis keamanan akibat beban vertikal pada Finite Element adalah : ΣMsf = 0,6341 Sehingga daya dukung vertikal ultimate menurut Finite Element adalah = 0,6341 x 1400 kn = 887,74 kn = 88,774 ton. Dari hasil perhitungan menunjukan bahwa daya dukung vertikal ultimate pada Finite Element lebih besar kapasitas daya dukung dari metode analitis dari data SPT yaitu 493,33 kn = 49,333 ton.

183 c. Daya dukung ultimate 7 meter Gambar 5.19. Input dan output finite element untuk analisis daya dukung vertikal ultimate per 7 meter Berdasarkan Gambar 5.19, hasil analisis keamanan akibat beban vertikal pada Finite Element adalah : ΣMsf = 0,7476 Sehingga daya dukung vertikal ultimate menurut Finite Element adalah = 0,7476 x 1400 kn = 1046,64 kn = 104,664 ton. Dari hasil perhitungan menunjukan bahwa daya dukung vertikal ultimate pada Finite Element lebih besar kapasitas daya dukung dari metode analitis dari data SPT yaitu 527,47 kn = 52,747 ton.

184 d. Daya dukung ultimate 9 meter Gambar 5.20. Input dan output finite element untuk analisis daya dukung vertikal ultimate per 9 meter Berdasarkan Gambar 5.20, hasil analisis keamanan akibat beban vertikal pada Finite Element adalah : ΣMsf = 0,9926 Sehingga daya dukung vertikal ultimate menurut Finite Element adalah = 0,9926 x 1400 kn = 1389,64 kn = 138,964 ton. Dari hasil perhitungan menunjukan bahwa daya dukung vertikal ultimate pada Finite Element lebih besar kapasitas daya dukung dari metode analitis dari data SPT yaitu 654,40 kn = 65,440 ton.

185 e. Daya dukung ultimate 14 meter Gambar 5.21. Input dan output finite element untuk analisis daya dukung vertikal ultimate per 14 meter Berdasarkan Gambar 5.21, hasil analisis keamanan akibat beban vertikal pada Finite Element adalah : ΣMsf = 1,297 Sehingga daya dukung vertikal ultimate menurut Finite Element adalah = 1,297 x 1400 kn = 1815 kn = 181,5 ton. Dari hasil perhitungan menunjukan bahwa daya dukung vertikal ultimate pada Finite Element lebih besar kapasitas daya dukung dari metode analitis dari data SPT yaitu 1452,27 kn = 145,227 ton.

186 f. Daya dukung ultimate 15,4 meter Gambar 5.22. Input dan output finite element untuk analisis daya dukung vertikal ultimate per 15,4 meter Berdasarkan Gambar 5.22, hasil analisis keamanan akibat beban vertikal pada Finite Element adalah : ΣMsf = 1,6240 Sehingga daya dukung vertikal ultimate menurut Finite Element adalah = 1,6240 x 1400 kn = 2273,6 kn = 227,36 ton. Dari hasil perhitungan menunjukan bahwa daya dukung vertikal ultimate pada Finite Element lebih besar kapasitas daya dukung dari metode analitis dari data SPT yaitu 1898,13kN = 189,813 Ton (Tabel 5.8).

187 Tabel 5.8. Perbandingan daya dukung N-SPT dan finite element Depth Qult N- Qult SPT FEM (m) (kn) (kn) 3 304,53 563,22 5 493,33 887,74 7 527,47 1046,64 9 654,40 1389,64 14 1452,27 1815,00 15,4 1898,13 2273,60 5.20. Hasil Tegangan Total Dengan Metode Elemen Hingga Demikian juga dengan Tegangan Total dari hasil perhitungan dengan Metode Elemen Hingga hanya terjadi pada lapisan terakhir yaitu lapisan 7 saja dan Tegangan Total terbesar terjadi ujung tiang pancang, seperti pada Gambar 5.23. Gambar 5.23. Tegangan total pada pembebanan 25%

188 5.21. Pemodelan Elemen Hingga pada Lapisan Tanah dan Tiang berdasarkan Quick Loading Test Untuk Pemodelan sama dengan pemodelan pada jenis Slow Maintained Loading Test, namun dalam pemodelan quick loading test, loading test dimodelkan sampai mencapai 300% dari beban rencana, namun karena hasil pemodelan quick loading test ini akan dibandingkan dengan pemodelan Slow Maintained Loading Test, maka pada saat pemodelan hasil yang diinput maksimum berada di 200% agar dapat dievaluasi perbedaannya (Gambar 5.24). Active pore pressure dan effective stress pada lokasi BH-2 (Gambar 5.25). Step akhir proses perhitungan quick load test pada program elemen hingga (Gambar 5.26). Gambar 5.24 Pemodelan lapisan tanah dan generate mesh pada lokasi BH-2

189 Gambar 5.25 Active pore pressure dan effective stress pada lokasi BH-2 Gambar 5.26 Step akhir proses perhitungan quick load test pada program elemen hingga

190 5.22. Hubungan Beban dan Penurunan dengan Pemodelan Elemen Hingga dengan Quick Load Test Besarnya penurunan akibat pembebanan dengan pemodelan elemen hingga dapat dilihat dalam Tabel 5.9. Berikut Komparasi Penurunan dari beban 0% - 300% dengan menggunakan quick load test dapat dilihat pada grafik pada Gambar 5.27 dibawah ini: Gambar 5.27. Grafik hubungan beban dengan penurunan quick load test hasil pemodelan elemen hingga cycle I, II, III & IV yaitu beban dari 0% - 300% pada kedalaman 15,40 m

191 5.23. Hubungan Tekanan Air Pori terhadap Waktu antara Slow Maintained Load Test dan Quick Load Test pada Elemen Hingga Besarnya tekanan air pori dipengaruhi oleh waktu dan tergantung pula dari permeabilitas dan elastisitas struktur butiran tanah serta faktor-faktor lain. Pembebanan pada tanah pasir mengakibatkan air pori segera mengalir keluar sehingga tekanan air pori segera lenyap. Oleh karena itu seluruh beban segera didukung oleh struktur butiran tanah dan deformasi serta penurunan berlangsung seketika. Pada bangunan bangunan yang dibangun di atas tanah granuler, penurunan seketika identik dengan penurunan akhir. Namun demikian jika diamati penurunannya relatif kecil terhadap penurunan seketika maka penyebabnya disini semata-mata adalah perilaku plastis material dan bukan disebabkan oleh tekanan air pori. Pada tanah kohesif akan terjadi penurunan primer yang kecepatannya dipengaruhi oleh permeabilitas tanah dan tekanan air pori. Air pori yang timbul akibat tekanan akan mengering perlahan lahan yang menyebabkan terjadinya konsolidasi sekunder. Pengeringan air pori tersebut menyebabkan penurunan air pori terhadap perilaku penurunan tanah. Besar dan fluktuasi tekanan air pori tergantung dari kadar air, derajat kejenuhan, permeabilitas, derajat kepadatan, elastisitas, kemungkinan deformasi lateral, besarnya beban dan kecepatan pembebanan. Gambar 5.28 menunjukkan perbandingan antara tekanan air pori pada Slow Maintained Load Test dan Quick Load Test.

192 Gambar 5.28. Grafik perbandingan tegangan air pori terhadap waktu antara slow maintained Load test dan quick load test pada elemen hingga 5.24. Perbandingan Pemodelan Elemen Hingga Slow Maintained Loading Test dengan Quick Loading Test Method Berikut perbandingan hubungan beban dan penurunan quick load test dengan FEM pada Tabel 5.9 dan perbandingan penurunan elemen hingga Slow Maintained Loading Test dengan Quick Load Test pada Tabel 5.10 dibawah ini dan dari hasil yang didapat menunjukkan bahwasanya perbandingan penurunan yang terjadi tidak terlalu signifikan dan tidak berubah banyak antara kedua metode ini dalam membandingkan penurunan yang terjadi.

193 Tabel 5.9. Hubungan beban dan penurunan quick load test dengan FEM Cycle Percent (%) Loads (Tons) Settlement (mm) Kumulatif Time (Minute) I 0 0 0,00 0 25 35 2,22 5 50 70 4,72 10 25 35 2,6 15 0 0 0,01 20 II 50 70 4,96 25 75 105 7,48 30 100 140 12,2 35 75 105 9,93 40 50 70 7,52 45 0 0 4,66 50 III 50 70 5,52 55 100 140 10,49 60 125 175 13,14 65 100 210 18,64 70 125 175 16,41 75 100 140 14,16 80 50 70 9,06 85 0 0 11,83 90 IV 50 70 8,10 95 100 140 9,79 100 150 210 17,43 105 175 245 20,67 110 200 280 16,90 115 175 245 12,50 120 150 210 15,60 125 100 140 12,50 130 50 70 9,80 135 0 0 6,90 140

194 Tabel 5.10. Hubungan beban dan penurunan slow load test dengan quick load test Cycle Percent (%) Loads (Tons) Settlement Setlement Slow Quick Load Maintained Test Load Test (mm) (mm) I 0 0 0,00 0,00 25 35 2,22 2,22 50 70 4,72 4,72 25 35 2,60 2,60 0 0 0,01 0,01 II 50 70 5,02 4,96 75 105 7,54 7,48 100 140 12,25 12,20 75 105 10,00 9,93 50 70 7,57 7,52 0 0 4,60 4,66 III 50 70 5,55 5,52 100 140 10,53 10,49 125 175 13,18 13,14 150 210 18,68 18,64 125 175 16,45 16,41 100 140 14,19 14,16 50 70 9,10 9,06 0 0 10,79 11,83 IV 50 70 7,90 8,10 100 140 9,62 9,79 150 210 17,91 15,07 175 245 17,92 17,43 200 280 21,00 20,67 175 245 17,92 12,50 150 210 17,09 15,60 100 140 13,05 12,50 50 70 10,14 9,80 0 0 7,85 6,90

195 5.25. Perhitungan Daya Dukung Lateral dengan Metode Broms Menurut Broms (1964) kondisi tiang panjang ujung jepit dalam tanah non kohesif dengan daya dukung ultimit lateral tiang bor H u = 22,83 ton serta H ijin = 11,42 ton dengan safety factor = 2. Sementara dengan metode elemen hingga dilakukan analisis daya dukung lateral dimana proses kalkulasi pada metode elemen hingga sama seperti daya dukung aksial hanya saja saat initial phase, beban yang diaktifkan dengan arah lateral (Gambar 5.29). Berikut akan disajikan hasil yang diperoleh untuk daya dukung lateral. Generate mesh pada pembebanan arah horisontal (Gambar 5.30) dan hasil dari fase-fase kalkulasi, didapat dari nilai Msf (Gambar 5.31). Gambar 5.29. Pemodelan pembebanan arah lateral pada lokasi pembebanan vertikal

196 Gambar 5.30. Generate mesh pada pembebanan arah horisontal Gambar 5.31. Hasil dari fase-fase kalkulasi, didapat dari nilai Msf