BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. Ekonomi dan Produk Domestik Regional Bruto Istilah ekonomi berasal dari bahasa Yunani, terdiri atas kata oikos dan nomos. Oikos berarti rumah tangga, nomos berarti aturan. Sehingga ekonomi adalah aturan untuk mengelola rumah tangga baik dalam kehidupan keluarga, perusahaan, negara maupun hubungan internasional (Muchtolifah, 200). Kondisi ekonomi yang terjadi di suatu daerah dapat diketahui melalui Produk Domestik Regional Bruto. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) didefinisikan sebagai jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit produksi di suatu daerah pada periode tertentu. Penghitungan nilai PDRB dilakukan atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku dihitung dengan dasar harga yang berlaku pada tahun tersebut dan berfungsi untuk melihat perkembangan ekonomi pada tahun tersebut. PDRB atas dasar harga konstan dihitung dengan dasar harga yang berlaku pada tahun tertentu dan berfungsi untuk melihat pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun (BPS Provinsi Bali, 204). Penghitungan PDRB oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dilakukan dengan menggunakan tiga macam pendekatan yaitu pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran. 5
6 2.. Pendekatan Produksi (Production Approach) Pada pendekatan produksi, PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di suatu daerah pada periode tertentu. Adapun unit-unit produksi dikelompokkan menjadi sembilan sektor dan terdiri dari beberapa subsektor. Pengelompokan sektor dan subsektor disajikan pada Tabel 2.. Tabel 2. Pengelompokan Sektor Menurut Pendekatan Produksi No Sektor Subsektor Pertanian, Peternakan, Tanaman bahan makanan Kehutanan dan Perikanan Tanaman perkebunan Peternakan Kehutanan Perikanan 2 Pertambangan dan Pertambangan minyak dan gas bumi Penggalian Pertambangan bukan migas Penggalian 3 Industri pengolahan Industri migas Industri bukan migas 4 Listrik, gas dan air bersih Listrik Gas Air bersih 5 Konstruksi 6 Perdagangan, Hotel dan Perdagangan besar dan eceran Restoran Hotel Restoran 7 Pengangkutan dan Pengangkutan komunikasi Komunikasi 8 Keuangan, persewaan dan Bank jasa perusahaan Lembaga keuangan tanpa bank Jasa penunjang keuangan Persewaan Jasa perusahaan 9 Jasa-jasa Pemerintahan umum Swasta Sumber: Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Bali 2009-203 (204)
7 Selain itu, menurut aktivitas sektor perekonomian dikelompokkan menjadi tiga yaitu sektor primer, sektor sekunder dan sektor tersier (Jones & Pendlebury, 200).. Sektor Primer Sektor primer adalah sektor ekonomi yang memanfaatkan sumber daya alam secara langsung. Sektor ini terdiri atas sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan dan sektor pertambangan. 2. Sektor Sekunder Sektor sekunder adalah sektor ekonomi yang mengolah hasil sektor primer menjadi barang jadi atau setengah jadi, seperti konstruksi. 3. Sektor Tersier Sektor tersier adalah sektor ekonomi yang menghasilkan suatu jasa. Pengelompokan sektor ekonomi menurut aktivitasnya ditunjukkan oleh Tabel 2.2. Tabel 2.2 Pengelompokan Sektor Berdasarkan Aktivitas Sektor Primer Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor Sekunder Sektor Industri Pengolahan Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih Sektor Konstruksi Sektor Tersier Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-Jasa Sumber: Jones & Pendlebury (200)
8 2..2 Pendekatan Pendapatan (Income Approach) Pada pendekatan pendapatan, PDRB merupakan nilai balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu daerah pada periode tertentu. Balas jasa faktor produksi tersebut berupa upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan. Selain itu, komponen lainnya adalah penyusutan, pajak tidak langsung dan subsidi. 2..3 Pendekatan Pengeluaran (Expenditure Approach) Pada pendekatan pengeluaran, PDRB merupakan jumlah seluruh pengeluaran dari konsumsi rumah tangga dan lembaga nirlaba, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan stok dan ekspor neto. 2.2 Logika Fuzzy Logika fuzzy pertama kali diperkenalkan oleh Lotfi A. Zadeh pada tahun 965. Penggunaan logika fuzzy adalah untuk menyatakan suatu keadaan yang samar, tak pasti dan kekaburan dari suatu objek. Karakteristik dari logika fuzzy terletak pada himpunan fuzzy dan fungsi keanggotaan. Himpunan fuzzy (fuzzy set) merupakan grup yang mewakili suatu kondisi dalam variabel fuzzy, sedangkan fungsi keanggotaan (membership function) adalah fungsi yang memetakan input ke dalam nilai keanggotaannya. Keanggotaan suatu objek dapat diukur dengan menghitung derajat keanggotaan. Pada teori himpunan tegas (crisp) suatu objek memiliki nilai (satu) bila menjadi anggota dan 0 (nol) bila tidak menjadi anggota dalam suatu himpunan. Dengan dikembangkannya teori logika fuzzy, maka derajat keanggotaan dari suatu objek terletak pada interval [0,]. Selain itu, penggunaan
9 logika fuzzy membuat suatu objek masuk ke dalam dua himpunan fuzzy. Hal ini disesuaikan dengan eksistensi objek tersebut terhadap masing-masing himpunan fuzzy. Derajat keanggotaan suatu objek dihitung melalui fungsi keanggotaan yang didefinisikan. Derajat keanggotaan suatu objek x pada himpunan A dinotasikan dengan μ A (x) (Kusumadewi & Purnomo, 200). Untuk memperjelas perbedaan antara himpunan tegas (crisp) dan himpunan fuzzy (fuzzy set) akan diilustrasikan melalui contoh berikut. Contoh : Misalkan variabel umur dibagi menjadi 3 kategori (Kusumadewi & Purnomo, 200), yaitu: Muda Parobaya Tua umur < 35 tahun 35 umur 55 tahun umur > 55 tahun Nilai keanggotaan secara grafis, himpunan Muda, Parobaya dan Tua dapat dilihat pada Gambar 2.. Muda Parobaya Tua μ(x) μ(x) μ(x) 0 35 x 0 Umur (thn) 35 55 Umur (thn) x 0 55 Umur (thn) x Gambar 2. Himpunan Tegas (Crisp) Muda, Parobaya, Tua Berdasarkan Gambar 2., sehubungan dengan nilai keanggotaan dapat dijelaskan sebagai berikut:
0 Apabila seseorang berusia 34 tahun, maka ia dikatakan Muda (μ Muda (34) = ). Apabila seseorang berusia 35 tahun, maka ia dikatakan Tidak Muda (μ Muda (35) = 0). Apabila seseorang berusia 35 tahun kurang hari, maka ia dikatakan Tidak Muda (μ Muda (35 tahun hari) = 0). Apabila seseorang berusia 35 tahun, maka ia dikatakan Parobaya (μ Parobaya (35) = ) Apabila seseorang berusia 34 tahun, maka ia dikatakan Tidak Parobaya (μ Parobaya (34) = 0) Apabila seseorang berusia 35 tahun kurang hari, maka ia dikatakan Tidak Parobaya (μ Parobaya (35 tahun hari) = 0). Dari keterangan yang ada pada Gambar 2. dapat disimpulkan bahwa penggunaan himpunan tegas (crisp) untuk menyatakan umur sangat tidak adil. Hal ini disebabkan oleh apabila terjadi perubahan kecil pada suatu nilai mengakibatkan perbedaan kategori yang cukup signifikan. Apabila Contoh dibentuk ke dalam logika fuzzy, maka himpunan Muda, Parobaya dan Tua didefinisikan terlebih dahulu fungsi keanggotaannya. Kurvanya ditunjukkan oleh Gambar 2.2.
μ(x) Muda Parobaya Tua 0.5 0.25 0 25 35 40 45 50 55 65 Umur (thn) Gambar 2.2 Himpunan Fuzzy untuk Variabel Umur x Fungsi keanggotaan masing-masing himpunan Muda, Parobaya dan Tua diberikan sebagai berikut:, x 25 45 x μ Muda (x) = {, 20 25 x 45 0, x 45 00000000000, x 35 atau x 55 μ Parobaya (x) = x 35 0, 35 x 45 55 x { 0, 45 x 55 0, x 45 x 45 μ Tua (x) = {, 20 45 x 65, x 65 Berdasarkan Gambar 2.2 dapat dijelaskan sebagai berikut: Seseorang yang berusia 40 tahun, termasuk dalam himpunan Muda dengan μ Muda (40) = 0.25, dan termasuk ke dalam himpunan Parobaya dengan μ Parobaya (40) = 0.5. Seseorang yang berusia 50 tahun, termasuk dalam himpunan Parobaya dengan μ Parobaya (50) = 0.5, dan termasuk ke dalam himpunan Tua dengan μ Tua (50) = 0.25.
2 Dalam menggunakan logika fuzzy, adapun tahapan yang harus dilakukan adalah:. Fuzzifikasi Fuzzifikasi adalah tahap mengubah seluruh variabel input ke bentuk himpunan fuzzy. 2. Inferensi Inferensi adalah tahap menentukan aturan dari sistem logika fuzzy. 3. Defuzzifikasi Defuzzifikasi adalah tahap mengubah hasil pengolahan logika fuzzy menjadi suatu nilai tunggal. 2.3 Analytic Hierarchy Process (AHP) Analytic Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu metode pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Metode pendukung keputusan ini menguraikan permasalahan dan menyelesaikannya dengan membentuk suatu struktur hirarki. Struktur hirarki disusun membentuk pohon yang terdiri atas tujuan (goal), kriteria, subkriteria dan alternatif (Saaty & Vargas, 200). Tahapan-tahapan proses dalam metode AHP (Darmanto, et al., 204) adalah:. Mendefinisikan dan menguraikan permasalahan serta menetapkan solusi. 2. Membuat struktur hirarki. 3. Menyusun matriks perbandingan berpasangan. 4. Menormalkan data dan menghitung vektor eigen. 5. Menghitung nilai eigen maksimum.
3 6. Menguji konsistensi setiap matriks (CR < 0.) 2.3. Prinsip Dasar AHP Dalam menyelesaikan persoalan dengan metode AHP, terdapat beberapa prinsip dasar (Saaty & Kearns, 985) yang harus dipahami, yaitu:. Dekomposisi (Decomposition) Dekomposisi adalah langkah memecah atau membagi masalah membentuk suatu struktur hirarki. Struktur tersebut terdiri dari tiga tingkat yaitu tingkat pertama (tujuan), tingkat kedua (kriteria) dan tingkat ketiga (alternatif). Bentuk struktur hirarki ditunjukkan oleh Gambar 2.3. Tujuan Kriteria Kriteria Kriteria Kriteria Alternatif Alternatif Alternatif Gambar 2.3 Struktur Hirarki 2. Perbandingan Penilaian (Comparative Judgement) Perbandingan penilaian dilakukan dengan memberikan penilaian tentang kepentingan relatif antar kriteria. Penilaian diukur berdasarkan skala perbandingan, yang dimulai dari skala paling rendah sampai skala paling tinggi. Tabel 2.3 adalah skala yang telah ditetapkan oleh Saaty.
4 Tabel 2.3 Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan Tingkat Kepentingan Definisi Sama penting 3 Sedikit lebih penting 5 Lebih penting 7 Sangat penting 9 Mutlak lebih penting 2,4,6,8 Nilai diantara dua pilihan yang berdekatan Sumber : Thomas L. Saaty and Luis G. Vargas (200) Perbandingan kriteria yang diperoleh kemudian disusun kedalam matriks yang dinamakan matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison). Bentuk matriks ditunjukkan oleh Tabel 2.4. Tabel 2.4 Matriks Perbandingan Berpasangan A A 2 A A 2 A n w w w w 2 w 2 w 2 w w 2 w n w n A n w w 2 Sumber: Thomas L.Saaty and Kevin P. Kearns (985) 3. Sintesis Prioritas (Synthesis of Priority) Dari matriks keputusan yang terbentuk dapat ditentukan nilai bobot untuk masing-masing kriteria, sehingga diperoleh prioritas antar kriteria. 2.3.2 Nilai Eigen dan Vektor Eigen Definisi: Jika A adalah sebuah matriks n n, maka sebuah vektor tak nol x pada R n disebut vektor eigen (eigen vector) dari A, jika Ax adalah sebuah kelipatan skalar dari x, yaitu: Ax = λx w w n w 2 w n w n w n
5 untuk sebarang skalar λ. Skalar λ disebut nilai eigen (eigen value) dari A, dan x disebut sebagai vektor eigen dari A yang terkait dengan λ. Jadi, untuk mencari eigen value dari matriks A yang berukuran n n dapat dituliskan pada persamaan berikut: Ax = λx Atau secara ekivalen (λi A)x = 0 Pada penyelesaian masalah menggunakan metode AHP, vektor eigen dan nilai eigen dapat dihitung dengan normalisasi penjumlahan (Parapat, 2009). Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: Diberikan matriks berukuran n n, ditunjukkan oleh Tabel 2.5 Tabel 2.5 Matriks Berukuran n n A A 2 A n A a a 2 a n A 2 a 2 a 22 a 2n A n a n a n2 a nn Sumber: Thomas L.Saaty and Kevin P. Kearns (985). Menjumlahkan nilai setiap elemen dalam satu kolom pada matriks perbandingan berpasangan. n a ij i= untuk i, j =,2,, n (2.) 2. Membagi nilai a ij pada setiap kolom dengan jumlah nilai pada kolom. = a ij n a ij i= a ij untuk i, j =,2,, n (2.2)
6 3. Menjumlahkan semua elemen pada satu baris dari matriks yang telah dinormalisasi dan membaginya dengan banyak elemen. Hasil ini merupakan vektor prioritas (vektor eigen) dari matriks perbandingan berpasangan. 4. Nilai eigen maksimum diperoleh dari mengalikan matriks perbandingan dengan vektor prioritas. Hasil tersebut kemudian dibagi dengan vektor prioritas. Jumlahkan hasil tersebut dan bagi dengan banyak elemen. 2.3.3 Uji Konsistensi dan Indeks Rasio Metode AHP menggunakan persepsi dan pendapat dari pakar sebagai inputnya. Hal ini memungkinkan terjadi ketidakkonsistenan pada data yang diperoleh. Pengukuran konsistensi suatu matriks didasarkan atas nilai eigen maksimum (λ max ). Pengujian konsistensi matriks berordo n dapat diperoleh dengan persamaan berikut (Saaty & Vargas, 200): CI = (λ max n) (n ) (2.3) dengan, CI = Rasio penyimpangan (deviasi) konsistensi (consistency index) λ max = Nilai eigen terbesar dari matriks berordo n n = Ordo matriks Apabila CI bernilai nol, maka pairwise comparison matriks tersebut konsisten. Batas ketidakkonsistenan (inconsistency) yang telah ditetapkan oleh Saaty ditentukan dengan menggunakan Rasio Konsistensi (CR), yaitu perbandingan indeks konsistensi (CI) dengan nilai random index (RI) yang diperlihatkan pada
7 Tabel 2.6. Nilai ini bergantung pada ordo matriks n. Dengan demikian, Rasio Konsistensi dirumuskan sebagai berikut: CR = CI RI (2.4) CR = Consistency Ratio RI = Random Index Tabel 2.6 Nilai Random Index (RI) N 2 3 4 5 6 7 8 9 0 RI 0.00 0.00 0.52 0.89..25.35.40.45.49 Sumber: Thomas L. Saaty and Luis G. Vargas (200) Bila matriks pairwise comparison mempunyai nilai CR < 0.00 maka ketidakkonsistenan pendapat dari pengambil keputusan dapat diterima, dan apabila nilai tidak terpenuhi maka penilaian harus diulang. 2.4 Fuzzy Analytic Hierarchy Process Untuk beberapa kasus tertentu dalam pengambilan keputusan yang banyak melibatkan unsur subyektifitas, metode AHP kurang tepat diterapkan. Untuk menangani kelemahan AHP ini, diperlukan suatu metode yang lebih memperhatikan kriteria-kriteria yang bersifat subyektifitas. Adapun metode tersebut adalah Fuzzy Analytic Hierarchy Process. Metode fuzzy AHP merupakan penggabungan antara metode AHP dengan pendekatan fuzzy khususnya triangular fuzzy number (Chang, 996). 2.4. Triangular Fuzzy Number Kurva triangular fuzzy pada dasarnya merupakan gabungan antara dua garis (linear), ditunjukkan oleh Gambar 2.4 (Kusumadewi & Purnomo, 200).
8 μ(x) 0 l m u x Gambar 2.4 Kurva Triangular Fuzzy Berdasarkan Gambar 2.4, didefinisikan fungsi keanggotaan sebagai berikut: 0, x l atau x u x l μ(x) = m l, l x m u x { u m, m x u Penulisan triangular fuzzy number dinotasikan (l, m, u), dengan l adalah batas bawah, m adalah titik tengah dan u adalah batas atas. Bila terdapat dua triangular fuzzy number M = (l, m, u ) dan M 2 = (l 2, m 2, u 2 ), diberikan operasi penjumlahan, perkalian dan invers diperoleh:. M M 2 = (l + l 2, m + m 2, u + u 2 ) (2.5) 2. M M 2 (l l 2, m m 2, u u 2 ) (2.6) 3. λ M = (λl, λm, λu ) (2.7) 4. M (,, ) (2.8) u m l Pada metode Fuzzy AHP, skala AHP yang diperoleh harus diubah terlebih dahulu ke dalam skala fuzzy triangular number. Adapun skala yang terdefinisi ditunjukkan oleh Tabel 2.7.
9 Tabel 2.7 Skala AHP dan Skala Triangular Fuzzy Number Skala AHP Skala Fuzzy Invers Skala Fuzzy Definisi (,,) (,,) Sama Penting 2 (,2,3) ( 3, 2, ) Pertengahan 3 (2,3,4) ( 4, 3, ) Sedikit lebih penting 2 4 (3,4,5) ( 5, 4, 3 ) Pertengahan 5 (4,5,6) ( 6, 5, 4 ) Lebih penting 6 (5,6,7) ( 7, 6, 5 ) Pertengahan 7 (6,7,8) ( 8, 7, ) Sangat penting 6 8 (7,8,9) ( 9, 8, 7 ) Pertengahan 9 (8,9,9) ( 9, 9, 8 ) Mutlak lebih penting Sumber: Hsu, et al (200) 2.4.2 Langkah-langkah Fuzzy AHP Langkah-langkah model extent analysis dari Chang (996) adalah:. Menghitung nilai fuzzy synthetic extent Nilai fuzzy synthetic extent dipakai untuk memperoleh perluasan suatu objek. Apabila diberikan sebanyak m triangular fuzzy number (M gi, M 2 m gi,, M gi dengan i =,2,, n), maka nilai fuzzy synthetic extent didefinisikan sebagai berikut: m j S i = M gi j= n m [ M gi ] i= j= j (2.9) dengan
20 m j M gi j= m m m = ( l j, m j, u j ) j= j= j= n i= m j= Sedangkan untuk memperoleh nilai [ M gi ] dilakukan operasi j j penjumlahan untuk keseluruhan bilangan triangular fuzzy M gi (j =,2,, m) yaitu: n m j M gi i= j= n m n m n m = ( l ij, m ij, u ij ) i= j= i= j= i= j= Jadi n m j [ M gi ] i= j= ( n m, u ij n m, m ij n m ) l j i= j= 2. Menghitung perbandingan tingkat kemungkinan antara bilangan fuzzy. Perbandingan tingkat kemungkinan ini digunakan untuk memberi nilai bobot pada masing-masing kriteria. Untuk dua bilangan triangular fuzzy M = (l, m, u ) dan M 2 = (l 2, m 2, u 2 ) dengan tingkat kemungkinan (M M 2 ) dapat didefinisikan sebagai berikut: V(M M 2 ) = sup [min (μ M (x), μ M2 (x))] M dan M 2 merupakan bilangan fuzzy konveks maka dinyatakan bahwa: i= j= i= j= V(M M 2 ) = jika m m 2 V(M 2 M ) = hgt(m M 2 ) = μ M (d) Dengan d adalah titik perpotongan tertinggi dari D diantara μ M dan μ M2. Ketika M = (l, m, u ) dan M 2 = (l 2, m 2, u 2 ) di ordinat D, maka: V(M 2 M ) = hgt(m M 2 )
2 = l u 2 (m 2 u 2 ) (m l ) M 2 M V(M 2 M ) D 0 l 2 m 2 l d u 2 m u Gambar 2.5 Perpotongan antara M dan M 2 (Chang, 996) Perbandingan nilai synthetic dapat dituliskan sebagai berikut, jika m 2 m V(M 2 M ) = { 00000000000, jika l u 2 (2.0) l u 2, lainnya (m 2 u 2 ) (m l ) 3. Menghitung tingkat kemungkinan untuk bilangan fuzzy konveks M lebih baik dibandingkan sejumlah k bilangan fuzzy konveks M i (i =,2,, k) didefinisikan dengan: V(M M, M 2,, M k ) Jika diasumsikan bahwa = V[(M M ) and (M M 2 ) and and (M M k )] = min V(M M i ), i =,2,, k d (A i ) = min V(S i S k ), k =,2,, n; k i (2.) Maka vektor bobot didefinisikan sebagai: W = (d (A ), d (A 2 ),, d (A n )) T (2.2) W menggambarkan pilihan relatif dari masing-masing atribut keputusan.
22 4. Menormalisasikan vektor bobot Untuk menormalisasikan vektor bobot adalah sebagai berikut d(a i ) = d (A i ) n i= d (A i ) untuk i =,2,, n (2.3) Sehingga diperoleh vektor bobot W = (d(a ), d(a 2 ),, d(a n )) T,dengan W bukan merupakan bilangan fuzzy.